http://techonly13.wordpress.com/2009/07/04/proses-belajar-matematika-dan-hakekat-
matematika/
Hakekat matematika
Posted: April 28, 2010 by techonly13 in Education, PTK, RPP, RPP B.Indonesia Kls 1-6, RPP IPA Kls 1,
RPP IPA Kls 2, RPP IPA Kls 3, RPP IPA Kls 4, RPP IPA Kls 5, RPP IPA Kls VI, RPP IPS, RPP Tematik
2
Ernest melihat matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial yang memenuhi tiga
premis sebagai berikut: i) The basis of mathematical knowledge is linguistic language,
conventions and rules, and language is a social constructions; ii) Interpersonal social
processes are required to turn an individual’s subjective mathematical knowledge, after
publication, into accepted objective mathematical knowledge; and iii) Objectivity itself
will be understood to be social. (Ernest, 1991:42). Selain Ernest, terdapat sejumlah tokoh
yang memandang matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial. Misalnya, Dienes
mengatakan bahwa matematika adalah ilmu seni kreatif. Oleh karena itu, matematika
harus dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni. (Ruseffendi, 1988:160).
Bourne juga memahami matematika sebagai konstruktivisme sosial dengan
penekanannya pada knowing how, yaitu pebelajar dipandang sebagai makhluk yang aktif
dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan
lingkungannya. Hal ini berbeda dengan pengertian knowing that yang dianut oleh kaum
absoluitis, di mana pebelajar dipandang sebagai mahluk yang pasif dan seenaknya dapat
diisi informasi dari tindakan hingga tujuan. (Romberg, T.A. 1992: 752).
Pengertian yang lebih plural tentang matematika dikemukakan oleh Freudental (1991:1).
Dia mengatakan bahwa “mathematics look like a plural as it still is in French Les
Mathematiques .Indeed, long ago it meant a plural: four arts (liberal ones worth being
pursued by free men). Mathematics was the quadrivium, the sum of arithmetic, geometry
astronomy and music, held in higher esteem than the (more trivial) trivium: grammar,
rhetoric and dialectic. …As far as I am familiar with languages, Ducth is the only one in
which the term for mathematics is neither derived from nor resembles the internationally
sanctioned Mathematica. The Ducth term was virtually coined by Simon (1548-1620):
Wiskunde, the science of what is certain. Wis en zeker, sure and certain, is that which
does not yield to any doubt, and kunde means, knowledge, theory. . Dari sisi abstraksi
matematika, Newman melihat tiga ciri utama matematika, yaitu; 1) matematika disajikan
dalam pola yang lebih ketat, 2) matematika berkembang dan digunakan lebih luas dari
pada ilmu-ilmu lain, dan 3) matematika lebih terkonsentrasi pada konsep. (Jackson,
1992:755).
Selanjutnya, pendapat para ahli mengenai matematika yang lain, di antaranya telah
muncul sejak kurang lebih 400 tahun sebelum masehi, dengan tokoh-tokoh utamanya
Plato (427–347 SM) dan seorang muridnya Aristoteles (348–322 SM). Mereka
mempunyai pendapat yang berlainan. Plato berpendapat, bahwa matematika adalah
identik dengan filsafat untuk ahli pikir, walaupun mereka mengatakan bahwa matematika
harus dipelajari untuk keperluan lain. Objek matematika ada di dunia nyata, tetapi
terpisah dari akal. Ia mengadakan perbedaan antara aritmetika (teori bilangan) dan
logistik (teknik berhitung) yang diperlukan orang. Belajar aritmetika berpengaruh positif
karena memaksa yang belajar untuk belajar bilangan-bilangan abstrak. Dengan demikian
matematika ditingkatkan menjadi mental aktivitas mental abstrak pada objek-objek yang
ada secara lahiriah, tetapi yang ada hanya mempunyai representasi yang bermakna. Plato
dapat disebut sebagai seorang rasionalis. Aristoteles mempunyai pendapat yang lain. Ia
memandang matematika sebagai salah satu dari tiga dasar yang membagi ilmu
pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan fisik, matematika, dan teologi. Matematika
didasarkan atas kenyataan yang dialami, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari
eksperimen, observasi, dan abstraksi. Aristoteles dikenal sebagai seorang
eksperimentalis. (Moeharti Hadiwidjojo dalam F. Susilo, S.J. & St. Susento, 1996:20).
Sedangkan matematika dalam sudut pandang Andi Hakim Nasution (1982:12) yang
diuraikan dalam bukunya, bahwa istilah matematika berasal dari kata Yunani, mathein
atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan
kata Sanskerta, medha atau widya yang memiliki arti kepandaian, ketahuan, atau
intelegensia. Dalam bahasa Belanda, matematika disebut dengan kata wiskunde yang
berarti ilmu tentang belajar (hal ini sesuai dengan arti kata mathein pada matematika).
Sedangkan orang Arab, menyebut matematika dengan ‘ilmu al-hisab yang berarti ilmu
berhitung. Di Indonesia, matematika disebut dengan ilmu pasti dan ilmu hitung. Sebagian
orang Indonesia memberikan plesetan menyebut matematika dengan “matimatian”,
karena sulitnya mempelajari matematika. (Abdusysyakir, 2007:5). Pada umumnya orang
awam hanya akrab dengan satu cabang matematika elementer yang disebut aritmetika
atau ilmu hitung yang secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai
bilangan yang bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0, 1, -1, 2, – 2, …,
dst, melalui beberapa operasi dasar: tambah, kurang, kali dan bagi.
Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari struktur, perubahan,
dan ruang; tak lebih resmi, seorang mungkin mengatakan adalah penelitian bilangan dan
angka. Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang
menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika;
pandangan lain tergambar dalam filosofi matematika.(www.wikipedia.org) Sedangkan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika didefinisikan sebagai ilmu
tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan
dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. (Hasan Alwi, 2002:723)
Pernah dalam suatu diskusi ada pertanyaan “unik”. Apa kepanjangan dari Matematika?
Dalam benak saya, masak ada kepanjangan Matematika, selama ini yang diketahui
kebanyakan orang, Matematika adalah tidak lebih dari sekedar ilmu dasar sains dan
teknologi yang tentunya bukan merupakan singkatan. Setelah berpikir agak lama hampir
mengalami kebuntuan dalam berpikir, akhirnya narasumber menjelaskan, bahwa
Matematika memiliki kepanjangan dalam 2 versi. Pertama, Matematika merupakan
kepanjangan dari MAkin TEkun MAkin TIdak KAbur, dan kedua adalah MAkin
TEkun MAkin TIdak KAruan. Dua kepanjangan tersebut tentunya sangat berlawanan.
Untuk kepanjangan pertama mungkin banyak kalangan yang mau menerima dan
menyatakan setuju. Karena siapa saja yang dalam kesehariannya rajin dan tekun dalam
belajar matematika baik itu mengerjakan soal-soal latihan, memahami konsep hingga
aplikasinya maka dipastikan mereka akan mampu memahami materi secara tuntas.
Karena hal tersebut maka semuanya akan menjadi jelas dan tidak kabur. Berbeda dengan
kepanjangan versi kedua, tidak dapat dibayangkan jika kita semakin tekun dan ulet
belajar matematika malah menjadi tidak karuan alias amburadul. Mungkin kondisi ini
lebih cocok jika diterapkan kepada siswa yang kurang berminat dalam belajar
matematika (bagi siswa yang memiliki keunggulan kecerdasan di bidang lainnya)
sehingga dipaksa dengan model apapun kiranya agak sulit untuk dapat memahami materi
matematika secara tuntas dan lebih baik mempelajari bidang ilmu lain yang dianggap
lebih cocok untuk dirinya dan lebih mudah dalam pemahamannya.
Berpijak pada uraian tersebut, menurut Sumardyono (2004:28) secara umum definisi
matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, di antaranya:
1. Matematika sebagai struktur yang terorganisir.
Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu
bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa
komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan
dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).
Berdasarkan pelbagai pendapat tentang definisi dan deskripsi matematika di atas, kiranya
dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita seorang Muslim – terutama bagi pihak
yang masih merasa memiliki anggapan “sempit” mengenai matematika. Melihat
beragamnya pendapat banyak tokoh di atas tentang matematika, benar-benar
menunjukkan begitu luasnya objek kajian dalam matematika. Matematika selalu memiliki
hubungan dengan disiplin ilmu yang lain untuk pengembangan keilmuan, terutama di
bidang sains dan teknologi. Bagi guru, dengan memahami hakikat definisi dan deskripsi
matematika –sebagaimana tersebut di atas- tentunya memiliki kontribusi yang besar
untuk menyelenggarakan proses pembelajaran matematika secara lebih bermakna.
Diharapkan, matematika, tidak lagi dipandang secara parsial oleh siswa, guru,
masyarakat, atau pihak lain. Melainkan mereka dapat memandang matematika secara
“jujur” (baca: utuh) yang pada akhirnya dapat memacu dan berpartisipasi untuk
membangun peradaban dunia demi kemajuan sains dan teknologi yang dapat memberikan
manfaat bagi umat manusia. Lebih-lebih membawa dampak positif bagi umat Muslim,
sehingga dapat merasakan kembali bagaimana peradaban Islam dapat menjadi rahmatan
lil ‘alamin. [ahf]
Daftar Pustaka
http://techonly13.wordpress.com/2010/04/28/hakekat-matematika/