Journal Reading - Aph
Journal Reading - Aph
Kehamilan
Abstrak :
Objektif – Untuk mengevaluasi profil klinis, luaran ibu dan janin yang
mengalami perdarahan pada kehamilan trimester ketiga dengan tujuan untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu serta janin di masa depan.
Pengantar
Perdarahan pada kehamilan khususnya di trimester ketiga terhadap luaran yang
akan terjadi pada Ibu dan janin jarang dipelajari. Perdarahan di trimester ketiga
didefinisikan sebagai wanita yang mengalami perdarahan pervaginam yang terjadi
pada bagian terakhir dari kehamilan yaitu dari usia kehamilan 28 minggu hingga
persalinan. Hal ini menjadi kegawatdaruratan dalam bidang obstetrik dan menjadi
hal yang menakutkan bagi wanita hamil, serta menjadi tantangan bagi dokter
kandungan dan merupakan masalah bagi pasien dan dokter.
III. Pengamatan
Tabel 1. Distribusi Usia pada Kasus Perdarahan di Trimester Ketiga
Solusio Tidak
Tota Plasenta Previa
Usia (%) Plasenta diklasifikasikan
l
No. (%) No. (%) No. (%)
15-20
11 8,02 2 4,15 9 11,25 - -
tahun
21-25
55 4,04 21 39,62 33 41,25 1 100
tahun
26-30
38 28,35 19 35,84 19 23,75 - -
tahun
31-35
20 14,22 10 18,86 10 12,5 - -
tahun
36-40
10 7,46 1 1,88 9 11,25 - -
tahun
Total 134 53 - 80 - 1 -
Persentase
Plasenta Solusio Tidak
Jenis jenis
Previa Plasenta diklasifikasikan
persalinan persalinan
No. (%) No. (%) No. (%) No. (%)
Persalinan 21 15,67 4 7,54 17 21,25 - -
normal
Sectio 105 78,35 44 83,01 60 75,00 1 100
Caesarea
(SC)
Histerektomi 8 5,97 5 9,43 3 3,75 - -
Caesarea
IV Diskusi
Perdarahan antepartum masih menempati urutan pertama sebagai salah satu
kedaruratan dalam bidang obstetrik. Bahkan dengan perawatan obstetrik yang
terbaik pun seorang wanita hamil tiba-tiba dapat mengalami kehilangan banyak
darah karena perdarahan yang terjadi pada trimester ketiga kehamilan. Hal ini
menjadi salah satu penyebab utama kematian ibu dan janin di seluruh dunia, sekitar
3 hingga 4 persen dari seluruh kehamilan. Seluruh perdarahan pervaginam yang
terjadi di akhir bulan kehamilan menjadi alarm penting dan harus dievaluasi segera.
Perdarahan di trimester kedua sangat jarang dibahas karena tingkat untuk
menyelamatkan janin rendah (25,32). Dengan demikian penelitian ini secara
eksklusif berfokus pada perdarahan pada trimester ketiga.
1. Total 19.361 pasien yang melahirkan selama periode penelitian ini. Persentase
perdarahan antepartum (255 kasus) dari total keseluruhan persalinan yaitu 1,36
persen pada penelitian ini. Perdarahan trimester ketiga sekitar 134 kasus
(0,692% dari seluruh jumlah persalinan dan 52,54% dari total kasus perdarahan
antepartum).
2. Jumlah kasus perdarahan trimester ketiga adalah 134 kasus, 53 kasus (39,55%)
disebabkan oleh plasenta previa, 80 kasus (59,70%) karena solusio plasenta dan
1 kasus termasuk dalam tipe yang tidak diklasifikasikan. Sehingga, solusio
plasenta menjadi penyebab yang paling umum pada perdarahan di trimester
ketiga diikuti oleh plasenta previa (Tabel 2).
3. Pada penelitian ini, kasus yang diobservasi berjumlah 134 kasus, hanya 19 orang
yang terdaftar dalam penelitian dan 115 orang tidak terdaftar, yang masuk dalam
laporan kegawatdaruratan karena perdarahan vagina. Hal ini menunjukkan
kurangnya pendidikan, ketidaksadaran dan ketidaktahuan Ibu hamil mengenai
pemeriksaan antenatal (ANC).
4. Jumlah kasus terbanyak ditemukan pada kelompok usia antara 20-30 tahun,
dengan jumlah pada kedua kelompok adalah 93 (69,40%) kasus dari 134 kasus
karena tingkat kesuburan paling tinggi berada pada kelompok usia ini (Tabel 1).
5. Sebagian besar (61,19%) perdarahan di trimester ketiga terjadi pada pasien
multigravida (Tabel 2).
6. Dari total 134 kasus perdarahan di trimester ketiga, 52 kasus (38,80%) disajikan
dengan berbagai faktor risiko. Riwayat SC merupakan faktor risiko yang paling
umum pada plasenta previa dan solusio plasenta akibat hipertensi pada
kehamilan (Tabel 3).
Risiko plasenta previa terjadi paling tinggi dalam kehamilan dengan riwayat
SC. Kegagalan perkembangan segmen bawah uterus karena adanya jaringan parut
menjadi penyebabnya dan area baku yang menguntungkan untuk implantasi.
Kejadian plasenta previa meningkat secara linear dengan meningkatnya jumlah
operasi caesar sebelumnya.
Hipertensi selama kehamilan telah menyumbang insidensi yang relatif tinggi
pada kasus solusio plasenta. Adanya hipertensi dapat melipatgandakan angka
kematian janin pada kasus solusio plasenta. Penentu terbesar untuk terjadinya risiko
solusio plasenta adalah riwayat solusio pada kehamilan sebelumnya. Hal ini telah
diteliti oleh Ananth dan kolega dalam penelitian meta analisis. Risiko solusio
plasenta meningkat 15 hingga 20 kali lipat pada kehamilan berikutnya jika
kehamilan sebelumnya mengalami solusio plasenta. Dalam penelitian ini 16%
kehamilan dipersulit dengan adanya solusio plasenta. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pemeriksaan antenatal yang teratur dan pemantauan tekanan darah bagi
semua wanita hamil dengan mendatangi klinik antenatal.
7. Dari total keseluruhan 134 pasien dengan perdarahan di trimester ketiga, 34
kasus (25,37%) menderita anemia berat (Hb <7gr%) dan hanya 25 kasus
(18,65%) yang memiliki tingkat hemoglobin normal. Hal ini menjadi
keterbatasan dalam penelitian ini karena lebih banyak jumlah pasien yang tidak
terdaftar dalam penelitian. Pada beberapa pasien estimasi visual kehilangan
darah tidak berhubungan dengan status anemia, maka dari itu terdapat anggapan
bahwa para wanita yang menderita anemia dan mengalami sedikit saja
perdarahan akan lebih memperburuk status hemoglobinnya.
8. Tujuh puluh satu kasus (52,58%) disajikan dengan kehamilan prematur dan
perdarahan pervaginam. Insidensi prematur lebih tinggi ditemukan pada kasus
plasenta previa dengan kontribusi 69,72% dibandingkan dengan kasus solusio
plasenta dengan persentase 42,5% (Tabel 5,6). Pasien harus segera dilakukan
persalinan karena perdarahan yang dapat mengancam jiwa.
9. Sebagian besar kasus perdarahan di trimester ketiga (107 kasus yaitu 79,85%)
presentasi janin adalah vertex dan 27 kasus (21,15%) mengalami malpresentasi.
Plasenta previa lebih banyak ditemukan pada kondisi malpresentasi (28,30%)
dibandingkan dengan solusio plasenta yang hanya 15% memiliki malpresentasi.
Hal ini berdasarkan fakta bahwa pada plasenta previa, plasenta janin berada di
segmen bawah uterus sehingga mencegah masuknya kepala janin kedalam
panggul (engagement).
10. Persentase tertinggi jenis persalinan pada perdarahan di trimester ketiga
(105 kasus yaitu 78,35%) adalah operasi SC; persalinan pervaginam hanya 21
kasus (15,67%). 8 kasus (5,92%) menjalani histerektomi caesar karena atonia
postpartum hemoragik dan plasenta akreta (Tabel 4) .Sebagian besar operasi
dilakukan sebagai upaya untuk menyelamatkan ibu dan janin. Sehingga insidensi
jenis persalinan lebih tinggi ditemukan pada operasi caesar.
11. Morbiditas perinatal lebih tinggi ditemukan dengan persalinan pervaginam
dibandingkan dengan SC. Dalam penelitian ini 49 kasus dilahirkan melalui
operasi caesar dan morbiditas perinatal terjadi pada 13 kasus (26,54%)
dibandingkan dengan persalinan pervaginam dimana kerugian yang dialami
perinatal sebesar 100%. Hal ini menjadi alasan bahwa pada plasenta letak rendah
merupakan sumber yang paling mungkin untuk terjadinya perdarahan pada
kehamilan, sebagai kompensasi terhadap perfusi uteroplasenta dan beberapa
kehamilan mungkin tidak dapat mentolerir terhadap tekanan persalinan ini. Juga
dikatakan bahwa persalinan pervaginam dapat menyebabkan 100% kematian
perinatal, adalah tidak tepat. Diperlukan analisis multisenter besar untuk
meneliti luaran perinatal pada kelahiran pervaginam.
12. Pada plasenta previa 67,92% bayi lahir hidup setelah persalinan. Kematian
perinatal terhitung tinggi yaitu 32,07%; dari perhitungan ini 1 lahir mati dan 8
meninggal saat usia neonatus. Tingginya insidensi kematian perinatal hal ini
didasarkan fakta bahwa 8 kasus ditemukan ketidakadaan bunyi jantung janin
pada saat masuk rumah sakit, 6 kasus diperlukan perawatan di ICU karena
prematur. Dua bayi cukup bulan mengalami morbiditas selama periode neonatus
yaitu pada pasien yang tidak terdaftar dalam penelitian ini yang dirujuk dari
pinggiran dengan anemia klinis, yang menjadi penyebab kematian neonatus
dalam hal ini adalah septikemia. Penyebab paling umum kematian neonatus
adalah prematuritas.
13. Tanda dan gejala solusio plasenta dapat bervariasi, gejala klinis awal yang
khas ditemukan pada 16% kasus (19,04%) yaitu perdarahan pervaginam tanpa
adanya rasa sakit, 62 kasus (76,19%) perdarahan dengan nyeri perut dan 4 kasus
(4,765) juga menambahkan adanya rasa sakit kepala dan vertigo, eklampsia
dikaitkan dengan 4,76% dari kasus perdarahan pada kehamilian di trimester
ketiga.
14. Toksemia ditemukan pada 24 pasien yaitu 30% kasus. Hipertensi ditemukan
pada 30% pasien dengan solusio plasenta yang meliputi 4 kasus eklampsia.
15. Terdapat 59 pasien (73,75%) dengan tipe perdarahan yang keluar (terlihat),
7 pasien dengan tipe perdarahan tersembunyi (8,75%) dan 17,5% tipe campuran.
Persentase perdarahan yang keluar (terlihat) menempati yang tertinggi.
16. Jumlah keseluruhan perdarahan yang terjadi di trimester ketiga adalah 134
pasien, 80 kehamilan dengan solusio plasenta, 38% menjadi fatal bagi janin
dengan 3 (3,75%) lahir mati, 17 (35%) IUD, dan 6 kematian pada usia neonatus
yang berkontribusi terhadap peningkatan kematian perinatal sebesar 51,25%
yang ditunjukkan dalam Tabel 6.
17. Perdarahan postpartum (PPH) adalah komplikasi yang paling umum terjadi
sekitar 35,07% atau sekitar 6 kasus pada penelitian ini memerlukan tindakan
histerektomi. Ini terjadi pada 14% pada pasien dengan plasenta previa dan
20,14% pada solusio plasenta. Atonia PPH paling sering ditemukan pada solusio
plasenta karena kerusakan miometrium, atonia dan koagulopati, fibrin dan
degradasi fibrin faktor penghambat kontraktilitas miometrium. Risiko ini harus
diantisipasi pada semua pasien dengan solusio plasenta. Hal ini dapat dicegah
ataupun diobati.
Kematian ibu pada penelitian ini sebesar 1,49%. Kematian ibu pada perdarahan
antepartum dikutip pernyataan oleh Dutta [1] (2011) <1 hingga paling tinggi 5%
dan menurut William (2007) sekitar 1-3% dari total kelahiran, yang mana kedua
pernyataan ini hampir serupa dalam melaporkan angka kematian ibu pada
perdarahan antepartum.