Anda di halaman 1dari 9

Proses belajar matematika dan hakekat matematika

Posted: Juli 4, 2009 by techonly13 in Education


1

Proses Belajar Mengajar Matematika


Proses belajar mengajar pada dasarnya adalah interaksi atau hubungan antara siswa
dengan guru dan antar sesama siswa dalam proses pembelajaran. Interaksi dalam proses
belajar mengajar mempunyai arti luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa
tetapi juga interaksi edukatif, dalam hal ini bukan hanya menyampaikan pesan berupa
mata pelajaran, melainkan juga nilai dan sikap pada diri siswa yang sedang belajar.
Proses belajar mengajar matematika merupakan suatu kegiatan yang mengandung
serangkaian persiapan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar mengajar
terdapat adanya satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara guru yang mengajar
dengan siswa yang belajar.
Menurut Usman (1993:4) belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada
diri individu berkat adanya interaksi individu dengan individu dan individu dengan
lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Lebih
lanjut Usman (1993:6) mengungkapkan bahwa mengajar pada prinsipnya adalah
membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Dapat pula dikatakan bahwa
mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya
dengan anak didik dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar
pada diri siswa.
Dalam hal belajar mengajar matematika, perlu diketahui karakteristik matematika.
Dengan mengetahui karakteristik matematika, maka seharusnya dapat pula diketahui
bagaimana belajar dan mengajar matematika. Karakteristik matematika yang dimaksud
adalah obyek matematika bersifat abstrak, materi matematika disusun secara hirarkis, dan
cara penalaran matematika adalah deduktif.
Obyek matematika bersifat abstrak, maka belajar matematika memerlukan daya nalar
yang tinggi. Demikian pula dalam mengajar matematika guru harus mampu
mengabstraksikan obyek-obyek matematika dengan baik sehingga siswa dapat
memahami obyek matematika yang diajarkan. Hudoyo (1988:3) menyatakan bahwa
belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi. Sehingga dalam mengajar
matematika guru harus mampu memberikan penjelasan dengan baik sehingga konsep-
konsep matematika yang abstrak dapat dipahami siswa.
Materi matematika disusun secara hierarkis artinya suatu topik matematika akan
merupakan prasyarat bagi topik berikutnya. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu
topik matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan
mempengaruhi proses belajar mengajar matematika tersebut. Hudoyo (1988:4)
mengungkapkan bahwa karena kehirarkisan matematika itu, maka belajar matematika
yang terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar. Ini berarti proses belajar
matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinyu.
Karena dalam belajar matematika memerlukan materi prasyarat untuk memahami materi
berikutnya, maka dalam mengajar matematika guru harus mengidentifikasikan materi-
materi yang menjadi prasyarat suatu topik mata pelajaran matematika.
Hakekat Matematika
Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia berhubungan dengan ide dan
penalaran. Ide-ide yang dihasilkan oleh pikiran-pikiran manusia itu merupakan sistem-
sistem yang bersifat untuk menggambarkan konsep-konsep abstrak, dimana masing-
masing sistem bersifat deduktif sehingga berlaku umum dalam menyelesaikan maslah.
Sehubungan dengan hal di atas Hudoyo (1988:3) menyatakan matematika berkenaan
dengan ide-ide (gagasan-gagasan), struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur
secara logik sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Suatu
kebenaran matematika dikembangkan berdasarkan atas alasan logik yang menggunakan
pembuktian deduktif.
3. Soal-soal Cerita
Matematika dapat melatih siswa untuk berpikir secara logis, rasional, operasional dan
terukur seusia dengan karakteristik ilmu ini. Salah satu materi dalam matematika yang
penting dipelajari siswa SD dan perlu ditingkatkan mutu pembelajarannya adalah materi
yang disajikan dalam bentuk cerita (soal cerita). Menurut Sutawidjaja (dalam Ahmad,
2001 : 172) soal cerita yang erat kaitannya dengan masalah kehidupan sehari-hari itu
penting sekali diberikan dalam pembelajaran matematika SD karena pada umumnya soal
cerita dapat digunakan (sebagai cikal bakal) untuk melatih siswa dalam menyelesaikan
masalah.
Menurut Ahmad (2001:171) soal cerita (word/story problems) biasanya merupakan soal
terapan dari suatu pokok bahasan yang dihubungkan dengan masalah sehari-hari. Untuk
menyelesaikan matematika umumnya dan terutama soal cerita, Soedjadi (1992:65)
mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Membaca soal dengan cermat untuk mengangkap makna tiap kalimat


b. Memisahkan dan mengungkapkan
1). Apa yang diketahui dalam soal
2). Apa yang diminta/ditanyakan dalam soal
3). Operasi/pengerjaan apa yang diperlukan
c. Membuat model matematika dari soal
d. Menyelesaikan model menurut aturan-aturan matematika sehingga mendapatkan
jawaban dari model tersebut
e. Mengembalikan jawaban kepada soal asal
Untuk menyelesaikan soal cerita agar aturan-aturan dalam matematika dapat berlaku,
maka dari soal dibuat dalam suatu kalimat matematika atau notasi yang merupakan
terjemahan atau fakta dari soal cerita.
4. Pendekatan Tutor Sebaya
Program tutorial pada dasarnya sama dengan program bimbingan, yang bertujuan
memberikan bantuan kepada siswa atau peserta didik agar dapat mencapai hasil belajar
optimal. Hamalik (1990:73) menyatakan tutorial adalah bimbingan pembelajaran dalam
bentuk pemberian bimbingan, bantuan, petunjuk, arahan, dan motivasi agar para siswa
belajar secara efisien dan efektif.
Subyek atau tenaga yang memberikan bimbingan dalam kegiatan tutorial dikenal sebagai
tutor. Tutor dapat berasal dari guru atau pengajar, pelatih, pejabat struktural, atau bahkan
siswa yang dipilih dan ditugaskan guru untuk membantu teman-temannya dalam belajar
di kelas. Siswa yang dipilih guru adalah teman sekelas dan memiliki kemampuan lebih
cepat memahami materi yang diajarkan, selain itu memiliki kemampuan menjelaskan
ulang materi yang diajarkan pada teman-temannya. Karena siswa yang dipilih menjadi
tutor ini seumur (sebaya) dengan teman-temannya yang akan diberikan bantuan, maka
tutor tersebut sering dikenal dengan sebutan tutor sebaya.
Pengertian di atas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Arikunto (1986:77) bahwa
tutor sebaya adalah seseorang atau beberapa orang siswa yang ditunjuk oleh guru sebagai
pembantu guru dalam melakukan bimbingan terhadap kawan sekelas. Untuk menentukan
seorang tutor ada beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh seorang siswa yaitu siswa
yang dipilih nilai prestasi belajar matematikanya lebih besar atau sama degan delapan,
dapat memberikan bimbingan dan penjelasan kepada siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajar dan memiliki kesabaran serta kemampuan memotivasi siswa dalam belajar.
Sejalan dengan uraian di atas, Arikunto (1986:62) mengemukakan bahwa dalam memilih
tutor perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Tutor dapat diterima (disetujui) oleh siswa yang mendapat program perbaikan sehingga
siswa tidak mempunyai rasa takut atau enggan untuk bertanya kepadanya.
b. Tutor dapat menerangkan bahan perbaikan yang dibutuhkan oleh siswa yang menerima
program perbaikan.
c. Tutor tidak tinggi hati, kejam atau keras hati terhadap sesama kawan.
d. Tutor mempunyai daya kreativitas yang cukup untuk memberikan bimbingan, yaitu
dapat menerangkan pelajaran kepada kawannya.
Siswa yang ditunjuk sebagai tutor akan ditugaskan membantu siswa yang akan mendapat
program perbaikan, sehingga setiap tutor harus diberikan petunjuk yang sejelas-jelasnya
tentang apa yang harus dilakukan. Petunjuk ini memang mutlak diperlukan bagi setiap
tutor karena hanya gurulah yang mengetahui kelemahan siswa, sedangkan tutor hanya
membantu melaksanakan perbaikan, bukan mendiagnosa.
Para tutor dilatih untuk mengajar berdasarkan silabus yang telah ditentukan. Hubungan
antara tutor dengan siswa adalah hubungan antar kakak-adik atau antar kawan, kekakuan
yang ada pada guru agar dihilangkan. Dalam kegiatan ini tutor dan guru menjadi
semacam staf ahli yang mampu mengatsi kesulitan yang dihadapi murid, baik dengan
cara satu lawan satu maupun kelompok kecil (Muntansir, 1985:58).
Dari sudut lain dapat diketengahkan bahwa efektifitas para tutor itu cukup dapat
diharapkan. Tentang efektifitas tutor itu, Good dalam Muntansir (1985:180)
menerangkan bahwa tutor SD sama efektifnya dengan tutor dari perguruan tinggi. Dalam
kesempatan lain Good juga menyatakan bahwa tutor juga dapat menjadi alat untuk
menimbulkan motivasi pada pelajaran bermutu. Tutor ini juga mendapatkan keuntungan
berupa nilai pelajaran yang bertambah baik, sama dengan yang ditutori, terutama kalau
fokusnya pada kemampuan kognitif.
Pendekatan tutor sebaya adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana yang melakukan
kegiatan pembelajaran adalah siswa itu sendiri. Siswa yang memiliki kemampuan lebih
cepat menyerap materi pelajaran akan membantu siswa yang kurang cepat menyerap
materi pelajaran. Karena memiliki usia yang hampir sebaya, adakalanya seorang siswa
lebih mudah menerima keterangan yang diberikan oleh kawannya yang lain karena tidak
adanya rasa enggan atau malu untuk bertanya.
Pendekatan tutor sebaya ini cocok untuk mengajarkan matematika, terutama dalam
menyelesaikan soal-soal cerita operasi bilangan pecahan. Apabila pendekatan ini
digunakan oleh guru dengan baik dengan memberikan bimbingan terlebih dahulu kepada
siswa yang akan menjadi tutor, maka pendekatan tutor sebaya ini dapat membantu siswa
dalam memahami materi operasi bilangan pecahan, sehingga kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal cerita operasi bilangan pecahan dapat ditingkatkan.

http://techonly13.wordpress.com/2009/07/04/proses-belajar-matematika-dan-hakekat-
matematika/

Hakekat matematika
Posted: April 28, 2010 by techonly13 in Education, PTK, RPP, RPP B.Indonesia Kls 1-6, RPP IPA Kls 1,
RPP IPA Kls 2, RPP IPA Kls 3, RPP IPA Kls 4, RPP IPA Kls 5, RPP IPA Kls VI, RPP IPS, RPP Tematik
2

Untuk dapat memahami bagaimana hakikatnya matematika itu, kita


dapat memperhatikan pengertian istilah matematika dan beberapa deskripsi yang
diuraikan para ahli berikut: Di antaranya, Romberg mengarahkan hasil penelaahannya
tentang matematika kepada tiga sasaran utama. Pertama, para sosiolog, psikolog,
pelaksana administrasi sekolah dan penyusun kurikulum memandang bahwa matematika
merupakan ilmu statis dengan disipilin yang ketat. Kedua, selama kurun waktu dua
dekade terakhir ini, matematika dipandang sebagai suatu usaha atau kajian ulang terhadap
matematika itu sendiri. Kajian tersebut berkaitan dengan apa matematika itu? bagaimana
cara kerja para matematikawan? dan bagaimana mempopulerkan matematika? Selain itu,
matematika juga dipandang sebagai suatu bahasa, struktur logika, batang tubuh dari
bilangan dan ruang, rangkaian metode untuk menarik kesimpulan, esensi ilmu terhadap
dunia fisik, dan sebagai aktivitas intelektual. (Jackson, 1992:750).

Ernest melihat matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial yang memenuhi tiga
premis sebagai berikut: i) The basis of mathematical knowledge is linguistic language,
conventions and rules, and language is a social constructions; ii) Interpersonal social
processes are required to turn an individual’s subjective mathematical knowledge, after
publication, into accepted objective mathematical knowledge; and iii) Objectivity itself
will be understood to be social. (Ernest, 1991:42). Selain Ernest, terdapat sejumlah tokoh
yang memandang matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial. Misalnya, Dienes
mengatakan bahwa matematika adalah ilmu seni kreatif. Oleh karena itu, matematika
harus dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni. (Ruseffendi, 1988:160).
Bourne juga memahami matematika sebagai konstruktivisme sosial dengan
penekanannya pada knowing how, yaitu pebelajar dipandang sebagai makhluk yang aktif
dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan
lingkungannya. Hal ini berbeda dengan pengertian knowing that yang dianut oleh kaum
absoluitis, di mana pebelajar dipandang sebagai mahluk yang pasif dan seenaknya dapat
diisi informasi dari tindakan hingga tujuan. (Romberg, T.A. 1992: 752).

Kitcher lebih memfokuskan perhatiannya kepada komponen dalam kegiatan matematika.


(Jackson, 1992:753). Dia mengklaim bahwa matematika terdiri atas komponen-
komponen: 1) bahasa (language) yang dijalankan oleh para matematikawan, 2)
pernyataan (statements) yang digunakan oleh para matematikawan, 3) pertanyaan
(questions) penting yang hingga saat ini belum terpecahkan, 4) alasan (reasonings) yang
digunakan untuk menjelaskan pernyataan, dan 5) ide matematika itu sendiri. Bahkan
secara lebih luas matematika dipandang sebagai the science of pattern.

Sejalan dengan kedua pandangan di atas, Sujono (1988:5) mengemukakan beberapa


pengertian matematika. Di antaranya, matematika diartikan sebagai cabang ilmu
pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika
merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah yang
berhubungan dengan bilangan. Bahkan dia mengartikan matematika sebagai ilmu bantu
dalam menginterpretasikan berbagai ide dan kesimpulan.

Pengertian yang lebih plural tentang matematika dikemukakan oleh Freudental (1991:1).
Dia mengatakan bahwa “mathematics look like a plural as it still is in French Les
Mathematiques .Indeed, long ago it meant a plural: four arts (liberal ones worth being
pursued by free men). Mathematics was the quadrivium, the sum of arithmetic, geometry
astronomy and music, held in higher esteem than the (more trivial) trivium: grammar,
rhetoric and dialectic. …As far as I am familiar with languages, Ducth is the only one in
which the term for mathematics is neither derived from nor resembles the internationally
sanctioned Mathematica. The Ducth term was virtually coined by Simon (1548-1620):
Wiskunde, the science of what is certain. Wis en zeker, sure and certain, is that which
does not yield to any doubt, and kunde means, knowledge, theory. . Dari sisi abstraksi
matematika, Newman melihat tiga ciri utama matematika, yaitu; 1) matematika disajikan
dalam pola yang lebih ketat, 2) matematika berkembang dan digunakan lebih luas dari
pada ilmu-ilmu lain, dan 3) matematika lebih terkonsentrasi pada konsep. (Jackson,
1992:755).

Selanjutnya, pendapat para ahli mengenai matematika yang lain, di antaranya telah
muncul sejak kurang lebih 400 tahun sebelum masehi, dengan tokoh-tokoh utamanya
Plato (427–347 SM) dan seorang muridnya Aristoteles (348–322 SM). Mereka
mempunyai pendapat yang berlainan. Plato berpendapat, bahwa matematika adalah
identik dengan filsafat untuk ahli pikir, walaupun mereka mengatakan bahwa matematika
harus dipelajari untuk keperluan lain. Objek matematika ada di dunia nyata, tetapi
terpisah dari akal. Ia mengadakan perbedaan antara aritmetika (teori bilangan) dan
logistik (teknik berhitung) yang diperlukan orang. Belajar aritmetika berpengaruh positif
karena memaksa yang belajar untuk belajar bilangan-bilangan abstrak. Dengan demikian
matematika ditingkatkan menjadi mental aktivitas mental abstrak pada objek-objek yang
ada secara lahiriah, tetapi yang ada hanya mempunyai representasi yang bermakna. Plato
dapat disebut sebagai seorang rasionalis. Aristoteles mempunyai pendapat yang lain. Ia
memandang matematika sebagai salah satu dari tiga dasar yang membagi ilmu
pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan fisik, matematika, dan teologi. Matematika
didasarkan atas kenyataan yang dialami, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari
eksperimen, observasi, dan abstraksi. Aristoteles dikenal sebagai seorang
eksperimentalis. (Moeharti Hadiwidjojo dalam F. Susilo, S.J. & St. Susento, 1996:20).

Sedangkan matematika dalam sudut pandang Andi Hakim Nasution (1982:12) yang
diuraikan dalam bukunya, bahwa istilah matematika berasal dari kata Yunani, mathein
atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan
kata Sanskerta, medha atau widya yang memiliki arti kepandaian, ketahuan, atau
intelegensia. Dalam bahasa Belanda, matematika disebut dengan kata wiskunde yang
berarti ilmu tentang belajar (hal ini sesuai dengan arti kata mathein pada matematika).

Sedangkan orang Arab, menyebut matematika dengan ‘ilmu al-hisab yang berarti ilmu
berhitung. Di Indonesia, matematika disebut dengan ilmu pasti dan ilmu hitung. Sebagian
orang Indonesia memberikan plesetan menyebut matematika dengan “matimatian”,
karena sulitnya mempelajari matematika. (Abdusysyakir, 2007:5). Pada umumnya orang
awam hanya akrab dengan satu cabang matematika elementer yang disebut aritmetika
atau ilmu hitung yang secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai
bilangan yang bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0, 1, -1, 2, – 2, …,
dst, melalui beberapa operasi dasar: tambah, kurang, kali dan bagi.

Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari struktur, perubahan,
dan ruang; tak lebih resmi, seorang mungkin mengatakan adalah penelitian bilangan dan
angka. Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang
menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika;
pandangan lain tergambar dalam filosofi matematika.(www.wikipedia.org) Sedangkan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika didefinisikan sebagai ilmu
tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan
dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. (Hasan Alwi, 2002:723)

Pernah dalam suatu diskusi ada pertanyaan “unik”. Apa kepanjangan dari Matematika?
Dalam benak saya, masak ada kepanjangan Matematika, selama ini yang diketahui
kebanyakan orang, Matematika adalah tidak lebih dari sekedar ilmu dasar sains dan
teknologi yang tentunya bukan merupakan singkatan. Setelah berpikir agak lama hampir
mengalami kebuntuan dalam berpikir, akhirnya narasumber menjelaskan, bahwa
Matematika memiliki kepanjangan dalam 2 versi. Pertama, Matematika merupakan
kepanjangan dari MAkin TEkun MAkin TIdak KAbur, dan kedua adalah MAkin
TEkun MAkin TIdak KAruan. Dua kepanjangan tersebut tentunya sangat berlawanan.

Untuk kepanjangan pertama mungkin banyak kalangan yang mau menerima dan
menyatakan setuju. Karena siapa saja yang dalam kesehariannya rajin dan tekun dalam
belajar matematika baik itu mengerjakan soal-soal latihan, memahami konsep hingga
aplikasinya maka dipastikan mereka akan mampu memahami materi secara tuntas.
Karena hal tersebut maka semuanya akan menjadi jelas dan tidak kabur. Berbeda dengan
kepanjangan versi kedua, tidak dapat dibayangkan jika kita semakin tekun dan ulet
belajar matematika malah menjadi tidak karuan alias amburadul. Mungkin kondisi ini
lebih cocok jika diterapkan kepada siswa yang kurang berminat dalam belajar
matematika (bagi siswa yang memiliki keunggulan kecerdasan di bidang lainnya)
sehingga dipaksa dengan model apapun kiranya agak sulit untuk dapat memahami materi
matematika secara tuntas dan lebih baik mempelajari bidang ilmu lain yang dianggap
lebih cocok untuk dirinya dan lebih mudah dalam pemahamannya.

Berpijak pada uraian tersebut, menurut Sumardyono (2004:28) secara umum definisi
matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, di antaranya:
1. Matematika sebagai struktur yang terorganisir.
Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu
bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa
komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan
dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).

2. Matematika sebagai alat (tool).


Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalammencari solusi pelbagai masalah
dalam kehidupan sehari-hari.

3. Matematika sebagai pola pikir deduktif.


Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu
teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah
dibuktikan secara deduktif (umum).

4. Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking).


Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa
hal, seperti matematika matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-
rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.

5. Matematika sebagai bahasa artifisial.


Simbol merupakan ciri yang paling menonjol dalam matematika. Bahasa matematika
adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada
suatu konteks.

6. Matematika sebagai seni yang kreatif.


Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif
dan menakjubkan, maka matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya
merupakan seni berpikir yang kreatif.
Ada yang berpendapat lain tentang matematika yakni pengetahuan mengenai kuantiti dan
ruang, salah satu cabang dari sekian banyak cabang ilmu yang sistematis, teratur, dan
eksak. Matematika adalah angka-angka dan perhitungan yang merupakan bagian dari
hidup manusia. Matematika menolong manusia menafsirkan secara eksak berbagai ide
dan kesimpulan-kesimpulan. Matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai logika
dan problem-problem numerik. Matematika membahas faka-fakta dan hubungan-
hubungannya, serta membahas problem ruang dan waktu. Matematika adalah queen of
science (ratunya ilmu). (Sutrisman dan G. Tambunan, 1987:2-4)

Berdasarkan pelbagai pendapat tentang definisi dan deskripsi matematika di atas, kiranya
dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita seorang Muslim – terutama bagi pihak
yang masih merasa memiliki anggapan “sempit” mengenai matematika. Melihat
beragamnya pendapat banyak tokoh di atas tentang matematika, benar-benar
menunjukkan begitu luasnya objek kajian dalam matematika. Matematika selalu memiliki
hubungan dengan disiplin ilmu yang lain untuk pengembangan keilmuan, terutama di
bidang sains dan teknologi. Bagi guru, dengan memahami hakikat definisi dan deskripsi
matematika –sebagaimana tersebut di atas- tentunya memiliki kontribusi yang besar
untuk menyelenggarakan proses pembelajaran matematika secara lebih bermakna.
Diharapkan, matematika, tidak lagi dipandang secara parsial oleh siswa, guru,
masyarakat, atau pihak lain. Melainkan mereka dapat memandang matematika secara
“jujur” (baca: utuh) yang pada akhirnya dapat memacu dan berpartisipasi untuk
membangun peradaban dunia demi kemajuan sains dan teknologi yang dapat memberikan
manfaat bagi umat manusia. Lebih-lebih membawa dampak positif bagi umat Muslim,
sehingga dapat merasakan kembali bagaimana peradaban Islam dapat menjadi rahmatan
lil ‘alamin. [ahf]

Daftar Pustaka

Abdusysyakir. 2007. Ketika Kyai Mengajar Matematika. Malang: UIN-Malang Press


Andi Hakim Nasution. 1982. Landasan Matematika. Bogor: Bhratara
Ernest, P. 1991. The Philosophy of Methematics Education. London: Falmer.
Freudental, H. 1991. Revisiting Mathematics Education. Netherlands: Kluwer Academic
Publishers.
Hasan Alwi, dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
http://www.wikipedia.org, diakses 14 Desember 2007.
Jackson, P.W. 1992. Handbook of Reseasrch on Curriculum. New York: A Project of
American Educational Research Association.
Moeharti Hadiwidjojo. 1996. “Hubungan Antara Geometri Non-Euclides Klasik dan
Dunia Nyata”. Dalam Percikan Matematika. F. Susilo, S.J. dan St. Susento (Ed.).
Yogyakarta: Penerbitan Universitas Sanata Dharma.
Romberg, T.A. 1992. Problematic Features of the School Mathematics Curriculum, in J.
Philip (Ed.). Handbook of Research on Curriculum. New York: A Project of American
Educational Research Association.
Ruseffendi, E.T. 1988. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:
Tarsito.
Sujono. 1988. Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sumardyono. 2004. Karakteristik Matematika dan Implikasinya terhadap Pembelajaran
Matematika. Yogyakarta: Depdiknas.
Sutrisman dan G. Tambunan. 1987. Pengajaran Matematika. Jakarta: Penerbit Karunika-
Universitas Terbuka.

http://techonly13.wordpress.com/2010/04/28/hakekat-matematika/

Anda mungkin juga menyukai