Anda di halaman 1dari 78

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA

TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN


KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI
DKI JAKARTA

NADIYA MAWADDAH

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN

Nadiya Mawaddah. Pengetahuan, Sikap, dan Praktek Gizi serta Tingkat


Konsumsi Ibu Hamil di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Ragunan Propinsi
DKI Jakarta. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan,


sikap, dan praktek gizi, serta tingkat konsumsi (energi, protein, zat besi, dan
vitamin A) pada ibu hamil. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1)
mengetahui karakteristik sosial ekonomi ibu hamil (2) mengetahui pengetahuan,
sikap, dan praktek gizi ibu hamil (3) menganalisis hubungan pendidikan dengan
pengetahuan gizi ibu hamil (4) menganalisis hubungan pengetahuan gizi dengan
sikap dan praktek gizi ibu hamil (5) menganalisis hubungan antara pengetahuan
gizi dengan konsumsi gizi ibu hamil (6) menganalisis pengaruh pendidikan ibu,
pendapatan, besar keluarga, serta pengetahuan, sikap, dan praktek gizi ibu hamil
terhadap tingkat konsumsi energi, protein, zat besi, dan vitamin A.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Lokasi
penelitian dilakukan di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Ragunan. Pemilihan
lokasi disesuaikan dengan program bubuk tabur multivitamin untuk ibu hamil.
Contoh penelitian ini diambil secara purposive dengan kriteria bukan kehamilan
pertama, usia kehamilan antara 8-28 minggu, serta bersedia diwawancarai.
Jumlah contoh yang terpilih adalah semua ibu hamil yang memenuhi kriteria
yang ditentukan. Jumlah yang terpilih adalah 100 ibu hamil yang terdiri dari
Kelurahan Kramat Jati 50 contoh dan Ragunan 50 contoh.
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
meliputi karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi, pengetahuan gizi ibu
hamil, sikap gizi ibu hamil, dan praktek gizi ibu hamil, serta konsumsi pangan.
Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan adalah data tentang gambaran
umum lokasi penelitian. Pengumpulan data primer melalui wawancara secara
langsung dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari
puskesmas dan kelurahan. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif
dan statistik. Pengolahan data meliputi editing, coding, entri, dan cleaning.
Analisis data diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell
dan Statistical Program for Social Sciences (SPSS) versi 13 for windows.
Sebagian besar ibu hamil (91%) tersebar antara usia 20-35 tahun.
Tingkat pendidikan ibu hamil antara tidak tamat SD hingga S2, sedangkan tingkat
pendidikan suami antara SD hingga S1. Lebih dari separuh ibu hamil dan suami
memiliki jenjang pendidikan hingga SMP dan SMA. Sebagian besar (90%) ibu
hamil bekerja sebagai ibu rumah tangga, sedangkan sebagian besar (87%)
suami berprofesi sebagai pegawai swasta dan wiraswasta. Pendapatan perkapita
per bulan antara Rp 50.000,00 sampai Rp 1.666.667,00 dengan rata-rata Rp
385.925,00. Lebih dari separuh (68%) ibu hamil tergolong tidak miskin dengan
pendapatan perkapita lebih dari Rp 214.817,00. Lebih dari separuh (55%) usia
kehamilan ibu termasuk trimester dua. Lebih dari separuh (58%) ibu memiliki IMT
sebelum hamil yang normal dengan rata-rata 21.67±4.39.
Kurang dari separuh (26%) ibu hamil memiliki pengetahuan gizi kurang.
Hanya sebagian kecil (8%) ibu hamil memiliki sikap gizi kurang. Separuh (50%)
ibu hamil memiliki praktek gizi baik sedangkan sebagian kecil (16%) ibu hamil
memiliki praktek gizi kurang.
Hasil uji Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang nyata (r=0.345,
p<0.05) antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan gizi ibu hamil, terdapat
hubungan yang nyata (r=0.341, p<0.05) antara pengetahuan gizi dengan sikap
gizi ibu hamil dan terdapat hubungan yang nyata (r=0.266, p<0.05) antara
pengetahuan gizi dengan praktek gizi ibu hamil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi protein dan zat
besi belum mencukupi kebutuhan ibu hamil. Sebagian ibu hamil sudah dapat
mencukupi kebutuhan energi (60%) dan protein (39%). Sebagian besar (86%)
ibu hamil kebutuhan zat besinya belum tercukupi. Rata-rata konsumsi energi,
protein, vitamin A, dan zat besi ibu hamil di Kramat Jati lebih rendah daripada di
Ragunan. Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
nyata (p>0.05) antara tingkat pengetahuan gizi ibu hamil dengan tingkat
konsumsi energi, protein, dan zat besi. Namun, terdapat hubungan yang nyata
(p<0.05) antara tingkat pengetahuan gizi ibu hamil dengan tingkat konsumsi
vitamin A.
Tingkat konsumsi energi dipengaruhi oleh praktek gizi. Ibu hamil dengan
praktek gizi baik mempunyai peluang 16.7 kali lebih tinggi tingkat konsumsi
energinya daripada ibu hamil dengan praktek gizi kurang. Tingkat konsumsi
protein dipengaruhi oleh besar keluarga dan praktek gizi. Ibu hamil dengan besar
keluarga kurang dari atau sama dengan empat orang memiliki peluang 4.3 kali
lebih tinggi tingkat konsumsinya dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki
besar keluarga lebih dari empat orang. Ibu hamil dengan praktek gizi baik
mempunyai peluang 11 kali lebih tinggi tingkat konsumsi protein dibandingkan
dengan ibu hamil dengan praktek gizi kurang. Pendapatan perkapita, besar
keluarga, dan praktek gizi tidak mempengaruhi tingkat konsumsi zat besi ibu
hamil. Praktek gizi memberikan pengaruh terhadap tingkat konsumsi vitamin A.
Ibu hamil dengan praktek gizi baik mempunyai peluang 12.7 kali lebih tinggi
tingkat konsumsi vitamin A daripada ibu hamil dengan praktek gizi kurang.
ABSTRACT
NADIYA MAWADDAH. Knowledge, Attitude, and Practice of Nutrition, and
Nutrient Adequacy Level of Pregnant Women at Kramat Jati and Ragunan, DKI
Jakarta. Supervised by HARDINSYAH.

The aim of this research is to understand the knowledge, attitude, and


practice of nutrition and nutrient adequacy level (energy, protein, vitamin A, and
Iron) of pregnant women. This research uses a cross sectional study design.
Research location is according to sprinkle programme. The sample was taken
purposively with criteria not the first pregnancy, the age of pregnancy is between
8-28 weeks, and they are willing to be interviewed. The number of samples that
were chosen are 100 pregnant women. Data that were collected were analyzed
descriptively and statistically. In general, part (26%) of pregnant women had low
nutrition knowledge. More than a half (71%) of pregnant women had moderate
nutrition attitude. A half (50%) of pregnant women had good nutrition practice.
Based on Spearman analysis, there are significant correlation between education
level and nutrition knowledge (r=0.35, p<0.05), between nutrition knowledge and
nutrition attitude (r=0.34, p<0.05), between nutrition knowledge and nutrition
practice (r=0.266, p<0.05). This research showed adequacy level of protein and
iron are inadequate. Adequacy level of energy, protein, vitamin A, and iron
pregnant women in Kramat Jati is lower than Ragunan. Based on Spearman
analysis there is no correlation between nutrition knowledge and consumption
rate of energy, protein, and iron. While there is significant correlation between
nutrition knowledge of pregnant women and consumption rate of vitamin A.
Adequacy level of energy is affected by nutrition practice. Pregnant women with
good nutrition practice had 16.7 times higher adequacy level of energy.
Adequacy level of protein is affected by family size and nutrition practice. Income,
family size, and nutrition practice didn’t affect the adequacy level of iron pregnant
women. Adequacy level of vitamin A is affected by nutrition practice.
PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA
TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN
KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI
DKI JAKARTA

NADIYA MAWADDAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Pengetahuan, Sikap, dan Praktek Gizi serta Tingkat Konsumsi Ibu Hamil di
Kelurahan Krama Jati dan Kelurahan Ragunan Propinsi DKI Jakarta” dengan
lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Adapun dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak mendapat
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis pada
kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan pengarahan, bimbingan, dan saran selama pelaksanaan
penelitian hingga skripsi ini terselesaikan.
2. Katrin Roosita SP, MSi, sebagai dosen pemandu dalam seminar dan dosen
penguji hasil penelitian ini
3. Papa, Mama, Gaek, Umi, serta adik-adikku (Nadra, Rifa, Bila), yang telah
memberikan dukungan, semangat, dan doanya.
4. Venny, Rizka, Ratna, Any, Ira, Fitri, Angel, Devi P, Dewi K, Mei, Yesa,
Ahma, Handaru, dan Galih, terima kasih atas doa dan semangatnya.
5. Seluruh rekan-rekan GMSK 40, 41, 42 dan 43 yang telah memberikan
dukungan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan
penelitian hingga skripsi ini selesai.
Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat beberapa kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun dari
pembaca. Semoga hasil skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2008

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. iii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... v


PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................ 3
Hipotesa ............................................................................................. 4
Kegunaan ........................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
Kehamilan .......................................................................................... 5
Masalah Gizi dan Kesehatan Ibu Hamil .............................................. 7
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keadaan Ibu hamil ....................... 9
Usia Ibu .......................................................................................... 9
Paritas dan Jarak Kelahiran ........................................................... 9
Pemeriksaan Kehamilan ........................................................................ 10
Kebutuhan Gizi Ibu Hamil serta Pangan Sumber Zat Gizi ................. 10
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan ........................ 14
Pendidikan...................................................................................... 14
Pendapatan ................................................................................... 15
Pengukuran dan Penilaian Konsumsi Pangan .................................... 15
Metode Recall ................................................................................ 15
Metode Frekuensi Makan ............................................................... 16
Pengetahuan, Sikap, dan Praktek Gizi................................................ 17
Status Gizi ........................................................................................... 19

KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................ 21


METODE ................................................................................................. 24
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 24
Cara Penarikan Contoh ...................................................................... 24
Jenis dan Cara Pengumpulan Data .................................................... 25
Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 26
Definisi Operasional ........................................................................... 32
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 33
Keadaan Umum Daerah Penelitian ..................................................... 33
Karakteristik Ibu Hamil......................................................................... 35
Usia Ibu Hamil dan Suami .............................................................. 35
Pendidikan Ibu Hamil dan Suami ................................................... 36
Pekerjaan Ibu Hamil dan Suami ..................................................... 37
Pendapatan .................................................................................... 38
Besar Keluarga............................................................................... 39
Usia Kehamilan .............................................................................. 39
Indeks Massa Tubuh ...................................................................... 40
Pengetahuan Gizi Ibu Hamil................................................................ 40
Sikap Gizi Ibu Hamil ............................................................................ 44
Praktek Gizi Ibu Hamil ......................................................................... 47
Konsumsi dan Tingkat Konsumsi ........................................................ 50
Energi ....................................................................................... 51
Protein ....................................................................................... 52
Zat Besi ....................................................................................... 53
Vitamin A ....................................................................................... 53
Hubungan Pendidikan dengan Pengetahuan Gizi............................... 54
Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Sikap dan Praktek Gizi ............ 55
Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Tingkat Konsumsi.................... 56
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi Gizi.................. 57
Energi ....................................................................................... 57
Protein ....................................................................................... 58
Zat Besi ....................................................................................... 59
Vitamin A ....................................................................................... 59

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 61


Kesimpulan ....................................................................................... 61
Saran ....................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 64

LAMPIRAN ............................................................................................. 68
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Kerangka pemikiran pengetahuan, sikap, serta praktek gizi ibu
hamil serta tingkat konsumsi ibu hamil di Kelurahan Kramat Jati
dan Kelurahan Ragunan Propinsi DKI Jakarta ............................. 23
2. Cara penarikan contoh ................................................................. 24
3. Persentase ibu hamil yang menjawab benar mengenai
pengetahuan gizi .......................................................................... 44
4. Persentase ibu hamil yang menjawab benar mengenai sikap gizi 47
5. Persentase ibu hamil yang menjawab benar mengenai praktek
gizi ................................................................................................ 50
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Estimasi angka kecukupan energi dan protein .............................
11
2. Angka kecukupan vitamin dan mineral per hari............................ 12
3. Rekomendasi kenaikan berat badan selama kehamilan
berdasarkan pada IMT sebelum kehamilan.................................. 20
4. Cara pengumpulan data primer .................................................... 25
5. Cara pengkategorian dan analisis variabel penelitian .................. 30
6. Keadaan wilayah Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan
Ragunan .......................................................................................
33
7. Keadaan tenaga kesehatan di Puskesmas Kramat Jati dan
Ragunan .......................................................................................
34
8. Sarana bidang kesehatan di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan
Ragunan ....................................................................................... 34
9. Sarana bidang pendidikan di Kelurahan Kramat Jati dan
Ragunan……………………………………………………………….. 35
10. Sebaran ibu hamil dan suami berdasarkan usia .......................... 36
11. Sebaran ibu hamil dan suami berdasarkan pendidikan................ 37
12. Sebaran ibu hamil dan suami berdasarkan pekerjaan ................. 38
13. Sebaran ibu hamil berdasarkan pendapatan per kapita............... 38
14. Sebaran ibu hamil berdasarkan besar keluarga........................... 39
15. Sebaran ibu hamil berdasarkan usia kehamilan........................... 39
16. Sebaran ibu hamil berdasarkan IMT sebelum hamil .................... 40
17. Sebaran ibu hamil berdasarkan tingkat pengetahuan gizi............ 41
18. Sebaran ibu hamil berdasarkan sikap gizi.................................... 45
19. Sebaran ibu hamil berdasarkan praktek gizi ................................ 48
20. Sebaran ibu hamil berdasarkan kategori tingkat konsumsi zat
gizi ............................................................................................. 51
21. Rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi zat gizi ....................... 51
22. Distribusi ibu hamil menurut tingkat pendidikan dan tingkat
pengetahuan gizi .......................................................................... 54
23. Distribusi ibu hamil menurut tingkat pengetahuan gizi dan sikap gizi 55
24. Distribusi ibu hamil menurut tingkat pengetahuan gizi dan praktek gizi 56
25. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi gizi ............. 57
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
1. Kuesioner ..................................................................................... 69
2. Rata-rata konsumsi, AKG, dan tingkat konsumsi zat gizi ............... 73
3. Hasil uji t ......................................................................................... 73
4. Hasil uji korelasi Spearman………………………………………….. 74
5. Hasil uji regresi logistik…………………………………………….. .. 75
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembangunan suatu bangsa pada hakekatnya untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah
peningkatan kualitas manusia. Indikator pengukur tinggi rendahnya kualitas SDM
antara lain Human Development Index (HDI). Indeks kualitas hidup ini ditentukan
berdasarkan umur harapan hidup (life expectancy), pendidikan (adult literacy),
dan pendapatan per kapita (Anonim 2000). Gizi yang baik merupakan salah satu
faktor yang diperlukan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas.
Upaya meningkatkan kualitas SDM seharusnya dimulai sedini mungkin
sejak janin dalam kandungan. Masa kehamilan merupakan periode yang sangat
menentukan kualitas SDM di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat
ditentukan sejak masa janin dalam kandungan. Bila keadaan kesehatan dan
status gizi ibu hamil baik, maka besar peluang janin yang dikandungnya akan
baik dan keselamatan ibu sewaktu melahirkan akan terjamin.
Ibu hamil adalah salah satu kelompok yang paling rawan terhadap
masalah gizi. Masalah gizi yang dialami ibu hamil sebelum atau selama
kehamilan dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung.
Terhambatnya pertumbuhan janin salah satunya disebabkan oleh gizi ibu yang
buruk, ditandai oleh rendahnya pertambahan berat badan ibu hamil atau berat
badan ibu sebelum hamil. Oleh karena itu, diperlukan persiapan yang baik
sehingga kualitas bayi yang dilahirkan juga baik (Khomsan 2002). Selain
pertambahan berat badan ibu dan janin yang tidak optimal juga bisa terjadi
perdarahan dan komplikasi obstetrik lain (Hardinsyah & Dodik Briawan 2000).
Masalah gizi yang dialami ibu hamil seperti Kurang Energi Kronis (KEK),
anemia, dan kurang yodium. Menurut Jalal dan Sumali (1998), sekitar 41 persen
ibu hamil mengalami KEK, 51 persen mengalami anemia gizi, dan 25 persen
mengalami kekurangan yodium. Pada tahun 2002 prevalensi KEK pada wanita
usia subur (WUS) sebesar 17.6 persen dan prevalensi anemia gizi besi pada ibu
hamil sebesar 40.1 persen (Azwar 2004). Masalah gizi sebagian besar
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan zat gizi lainnya selama
kehamilan (Krummel & Etherthon 1998 diacu dalam Hardinsyah & Dodik Briawan
2000). Konsumsi makanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
langsung terhadap keadaan gizi seseorang.
Masalah dan keadaan yang sering terjadi pada ibu hamil yaitu tidak
menyadari adanya peningkatan kebutuhan gizi selama masa kehamilan, perilaku
gizi yang salah sehingga terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi dan
kebutuhan. Selain itu, sebagian ibu hamil takut mengalami kesulitan melahirkan
karena bayi yang dikandung menjadi besar sehingga ibu hamil cenderung
mengurangi konsumsi makanannya. Di beberapa daerah masih terdapat
kebiasaan pantang/tabu makan sesuatu seperti ikan, padahal selama hamil
makanan tersebut merupakan sumber zat gizi yang diperlukan (Depkes 2000).
Konsumsi pangan sebelum dan selama kehamilan berpengaruh terhadap
kesehatan ibu hamil. Ibu hamil yang cukup konsumsi gizi sebelum hamil pada
umumnya kurang mengalami masalah yang berarti selama kehamilan. Konsumsi
gizi yang mencukupi kebutuhan serta diiringi dengan latihan fisik ringan akan
memberi dampak baik bagi ibu hamil (Hardinsyah & Martianto 1992).
Hal ini sejalan dengan Nadesul (2005), makanan sangat penting selama
kehamilan karena makanan dibutuhkan untuk pertumbuhan anak. Kualitas anak
dalam kandungan ditentukan oleh makanan ibunya. Jika makanan ibu kurang,
pertumbuhan anak juga kurang. Jika ibu terlampau banyak makan, anak juga
akan tumbuh terlalu besar dan tidak sehat. Konsumsi ibu selama hamil
sebaiknya lebih banyak dari sebelum hamil, karena bayi yang dikandungnya juga
membutuhkan makanan, namun banyaknya makanan yang dikonsumsi harus
tetap sesuai kebutuhan.
Ibu hamil memerlukan makanan yang bermutu, tidak berlebihan, dan
tidak kekurangan. Makanan yang dikonsumsi ibu hamil sebaiknya tidak hanya
mengikuti selera makan saja, karena selera makan belum tentu sesuai dengan
kebutuhan. Kekurangan gizi bisa terjadi akibat ketidaktahuan. Seseorang yang
mudah akses pangannya memiliki kemungkinan memilih makanan yang kurang
atau tidak bergizi karena faktor ketidaktahuan.
Pemeriksaan kesehatan dan kehamilan juga perlu dilakukan oleh ibu
hamil ke petugas kesehatan setidaknya empat kali selama hamil. Seorang ibu
mempunyai peran yang sangat besar dalam pertumbuhan bayi dan
perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami ibu hamil akan
berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan.
Cakupan kunjungan ibu hamil propinsi DKI Jakarta pada tahun 2005
dalam Depkes (2007) adalah sebesar 227.316. Sebagian besar (90.12%) ibu
hamil sudah mendapatkan layanan K1. K1 adalah kunjungan pertama ibu hamil
ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan ibu hamil. Lebih
dari separuh (74.63%) ibu hamil mendapatkan pelayanan K4. K4 adalah
pelayanan ibu hamil sesuai dengan standar serta paling sedikit empat kali
kunjungan (satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan
dua kali pada trimester ketiga).
Berdasarkan SKRT 2001, sebagian besar (76%) ibu hamil mendapatkan
pelayanan pemeriksaan kehamilan 5T (menimbang berat badan, mengukur
tekanan darah, menerima tablet besi, menerima imunisasi TT, dan memeriksa
tinggi fundus uteri). Hanya sebagian kecil (2%) ibu hamil yang tidak
mendapatkan pelayanan 5T.
Menurut Riyadi (2006), peningkatan pendidikan ibu di suatu negara
merupakan komponen penting dalam menurunkan prevalensi kurang gizi di
negara tersebut. Tingkat pengetahuan gizi seseorang akan berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan. Oleh karena itu,
diperlukan pengetahuan ibu yang baik mengenai gizi dan kesehatan agar
kebutuhan gizi dan kesehatan selama hamil dapat terpenuhi. Berdasarkan hal
tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
pengetahuan, sikap dan praktek gizi serta tingkat konsumsi (energi, protein, zat
besi, dan vitamin A) pada ibu hamil.
Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan,
sikap, dan praktek gizi, serta tingkat konsumsi (energi, protein, vitamin A, dan zat
besi) pada ibu hamil. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui karakteristik ibu hamil.
2. Mengetahui pengetahuan, sikap, dan praktek gizi ibu hamil.
3. Menganalisis hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan gizi ibu
hamil.
4. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi dengan sikap dan praktek gizi
ibu hamil.
5. Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi gizi
ibu hamil.
6. Menganalisis pengaruh pendidikan ibu, pendapatan perkapita, besar
keluarga, serta pengetahuan, sikap, dan praktek gizi ibu hamil terhadap
tingkat konsumsi energi, protein, zat besi, dan vitamin A.
Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara
pengetahuan, sikap, dan praktek gizi, serta tidak ada pengaruh pendidikan ibu,
pendapatan, besar keluarga, serta pengetahuan, sikap, dan praktek gizi terhadap
tingkat konsumsi (energi, protein, zat besi, dan vitamin A) pada ibu hamil.
Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk program
peningkatan pengetahuan dan perbaikan perilaku gizi ibu hamil. Di samping itu
hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta masukan untuk penelitian
selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA

Kehamilan
Kehamilan merupakan masa yang penting karena akan menentukan
kualitas seorang anak. Selama masa kehamilan terjadi perubahan pada tubuh
ibu, baik secara anatomis, fisiologis, maupun biokimia. Salah satu perubahan
tersebut adalah terjadinya pembentukan jaringan-jaringan baru melalui beberapa
tahapan. Jaringan-jaringan yang terbentuk meliputi plasenta, amnion, yolksac
dan chorion. Jaringan tersebut berfungsi sebagai pendukung yang mampu
menjaga kelangsungan hidup janin (Hardinsyah & Martianto 1992).
Kehamilan yang normal terjadi selama 38-40 minggu. Jika dihitung
dengan ukuran hari, maka kehamilan terjadi selama 266 hari atau 38 minggu
setelah ovulasi atau kurang lebih 40 minggu dari akhir hari pertama haid terakhir
atau 9.5 bulan dalam hitungan kalender (Arisman 2004).
Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), selama kehamilan terjadi dua
proses anabolik. Pertama adalah proses pertumbuhan serta pematangan
plasenta dan janin. Kedua adalah proses penyesuaian fisiologik dan metabolik
yang dialami ibu hamil. Hal tersebut mengakibatkan pembesaran ukuran uterus,
payudara, volume darah ibu, cairan ketuban, dan massa jaringan lemak.
Selama kehamilan terjadi perubahan pada janin dan ibu hamil. Bagi ibu
perubahan yang terpenting adalah peningkatan berat badan ibu sesuai dengan
peningkatan usia kehamilan. Pada saat hamil seorang wanita memerlukan zat
gizi untuk pertumbuhan organ reproduksi ibu maupun untuk pertumbuhan janin.
Jika kebutuhan gizi terpenuhi selama hamil maka akan terjadi peningkatan berat
badan (Hardinsyah & Martianto 1992).
Hal ini sesuai dengan Duhring (1984) diacu dalam Hardinsyah dan
Martianto (1992), pada kehamilan normal, akan terjadi kenaikan berat badan
antara 11-13 kg selama kehamilan. Sebanyak 62% dari pertambahan tersebut
merupakan pertambahan berat badan ibu dan 38% adalah pertambahan berat
badan janin. Ibu yang berat badannya bertambah 12 kg selama hamil,
pertambahan tersebut terdiri dari 1.5 kg plasenta dan cairan membran, 1.0 kg
pertambahan berat uterus, 0.4 kg pertambahan payudara, 1.2 kg pertambahan
volume darah, 1.5 kg cairan ketuban, 2 kg pertambahan jaringan lemak, dan 3.4
kg adalah berat janin. Sebagian massa pertambahan berat badan merupakan
jaringan lemak.
Menurut WHO (1995) diacu dalam Turhayati (2006). ibu yang sehat dan
berstatus gizi baik pertambahan berat badan yang sarankan yaitu 10-14 kg.
Angka ini berbeda dengan pernyataan Depkes (2000) yang menyatakan bahwa
kenaikan berat badan ibu hamil yang normal selama kehamilan adalah 11-12 kg.
Apabila kenaikan berat badan kurang dari 11-12 kg, maka bayi akan lahir dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Ibu dengan nilai IMT sebelum hamil rendah (kurang dari 19.8) diharapkan
pertambahan berat badan sebesar 12.7-21.8 kg. Sedangkan ibu hamil yang
overweight (IMT 26.1-29.0) diharapkan pertambahan berat badan sebesar 6.8-
11.3 kg. Selain itu, apabila IMT ibu sebelum hamil lebih dari 29.0 (obesitas) maka
dianjurkan pertambahan berat badan hanya 6.8 kg. Namun, secara keseluruhan
pertambahan berat badan ibu hamil sekitar 8.8 kg-13.6 kg. Pada kehamilan
kembar pertambahan berat badan dibatasi sekitar 15.4-20.4 kg. Pertambahan
komponen dalam tubuh ibu terjadi sepanjang trimester kedua sedangkan
pertumbuhan janin dan plasenta serta pertambahan jumlah cairan amnion
berlangsung cepat selama trimester ketiga (Arisman 2004).
Hal ini sejalan dengan Purdyastuti (1995) dalam Notobroto dan Wahyuni
(2003), berat badan bayi dipengaruhi oleh status gizi ibu. Status gizi ibu selama
hamil menjadi salah satu indikator kesehatan ibu hamil dan janin yang
dikandung. Pertambahan berat badan ibu hamil dapat digunakan sebagai alat
untuk memprediksi berat badan lahir bayi. Pertambahan berat badan ibu hamil
merupakan efek dari perubahan-perubahan yang terjadi selama kehamilan,
diantaranya perubahan dalam sistem hemodinamika, perkembangan kandungan
dan janin yang dikandung, serta perubahan status gizi ibu. Tidak jarang ibu hamil
dengan pertambahan berat badan yang sedikit melahirkan bayi dengan berat
normal namun ukuran lingkar lengan atas ibu mengalami penurunan.
Berat badan ibu hamil harus memadai, bertambah sesuai dengan umur
kehamilan. Pertambahan berat badan yang normal akan menghasilkan anak
yang normal. Menurut Nadesul (2005), jika kenaikan berat badan ibu hamil
kurang dari normal, kemungkinan ibu berisiko keguguran, anak lahir prematur,
berat bayi lahir rendah, gangguan kekuatan rahim mengeluarkan anak,
perdarahan setelah persalinan. Selain itu, anak yang dilahirkan juga berukuran
lebih kecil dari rata-rata bayi seusianya.
Perubahan berat badan ibu pada waktu hamil berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup anak. Bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
memiliki risiko kematian lima sampai sembilan kali lebih tinggi dibanding dengan
bayi yang berat lahirnya 2500 sampai 2999 gram dan 7.13 kali lebih tinggi
dibanding bayi dengan berat lahir 3000 sampai 3999 gram (Puffer 1983 dalam
Notobroto & Wahyuni 2003).
Masalah Gizi dan Kesehatan Ibu Hamil
Peningkatan kebutuhan gizi ibu hamil tidak hanya pada energi dan protein
saja tetapi juga zat gizi lainnya seperti vitamin dan mineral. Kurang gizi selama
hamil dan waktu sebelum hamil berisiko melahirkan bayi dengan berat rendah
(BBLR). Selain itu, kurang gizi dapat menyebabkan kematian bagi ibu maupun
bayi serta gizi kurang pada balita. Proporsi bayi BBLR sekitar 7-14 persen pada
tahun 1990-2000, dari 5 juta bayi lahir pertahun kira-kira 355.000-710.000 bayi
dengan berat lahir rendah (Azwar 2004).
Berdasarkan SDKI (2002-2003) dalam Depkes (2007), telah terjadi
penurunan angka kematian bayi (AKB) yaitu dari 52 per 1000 kelahiran hidup
menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2002. Penyebab kematian bayi
yang terbanyak adalah pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada
janin, kelahiran prematur dan berat badan bayi lahir yang rendah, yaitu sebesar
38.85%. Angka kematian ibu (AKI) juga mengalami penurunan menjadi 307 per
1000 kelahiran hidup tahun 2002-2003.
Masalah Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia Subur (WUS)
sekitar 17.6 persen pada tahun 2002 atau sekitar 11.7 juta WUS berisiko KEK
(Azwar 2004). WUS dikatakan menderita KEK jika ukuran LILA <23.5 dan akan
berisiko melahirkan bayi BBLR. Menurut Depkes (2000), WUS yang menderita
KEK pada saat hamil akan menghambat pertumbuhan janin sehingga akan
menimbulkan risiko BBLR.
Masalah gizi lain yang cukup serius adalah kurang vitamin A dan Anemia
Gizi Besi (AGB). Kebutuhan vitamin A pada saat hamil meningkat sebesar 60
persen. Menurut Almatsier (2003), vitamin A berperan dalam berbagai fungsi faali
tubuh seperti penglihatan, differensiasi sel, fungsi kekebalan, pertumbuhan dan
perkembangan, reproduksi serta pencegah kanker. Vitamin A dibutuhkan semua
ibu hamil, namun tidak boleh berlebihan. Kelebihan vitamin A dapat menimbulkan
cacat bawaan, seperti cacat pada tulang muka dan kepala, otak, jantung, serta
kelenjar leher (Nadesul 2005).
Berdasarkan SKRT 1995 dalam Wirakusumah (1999), prevalensi AGB
pada ibu hamil 50.9 persen. Kemudian prevalensi tersebut menurun menjadi 40.1
persen atau sekitar 2.5 juta ibu hamil (Azwar 2004). Kekurangan zat besi pada
ibu hamil mengakibatkan kerawanan saat melahirkan, perdarahan, berat bayi
rendah, bahkan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan anak. Anemia gizi
besi dapat menyebabkan lesu, cepat lelah, dan tenaga berkurang (Wirakusumah
1999). Hal ini sejalan dengan Suharno, et al (1992), anemia berat selama hamil
dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan janin,
anemia ringan juga meningkatkan risiko kelahiran prematur maupun berat bayi
lahir rendah.
Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang diprioritaskan dalam
program suplementasi. Tablet tambah darah diperlukan bagi ibu hamil untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan zat besi. Pada saat hamil terjadi peningkatan
kebutuhan zat besi. Dosis suplemen yang dianjurkan dalam satu hari adalah dua
tablet (satu tablet mengandung 60 mg Fe dan 200μg asam folat). Program
suplementasi ini tidak efektif pada awal kehamilan karena adanya ”morning
sickness”. Selama hamil seharusnya ibu hamil mendapatkan tablet tambah darah
90 butir (Arisman 2004).
Konsumsi tablet tambah darah dapat menimbulkan efek samping yang
mengganggu seperti rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah, diare (terkadang
juga konstipasi), sehingga ibu hamil cenderung menolak tablet yang diberikan.
Selain itu, kurangnya kesadaran akan pentingnya tablet tambah darah untuk
mengatasi masalah anemia gizi besi juga menjadi kendala dalam suplementasi
tablet tambah darah (Wirakusumah 1999).
Imunisasi TT (Tetanus Toksoid) diperlukan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian bayi akibat tetanus neonatorum. Berdasarkan hasil
penelitian, kasus tetanus neonatorum sebagian besar terjadi pada ibu yang tidak
mendapatkan imunisasi TT. Penyakit tetanus neonatorum disebabkan oleh
Clostridium tetani pada luka puntung tali pusat bayi. Pemberian imunisasi TT dua
kali dengan interval waktu 1-2 bulan pada ibu hamil dapat memberikan
perlindungan pada bayi sewaktu dilahirkan (Syahrul F, Catur A, Zulkarnain E,
Garianto E 2002).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahrul F, et al. (2002),
pengetahuan ibu berhubungan dengan status imunisasi TT ibu hamil. Sebagian
responden (50%) dalam penelitian tersebut sudah mengetahui manfaat dari
imunisasi TT yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keadaan Ibu Hamil
Usia Ibu
Usia seorang ibu berkaitan dengan perkembangan alat-alat
reproduksinya. Usia reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun.
Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun dapat
menyebabkan anemia. Kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun secara
biologis belum optimal, emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang
sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya
perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya.
Sedangkan kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun terkait dengan kemunduran
dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit (Wibowo & Basuki
2006).
Hasil penelitian Turhayati (2006) menunjukkan bahwa ibu hamil dengan
usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun cenderung melahirkan bayi
dengan berat yang lebih rendah dibandingkan ibu yang berusia 20-35 tahun. Ibu
hamil dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun memiliki risiko
1.4 dan 1.8 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR daripada ibu hamil dengan
usia 20-34 tahun (Nguyen 2003 diacu dalam Turhayati 2006).
Paritas dan Jarak Kelahiran
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik
lahir hidup ataupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai
risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak
memperhatikan kebutuhan gizi karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi
untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya (Wibowo & Basuki 2006).
Jarak kelahiran adalah waktu sejak ibu hamil sampai terjadi kelahiran
berikutnya. Jarak kelahiran yang terlalu dekat bisa menyebabkan anemia. Hal ini
disebabkan belum pulihnya kondisi ibu dan pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi
belum optimal sudah harus memenuhi kebutuhan gizi janin yang dikandung.
Jarak kelahiran kurang dari 2 tahun berisiko lebih besar untuk menderita anemia
(Wibowo & Basuki 2006).
Menurut Suharno et al. (1992), jarak kelahiran yang dekat dan sering
melahirkan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi cadangan zat besi
pada ibu hamil selain konsumsi dan absorpsi zat besi yang rendah. Apabila
konsumsi gizi ibu hamil kurang dari yang dibutuhkan, maka cadangan zat gizi di
dalam tubuh ibu akan digunakan untuk menutupi kekurangan tersebut. Jika
kehamilan berikutnya berdekatan dengan kehamilan sebelumnya, maka ibu tidak
mempunyai cukup waktu untuk mengembalikan cadangannya dan akan
berpotensi menyebabkan terjadinya gizi kurang.
Pemeriksaan Kehamilan
Pemeriksaan kehamilan diperlukan untuk mengetahui faktor risiko selama
kehamilan. Antenatal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan bagi ibu hamil
dan janinnya oleh tenaga kesehatan profesional, meliputi pemeriksaan kehamilan
sesuai dengan standar pelayanan yaitu minimal empat kali pemeriksaan selama
kehamilan, satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan
dua kali pada trimester ketiga (Amirudin & Wahyudin 2004). Pelayanan
kesehatan pada ibu hamil meliputi penimbangan berat badan, pengukuran tinggi
badan, pengukuran tekanan darah, pengukuran tinggi fundus, imunisasi Tetanus
Toksoid (TT), dan pemberian tablet besi.
Menurut Forste (1994) dalam Wibowo dan Basuki (2006), perawatan
kehamilan menurunkan risiko kematian bayi dalam dua tahun pertama.
Perawatan kehamilan oleh dokter akan menurunkan 1.2 kali risiko kematian bayi
dibanding dengan yang tidak pernah perawatan antenatal.
Kebutuhan Gizi Ibu Hamil serta Pangan Sumber Zat Gizi
Peningkatan kebutuhan gizi terjadi selama kehamilan. Hal ini merupakan
akibat dari proses anabolik di dalam tubuh ibu hamil. Peningkatan kebutuhan ini
digunakan untuk pembentukan sel-sel dan jaringan-jaringan baru, serta untuk
memenuhi energi pertumbuhan dan aktivitas bagi ibu maupun energi
pertumbuhan untuk janin yang dikandungnya (Hardinsyah & Martianto 1992).
Menurut Harper, Deaton, dan Driskel (1986), makanan yang mencukupi
zat gizi adalah makanan yang mencukupi kebutuhan semua zat gizi yang
diperlukan tubuh. Walaupun semua zat gizi dibutuhkan oleh tubuh, jumlah yang
diperlukan berbeda-beda tergantung pada tahap perkembangannya.
Hal ini sejalan dengan Nadesul (2005), ibu hamil perlu mengkonsumsi
menu seimbang yaitu menu yang lengkap dan sesuai kebutuhan tubuh. Tidak
hanya cukup energi dan protein saja tetapi juga zat gizi lainnya. Makanan ibu
hamil sebaiknya terdiri dari nasi, lauk-pauk, sayur, buah, dan susu. Selain itu,
dengan meningkatnya kebutuhan gizi selama hamil maka sebaiknya porsi makan
saat hamil lebih banyak dibandingkan dengan sebelum hamil.
Menurut Khomsan dan Sulaeman (1996) Angka Kecukupan Gizi rata-rata
yang dianjurkan (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi
hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan
jenis aktivitas yang dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Muhilal dan Hardinsyah (2004)
bahwa AKG adalah nilai yang menyatakan jumlah zat gizi yang diperlukan oleh
tubuh untuk dapat hidup sehat dan dapat diterapkan bagi hampir semua populasi
yang dibedakan berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisilogis
tertentu seperti kehamilan dan menyusui.
Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004), tambahan energi yang
dianjurkan untuk ibu hamil trimester 1 adalah sebesar 180 Kal/hari sedangkan
pada trimester 2 dan 3 tambahan kalori yang dianjurkan untuk ibu hamil adalah
sebesar 300 Kal/hari. Angka kecupan energi (AKE) adalah sebesar 2000 Kal/hari
dan angka kecukupan protein sebesar 52 g/hari. Tabel 1 merupakan estimasi
angka kecukupan energi dan protein ibu hamil.
Tabel 1 Estimasi angka kecukupan energi dan protein
Umur Berat (kg) Tinggi (cm) AKE (Kal/hari) AKP (g/hari)
Wanita 19-29 th 52 156 1900 50
30-49 th 55 156 1800 50
Hamil Trimester 1 +180 +17
Trimester 2 +300 +17
Trimester 3 +300 +17
Sumber : Widyakarya Pangan dan Gizi VIII (2004)

Kebutuhan energi pada trimester 1 meningkat secara minimal. Pada


trimester 2 dan 3 kebutuhan akan terus meningkat sampai pada akhir kehamilan.
Energi tambahan pada trimester 2 diperlukan untuk pertambahan komponen
dalam tubuh ibu, seperti penambahan volume darah, pertumbuhan uterus dan
payudara, serta penumpukan lemak. Sedangkan, energi tambahan pada
trimester 3 digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta (Arisman 2004).
Ibu hamil membutuhkan protein lebih banyak dari biasanya, minimal
60g/hari. Protein penting untuk pertumbuhan anak. Hampir 70 persen protein
dipakai untuk kebutuhan janin. Protein digunakan untuk membangun badan anak
dari sebesar sel sampai menjadi tubuh seberat 3.5 kg. Protein juga digunakan
untuk membuat ari-ari serta pembuatan cairan ketuban. Ari-ari berfungsi untuk
menunjang, memelihara, dan menyalurkan makanan bagi anak sedangkan
cairan ketuban sebagai tempat berlindung janin. Selain itu, protein juga
digunakan untuk menambah jaringan tubuh ibu (Nadesul 2005).
Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat, dan
protein. Pangan sumber energi yang tinggi lemak antara lain lemak/gajih dan
minyak, buah berlemak (alpukat), biji berminyak (biji wijen, bunga matahari, dan
kemiri), santan, coklat, kacang-kacangan dengan kadar air rendah (kacang tanah
dan kacang kedele), dan aneka pangan produk turunannya. Pangan sumber
energi yang tinggi karbohidrat antara lain beras, oat, jagung, serealia lainnya,
umbi-umbian, tepung, gula, madu, buah dengan kadar air rendah (pisang, kurma,
dan lain-lain), dan aneka produk turunannya. Pangan sumber energi yang tinggi
protein antara lain daging, ikan, telur, susu, dan aneka produk turunannya
(Hardinsyah & Tambunan 2004).
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik dalam
jumlah maupun mutu. Sumber protein hewani adalah telur, susu, daging,
unggas, ikan, dan kerang. Sedangkan sumber protein nabati adalah kacang
kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain
(Almatsier 2003). Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004), untuk memperoleh
mutu protein dan mutu zat gizi mikro yang lebih baik, paling tidak seperlima
(20%) kebutuhan protein dipenuhi dari protein hewani.
Peningkatan kebutuhan gizi ibu hamil tidak hanya pada energi dan protein
saja tetapi juga zat gizi lainnya seperti vitamin dan mineral. Apabila ibu hamil
kekurangan vitamin maupun mineral maka pembentukan sel-sel tubuh anak akan
terhambat. Anak yang dilahirkan bisa kurang darah, cacat bawaan, kelainan
bentuk, atau ibu akan mengalami keguguran (Nadesul 2005). Angka kecukupan
vitamin dan mineral dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Angka kecukupan vitamin dan mineral per hari
Zat gizi wanita Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3
Vitamin A (µg RE) 500 +300 +300 +300
Tiamin (mg) 1 +0.3 +0.3 +0.3
Riboflavin (mg) 1.1 +0.3 +0.3 +0.3
Niasin (mg) 14 +4 +4 +4
Asam folat (µg) 400 +200 +200 +200
Piridoksin (mg) 1.3 +0.4 +0.4 +0.4
Vitamin B12 (µg) 2.4 +0.2 +0.2 +0.2
Vitamin C (mg) 75 +10 +10 +10
Besi (mg) 26 +0 +9 +13
Kalsium (mg) 800 +150 +150 +150
Yodium (µg) 150 +50 +50 +50
Seng (mg) 9.3 +1.7 +4.2 +10.2
Sumber : Widyakarya Pangan dan Gizi VIII (2004)
Bahan makanan sumber vitamin A adalah kuning telur, hati, mentega,
susu. Selain itu, sayuran hijau dan buah-buahan berwarna kuning, seperti daun
singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wortel,
tomat, jagung kuning, papaya, mangga, nangka masak, dan jeruk, juga banyak
mengandung vitamin A (Almatsier 2003).
Menurut Nadesul (2005), ibu hamil yang kekurangan vitamin C cenderung
mengalami ketuban pecah dini. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya infeksi di
dalam kandungan dan akan membahayakan anak. Vitamin C hanya terdapat di
dalam pangan nabati yaitu buah dan sayur. Jambu biji memiliki kandungan
vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan durian, jeruk, maupun pepaya
(Daftar Analisis Bahan Makanan 1992 diacu dalam Almatsier 2003).
Kalsium berfungsi untuk pembentukan tulang dan gigi. Menurut Nadesul
(2005), ibu yang sedang hamil cenderung kekurangan kalsium. Akibat
kekurangan kalsium maka anak yang dikandung menderita kelainan tulang dan
gigi. Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Serealia,
kacang-kacangan dan hasilnya, tahu dan tempe, serta sayuran hijau merupakan
sumber kalsium yang baik juga, namun bahan makanan ini mengandung banyak
zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat.
Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila makan makanan yang seimbang setiap
hari (Almatsier 2003).
Kebutuhan zat besi ibu hamil meningkat pada kehamilan trimester 2 dan
trimester 3. Pada masa tersebut dibutuhkan tambahan tablet besi meskipun
makanan yang dikonsumsi sudah banyak mengandung zat besi dan tinggi
bioavailibilitasnya (Nadesul 2005). Hal senada juga diungkapkan oleh Arisman
(2004) semakin bertambah usia kehamilan maka zat besi yang dibutuhkan
semakin banyak.
Menurut Wirakusumah (1999), kebutuhan besi pada trimester pertama
lebih rendah dari waktu sebelum hamil. Hal ini terjadi karena ibu hamil tidak
mengalami menstruasi dan janin yang dikandung belum membutuhkan banyak
zat besi. Menjelang trimester kedua kebutuhan zat besi mulai meningkat. Pada
saat ini terjadi pertambahan sel-sel darah merah yang akan terus berlanjut
sampai trimester ketiga. Pangan sumber zat besi adalah makanan hewani seperti
hati, daging, ayam dan ikan, telur, serealia, kacang-kacangan, sayuran hijau dan
beberapa jenis buah (Almatsier 2003).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang
dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu.
Konsumsi pangan akan mempengaruhi kesehatan ibu hamil baik sebelum masa
kehamilan maupun selama masa kehamilan. Jika konsumsi pangan cukup
sebelum hamil, maka kemungkinan besar ibu hamil tidak akan mengalami
gangguan kehamilan (Hardinsyah & Martianto 1992).
Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan
zat gizi (Harper et al. 1986). Menurut Muhilal et al. (1993) mengemukakan bahwa
konsumsi pangan yang kurang maupun lebih dari kecukupan yang diperlukan,
apabila dialami dalam jangka waktu yang lama, akan berdampak buruk pada
kesehatan.
Pendidikan
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat konsumsi pangan
seseorang dalam memilih bahan pangan demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Orang yang memiliki pendidikan tinggi cenderung memilih bahan pangan yang
lebih baik dalam kuantitas maupun kualitas dibanding dengan orang yang
berpendidikan rendah (Hardinsyah 1985).
Tingkat pendidikan yang tinggi terutama yang berkaitan dengan
pengetahuan gizi yang tinggi tentang informasi gizi dan kesehatan akan
mendorong perilaku makan yang baik (Sediaoetama 1991). Walaupun tingkat
pendidikannya cukup tinggi tetapi tidak disertai dengan pengetahuan gizi, maka
tidak akan berpengaruh terhadap pemilihan pangan.
Salah satu faktor yang menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap
dan memahami pengetahuan gizi yang diperoleh adalah faktor pendidikan.
Menurut Soekirman (1994), peningkatan pendidikan diharapkan terjadi perbaikan
pengetahuan masyarakat tentang gizi dan kesehatan, sehingga dapat
menimbulkan perilaku dan sikap positif terhadap kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta ekonomi.
Hal ini sejalan dengan Atmarita dan Fallah (2004), yang menyatakan
bahwa perubahan sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.
Dengan pendidikan yang lebih tinggi maka akan lebih mudah menyerap informasi
dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup, khususnya dalam
hal kesehatan dan gizi.
Pendapatan
Pendapatan merupakan sumberdaya material bagi seseorang untuk
membiayai kegiatan konsumsinya. Jumlah pendapatan yang diperoleh akan
menggambarkan besarnya daya beli.
Menurut Harper et al. (1986) pada umumnya jika pendapatan naik, maka
jumlah dan jenis pangan akan membaik. Sedangkan menurut Suhardjo (1989)
bahwa keluarga yang berpengahasilan rendah menggunakan sebagian besar
dari keuangannya untuk pangan dan sebaliknya keluarga yang berpenghasilan
tinggi akan menurunkan pengeluaran untuk pangan. Keluarga yang
berpenghasilan rendah akan rendah pula jumlah uang yang dibelanjakan untuk
pangan. Bila penghasilan menjadi semakin baik, maka jumlah uang yang dipakai
untuk membeli makanan dan bahan makanan juga akan meningkat sampai
tingkat tertentu dimana uang tidak dapat bertambah secara berarti.
Pengukuran dan Penilaian Konsumsi Pangan
Pengukuran konsumsi pangan adalah salah satu metode yang digunakan
dalam penentuan status gizi seseorang atau masyarakat secara tidak langsung.
Pengukuran konsumsi pangan menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu
bersifat kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dapat diketahui frekuensi
makan, kebiasaan makan, serta cara memperoleh makanan tersebut. Metode
yang digunakan adalah food frequency dan dietary history. Sedangkan secara
kuantitatif dapat diketahui jumlah makanan yang dikonsumsi dan konsumsi zat
gizi. Metode yang digunakan adalah recall 24 jam, perkiraan makanan,
penimbangan makanan, food account, inventaris, maupun pencatatan
(Supariasa, Bakri, & Fajar 2001).
Metode Recall 24 jam
Metode recall 24 jam digunakan untuk memperkirakan jumlah makanan
dan minuman yang dikonsumsi seseorang selama sehari sebelum wawancara
dilakukan. Data yang diperoleh dari metode ini lebih bersifat kualitatif sehingga
apabila ingin memperoleh data kuantitatif maka jumlah konsumsi makanan
dinyatakan dengan Ukuran Rumah Tangga (URT). Menurut Supariasa et al.
(2001) metode ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu:
Kelebihan metode recall 24 jam:
1. Mudah dilaksanakan.
2. Biaya relatif murah karena tidak perlu tempat khusus untuk wawancara.
3. Cepat dan dapat mencakup banyak responden.
4. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.
5. Memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu.
Kekurangan metode recall 24 jam:
1. Bila hanya dilakukan satu hari, tidak dapat menggambarkan intake makanan
sehari-hari.
2. Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden.
3. Ada kecenderungan untuk mengurangi atau menambahkan makanan yang
dikonsumsi.
4. Membutuhkan enumerator yang terlatih dan terampil dalam menggunakan
alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai masyarakat.
5. Responden harus diberi motivasi dan tujuan penelitian.
6. Untuk mendapatkan gambaran konsumsi sehari-hari, sebaiknya tidak
dilakukan pada saat panen, hari raya, akhir pekan, saat upacara keagamaan,
selamatan, dan lain-lain
Metode Frekuensi Makan (Food Frequency Questionnaire)
Metode food frequency questionnaire dikenal sebagai frekuensi pangan,
sehingga pola konsumsi pangan seseorang dapat diketahui. Menurut Supariasa
et al. (2001), metode ini adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi
konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu.
Metode ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu:
Kelebihan metode frekuensi makanan:
1. Relatif murah dan sederhana
2. Dapat dilakukan sendiri oleh responden
3. Tidak membutuhkan latihan khusus
4. Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dan
kebiasaan makan
Kekurangan metode frekuensi makanan:
1. Tidak dapat digunakan untuk menghitung intake zat gizi sehari
2. Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data
3. Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan
makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner
4. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi
Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), penilaian konsumsi pangan
adalah perbandingan antara kandungan gizi makanan yang dikonsumsi
seseorang atau sekelompok orang dengan angka kecukupannya. Prinsip dari
penilaian konsumsi pangan berdasarkan pada tiga jenis data, yaitu data
konsumsi pangan, data kandungan zat gizi bahan makanan, dan data kecukupan
gizi. Penilaian terhadap kandungan gizi dari beragam pangan merupakan jumlah
dari masing-masing zat gizi pangan komponennya.
Pengumpulan data konsumsi pangan sebaiknya dicatat dalam bentuk
pangan olahannya. Hal ini terkait dengan hilangnya beberapa zat gizi akibat cara
pengolahan. Zat gizi yang rawan terhadap cara pengolahan dan perlu dikoreksi
terutama vitamin A, vitamin B1, vitamin C, dan mineral Fe. Penilaian untuk
mengetahui tingkat konsumsi gizi dilakukan dengan membandingkan antara
konsumsi gizi aktual dengan kecukupan gizi yang dinyatakan dalam persen.
Secara umum tingkat konsumsi gizi dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah &
Briawan 1994):
TKGi = (Ki/AKGi) x 100 %
Keterangan:
TKGi = Tingkat konsumsi zat gizi i (%)
Ki = Konsumsi zat gizi i
AKGi = Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan
Data kandungan zat gizi bahan makanan dapat dilihat di dalam daftar
komposisi zat gizi makanan. Daftar komposisi zat gizi makanan mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah dapat digunakan sebagai alat
untuk mengubah data konsumsi makanan menjadi konsumsi gizi atau
sebaliknya. Kekurangan daftar komposisi zat gizi yang ada sekarang adalah tidak
tercantumnya semua zat gizi secara lengkap yang diperlukan untuk menetapkan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan pelabelan makanan yang dikemas misalnya
selenium dan asam folat (Hermana 2004).
Pengetahuan, Sikap, Praktek Gizi
Kesehatan tubuh belum terjamin hanya dengan mengkonsumsi makanan
yang berkualitas baik. Tanpa mengetahui jumlah dan jenis bahan makanan yang
baik dikonsumsi untuk kesehatan mustahil kesehatan tubuh dapat terjaga
dengan baik. Untuk mengetahui hal itu dapat dilakukan dengan meningkatkan
pengetahuan gizi.
Tingkat pengetahuan gizi berhubungan dengan tingkat pendidikan formal.
Semakin tinggi tingkat pendidikan formal, semakin luas wawasan berpikir
seseorang, sehingga lebih banyak informasi yang diserap. Namun, bukan berarti
seseorang yang memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah kurang mampu
menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi, jika dibandingkan dengan
orang lain dengan pendidikan lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, misalnya sumber informasi yang digunakan, sehingga mempengaruhi
pengetahuan gizinya.
Suhardjo (1989) menyatakan bahwa pengetahuan yang baik dapat
menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah. Pengetahuan gizi
dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun informal. Selain itu, melalui
media komunikasi seperti televisi, majalah, koran, radio, atau melalui penyuluhan
kesehatan/gizi, masyarakat dapat memperoleh pengetahuan tentang gizi.
Keterbatasan informasi dan tingkat pengetahuan gizi seseorang dapat
menyebabkan tujuan akhir dalam membeli dan mengkonsumsi pangan berubah
menjadi asal kenyang.
Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang akan cenderung memilih
makanan yang murah dengan nilai gizi yang lebih tinggi sesuai dengan jenis
pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil, sehingga kebutuhan zat
gizinya terpenuhi. Hal ini sesuai dengan Sanjur (1982) yang menyebutkan bahwa
pengetahuan gizi menentukan atau membentuk praktek secara langsung.
Masalah gizi timbul karena tidak cukupnya pengetahuan gizi dan
kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik (Williams 1973). Hasil
penelitian Hunt, et al. (1976) menunjukkan bahwa program pendidikan gizi
selama tiga hari secara signifikan dapat meningkatkan konsumsi gizi pada wanita
hamil dari kelompok pendapatan rendah.
Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan
pelaksana motif tertentu (Newcomb diacu dalam Notoatmojo 2007). Sikap belum
merupakan suatu tindakan. Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari
seseorang terhadap stimulus atau objek. Untuk mewujudkan sikap menjadi
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan seperti fasilitas (Notoatmojo 2007).
Menurut Khomsan (1997), sikap gizi merupakan tahapan lebih lanjut dari
pengetahuan gizi. Seseorang yang berpengetahuan gizi baik akan
mengembangkan sikap gizi yang baik. Pembentukan sikap gizi akan lebih
banyak dipengaruhi oleh kebiasaan/sosial budaya yang ada di masyarakat.
Praktek atau perilaku merupakan suatu respon seseorang terhadap
stimulus atau objek tertentu. Perilaku gizi dicerminkan oleh tindakan-tindakan
berkaitan dengan upaya peningkatan status gizi, pemenuhan kebutuhan gizi.
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
kelompok orang yang diakibatkan konsumsi penyerapan, dan pengunaan zat gizi
makanan. Status gizi seseorang dapat ditentukan dengan menggunakan Indeks
Massa Tubuh (IMT). Keadan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang
dikonsumsinya dalam jangka waktu cukup lama. Status gizi seseorang dapat
berupa gizi kurang atau lebih dengan tingkatan ringan, sedang, dan berat
(Riyadi, 2001).
Status gizi ibu sebelum dan selama hamil sangat mempengaruhi
pertumbuhan janin dalam kandungannya. Apabila status gizi ibu buruk sebelum
dan selama kehamilan akan menyebabkan beberapa akibat yang fatal bagi bayi.
Akibatnya antara lain BBLR, terhambatnya pertumbuhan otak janin, anemia pada
bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah terinfeksi, abortus dan lain-lain (Supariasa
et al. 2001).
Menurut Riyadi (2006), status gizi seseorang dipengaruhi oleh faktor
langsung maupun faktor tidak langsung. Faktor langsung meliputi konsumsi
makanan dan keadaan kesehatan. Sedangkan faktor tidak langsung yang
mempengaruhi status gizi adalah faktor pertanian, ekonomi, sosial budaya, dan
lingkungan. Secara tidak langsung pengetahuan tentang gizi berpengaruh
terhadap status gizi seseorang.
Ada berbagai cara untuk menilai status gizi, yaitu konsumsi makanan,
antropometri, biokimia, dan klinis. Cara penilaian status gizi tersebut dapat
digunakan secara tunggal (satu indikator saja) tetapi akan lebih efektif jika
digunakan secara gabungan/lebih dari satu indikator (Riyadi 2001).
Antropometri digunakan untuk pengukuran status gizi dan kesehatan.
Indikator lain yang digunakan dalam pengukuran antropometri adalah Indeks
Massa Tubuh (IMT). Menurut Depkes RI (1996) dalam Riyadi (2001), IMT
merupakan cara sederhana untuk memantau kekurangan dan kelebihan berat
badan ataupun untuk mempertahankan berat badan normal. Indeks Massa
Tubuh merupakan parameter turunan dari berat badan dan tinggi badan kuadrat.
Pada ibu hamil status gizi bisa dilihat dari kenaikan BB selama kehamilan
berdasarkan pada IMT sebelum hamil.
IMT (kg/m2) = Berat Badan (kg)
Tinggi Badan (m2)

Tabel 3 Rekomendasi kenaikan berat badan selama kehamilan berdasarkan pada IMT
sebelum kehamilan
Rekomendasi kenaikan BB
Rekomendasi kenaikan BB
Kategori BB terhadap TB setiap minggu selama
total dalam kg
trimester 2 dan 3 dalam kg
Rendah (IMT <19.8) 12.5-18.0 0.5
Normal (IMT 19.8-26) 11.5-16.0 0.4
Tinggi (IMT >26- 29) 7.0-11.5 0.3
Ditentukan pada setiap
Obesitas (IMT >29) >6.8
individu
Sumber: Institute of Medicine (1990)
KERANGKA PEMIKIRAN

Ibu hamil adalah salah satu kelompok yang paling rawan terhadap
masalah gizi. Masalah gizi yang dialami ibu hamil sebelum atau selama
kehamilan dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung.
Terhambatnya pertumbuhan janin salah satunya disebabkan oleh gizi ibu yang
buruk. Hal ini ditandai dengan rendahnya pertambahan berat badan ibu hamil
atau berat badan ibu sebelum hamil. Oleh karena itu, diperlukan persiapan yang
baik sehingga kualitas bayi yang dilahirkan juga baik (Khomsan 2002).
Status gizi ibu selama hamil menjadi salah satu indikator kesehatan ibu
hamil dan janin yang dikandung. Secara tidak langsung pengetahuan gizi
mempengaruhi status gizi. Kesehatan tubuh belum terjamin hanya dengan
mengkonsumsi makanan yang berkualitas baik.
Terjadi peningkatan kebutuhan zat-zat gizi pada saat hamil. Menurut
Nadesul (2005), ibu hamil perlu mengkonsumsi menu seimbang yaitu menu yang
lengkap dan sesuai kebutuhan tubuh. Tidak hanya cukup energi dan protein saja
tetapi juga zat gizi lainnya. Menu makanan ibu hamil sebaiknya terdiri dari nasi,
lauk-pauk, sayur, buah, dan susu. Selain itu, dengan meningkatnya kebutuhan
gizi selama hamil maka sebaiknya porsi makan saat hamil lebih banyak
dibandingkan dengan sebelum hamil.
Kesehatan tubuh belum terjamin hanya dengan mengkonsumsi makanan
yang berkualitas baik. Tanpa mengetahui jumlah dan jenis bahan makanan yang
baik dikonsumsi untuk kesehatan tidak mungkin kesehatan tubuh dapat terjaga
dengan baik. Untuk mengetahui hal itu dapat dilakukan dengan meningkatkan
pengetahuan gizi. Tingkat pendidikan ibu dapat menentukan pengetahuan, sikap,
dan praktek dalam menentukan makanan yang dikonsumsi keluarga dan secara
langsung mempengaruhi konsumsi gizi ibu hamil.
Menurut Khomsan (1997), sikap gizi merupakan tahapan lebih lanjut dari
pengetahuan gizi. Seseorang yang berpengetahuan gizi baik akan
mengembangkan sikap gizi yang baik. Pembentukan sikap gizi akan lebih
banyak dipengaruhi oleh kebiasaan/sosial budaya yang ada di masyarakat.
Praktek atau perilaku merupakan suatu respon seseorang terhadap
stimulus atau objek tertentu. Perilaku gizi dicerminkan oleh tindakan-tindakan
berkaitan dengan upaya peningkatan status gizi, pemenuhan kebutuhan gizi.
Karakteristik ibu hamil secara tidak langsung mempengaruhi konsumsi
gizi yang akan berpengaruh pada tingkat konsumsi gizi ibu hamil yang ditentukan
berdasarkan perbandingan antara konsumsi gizi dengan angka kecukupan gizi
yang dianjurkan (AKG). Pendidikan yang rendah berpengaruh pada pekerjaan
dan pendapatan keluarga, sedangkan pendapatan keluarga terkait dengan daya
beli keluarga terhadap pangan yang dapat menentukan kualitas dan kuantitas
makanan yang suatu keluarga. Peningkatan pendapatan diharapkan
berpengaruh pada perbaikan konsumsi gizi keluarga dan selanjutnya
berhubungan dengan konsumsi gizi ibu hamil. Besar keluarga merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi konsumsi gizi keluarga. Jika anggota keluarga
bertambah maka pangan untuk ibu hamil akan berkurang dan akan berdampak
pada konsumsi gizinya. Selain itu, karakteristik ibu hamil seperti usia kehamilan,
usia ibu hamil, dan IMT ibu sebelum hamil akan mempengaruhi AKG.
Karakteristik ibu hamil:

• Usia
• Pendidikan
• Besar keluarga
• Pekerjaan
• Pendapatan per kapita
• Usia kehamilan
IMT sebelum hamil

Pengetahuan gizi
Media
informasi

Sikap gizi

Akses
Praktek gizi pelayanan
kesehatan

Tingkat konsumsi Status


gizi (energi, Status gizi kesehatan
protein, zat besi ,
vitamin A)

Keterangan :
= variabel yang diteliti
= variabel yang tidak diteliti
= hubungan yang diteliti
= hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1. Kerangka pemikiran pengetahuan, sikap, dan praktek gizi serta
tingkat konsumsi ibu hamil di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan
Ragunan Propinsi DKI Jakarta
METODE

Desain, Tempat dan Waktu


Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Lokasi
penelitian dilakukan di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Ragunan. Pemilihan
lokasi berdasarkan program bubuk tabur multivitamin untuk ibu hamil. Pemilihan
lokasi di wilayah tersebut dilakukan dengan purposive karena di daerah tersebut
masih banyak penduduk miskin dan jumlah ibu hamil yang cukup banyak.
Penelitian dilakukan dari bulan November 2007 sampai Januari 2008.
Cara Penarikan Contoh
Contoh penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang tinggal di Kelurahan
Kramat Jati dan Kelurahan Ragunan dan merupakan baseline pada kajian uji
penerimaan bubuk tabur multivitamin untuk ibu hamil yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Propinsi DKI Jakarta dan Departemen Gizi Masyarakat IPB. Jumlah
ibu hamil di kelurahan Kramat Jati sebanyak 150 orang dan jumlah ibu hamil
yang terdapat di Kelurahan Ragunan sebanyak 224 orang. Contoh penelitian ini
diambil secara purposive dengan kriteria 1) bukan kehamilan pertama, 2) usia
kehamilan antara 8-28 minggu, 3) bersedia diwawancarai. Data ibu hamil
didapatkan di puskesmas serta sensus bersama kader posyandu. Jumlah contoh
yang terpilih adalah semua ibu hamil yang memenuhi kriteria yang ditentukan.
Jumlah yang terpilih adalah 100 ibu hamil yang terdiri dari Kelurahan Kramat Jati
50 contoh dan Ragunan 50 contoh.
Penentuan ukuran contoh dengan menggunakan prevalensi (p) anemia
40 persen, level of confidence (α) 0.05, dan toleransi estimasi (d) 10 persen.
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan jumlah contoh masing-masing wilayah
minimal 48 orang, namun pada penelitian ini diambil contoh sebanyak 50 orang
dari masing-masing wilayah. Rumus : n ≥ p x (1-p)x Z
(d)2
Kramat Jati Ragunan
(n= 150) (n=224)

Kriteria :
Bukan kehamilan pertama,
n=34 n=31
Usia kehamilan 12-24 minggu
Kriteria :
Bukan kehamilan pertama,
Usia kehamilan 8-28 minggu n=50
n=50

Gambar 2 Cara penarikan contoh


Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
meliputi karakteristik ibu hamil, pengetahuan gizi ibu hamil, sikap gizi ibu hamil,
dan praktek gizi ibu hamil, serta konsumsi pangan dengan metode semikuantitatif
food frequency questionnaire. Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan
adalah data tentang gambaran umum lokasi penelitian. Pengumpulan data
primer melalui wawancara secara langsung dengan menggunakan kuesioner.
Data sekunder diperoleh dari puskesmas, kelurahan, serta dinas terkait.
Data berat badan ibu sebelum hamil diperoleh melalui KMS atau recall.
Pengetahuan gizi ibu hamil meliputi makanan sehat bagi ibu hamil, porsi makan
ibu hamil, penyebab dan gejala terjadinya anemia, contoh makanan sumber zat
gizi, dampak kekurangan zat besi selama kehamilan, pertambahan berat badan
selama kehamilan, jarak kelahiran, risiko bayi lahir tidak cukup bulan, minimal
berat badan bayi lahir yang sehat, serta perawatan payudara. Sikap gizi ibu
pernyataan tentang makanan sehat bagi ibu hamil, suplemen gizi, tablet tambah
darah, pertambahan berat badan, pemeriksaan kehamilan, usia kehamilan,
imunisasi TT. Praktek gizi ibu hamil meliputi komposisi makanan ibu hamil, susu
ibu hamil, kebiasaan sarapan, pemeriksaan kehamilan, pemantauan
pertambahan berat badan, imunisasi TT, dan perawatan payudara.

Tabel 4 Cara pengumpulan data primer


No Kelompok Variabel Cara Pengumpulan Alat
Data Data
1. Karakteristik 1. Usia (ibu dan suami) 1. Wawancara 1. Kuesioner
ibu hamil 2. Pendidikan (ibu dan 2. Wawancara 2. Kuesioner
suami)
3. Pekerjaan(ibu dan 3. Wawancara 3. Kuesioner
suami)
4. Penghasilan 4. Wawancara
5. Besar keluarga 4. Kuesioner
5. Wawancara
6. Usia kehamilan 6. Wawancara 5. Kuesioner
7. BB sebelum hamil 7. Wawancara 6. Kuesioner
8. TB 8. Wawancara 7. Kuesioner
8. Kuesioner
2. Pengetahuan 1. Makanan sehat 1. Wawancara 1. Kuesioner
gizi 2. Porsi makan 2. Wawancara 2. Kuesioner
3. Penyebab anemia 3. Wawancara 3. Kuesioner
4. Makanan sumber zat 4. Wawancara 4. Kuesioner
besi
5. Akibat kekurangan zat 5. Wawancara 5. Kuesioner
besi
6. Makanan sumber 6. Wawancara 6. Kuesioner
kalsium
7. Buah sumber vitamin C 7. Wawancara 7. Kuesioner
8. Gejala anemia 8. Wawancara 8. Kuesioner
No Kelompok Variabel Cara Pengumpulan Alat
Data Data
9. Pertambahan berat 9. Wawancara 9. Kuesioner
badan selama hamil
10. Makanan sumber 10.Wawancara 10. Kuesioner
protein
11. Jarak kelahiran yang 11.Wawancara 11. Kuesioner
aman
12. Risiko bayi lahir tidak 12. Wawancara 12. Kuesioner
cukup bulan
13. Berat minimal bayi lahir 13. Wawancara 13. Kuesioner
sehat
14. Perawatan payudara 14. Wawancara 14. Kuesioner
3. Sikap gizi 1. Makanan sehat 1. Wawancara 1. Kuesioner
2. Komposisi makanan 2. Wawancara 2. Kuesioner
3. Porsi makan 3. Wawancara 3. Kuesioner
4. Susu untuk ibu hamil 4. Wawancara 4. Kuesioner
5. Suplemen gizi ibu hamil 5. Wawancara 5. Kuesioner
6. Tablet besi 6. Wawancara 6. Kuesioner
7. Manfaat tablet besi 7. Wawancara 7. Kuesioner
8. Jumlah pertambahan BB 8. Wawancara 8. Kuesioner
9. Cara mengurangi mual 9. Wawancara 9. Kuesioner
10. Pertambahan berat 10.Wawancara 10. Kuesioner
badan selama hamil
11. Pemeriksaan kehamilan 11.Wawancara 11. Kuesioner
12. Imunisasi TT 12. Wawancara 12. Kuesioner
13. Bayi lahir cukup umur 13. Wawancara 13. Kuesioner
4. Praktek Gizi 1. Makan buah 1. Wawancara 1. Kuesioner
2. Makan sayur 2. Wawancara 2. Kuesioner
3. Makan lauk pauk 3. Wawancara 3. Kuesioner
4. Minum susu 4. Wawancara 4. Kuesioner
5. Porsi makan 5. Wawancara 5. Kuesioner
6. Sarapan pagi 6. Wawancara 6. Kuesioner
7. Periksa kehamilan 7. Wawancara 7. Kuesioner
8. Memantau pertambahan 8. Wawancara 8. Kuesioner
BB
9. Minum tablet besi 9. Wawancara 9. Kuesioner
10. Imunisasi TT 10.Wawancara 10. Kuesioner
11. Berencana memberikan 11.Wawancara 11. Kuesioner
ASI eksklusif
12. Imunisasi anak balita 12. Wawancara 12. Kuesioner
13. Merawat payudara 13. Wawancara 13. Kuesioner
5. Konsumsi 1. Jumlah pangan Semi kuantitatif food Kuesioner
pangan 2. Jenis pangan frequency
3. Frekuensi makan questionnaire
selama 1 minggu

Pengolahan dan Analisis Data


Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.
Pengolahan data dimulai dari editing, coding, entri, cleaning dan selanjutnya
dianalisis. Coding dilakukan dengan cara menyusun code-book sebagai panduan
entri dan pengolahan data. Selanjutnya dilakukan entri data kemudian dilakukan
cleaning data untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data.
Analisis data diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell
dan Statistical Program for Social Sciences (SPSS) versi 13 for windows.
Data sosial ekonomi keluarga seperti tingkat pendidikan ibu hamil dan
suami berdasarkan latar belakang pendidikan yang telah ditamatkan, kemudian
dikategorikan menjadi dasar (tidak tamat SD, dan tamat SD), menengah (SMP
dan SMA), tinggi (lebih dari SMA). Pekerjaan kepala keluarga dan ibu hamil
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pegawai negeri, swasta (pegawai swasta dan
wiraswasta), dan lainnya. Data pendapatan keluarga merupakan penjumlahan
dari pendapatan seluruh anggota keluarga. Selanjutnya pendapatan keluarga ini
dibagi dengan jumlah anggota keluarga sehingga diperoleh pendapatan
perkapita perbulan, kemudian dikategorikan miskin dan tidak miskin berdasarkan
batas kemiskinan Propinsi DKI Jakarta tahun 2004 yang sudah dikonversi
dengan laju inflasi tahun 2004 sampai 2007. Contoh dikategorikan miskin jika
pendapatan perkapita per bulan kurang dari Rp 214.817,00 dan tidak miskin jika
pendapatan perkapita per bulan lebih dari atau sama dengan Rp 214.817,00.
Data besar keluarga ditentukan berdasarkan jumlah anggota keluarga yang
hidup dibawah pengelolaan sumberdaya yang sama. Besar keluarga
dikategorikan menjadi kecil (≤4orang) dan besar (>4orang). Status gizi ibu
sebelum hamil diukur dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (Depkes
2003).
Pengetahuan gizi ibu hamil diperoleh dengan menilai jawaban contoh
terhadap 14 pertanyaan mengenai gizi dan kesehatan ibu hamil yang meliputi,
makanan sehat bagi ibu hamil, porsi makan ibu hamil, penyebab dan gejala
terjadinya anemia, contoh makanan sumber zat gizi, dampak kekurangan zat
besi selama kehamilan, pertambahan berat badan selama kehamilan, jarak
kelahiran, risiko bayi lahir tidak cukup bulan, minimal berat badan bayi lahir yang
sehat, serta perawatan payudara. Jawaban yang benar diberi skor 2.5,
sedangkan jawaban yang salah diberi skor 0 dengan total skor maksimal 35.
Menurut Khomsan (2000), tingkat pengetahuan gizi ibu hamil dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu:
1. tinggi, apabila skor ≥80% dari total jawaban yang benar
2. cukup, apabila skor 60-80% dari total jawaban yang benar
3. kurang, apabila skor ≤60% dari total jawaban yang benar
Sikap gizi ibu hamil diketahui dengan menilai respon contoh terhadap 13
pernyataan tentang makanan sehat bagi ibu hamil, suplemen gizi, tablet tambah
darah, pertambahan berat badan, pemeriksaan kehamilan, usia kehamilan,
imunisasi TT. Pernyataan positif apabila setuju diberi skor 2.5 dan tidak setuju
diberi skor 0, sedangkan untuk pernyataan negatif jawaban setuju diberi skor 0
dan tidak setuju diberi skor 2.5 dengan total skor 32.5. Dari hasil penilaian
terhadap pernyataan yang diajukan, sikap ibu dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. baik, apabila skor ≥ 80% dari total jawaban yang benar
2. sedang, apabila skor 60-80% dari total jawaban yang benar
3. kurang, apabila skor ≤60% dari total jawaban yang benar
Praktek gizi ibu hamil dapat diketahui dengan menilai jawaban contoh
terhadap 13 pernyataan tentang gizi dan kesehatan ibu hamil yang meliputi
komposisi makanan ibu hamil, susu ibu hamil, kebiasaan sarapan, pemeriksaan
kehamilan, pemantauan pertambahan berat badan, imunisasi TT, dan perawatan
payudara.. Pernyataan yang dilakukan oleh contoh diberi skor 2.5 sedangkan
yang tidak dilakukan diberi skor 0 dengan total skor 32.5. Dari hasil penilaian
terhadap pernyataan yang diajukan, praktek gizi dan kesehatan ibu hamil
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. baik, apabila skor ≥ 80% dari total jawaban yang benar
2. sedang, apabila skor 60-80% dari total jawaban yang benar
3. kurang, apabila skor ≤60% dari total jawaban yang benar
Data konsumsi pangan yang diketahui melalui metode semi kuantitatif
food frequency quetionnaire secara berturut-turut dikonversikan ke dalam satuan
energi (Kal), protein (g), zat besi (mg), dan vitamin A (RE) dengan menggunakan
Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) 1994. Konversi dihitung dengan
menggunakan rumus (Hardinsyah & Briawan 1994) sebagai berikut:
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
Keterangan:
Kgij = kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j
Bj = Berat makanan j yang dikonsumsi (g)
Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j
BDDj = Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan
Kecukupan zat gizi dihitung berdasarkan angka kecukupan zat gizi yang
dianjurkan menurut umur dan berat badan sehat (WNPG 2004). Berdasarkan
Depkes (1996) diacu dalam Hardinsyah, Wulandari, dan Retnaningsih (2000),
tingkat konsumsi energi dan protein dibedakan menjadi cukup (≥90%) dan tidak
cukup (<90%). Sedangkan untuk tingkat konsumsi vitamin A dan zat besi disebut
tidak cukup jika TK<100% dan cukup jika TK >100%.

Analisis hubungan antar variabel menggunakan korelasi Spearman.


Analisis Multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat konsumsi (energi, protein, zat besi, dan vitamin A) pada ibu hamil. Uji
statistik yang digunakan adalah regresi logistik (Kleimbaum 1992 diacu dalam
Riyadi, Hardinsyah & Anwar 1997) dengan model sebagai berikut :
Z = α + β1 χ 1 + β 2 χ 2 + ... + β k χ k
dimana :
Z = tingkat konsumsi yang dibedakan atas cukup dan tidak cukup
X1 = pendapatan perkapita
X2 = besar keluarga
X4 = praktek gizi.
β1 = koefisien pendapatan perkapita
β2 = koefisien besar keluarga
β3 = koefisien praktek gizi
α = konstanta
Tingkat konsumsi gizi dibagi menjadi dua kategori yaitu cukup dan tidak
cukup. Pada analisis regresi logistik kategori tingkat konsumsi gizi diberi kode
yaitu untuk cukup = 1 dan tidak cukup = 0. Nilai eksponensial dari setiap
koefisien variabel bebas (exp(βi)) merupakan nilai Odd Ratio (OR) yang
menunjukkan besar dari setiap faktor tingkat konsumsi. Tujuan pengukuran
analisis regresi logistik adalah untuk mengestimasi kemungkinan yang paling
besar hubungan diantara seluruh variabel independen terhadap variabel
dependen.
Tabel 5 Cara pengkategorian dan analisis variabel penelitian
No Kelompok Variabel Kategori Pengukuran Analisis
Data
1. Karakteristik 1. Usia ibu (th) Sesuai data
ibu hamil 2. Pekerjaan
3. Usia kehamilan Indeks Massa Tubuh (IMT) ibu
(minggu) sebelum hamil (Depkes 2003)
4. Berat badan saat 1. Kurang (IMT < 18.5)
wawancara (kg) 2. Normal (IMT 18.5-25.0)
5. Berat badan sebelum 3. Lebih (IMT >25.0)
hamil (kg)
6. Tinggi badan (cm)
7. Pendidikan ibu dan 1. Dasar (≤ SD)
suami 2. Menengah (SMP dan SMA)
3. Tinggi (>SMA) Deskriptif

8. Pekerjaan ibu 1. Pegawai negeri


dan suami 2. Swasta (wiraswasta dan
swasta)
3. Lainnya
9. Pendapatan 1. Miskin <Rp 214.817,00
perkapita DKI 2. Tidak miskin >
Jakarta (BPS 2004) Rp214.817,00
10. Besar keluarga 1. Keluarga kecil (≤4 orang)
2. Keluarga besar (>4 orang)

3. Pengetahuan 1. Makanan sehat 1. tinggi, apabila skor ≥80%


gizi 2. Porsi makan 2. cukup, apabila skor 60-80%
3. Penyebab anemia 3. kurang, apabila skor ≤60%
4. Makanan sumber zat
besi
5. Akibat kekurangan zat
besi
6. Makanan sumber
kalsium
7. Buah sumber vitamin C Deskriptif
8. Gejala anemia
9. Pertambahan berat
badan selama hamil
10. Makanan sumber
protein
11. Jarak kelahiran yang
aman
12. Risiko bayi lahir tidak
cukup bulan
No Kelompok Variabel Kategori Pengukuran Analisis
Data
13. Berat minimal bayi
lahir sehat
14. Perawatan payudara

4. Sikap gizi 1. Makanan sehat 1. tinggi, apabila skor ≥80%


2. Komposisi makanan 2. cukup, apabila skor 60-80%
3. Porsi makan 3. kurang, apabila skor ≤60%
4. Susu untuk ibu hamil
5. Suplemen gizi ibu hamil
6. Tablet besi
7. Manfaat tablet besi
8. Jumlah pertambahan Deskriptif
BB
9. Cara mengurangi mual
10. Pertambahan berat
badan selama hamil
11. Pemeriksaan kehamilan
12. Imunisasi TT
13. Bayi lahir cukup umur
5. Praktek gizi 1. Makan buah 1. baik, apabila skor ≥ 80%
2. Makan sayur 2. sedang, apabila skor 60-80%
3. Makan lauk pauk 3. kurang, apabila skor ≤60%
4. Minum susu
5. Porsi makan
6. Sarapan pagi
7. Periksa kehamilan
8. Memantau Deskriptif
pertambahan BB
9. Minum tablet besi
10. Imunisasi TT
11. Berencana memberikan
ASI eksklusif
12. Imunisasi anak balita
13. Merawat payudara
6. Konsumsi 1. Jumlah pangan • Tingkat konsumsi energi dan
pangan 2. Jenis pangan protein
3. Frekuensi makan 1. Tidak cukup (<90%)
2. Cukup (>90%)
• Tingkat konsumsi vitamin Deskriptif
dan mineral
1. Tidak cukup <100%)
2. Cukup (>100%)
Definisi Operasional
Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan contoh dan suami yang
dihasilkan per bulan dari pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan
yang dinyatakan dalam satuan rupiah dan dikategorikan miskin jika
pendapatan perkapita per bulan kurang dari Rp 197.306 dan tidak
miskin jika pendapatan perkapita per bulan lebih dari atau sama dengan
Rp 197.306.
Konsumsi gizi adalah jumlah zat gizi (energi, protein, vitamin A, dan zat besi)
yang dikonsumsi oleh contoh dan dinilai melalui metode semi kuantitatif
food frequency quetionnaire.
Tingkat konsumsi gizi adalah persentase dari perbandingan konsumsi dari rata-
rata zat gizi (energi, protein, zat besi, dan vitamin A) terhadap kecukupan
menurut umur berdasarkan WNPG (2004).
Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh contoh
dan dikategorikan menjadi tiga, yaitu dasar (tidak tamat SD dan tamat
SD), menengah (SMP dan SMA), tinggi (diploma dan sarjana).
Status gizi adalah keadaan tubuh akibat konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat tubuh diukur dengan indeks massa tubuh (IMT) ibu sebelum
hamil kemudian dikelompokkan menjadi kurang (<18.5), normal (18.5-
25.0), dan lebih (>25.0).
Pengetahuan gizi adalah tingkat pengetahuan tentang hal-hal yang
berhubungan dengan gizi, makanan dan kesehatan yang diukur dengan
nilai atas jawaban yang diajukan. Tingkat pengetahuan gizi dihitung
dalam persentase serta dikategorikan menjadi tinggi, cukup, dan
kurang.
Sikap gizi adalah respon contoh terhadap pernyataan yang berhubungan
dengan gizi, makanan dan kesehatan. Sikap gizi dihitung dalam
persentase serta dikategorikan menjadi baik, sedang, dan kurang.
Praktek gizi adalah tindakan contoh dalam kehidupan sehari-hari yang
berhubungan dengan gizi, makanan dan kesehatan. Praktek gizi
dihitung dalam persentase serta dikategorikan menjadi baik, sedang,
dan kurang.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Daerah Penelitian


Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Ragunan terletak di Propinsi DKI
Jakarta. Kelurahan Kramat Jati merupakan bagian dari wilayah Kecamatan
Kramat Jati, Kotamadya Jakarta Timur, sedangkan Kelurahan Ragunan
merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Pasar Minggu, Kotamadya Jakarta
Selatan. Keadaan wilayah yang meliputi luas wilayah, batas wilayah, jumlah
penduduk, jumlah ibu hamil, jumlah posyandu, jumlah kader dan jumlah keluarga
miskin di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Ragunan dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6 Keadaan wilayah Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Ragunan
Keadaan Wilayah Kramat Jati Ragunan
Luas (Ha) 151.58 504.74
Batas
Jalan Pejaten Barat
Jalan Cililitan Besar/Kelurahan
Utara dan Jalan TB
Cililitan
Simatupang
Jalan Warung Buncit
Jalan Tol Jagorawi/Kelurahan
Timur dan Jalan
Makasar, Kecamatan Makasar
Margasatwa
Jalan Raya Pondok
Jalan Sagu dan Jalan
Selatan Gede/Kelurahan Rambutan,
Margasatwa Barat
Kecamatan Pasar Rebo
Jalan Ampera Raya
Kalibaru/Kelurahan Batu
Barat dan Jalan Cilandak
Ampar dan Kelurahan Tengah.
KKO
Jumlah penduduk (orang) 28 651 36 798
Laki-laki (orang) 14 688 18 928
Perempuan (orang) 13 962 17 870
Jumlah puskesmas 2 1
Jumlah ibu hamil (orang) 150 224
Jumlah posyandu (buah) 12 29
Jumlah kader (orang) 112 120
Jumlah keluarga miskin (KK) 200 152

Perbandingan jumlah puskesmas dengan jumlah penduduk adalah


1:10000. Jika dilihat dari jumlah penduduk yang terdapat di wilayah kerja
puskesmas Kelurahan Kramat Jati maka perbandingan tersebut hampir sesuai,
sedangkan untuk puskesmas Kelurahan Ragunan perbandingan jumlah
puskesmas dengan jumlah penduduk adalah hampir tiga kali lebih besar.
Perbandingan jumlah posyandu berdasarkan jumlah ibu hamil di wilayah
kerja Puskesmas Kramat Jati adalah 1:8, sedangkan di wilayah kerja Puskesmas
Ragunan adalah 1:13. Hal ini berarti keadaan posyandu dengan jumlah ibu hamil
di wilayah Kramat Jati lebih baik daripada di wilayah Ragunan.
Jumlah KK miskin pada Puskesmas Kramat Jati lebih besar dibandingkan
dengan jumlah KK miskin pada Puskesmas Ragunan. Hal ini kemungkinan
disebabkan Puskesmas Kramat Jati memiliki jumlah desa miskin lebih banyak
dibandingkan dengan Puskesmas Ragunan.
Kurang dari separuh (36.02%) penduduk Kelurahan Kramat Jati bekerja
sebagai pegawai swasta. Pekerjaan penduduk lainnya yaitu buruh (17.07%),
pedagang (13.18%), pegawai negeri (10.63%). Di Kelurahan Ragunan lebih dari
separuh (54.3%) penduduk bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Pekerjaan penduduk lainnya adalah buruh (5%), karyawan swasta (5.4%),
pedagang (5.4%), swasta lainnya (6.3%), dan pensiunan (20.2%).
Tabel 7 Keadaan tenaga kesehatan di Puskesmas Kramat Jati dan Ragunan
Puskesmas
Keadaan tenaga
Kramat Jati (Orang) Ragunan (Orang)
Dokter umum 2 1
Dokter gigi 3 1
Bidan 3 2
Perawat kesehatan 5 3
Perawat gigi 1 0
Pelaksana gizi 1 2
Pelaksana sanitasi 2 1
Pelaksana farmasi 1 0
Tata usaha 1 1
Total 19 11

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa Puskesmas Kramat Jati


maupun Puskesmas Ragunan memiliki jumlah tenaga/pegawai kesehatan sudah
baik. Karena setiap puskesmas idealnya memiliki dokter umum, dokter gigi,
petugas gizi, beberapa perawat, bidan, sanitarian, dan beberapa petugas
kesehatan lainnya.
Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Ragunan memiliki sarana yang bisa
digunakan oleh masyarakat, diantaranya di bidang kesehatan dan pendidikan.
Adanya sarana di bidang kesehatan diharapkan derajat kesehatan masyarakat
dapat meningkat. Sarana bidang kesehatan yang terdapat di Kelurahan Kramat
Jati dan Ragunan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Sarana bidang kesehatan di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Ragunan
Sarana bidang Jumlah
kesehatan Kramat Jati Ragunan
Rumah sakit 2 -
Puskesmas kelurahan 2 1
Pos kesehatan 2 -
Poliklinik - 2
Dokter praktek 5 6
Apotek 8 3
Balai pengobatan 3 2
Posyandu 12 26
Rumah bersalin 1 1
Klinik KB 1 2
Depo obat - 5
Dukun bayi - 1

Sarana bidang pendidikan di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan


Ragunan terdiri dari sarana pendidikan formal dan nonformal. Adanya sarana
pendidikan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan. Sarana bidang pendidikan yang terdapat di Kelurahan Kramat Jati
dan Ragunan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Sarana bidang pendidikan di Kelurahan Kramat Jati dan Ragunan
Jumlah
Sarana bidang pendidikan
Kramat Jati Ragunan
Formal Play group - 1
TK 10 2
SD 25 17
SMP 5 2
SMA 5 2
Akademi - 3
Unversitas - 3
Non-formal Pusat kursus-kursus 2 -
Kursus komputer 10 2
Kursus menjahit 3 1
Kursus kecantikan 2 -
Kursus bahasa - 2
Kursus montir - 1
Kursus seni tari atau montir - 1

Karakteristik Ibu Hamil


Usia Ibu Hamil dan Suami
Usia ibu hamil berkisar antara 20 tahun hingga 40 tahun. Sebagian besar
(91%) ibu hamil tersebar antara usia 20-35 tahun. Hanya sebagian kecil (9%) ibu
hamil yang memilliki risiko terhadap kehamilannya. Hasil uji t menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara usia ibu hamil di
Kelurahan Kramat jati dan Kelurahan Ragunan. Rata-rata usia ibu hamil di
Kelurahan Kramat jati adalah 30 tahun. Rata-rata usia ibu hamil di Kelurahan
Ragunan adalah 28 tahun. Kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap kehamilannya.
Usia suami berkisar antara 21 tahun hingga 46 tahun. Proporsi terbesar
(70%) usia suami tersebar antara usia 20-35 tahun. Rata-rata usia suami di
Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Ragunan adalah 34 tahun.
Usia suami istri yang lebih tinggi kemungkinan mempunyai pengetahuan
mengenai gizi dan kesehatan yang lebih baik daripada suami istri dengan usia
muda karena pengalaman dalam memperoleh pelayanan kesehatan, namun juga
memiliki kemungkinan kekurangan informasi tentang pengetahuan gizi yang
terbaru (Wolfe & Behrman 1982 diacu dalam Hardinsyah 2007). Usia dapat
mempengaruhi cara berpikir, bertindak, dan emosi seseorang. Sebaran ibu hamil
dan suami berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran ibu hamil dan suami berdasarkan usia
Usia (th) Kramat Jati Ragunan Total
n % n % n %
Ibu hamil
20-35 43 86.0 48 96.0 91 91.0
>35 7 14.0 2 4.0 9 9.0
Total 50 100.0 50 100.0 100 100.0
Rata-rata±sd 29.92±4.28 27.94±3.95 28.93±4.21
Suami
20-35 34 68.0 36 72.0 70 70.0
>35 16 32.0 14 28.0 30 30.0
Total 50 100.0 50 100.0 100 100.0
Rata-rata±sd 34.02±5.64 33.44±4.70 33.93±5.18

Pendidikan Ibu Hamil dan Suami


Pendidikan ibu hamil dan suami berdasarkan latar belakang pendidikan
yang telah ditamatkan. Pendidikan ibu hamil berkisar antara tidak tamat SD
hingga S2, sedangkan pendidikan suami berkisar antara SD hingga S1. Lebih
dari separuh ibu hamil di Kelurahan Kramat Jati (68%) dan Kelurahan Ragunan
(62%) memiliki jenjang pendidikan hingga SMP dan SMA. Lebih dari separuh
(75%) suami di kedua wilayah memiliki jenjang pendidikan hingga SMP dan
SMA.
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Pendidikan ibu merupakan faktor yang penting. Tinggi rendahnya
pendidikan ibu erat kaitannya dengan perawatan kesehatan, pemilihan makanan
untuk keluarga, disamping faktor lainnya seperti pendapatan dan pekerjaan.

Tabel 11 Sebaran ibu hamil dan suami berdasarkan pendidikan


Pendidikan Kramat Jati Ragunan Total
n % n % n %
Ibu hamil
Dasar (≤ SD) 10 20.0 9 18.0 19 19.0
Menengah (SMP dan SMA) 34 68.0 31 62.0 65 65.0
Tinggi 6 12.0 10 20.0 16 16.0
Total 50 100.0 50 100.0 100 100.0
Suami
Dasar (≤ SD) 8 16.0 8 16.0 16 16.0
Menengah (SMP dan SMA) 39 78.0 36 72.0 75 75.0
Tinggi 3 6.0 6 12.0 9 9.0
Total 50 100.0 50 100.0 100 100.0

Pekerjaan Ibu Hamil dan Suami


Pekerjaan ibu hamil dikategorikan menjadi tiga, yaitu pegawai negeri,
swasta yang terdiri dari pegawai swasta dan wiraswasta, dan ibu rumah tangga.
Sebagian besar (90%) ibu hamil bekerja sebagai ibu rumah tangga, baik di
Kelurahan Kramat Jati maupun Kelurahan Ragunan. Pekerjaan sebagai ibu
rumah tangga memungkinkan pengalokasian waktu ibu untuk memperhatikan
konsumsi dan kesehatan diri sendiri maupun keluarga menjadi lebih besar.
Status dan jenis pekerjaan ibu mempengaruhi ketersediaan waktu ibu untuk
mengelola pangan. hal ini cenderung untuk menjadi determinan keragaman
konsumsi pangan di rumah tangga (Hardinsyah 2007).
Pekerjaan suami dikategorikan menjadi tiga, yaitu pegawai negeri, swasta
yang terdiri dari pegawai swasta dan wiraswasta, dan lainnya. Sebagian besar
(87%) suami berprofesi swasta, yaitu sebagai pegawai swasta (55%) dan
berwiraswasta (32%). Di wilayah Kelurahan Kramat Jati hampir separuh suami
berprofesi sebagai pegawai swasta (44%) dan berwiraswasta (36%). Sedangkan
di wilayah Kelurahan Ragunan lebih dari separuh (66%) suami berprofesi
sebagai pegawai swasta dan kurang dari separuh (28%) suami berwiraswasta.
Selain itu, ada (2%) suami yang tidak bekerja sehingga pendapatan keluarga
diperoleh dari ibu hamil. Pekerjaan ibu hamil dan suami akan mempengaruhi
pendapatan keluarga.

Tabel 12 Sebaran ibu hamil dan suami berdasarkan jenis pekerjaan


Kramat Jati Ragunan Total
Pekerjaan
n % n % n %
Ibu hamil
PNS 1 2.0 0 0.0 1 1.0
Swasta 6 12.0 3 6.0 9 9.0
Ibu rumah tangga 43 86.0 47 94.0 90 90.0
Total 50 100.0 50 100.0 100 100.0
Suami
PNS 6 12.0 3 6.0 9 9.0
Swasta 40 80.0 47 94.0 87 87.0
Lainnya 4 8.0 0 0.0 4 4.0
Total 50 100.0 50 100.0 100 100.0

Pendapatan
Pendapatan merupakan faktor penting bagi kuantitas dan kualitas
makanan. Diharapkan dengan pendapatan yang tinggi dapat memberikan
peluang yang besar dalam pemilihan makanan yang baik dalam jumlah dan
jenisnya. Separuh (51%) pendapatan keluarga berkisar antara Rp 500.001,00
sampai Rp 1.000.000,00. Hanya sebagian kecil (13%) yang memiliki pendapatan
keluarga di bawah Rp 500.000. Pendapatan perkapita per bulan berkisar antara
Rp 50.000,00 sampai Rp 1.666.667,00 dengan rata-rata Rp 385.925,00.
Berdasarkan batas kemiskinan yang ditetapkan BPS DKI Jakarta tahun
2004 yang sudah dikonversi dengan laju inflasi tahun 2004-2007, lebih dari
separuh (68%) ibu hamil tergolong tidak miskin dengan pendapatan perkapita
lebih dari Rp 214.817,00. Oleh karena itu dengan tingginya tingkat pendapatan
diharapkan dapat memilih dan membeli pangan yang bermutu dan beragam
dalam jumlah yang cukup. Sebaran ibu hamil berdasarkan kategori pendapatan
perkapita keluarga disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Sebaran ibu hamil berdasarkan pendapatan perkapita
Pendapatan Kramat Jati Ragunan Total
perkapita n % n % n %
(Rp)
Miskin (< 214.817) 19 38.0 13 26.0 32 32.0
Tidak miskin 31 62.0 37 74.0 68 68.0
(>214.817)
Total 50 100.0 50 100.0 100 100.0
Rata-rata±sd 339433.33 ± 255067.43 432416.67 ± 333995.78 385925.00 ± 299328.60

Besar keluarga
Besarnya jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan pangan ibu hamil, idealnya keluarga mempunyai anggota
maksimal empat orang. Menurut Hardinsyah (2007), besar keluarga mempunyai
hubungan yang berkebalikan dengan keragaman konsumsi pangan, diduga
besar keluarga merupakan determinan keragaman konsumsi pangan di
Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar (82%) jumlah anggota
keluarga sebanyak kurang dari atau sama dengan 4 orang. Di wilayah Kramat
Jati dan Ragunan, lebih dari separuh ibu hamil mempunyai besar keluarga
kurang dari atau sama dengan 4 orang dengan persentase masing-masing
sebanyak 76 persen dan 88 persen. Besar keluarga ibu hamil di wilayah Kramat
Jati berkisar antara 3-8 orang, sedangkan di wilayah Ragunan berkisar antara 2-
10 orang. Rata-rata besar keluarga ibu hamil di kedua wilayah adalah 3.7±1.28
orang.
Tabel 14 Sebaran ibu hamil berdasarkan besar keluarga
Besar keluarga Kramat Jati Ragunan Total
n % n % n %
Kecil (≤4orang) 38 76.0 44 88.0 82 82.0
Besar (> 4 orang) 12 24.0 6 12.0 18 18.0
Total 50 100.0 50 100.0 100 100.0

Usia Kehamilan
Usia kehamilan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu trimester satu pada
usia kehamilan 0-12 minggu, trimester dua pada usia kehamilan 13-24 minggu,
dan trimester tiga pada usia kehamilan 25-37 minggu. Usia kehamilan ibu hamil
pada penelitian ini adalah 8-28 minggu. Secara keseluruhan, separuh (55%) ibu
hamil berada pada kelompok trimester dua baik di wilayah Kramat Jati maupun
Ragunan, yaitu masing-masing sebesar 56 persen dan 54 persen. Umur
kehamilan ibu hamil yang paling sedikit di wilayah Kramat Jati berada pada
kisaran 25-37 minggu yaitu sebanyak 16 persen, sedangkan di wilayah Ragunan
sebanyak 22 persen umur kehamilan ibu hamil berada pada kisaran 0-12
minggu.
Tabel 15 Sebaran ibu hamil berdasarkan usia kehamilan
Usia Kramat Jati Ragunan Total
kehamilan n % n % n %
Trimester 1 14 28.0 11 22.0 25 25.0
Trimester 2 28 56.0 27 54.0 55 55.0
Trimester 3 8 16.0 12 24.0 20 20.0
Total 50 100.0 50 100.0 100 100.0

Indeks Massa Tubuh


Lebih dari separuh (58%) ibu hamil memiliki IMT normal sebelum hamil
dengan rata-rata 21.67±4.39. Di wilayah Kramat Jati dan wilayah Ragunan
terdapat ibu dengan IMT sebelum hamil yang termasuk kategori kurang
sebanyak 18 persen dan 32 persen. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus dari
ibu hamil agar memperhatikan makanan yang dikonsumsinya. Diharapkan terjadi
peningkatan status gizi ibu hamil karena akan mempengaruhi pertumbuhan janin
dalam kandungannya. Ibu hamil perlu mengkonsumsi makanan yang beraneka
ragam dan porsi yang lebih besar serta sering agar kecukupan gizinya terpenuhi.
Status gizi seseorang dapat ditentukan dengan menggunakan Indeks
Massa Tubuh (IMT). Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang
dikonsumsinya dalam jangka waktu cukup lama. Status gizi ibu sebelum dan
selama hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungannya.
Apabila status gizi ibu buruk sebelum dan selama kehamilan akan menyebabkan
beberapa akibat yang fatal bagi bayi. Akibatnya antara lain BBLR, terhambatnya
pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah
terinfeksi, abortus dan lain-lain (Supariasa et al. 2001).
Tabel 16 Sebaran ibu hamil berdasarkan IMT sebelum hamil
Kramat Jati Ragunan Total
IMT
n % n % n %
Kurang (<18.5) 9 18.0 16 32.0 25 25.0
Normal (18.5-25.0) 30 60.0 28 56.0 58 58.0
Lebih (>25.0) 11 22.0 6 12.0 17 17.0
Total 50 100.0 50 100.0 100 100.0
Rata-rata±sd 22.19±4.8 21.15±3.9 21.67±4.39
Pengetahuan Gizi Ibu Hamil
Pengetahuan gizi ibu hamil diketahui berdasarkan skor dari daftar
pertanyaan yang diajukan, kemudian diubah dalam bentuk persen. Pengetahuan
gizi yang diteliti meliputi makanan sehat bagi ibu hamil, porsi makan ibu hamil,
penyebab dan gejala terjadinya anemia, makanan sumber zat gizi, dampak
kekurangan zat besi selama kehamilan, pertambahan berat badan selama
kehamilan, jarak kelahiran, risiko bayi lahir tidak cukup bulan, minimal berat
badan bayi lahir yang sehat, serta perawatan payudara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor pengetahuan gizi ibu hamil
berkisar antara 5-35 dari selang skor minimum 0 dan skor maksimum 35 dengan
skor rata-rata 24.3. Ibu hamil di Kelurahan Kramat Jati (48%) dan Kelurahan
Ragunan (56%) memiliki skor pengetahuan gizi yang termasuk dalam kategori
cukup. Secara keseluruhan, ibu hamil dengan tingkat pengetahuan gizi tinggi
sebanyak 22 persen dan ibu hamil dengan tingkat pengetahuan gizi rendah
sebanyak 26 persen. Menurut Soeharjo (1989), pengetahuan gizi merupakan
salah satu faktor penyebab yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan. Hal
ini sejalan dengan Hardinsyah (2007), perilaku atau kebiasaan makan yang baik
merupakan cerminan dari tingkat pengetahuan gizi yang baik. Sebaran ibu hamil
berdasarkan pengetahuan gizi dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Sebaran ibu hamil berdasarkan tingkat pengetahuan gizi
Tingkat pengetahuan Kramat Jati Ragunan Total
gizi n % n % n %
Tinggi 11 22.0 11 22.0 22 22.0
Cukup 24 48.0 28 56.0 52 52.0
Kurang 15 30.0 11 22.0 26 26.0
Total 50 100.0 50 100.0 100 100.0

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar ibu hamil sudah mengetahui


komposisi makanan bergizi dan sehat (94%), makanan sumber protein dan
makanan sumber kalsium (83%), dan jarak kelahiran yang aman (80%).
Pertanyaan mengenai gejala anemia dapat dijawab dengan benar oleh hampir
semua ibu hamil (96%) dan sebagian besar (81%) dapat menjawab dengan
benar pertanyaan mengenai akibat kekurangan zat besi selama hamil.
Komposisi makanan ibu hamil sebaiknya beragam, terdiri dari nasi, lauk-
pauk, sayur, buah, dan susu. Dengan meningkatnya kebutuhan gizi selama hamil
maka sebaiknya porsi makan saat hamil lebih banyak dibandingkan dengan
sebelum hamil. Menurut Nadesul (2005), ibu hamil perlu mengkonsumsi menu
seimbang yaitu menu yang lengkap dan sesuai kebutuhan tubuh. Tidak hanya
cukup energi dan protein saja tetapi juga zat gizi lainnya.
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik dalam
jumlah maupun mutu. Sumber protein hewani adalah telur, susu, daging,
unggas, ikan, dan kerang. Sedangkan sumber protein nabati adalah kacang
kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain
(Almatsier 2003).
Kalsium berfungsi untuk pembentukan tulang dan gigi. Apabila ibu hamil
kekurangan kalsium maka anak yang dikandungnya akan mengalami kelainan
pada tulang dan gigi. Makanan sumber kalsium yang utama adalah susu.
Serealia, kacang-kacangan dan hasilnya, tahu dan tempe, serta sayuran hijau
merupakan sumber kalsium yang baik juga, namun mengandung banyak zat
yang menghambat penyerapan kalsium (Almatsier 2003).
Jarak kelahiran adalah waktu sejak ibu hamil sampai terjadi kelahiran
berikutnya. Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan anemia. Hal
ini disebabkan belum pulihnya kondisi ibu dan pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi
belum optimal sudah harus memenuhi kebutuhan gizi janin yang dikandung.
Jarak kelahiran kurang dari 2 tahun berisiko lebih besar untuk menderita anemia
(Wibowo & Basuki 2006).
Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hb di dalam darah lebih
rendah daripada nilai normal untuk kelompok orang yang bersangkutan sebagai
akibat kekurangan zat gizi (WHO 1996 dalam Widayani 2004). Pada umumnya
sebagian besar anemia disebabkan oleh defisiensi besi. Anemia gizi besi
merupakan masalah kesehatan yang paling sering terjadi. Kekurangan zat besi
pada ibu hamil mengakibatkan kerawanan saat melahirkan, perdarahan, berat
bayi rendah, bahkan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan anak. Anemia
gizi besi dapat menyebabkan lesu, cepat lelah, dan tenaga berkurang
(Wirakusumah 1999).
Pertanyaan yang paling banyak tidak bisa dijawab dengan benar oleh ibu
hamil adalah berat badan minimal bayi lahir yang dikatakan sehat. Menurut lebih
dari separuh (54%) ibu hamil berat badan minimal bayi lahir yang dikatakan
sehat adalah 3 kg. Hal ini berarti pengetahuan ibu hamil mengenai berat minimal
bayi lahir yang dikatakan sehat masih kurang. Berat minimal bayi lahir yang
dikatakan sehat adalah 2.5 kg. Apabila berat bayi lahir kurang dari 2.5 kg maka
berat bayi tersebut dapat dikatakan rendah (BBLR).
Bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram memiliki risiko kematian
lima sampai sembilan kali lebih tinggi dibanding dengan bayi yang berat lahirnya
2500 sampai 2999 gram dan 7.13 kali lebih tinggi dibanding bayi dengan berat
lahir 3000 sampai 3999 gram (Puffer 1983 dalam Notobroto & Wahyuni 2003).
Pertanyaan lain yang tidak bisa dijawab dengan benar oleh ibu hamil
adalah mengenai pertambahan berat badan selama hamil, kurang dari separuh
(37%) ibu hamil dapat menjawab dengan benar pertanyaan tersebut, bahkan ada
sebagian kecil (16%) ibu hamil tidak tahu mengenai pertambahan berat badan
selama kehamilan. Pertambahan berat badan selama kehamilan sebaiknya 8-12
kg.
Menurut WHO ibu yang sehat dan berstatus gizi baik pertambahan berat
badan yang sarankan yaitu 10-14 kg (Turhayati 2006). Angka ini berbeda dengan
pernyataan Depkes (2000) yang menyatakan bahwa kenaikan berat badan ibu
hamil yang normal selama kehamilan adalah 11-12 kg. Apabila kenaikan berat
badan kurang dari 11-12 kg, maka bayi akan lahir dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR). Sedangkan menurut Arisman (2004), secara keseluruhan
pertambahan berat badan ibu hamil sekitar 8.8 kg-13.6 kg. Pada kehamilan
kembar pertambahan berat badan dibatasi sekitar 15.4-20.4 kg.
Ibu hamil yang bisa menjawab dengan benar mengenai buah yang paling
banyak mengandung vitamin C hanya kurang dari separuh (33%). Sebagian
besar (58%) ibu hamil menjawab apel sebagai buah yang paling banyak
mengandung vitamin C. Jambu biji memiliki kandungan vitamin C yang lebih
tinggi dibandingkan dengan durian, jeruk, maupun pepaya (Daftar Analisis Bahan
Makanan 1992 diacu dalam Almatsier 2003). Menurut Nadesul (2005), ibu hamil
yang kekurangan vitamin C cenderung mengalami ketuban pecah dini. Hal ini
bisa menyebabkan terjadinya infeksi di dalam kandungan dan akan
membahayakan janin
Penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan gizi ibu hamil masih
kurang mengenai berat badan minimal bayi lahir yang dikatakan sehat,
pertambahan berat badan selama hamil, serta buah sumber vitamin C. Hal ini
berarti diperlukan peningkatan penyuluhan mengenai pertambahan berat badan,
berat minimal bayi lahir sehat, serta makanan sumber zat gizi. Hasil penelitian
Hunt et al. (1976) menunjukkan bahwa program pendidikan gizi selama tiga hari
secara signifikan dapat meningkatkan konsumsi gizi pada wanita hamil dari
kelompok pendapatan rendah.
Gambar 3 Persentase ibu hamil yang menjawab benar mengenai pengetahuan gizi

Sikap Gizi Ibu Hamil


Sikap seseorang dapat diketahui dari kecenderungan tingkah laku yang
mengarah kepada suatu objek tertentu. Sikap belum merupakan suatu
perbuatan, namun sikap akan mengarahkan perilaku secara langsung.
Pengalaman-pengalaman yang dialami dan respon yang diperlihatkan seseorang
terhadap makanan dapat mempengaruhi sikap orang tersebut terhadap
makanan. Sikap gizi pada penelitian ini meliputi kebersihan makanan, komposisi
makanan sehat bagi ibu hamil, porsi makan selama hamil, susu bagi ibu hamil,
suplemen gizi ibu hamil, tablet besi, manfaat tablet besi, pertambahan berat
badan yang sehat selama hamil, cara mengurangi mual, pemeriksaan kehamilan,
imunisasi TT, serta bayi lahir cukup umur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
skor sikap gizi ibu hamil berkisar antara 15-32,5 dari selang skor minimum 0 dan
skor maksimum 35 dengan skor rata-rata 23.5. Lebih dari separuh (71%) ibu
hamil memiliki skor sikap gizi dengan kategori sedang.
Tabel 18 Sebaran ibu hamil berdasarkan sikap gizi
Kategori sikap Kramat Jati Ragunan Total
n % n % n %
Baik (≥80%) 12 24.0 9 18.0 21 21.0
Sedang (60-80%) 34 68.0 37 74.0 71 71.0
Kurang (≤60%) 4 8.0 4 8.0 8 8.0
Total 50 100.0 50 100.0 100 100.0

Hampir seluruh (91%) ibu hamil menyatakan sikap tidak setuju terhadap
pernyataan mengenai makanan sehat tidak perlu bersih. Berdasarkan hasil
wawancara, ibu hamil setuju apabila makanan yang dikonsumsi harus
mengandung zat gizi yang dibutuhkan, namun juga harus bersih karena apabila
makanan terkontaminasi akan membahayakan kesehatan bagi yang
mengkonsumsinya.
Ibu hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi beraneka ragam makanan.
Makanan yang beraneka ragam terdiri dari pangan karbohidrat, lauk, sayur, dan
buah. Zat gizi yang dibutuhkan antara lain karbohidrat, protein, lemak, vitamin
(A,C,K,D), dan mineral seperti besi, yodium, kalsium, dan asam folat. Selain itu,
ibu hamil perlu makan lebih banyak dan lebih sering untuk memenuhi kebutuhan
gizi bagi ibu hamil dan janin (Depkes 2000).
Hal ini sejalan dengan Nadesul (2005), ibu hamil perlu mengkonsumsi
menu seimbang yaitu menu yang lengkap dan sesuai kebutuhan tubuh. Tidak
hanya cukup energi dan protein saja tetapi juga zat gizi lainnya. Makanan ibu
hamil sebaiknya terdiri dari nasi, lauk-pauk, sayur, buah, dan susu. Selain itu,
dengan meningkatnya kebutuhan gizi selama hamil maka sebaiknya porsi makan
saat hamil lebih banyak dibandingkan dengan sebelum hamil.
Hanya sebagian kecil (7%) ibu hamil yang memiliki sikap bahwa makanan
sehat terdiri dari pangan karbohidrat, lauk, sayur, dan buah. Hampir seluruh
(93%) setuju makanan sehat bagi ibu hamil terdiri dari pangan karbohidrat, sayur,
dan buah. Hampir seluruh (94%) ibu hamil yakin bahwa susu dibutuhkan.
Sebagian besar (88%) ibu hamil setuju bahwa makanan ketika hamil selalu lebih
banyak dibanding sebelum hamil. Sebagian besar (76%) ibu hamil setuju bahwa
mual dapat dikurangi bila ibu hamil memenuhi kebutuhan gizi sejak awal
kehamilan.
Kenaikan berat badan yang normal selama hamil adalah 11-12 kg
(Depkes 2000), sedangkan menurut Arisman (2004), secara keseluruhan
pertambahan berat badan ibu hamil sekitar 8,8 kg-13,6 kg.
Hampir seluruh (96%) ibu hamil setuju bahwa selama kehamilan pertambahan
berat badan perlu diketahui namun hanya kurang dari separuh (37%) yang
mengetahui pertambahan berat badan yang normal selama hamil. Sebagian
besar (92%) ibu hamil setuju bahwa bayi lahir cukup umur bila lahir pada umur
kehamilan lebih dari 37 minggu.
Berat badan ibu hamil harus memadai, bertambah sesuai dengan umur
kehamilan. Pertambahan berat badan yang normal akan menghasilkan anak
yang normal. Menurut Nadesul (2005), jika kenaikan berat badan ibu hamil
kurang dari normal, kemungkinan ibu berisiko keguguran, anak lahir prematur,
berat bayi lahir rendah, gangguan kekuatan rahim mengeluarkan anak,
perdarahan setelah persalinan. Selain itu, anak yang dilahirkan juga berukuran
lebih kecil dari rata-rata bayi seusianya.
Terjadi peningkatan kebutuhan gizi pada saat hamil sehingga diperlukan
suplemen gizi agar kebutuhan gizi ibu hamil tercukupi. Kurang dari separuh
(29%) ibu hamil setuju bahwa tidak semua suplemen gizi dibutuhkan ibu hamil.
Tablet tambah darah diperlukan bagi ibu hamil untuk memenuhi kebutuhan tubuh
akan zat besi. Pada saat hamil terjadi peningkatan kebutuhan zat besi. Hampir
seluruh ibu hamil setuju bahwa suplemen tablet besi dibutuhkan ibu hamil (94%)
dan tablet besi berguna untuk mengatasi masalah anemia pada ibu hamil (95%).
Menurut Depkes (1991), ibu hamil harus memeriksakan kesehatan dan
kehamilan ke posyandu atau puskesmas paling sedikit empat kali dan
mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT). Kurang dari separuh (39%) ibu
hamil yang setuju bahwa pemeriksaan kehamilan dilakukan minimal empat kali
selama hamil dan sebagian besar (89%) setuju bahwa imunisasi TT diperlukan
ibu hamil.
Perawatan kehamilan menurunkan risiko kematian bayi dalam dua tahun
pertama. Perawatan kehamilan oleh dokter akan menurunkan 1.2 kali risiko
kematian bayi dibanding dengan yang tidak pernah perawatan antenatal, tetapi
perawatan antenatal oleh bidan risiko kematian bayi lebih besar bila
dibandingkan dengan yang tidak melakukan perawatan antenatal (Forste 1994
dalam Wibowo & Basuki 2006)
Gambar 4 Persentase ibu hamil yang menjawab benar mengenai sikap gizi

Praktek Gizi Ibu Hamil


Praktek atau perilaku merupakan suatu respon seseorang terhadap
stimulus atau objek tertentu. Perilaku gizi dicerminkan oleh tindakan-tindakan
berkaitan dengan upaya peningkatan status gizi dan pemenuhan kebutuhan gizi.
Praktek gizi ibu hamil pada penelitian ini meliputi makanan ibu hamil sehari-hari,
porsi makan selama hamil, sarapan pagi, pemeriksaan kehamilan ke tenaga
kesehatan, memantau pertambahan berat badan selama hamil, konsumsi tablet
besi selama hamil, imunisasi TT, rencana memberikan ASI eksklusif, imunisasi
anak, serta perawatan payudara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor
praktek gizi ibu hamil berkisar antara 7.5-32.5 dari selang skor minimum 0 dan
skor maksimum 35 dengan skor rata-rata 24.6. Separuh (50%) ibu hamil memiliki
skor praktek dengan kategori baik, sedangkan sebagian kecil (16%) ibu hamil
memiliki skor praktek dengan kategori kurang.
Tabel 19 Sebaran ibu hamil berdasarkan praktek gizi
Kategori praktek Kramat Jati Ragunan Total
n % n % n %
Baik (≥80%) 26 52.0 24 48.0 50 50.0
Sedang (60-80%) 15 30.0 19 38.0 34 34.0
Kurang (≤60%) 9 18.0 7 14.0 16 16.0
Total 50 100.0 50 100.0 100 100.0

Ibu hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi beraneka ragam makanan.


Makanan yang beraneka ragam terdiri dari pangan karbohidrat, lauk, sayur, dan
buah. Ibu hamil sangat dianjurkan minum susu agar kecukupan gizi terutama
vitamin dan mineral terpenuhi, lebih dari separuh (56%) ibu hamil yang
mengkonsumsi susu setiap hari. Lebih dari separuh ibu hamil mengkonsumsi
buah (60%) dan sayur (69%) setiap hari. Sebagian besar (92%) ibu hamil
mengkonsumsi lauk seperti daging, ikan, atau telur setiap hari. Lebih dari
separuh (59%) ibu hamil memiliki porsi makan yang lebih banyak dibanding
sebelum hamil. Makan lebih banyak dan sering bermanfaat untuk memenuhi
kebutuhan gizi ibu hamil dan janinnya.
Menurut Nadesul (2005), ibu hamil perlu mengkonsumsi menu seimbang
yaitu menu yang lengkap dan sesuai kebutuhan tubuh. Tidak hanya cukup energi
dan protein saja tetapi juga zat gizi lainnya. Makanan ibu hamil sebaiknya terdiri
dari nasi, lauk-pauk, sayur, buah, dan susu. Selain itu, dengan meningkatnya
kebutuhan gizi selama hamil maka sebaiknya porsi makan saat hamil lebih
banyak dibandingkan dengan sebelum hamil.
Makan pagi setiap hari secara teratur dalam jumlah yang cukup dapat
memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan tubuh saat bekerja
dan menjaga kesehatan ibu dan bayi yang dikandung. Apabila tidak sarapan,
maka kadar gula darah akan mengalami penurunan, kurang tenaga, badan
menjadi lesu, keringat dingin, mengantuk, konsentrasi kurang, dan kesadaran
menurun (Depkes 2000). Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar (76%) ibu
hamil selalu sarapan setiap hari.
Sebagian besar (89%) ibu hamil memeriksakan kehamilan ke tenaga
kesehatan. Pelayanan kesehatan pada ibu hamil meliputi penimbangan berat
badan, pengukuran tinggi badan, pengukuran tekanan darah, pengukuran tinggi
fundus, imunisasi Tetanus Toksoid (TT), dan pemberian tablet besi. Menurut
Forste (1994) dalam Wibowo dan Basuki (2006), perawatan kehamilan
menurunkan risiko kematian bayi dalam dua tahun pertama.
Hampir seluruh (95%) ibu hamil selalu memantau pertambahan berat
badan selama hamil. Sebagian besar (78%) ibu hamil selalu minum tablet besi
karena menurut mereka tablet besi bisa mengatasi masalah anemia pada ibu
hamil. Namun, ada juga yang tidak mengkonsumsi tablet besi karena mual
apabila mengkonsumsi tablet tersebut. Menurut Wirakusumah (1999) konsumsi
tablet tambah darah dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu seperti
rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah, diare, dan konstipasi. Kurang dari
separuh (37%) ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT pada kehamilan saat
ini. Sedikitnya jumlah ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT disebabkan oleh
beberapa ibu hamil yang umur kehamilannya belum saatnya mendapatkan
imunisasi TT atau sudah mendapatkan imunisasi TT pada saat kehamilan yang
pertama karena jarak kelahirannya yang tidak terlalu jauh. Hampir seluruh (98%)
ibu memberikan imunisasi pada anak balitanya.
Perawatan payudara bertujuan agar setelah melahirkan air susu ibu (ASI)
keluar banyak, puting susu mudah diisap dan tidak lecet, serta bayi dapat
menyusu dengan nyaman. Apabila tidak dirawat dengan baik maka puting susu
masuk dan bayi akan sulit menghisap ASI (Depkes 1991). Berdasarkan hasil
penelitian sebagian besar (82%) ibu hamil melakukan perawatan payudara dan
hampir seluruhnya (94%) berencana memberikan ASI eksklusif yaitu pemberian
ASI saja tanpa makanan tambahan apapun sampai bayi berusia enam bulan.
Perawatan payudara dapat dilakukan dengan mengurut payudara dari
pangkal ke arah puting susu 5-10 kali untuk masing-masing payudara.
Selanjutnya puting susu ditarik-tarik keluar dan diputar-putar selama dua menit.
Perawatan payudara sebaiknya dilakukan dua kali sehari (Depkes 1991).
Gambar 5 Persentase ibu hamil yang menjawab benar mengenai praktek gizi

Konsumsi dan Tingkat Konsumsi Gizi


Data konsumsi pangan dikumpulkan melalui metode semi kuantitatif food
frequency questionnaire sehingga didapatkan konsumsi pangan ibu hamil selama
satu minggu kemudian dilakukan penilaian kandungan gizi pada pangan yang
dikonsumsi untuk mengetahui tingkat konsumsi ibu hamil. Perhitungan konsumsi
pangan hanya diperoleh dari konsumsi makanan sehari-hari tanpa menghitung
suplemen yang dikonsumsi oleh ibu hamil.
Komponen zat gizi yang dihitung pada penelitian ini adalah energi,
protein, zat besi, dan vitamin A. Tingkat konsumsi energi dan protein dibedakan
menjadi dua, yaitu tidak cukup (<90%) dan cukup (≥90%), tingkat konsumsi besi
dan vitamin A dikategorikan menjadi tidak cukup (<100%) dan cukup (≥100%).
Tingkat konsumsi dihitung berdasarkan perbandingan konsumsi dengan angka
kecukupan gizi yang dianjurkan.
Terjadi peningkatan kebutuhan gizi pada saat hamil sehingga dibutuhkan
keseimbangan antara kebutuhan dan konsumsi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat konsumsi protein dan zat besi belum mencukupi kebutuhan ibu
hamil. Lebih dari separuh (60%) ibu hamil mengkonsumsi energi dalam jumlah
cukup dan hanya kurang dari separuh (39%) ibu hamil yang konsumsi proteinnya
cukup. Sebagian besar (86%) ibu hamil kebutuhan zat besinya belum tercukupi.
Sebaran ibu hamil berdasarkan tingkat kecukupan gizi dapat dilihat pada Tabel
20. Rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi zat gizi dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 20 Sebaran ibu hamil berdasarkan kategori tingkat konsumsi zat gizi
Kramat Jati (%) Ragunan (%) Total
Zat Gizi
Cukup Tidak cukup Cukup Tidak cukup Cukup Tidak cukup
Energi (Kal) 52 48 68 32 60 40
Protein (g) 26 74 52 48 39 61
Besi (mg) 10 90 18 82 14 86
Vitamin A (RE) 74 26 86 14 80 20

Tabel 21 Rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi zat gizi


Kramat Jati Ragunan Total
Zat Gizi Tingkat Tingkat Tingkat
Konsumsi Konsumsi Konsumsi
Konsumsi Konsumsi Konsumsi
Energi (Kal) 1828 89.82 2250 106.59 2039 98.21
Protein (g) 46.72 72.11 60.43 90.94 53.58 81.52
Besi (mg) 17.52 53.66 22.87 68.52 20.20 61.09
Vitamin A (RE) 1358.43 169.80 1782.51 222.81 1570.47 196.31

Energi
Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05)
antara konsumsi energi ibu hamil di wilayah Kramat Jati dan Ragunan. Rata-rata
konsumsi energi ibu hamil di wilayah Kramat Jati lebih rendah dibandingkan
dengan ibu hamil di wilayah Ragunan. Konsumsi energi ibu hamil di wilayah
Kramat Jati rata-rata 1828 Kal dan di wilayah Ragunan rata-rata konsumsi 2250
Kal. Tingkat konsumsi ibu hamil di wilayah Kramat Jati masih belum cukup
sedangkan tingkat konsumsi energi ibu hamil di wilayah Ragunan sudah cukup.
Jumlah ibu hamil yang konsumsi energinya tidak cukup di wilayah Kramat Jati
lebih besar dibandingkan di wilayah Ragunan dengan persentase berturut-turut
48 persen dan 32 persen. Rendahnya konsumsi ibu hamil diduga karena pada
saat hamil terjadi peningkatan kebutuhan gizi.
Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004), tambahan energi yang
dianjurkan untuk ibu hamil trimester 1 adalah sebesar 180 Kal/hari sedangkan
pada trimester 2 dan 3 tambahan kalori yang dianjurkan untuk ibu hamil adalah
sebesar 300Kal/hari. Ketidakcukupan energi diduga karena kurangnya konsumsi
pangan sumber energi. Selain itu, ketidakcukupan energi dapat juga disebabkan
oleh aktivitas fisik sehari-hari yang dilakukan oleh ibu hamil. Jika ibu kekurangan
gizi pada waktu hamil kemungkinan besar bayi akan dilahirkan mempunyai berat
ringan (BBLR) dan bisa juga lahir prematur.
Pangan sumber energi yang tinggi karbohidrat antara lain beras, oat,
jagung, serealia lainnya, umbi-umbian, tepung, gula, madu, buah dengan kadar
air rendah (pisang, kurma, dan lain-lain), dan aneka produk turunannya. Pangan
sumber energi yang tinggi protein antara lain daging, ikan, telur, susu, dan aneka
produk turunannya (Hardinsyah & Tambunan 2004). Makanan sumber energi
yang banyak dikonsumsi oleh ibu hamil di wilayah Kramat Jati dan Ragunan
adalah makanan sumber energi yang tinggi karbohidrat seperti nasi, mie, roti,
dan umbi-umbian.
Protein
Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05)
antara konsumsi protein ibu hamil di wilayah Kramat jati dan Ragunan. Rata-rata
konsumsi protein ibu hamil di wilayah Kramat Jati lebih rendah dibandingkan ibu
hamil di wilayah Ragunan. Jumlah ibu hamil di wilayah Kramat Jati yang tingkat
konsumsinya cukup lebih kecil dibandingkan dengan ibu hamil di wilayah
Ragunan. Rata-rata konsumsi protein ibu hamil di wilayah Kramat Jati sebesar
46.72 gram per hari, sedangkan di wilayah Ragunan sebesar 60.43 gram per
hari. Persentase ibu hamil yang tingkat konsumsi proteinnya cukup di wilayah
Kramat Jati dan Ragunan berturut-turut 26 persen dan 52 persen.
Rendahnya tingkat konsumsi protein diduga karena terjadi peningkatan
kebutuhan protein pada saat hamil namun nafsu makan ibu hamil berkurang
karena terjadi perubahan dalam tubuh ibu hamil. Selain itu, makanan sumber
protein hewani memiliki harga yang cukup tinggi sehingga daya beli untuk
pangan ini menjadi terbatas. Konsumsi protein yang rendah selama kehamilan
atau pada akhir kehamilan akan menghambat pertumbuhan janin dan
meningkatkan kematian prenatal. Dianjurkan penambahan konsumsi protein per
hari sebanyak 17 gram.
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik dalam
jumlah maupun mutu. Sumber protein hewani adalah telur, susu, daging,
unggas, ikan, dan kerang. Sedangkan sumber protein nabati adalah kacang
kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain
(Almatsier 2003). Makanan sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi oleh
ibu hamil di wilayah Kramat Jati dan Ragunan adalah tempe dan tahu.
Sedangkan makanan sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi adalah
susu, telur, daging sapi, daging ayam, ikan basah, dan ikan asin.
Zat Besi
Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05)
antara konsumsi zat besi ibu hamil di wilayah Kramat Jati dan Ragunan. Rata-
rata konsumsi besi ibu hamil di wilayah Kramat Jati umumnya lebih rendah
dibandingkan dengan ibu hamil di wilayah Ragunan. Sebagian besar (90% dan
82%) ibu hamil tingkat konsumsi zat besi ibu hamil di wilayah Kramat Jati dan
Ragunan tergolong tidak cukup. Rata-rata konsumsi zat besi ibu hamil di wilayah
Kramat Jati adalah 17.52 mg per hari, sedangkan di wilayah Ragunan sebesar
22.87 mg per hari. Rendahnya tingkat konsumsi ibu hamil diduga karena pada
penelitian ini suplemen besi tidak dimasukkan dalam perhitungan konsumsi. Ibu
hamil mendapatkan tablet tambah darah yang diharapkan dapat meningkatkan
konsumsi zat besi ibu hamil. Selain itu, diduga ibu hamil kurang mengkonsumsi
makanan yang mengandung zat besi dan tinggi bioavailibilitasnya seperti daging
ayam, daging sapi, susu, telur, dan ikan.
Kebutuhan zat besi ibu hamil meningkat pada kehamilan trimester 2 dan
trimester 3. Pada masa tersebut dibutuhkan tambahan tablet besi meskipun
makanan yang dikonsumsi sudah banyak mengandung zat besi dan tinggi
bioavailibilitasnya (Nadesul 2005). Hal senada juga diungkapkan oleh Arisman
(2004) semakin bertambah usia kehamilan maka zat besi yang dibutuhkan
semakin banyak.
Konsumsi zat besi yang cukup sangat penting untuk pembentukan dan
mempertahankan kesehatan sel darah merah. Jika kekurangan zat besi terus
terjadi dan tidak ditanggulangi, maka ibu hamil dapat menderita anemia. Oleh
karena itu zat besi sangat penting untuk menjaga agar seorang wanita tidak
menderita anemia, bahkan sebelum terjadi kehamilan. Dianjurkan penambahan
konsumsi zat besi pada ibu hamil trimester 2 dan 3 sebanyak 9 mg/hari dan 13
mg/hari.
Vitamin A
Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara
konsumsi vitamin A ibu hamil di wilayah Kramat Jati dan Ragunan. Rata-rata
konsumsi vitamin A ibu hamil di wilayah Kramat Jati dan Ragunan lebih tinggi
dibandingkan dengan angka kecukupan gizi. Rata-rata konsumsi vitamin A ibu
hamil di wilayah Kramat Jati adalah 1358,43 RE dengan tingkat konsumsi 169,8
persen, sedangkan di wilayah Ragunan lebih tinggi yaitu 1782,51 RE dengan
tingkat konsumsi vitamin A sebesar 222,81 persen. Tingginya konsumsi vitamin
A karena banyak ibu hamil yang mengkonsumsi mangga dalam jumlah besar
dimana kandungan vitamin A dalam mangga per 100 gram sebesar 447 RE. Ibu
hamil di wilayah Kramat Jati dengan tingkat konsumsi vitamin A cukup sebesar
74 persen dan di wilayah Ragunan yaitu 86 persen.
Menurut Almatsier (2003), sumber vitamin A adalah hati, kuning telur,
susu, mentega dan margarin yang diperkaya vitamin A. Sumber karoten adalah
sayuran berwarna hijau tua serta sayuran dan buah yang berwarna kuning jingga
seperti daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis,
wortel, tomat, jagung kuning, pepaya, mangga, nangka masak, jeruk, dan minyak
kelapa sawit. Vitamin A berperan penting dalam penglihatan, differensiasi sel,
pertumbuhan dan perkembangan, kekebalan tubuh, reproduksi serta
pembentukan sel darah merah (Almatsier 2003). Dianjurkan penambahan
konsumsi vitamin A sebanyak 300 RE/hari pada saat hamil.
Hubungan Pendidikan dengan Pengetahuan Gizi
Tingkat pendidikan formal merupakan cerminan dari kemampuan
seseorang untuk memahami berbagai aspek pengetahuan, termasuk
pengetahuan gizi (Hardinsyah 2007). Hanya sebagian kecil (7.7%) ibu hamil
dengan tingkat pengetahuan gizi kurang namun memiliki pendidikan yang tinggi.
Ibu hamil yang memiliki pengetahuan gizi kurang perlu mendapat perhatian
khusus karena diduga akan mempengaruhi makanan yang dikonsumsinya. Lebih
dari separuh (71.2%) ibu hamil dengan pengetahuan gizi cukup memiliki tingkat
pendidikan menengah. Ibu hamil dengan pengetahuan gizi yang tinggi memiliki
tingkat pendidikan tinggi (22.7%) dan tingkat pendidikan menengah (72.7%).
Hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan gizi dapat dilihat pada
Tabel22.
Tabel 22 Distribusi ibu hamil menurut tigkat pendidikan dan tingkat pengetahuan gizi
Tingkat Tingkat pengetahuan gizi Jumlah
pendidikan Kurang Cukup Tinggi
n % n % n % n %
Dasar 12 46.2 6 11.5 1 4.5 19 19.0
Menengah 12 46.2 37 71.2 16 72.7 65 65.0
Tinggi 2 7.7 9 17.3 5 22.7 16 16.0
Total 26 100.0 52 100.0 22 100.0 100 100.0
Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata
(r=0.345, p<0.05) antara tingkat pendidikan ibu hamil dengan pengetahuan gizi.
Artinya ibu hamil yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki
pengetahuan gizi yang lebih tinggi pula. Hal ini sesuai dengan Sediaoetama
(1991), tingkat pendidikan yang tinggi bekaitan dengan pengetahuan gizi yang
tinggi. Tinggi rendahnya pendidikan ibu berkaitan dengan tingkat perawatan
kesehatan, pendapatan, pekerjaan, dan makanan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin mudah orang tersebut untuk menerima
informasi termasuk informasi mengenai gizi.
Berdasarkan hasil penelitian Soper et al. (1992) diacu dalam Hardinsyah
(2007) terdapat hubungan yang positif antara tingkat pendidikan formal dengan
tingkat pengetahuan gizi para instruktur aerobic di Texas. Sejalan dengan itu,
semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan memiliki akses yang lebih
mudah dalam memperoleh informasi mengenai gizi sehingga akan memiliki
pengetahuan gizi yang lebih tinggi pula (Hardinsyah 2007).
Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Sikap dan Praktek Gizi
Menurut Khomsan (1997), sikap gizi merupakan tahapan lebih lanjut dari
pengetahuan gizi. Seseorang yang berpengetahuan gizi baik akan
mengembangkan sikap gizi yang baik. Pembentukan sikap gizi akan lebih
banyak dipengaruhi oleh kebiasaan/sosial budaya yang ada di masyarakat. Pada
penelitian ini dapat diketahui bahwa sebagian besar (75%) ibu hamil dengan
sikap gizi yang kurang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang kurang pula,
sedangkan lebih dari separuh (54.9%) ibu hamil memiliki tingkat pengetahuan
gizi yang cukup. Ibu hamil dengan sikap gizi yang baik memiliki tingkat
pengetahuan gizi yang tinggi (38.1%) dan cukup (52.4%).
Tabel 23 Distribusi ibu hamil menurut tingkat pengetahuan gizi dan sikap gizi
Tingkat Sikap gizi Jumlah
pengetahuan Kurang Sedang Baik
gizi n % n % n % n %
Kurang 6 75.0 18 25.4 2 9.5 26 26.0
Cukup 2 25.0 39 54.9 11 52.4 52 52.0
Tinggi 0 0.0 14 19.7 8 38.1 22 22.0
Total 8 100.0 71 100.0 21 100.0 100 100.0
Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata
(r=0.341, p<0.05) antara pengetahuan gizi ibu hamil dengan sikap gizi ibu hamil.
Artinya ibu hamil yang memiliki skor pengetahuan gizi semakin baik maka akan
memiliki skor sikap dengan kategori baik pula. Hal ini sesuai dengan Khomsan
(1997), seseorang yang berpengetahuan gizi baik akan mengembangkan sikap
gizi yang baik.
Tingkat pengetahuan gizi yang baik dapat membentuk praktek gizi yang
baik pula (Hardinsyah 2007). Pada penelitian ini ibu hamil dengan tingkat
pengetahuan gizi tinggi memiliki praktek gizi yang lebih baik dibandingkan
dengan ibu hamil dengan tingkat pengetahuan gizi kurang. Dari 22 orang yang
berpengetahuan gizi tinggi, ada 14 orang yang memiliki praktek gizi baik dan
hanya 3 orang dengan praktek gizi kurang.
Tabel 24 Distribusi ibu hamil menurut tingkat pengetahuan gizi dan praktek gizi
Tingkat Praktek gizi Jumlah
pengetahuan Kurang Sedang Baik
gizi n % n % n % n %
Kurang 6 37.2 14 41.2 6 12.0 26 26.0
Cukup 7 43.8 15 44.1 30 60.0 52 52.0
Tinggi 3 18.8 5 14.7 14 28.0 22 22.0
Total 16 100.0 34 100.0 50 100.0 100 100.0

Berdasarkan hasil uji Spearman dapat diketahui bahwa terdapat


hubungan yang nyata (r=0.266, p<0.05) antara pengetahuan gizi dan praktek
gizi. Ibu hamil dengan pengetahuan gizi yang lebih tinggi akan melakukan
praktek gizi yang lebih baik. Praktek atau perilaku merupakan suatu respon
seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu. Hal ini sesuai dengan Sanjur
(1982) yang menyebutkan bahwa pengetahuan gizi menentukan atau
membentuk praktek secara langsung. Ibu hamil dengan tingkat pengetahuan gizi
tinggi memiliki praktek gizi yang lebih baik dibandingkan dengan ibu hamil
dengan tingkat pengetahuan gizi kurang.
Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi dengan Tingkat Konsumsi
Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata
(p>0.05) positif antara tingkat pengetahuan gizi ibu hamil dengan tingkat
konsumsi energi, protein, dan zat besi. Hal ini diduga karena tidak hanya
pengetahuan gizi saja yang mempengaruhi konsumsi energi, protein dan zat
besi. Meskipun pada penelitian ini, terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan gizi dengan praktek gizi. Hal ini berarti praktek gizi belum bisa
mencerminkan konsumsi gizi ibu hamil dari segi kuantitas. Ada faktor-faktor lain
yang mempengaruhi konsumsi gizi seseorang, seperti pendapatan, besar
keluarga, dan kebiasaan makan. Tingkat pengetahuan gizi yang baik tidak selalu
diikuti dengan perilaku makan yang baik (Hardinsyah 2007). Meskipun tingkat
pengetahuan gizi tinggi dan diikuti dengan praktek gizi yang baik, namun ibu
belum tentu mengetahui jumlah kebutuhan gizi masing-masing secara pasti.
Selain itu, kemungkinan karena berkurangnya nafsu makan ibu pada saat hamil.
Berdasarkan hasil uji Spearman dapat diketahui bahwa terdapat
hubungan yang nyata (p<0.05) positif antara tingkat pengetahuan gizi dengan
tingkat konsumsi vitamin A ibu hamil. Artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan
gizi ibu hamil semakin tinggi tingkat konsumsi vitamin A ibu hamil. Hal ini sesuai
dengan Sanjur (1982) yang menyebutkan bahwa pengetahuan gizi menentukan
atau membentuk praktek secara langsung.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi Gizi
Faktor-faktor yang diteliti pengaruhnya terhadap tingkat kecukupan gizi
dalam penelitian ini adalah pendidikan ibu, pendapatan perkapita, besar
keluarga, pengetahuan gizi, sikap gizi, dan praktek gizi. Berdasarkan hasil
korelasi Spearman terdapat dua variabel yang hubungannya dekat sehingga
untuk pengujian regresi selanjutnya digunakan salah satu saja. Variabel yang
berkorelasi positif tersebut adalah pendidikan ibu pengetahuan gizi, sikap gizi,
dan praktek gizi sehingga diwakili praktek gizi saja dalam analisis selanjutnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan disajikan dalam
Tabel 25.
Tabel 25 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi gizi
Zat Gizi Kategori OR P value
Pendapatan perkapita Tinggi (rendah=0) 0.35 0.077
Besar Keluarga Kecil (besar=0) 1.80 0.386
Energi
Praktek Gizi Sedang (kurang=0) 6.07 0.016
Baik (kurang=0) 16.70 0.000
Pendapatan perkapita Tinggi (rendah=0) 0.62 0.385
Besar Keluarga Kecil (besar=0) 4.36 0.039
Protein
Praktek Gizi Sedang (kurang=0) 2.14 0.380
Baik (kurang=0) 11.08 0.004
Pendapatan perkapita Tinggi (rendah=0) 0.83 0.780
Besar Keluarga Kecil (besar=0) 3.78 0.240
Zat besi
Praktek Gizi Sedang (kurang=0) 0.65 0.660
Baik (kurang=0) 1.58 0.590
Pendapatan perkapita Tinggi (rendah=0) 0.69 0.600
Besar Keluarga Kecil (besar=0) 2.60 0.236
Vitamin A
Praktek Gizi Sedang (kurang=0) 3.25 0.069
Baik (kurang=0) 12.72 0.001
Keterangan: * p<0.05
Energi
Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa praktek gizi memberikan
pengaruh terhadap tingkat konsumsi energi. Ibu hamil dengan praktek gizi baik
mempunyai peluang 16.7 kali lebih tinggi tingkat konsumsi energi dibandingkan
dengan ibu hamil dengan praktek gizi kurang. Sedangkan ibu hamil dengan
praktek gizi sedang mempunyai peluang 6 kali lebih tinggi tingkat konsumsi
energinya dibandingkan dengan ibu hamil dengan praktek gizi kurang.
Ibu hamil yang memiliki praktek gizi yang kurang memiliki tingkat
konsumsi energi yang lebih rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki
praktek gizi sedang dan baik. Hal ini diduga karena praktek gizi dalam penelitian
ini meliputi makanan dan porsi yang dikonsumsi oleh ibu hamil sehari-hari
selama masa kehamilan sehingga apabila praktek gizi ibu hamil kurang maka
tingkat konsumsi energinya akan rendah pula. Selain itu terdapat hubungan yang
nyata antara praktek gizi dengan pengetahuan gizi ibu hamil. Semakin tinggi
pengetahuan gizi ibu hamil maka akan memiliki praktek gizi yang semakin baik.
Ibu hamil yang memiliki pengetahuan gizi yang tinggi akan lebih memperhatikan
makanan dan porsi makan selama hamil karena mengetahui pada saat hamil
terjadi peningkatan kebutuhan energi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan besar
keluarga tidak ada pengaruh terhadap tingkat konsumsi energi ibu hamil.
Pendapatan perkapita dan besar keluarga diduga mempengaruhi tingkat
konsumsi energi, namun dari hasil analisis regresi logistik belum ada cukup bukti
untuk menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut secara signifikan mempengaruhi
tingkat konsumsi energi ibu hamil. Hal ini mungkin dikarenakan kecilnya
persentase ibu hamil dengan pendapatan perkapita per bulan kurang dari Rp
214.817,00 serta kecilnya persentase ibu hamil dengan besar keluarga lebih dari
empat orang. Menurut Hardinsyah (2007), pendapatan dan besar keluarga
merupakan faktor yang diduga sebagai determinan keragaman konsumsi
pangan.
Protein
Berdasarkan hasil uji regresi logistik dapat diketahui bahwa tingkat
konsumsi protein ibu hamil pada penelitian ini dipengaruhi oleh besar keluarga
dan praktek gizi. Ibu hamil dengan besar keluarga lebih kecil atau sama dengan
empat orang memiliki peluang 4.3 kali lebih tinggi tingkat konsumsinya
dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki besar keluarga lebih dari orang.
Besar keluarga akan mempengaruhi tingkat konsumsi protein ibu hamil. Menurut
Hardinsyah (2007), besar keluarga merupakan salah satu faktor yang diduga
sebagai determinan keragaman konsumsi pangan di Indonesia. Ibu hamil dengan
praktek gizi baik mempunyai peluang 11 kali lebih tinggi tingkat konsumsi protein
dibandingkan dengan ibu hamil dengan praktek gizi kurang.
Menurut dugaan, pendapatan perkapita merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi tingkat konsumsi protein ibu hamil. Namun dari hasil
analisis regresi logistik tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap
tingkat konsumsi protein ibu hamil. Hal ini diduga karena kecilnya persentase ibu
hamil dengan pendapatan perkapita per bulan kurang dari Rp 214.817,00.
Zat Besi
Pendapatan perkapita, besar keluarga, dan praktek gizi diduga
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi zat besi ibu hamil.
Namun ternyata hasil analisis regresi logistik tidak menunjukkan bahwa faktor-
faktor tersebut tidak berpengaruh terhadap tingkat konsumsi zat besi. Hal ini
mungkin dikarenakan kecilnya persentase ibu hamil dengan pendapatan
perkapita per bulan kurang dari Rp 214.817,00 serta kecilnya persentase ibu
hamil dengan besar keluarga lebih dari empat orang. Menurut Hardinsyah
(2007), pendapatan dan besar keluarga merupakan faktor yang diduga sebagai
determinan keragaman konsumsi pangan.
Praktek gizi diduga akan mempengaruhi tingkat konsumsi zat besi ibu
hamil karena praktek gizi merupakan tindakan sehari-hari ibu hamil yang
berhubungan dengan gizi, makanan, dan kesehatan. Sebagian besar (86%) ibu
hamil memiliki tingkat konsumsi besi yang tergolong tidak cukup hal ini terjadi
karena suplemen zat besi yang dikonsumsi ibu hamil tidak diperhitungkan.
Praktek gizi pada penelitian ini hanya ada dua pernyataan yang berhubungan
dengan konsumsi zat besi sehingga hal inilah yang diduga praktek gizi tidak
mempengaruhi tingkat konsumsi zat besi.
Vitamin A
Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa praktek gizi memberikan
pengaruh terhadap tingkat konsumsi vitamin A. Ibu hamil dengan praktek gizi
baik mempunyai peluang 12.7 kali lebih tinggi tingkat konsumsi vitamin A
dibandingkan dengan ibu hamil dengan praktek gizi kurang. Sedangkan ibu hamil
dengan praktek gizi sedang mempunyai peluang 3.25 kali lebih tinggi tingkat
konsumsi vitamin A dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki praktek gizi
kurang.
Pendapatan perkapita dan besar keluarga diduga mempengaruhi tingkat
konsumsi vitamin A, namun dari hasil analisis regresi logistik belum ada cukup
bukti untuk menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut secara signifikan
mempengaruhi tingkat konsumsi energi ibu hamil. Hal ini diduga karena kecilnya
persentase ibu hamil dengan pendapatan perkapita per bulan kurang dari
Rp214.817,00 serta kecilnya persentase ibu hamil dengan besar keluarga lebih
dari empat orang. Menurut Hardinsyah (2007), pendapatan dan besar keluarga
merupakan faktor yang diduga sebagai determinan keragaman konsumsi
pangan.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Usia ibu hamil antara 20 tahun hingga 40 tahun. Sebagian besar ibu
hamil (91%) antara usia 20-35 tahun. Tingkat pendidikan ibu hamil antara tidak
tamat SD hingga S2, sedangkan tingkat pendidikan suami antara SD hingga S1.
Lebih dari separuh ibu hamil di Kramat Jati (68%) dan Ragunan (62%) memiliki
jenjang pendidikan hingga SMP dan SMA. Sedangkan lebih dari separuh (75%)
suami di kedua wilayah memiliki jenjang pendidikan hingga SMP dan SMA.
Sebagian besar (90%) ibu hamil bekerja sebagai ibu rumah tangga. Sebagian
besar (87%) suami berprofesi sebagai pegawai swasta dan wiraswasta.
Pendapatan per kapita per bulan antara Rp 50.000,00 - Rp 1.666.667,00 dengan
rata-rata Rp 385.925. Lebih dari separuh (68%) ibu hamil tergolong tidak miskin.
Lebih dari separuh (55%) usia kehamilan ibu termasuk trimester dua.
Umur kehamilan contoh yang paling sedikit di Kramat Jati berada pada kisaran
25-37 minggu (16%), sedangkan di Ragunan (22%) umur kehamilan contoh
berada pada kisaran 0-12 minggu. Lebih dari separuh (58%) ibu hamil memiliki
IMT sebelum hamil yang normal dengan rata-rata 21.67±4.39. Di Kramat Jati
(18%) dan Ragunan (32%) terdapat ibu hamil dengan IMT sebelum hamil yang
termasuk kategori kurang.
Skor rata-rata pengetahuan gizi ibu hamil adalah 24.3. Skor pengetahuan
gizi ibu hamil di Kramat Jati (48%) dan Ragunan (56%) berada dalam kategori
cukup. Skor rata-rata sikap gizi ibu hamil adalah 23.5. Lebih dari separuh (71%)
ibu hamil memiliki skor sikap dengan kategori sedang. Skor rata-rata praktek gizi
ibu hamil adalah 24.6. Separuh (50%) ibu hamil memiliki skor praktek dengan
kategori baik, sedangkan sebagian (16%) ibu hamil memiliki skor praktek dengan
kategori kurang.
Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata
(r=0.35, p<0.05) antara tingkat pendidikan ibu hamil dengan pengetahuan gizi,
terdapat hubungan yang nyata (r=0.34, p<0.05) antara pengetahuan gizi ibu
hamil dengan sikap gizi ibu hamil, terdapat hubungan yang nyata (r=0.27,
p<0.05) antara pengetahuan gizi dan praktek gizi.
Tingkat konsumsi protein dan zat besi belum mencukupi kebutuhan ibu
hamil. Sebagian ibu hamil yang sudah dapat mencukupi kebutuhan energi (60%)
dan protein (39%). Sebagian besar (86%) ibu hamil kebutuhan zat besinya belum
tercukupi.
Rata-rata konsumsi energi, protein, dan zat besi ibu hamil di Kramat Jati
umumnya lebih rendah dibandingkan dengan Ragunan. Rata-rata konsumsi
vitamin A ibu hamil di wilayah Kramat Jati dan Ragunan lebih tinggi dibandingkan
dengan angka kecukupan gizi.
Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata
(p>0.05) antara tingkat pengetahuan gizi ibu hamil dengan tingkat konsumsi
energi, protein, dan zat besi. Namun terdapat hubungan yang nyata (p<0.05)
positif antara tingkat pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi vitamin A ibu
hamil.
Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa praktek gizi memberikan
pengaruh terhadap tingkat konsumsi energi. Ibu hamil dengan praktek gizi baik
mempunyai peluang 16.7 kali lebih tinggi tingkat konsumsi energinya
dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki praktek gizi kurang. Sedangkan
pendapatan per kapita dan besar keluarga tidak ada pengaruh terhadap tingkat
konsumsi energi ibu hamil.
Tingkat konsumsi protein ibu hamil pada penelitian ini dipengaruhi oleh
besar keluarga dan praktek gizi. Ibu hamil dengan besar keluarga kurang dari
atau sama dengan empat orang memiliki peluang 4.36 kali lebih tinggi tingkat
konsumsinya dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki besar keluarga lebih
dari empat orang. Ibu hamil praktek gizi baik mempunyai peluang hampir 11 kali
lebih tinggi tingkat konsumsi protein dibandingkan dengan ibu hamil dengan
praktek gizi kurang.
Pendapatan per kapita, besar keluarga, dan praktek gizi tidak
mempengaruhi tingkat konsumsi zat besi ibu hamil. Praktek gizi memberikan
pengaruh terhadap tingkat konsumsi vitamin A. Ibu hamil dengan praktek gizi
baik mempunyai peluang 12.72 kali lebih tinggi tingkat konsumsi vitamin A
daripada ibu hamil dengan praktek gizi kurang. Sedangkan pendapatan per
kapita dan besar keluarga tidak berpengaruh terhadap tingkat konsumsi vitamin
A.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini diusulkan beberapa saran untuk
mencegah terjadinya masalah gizi pada ibu hamil:
1. Peningkatan pengetahuan gizi ibu hamil melalui pendidikan gizi secara
nonformal ataupun penyuluhan terutama mengenai berat badan minimal
bayi lahir yang dikatakan sehat, pertambahan berat badan selama hamil,
serta makanan sumber zat gizi.
2. Pemberian makanan tambahan dan suplemen agar kebutuhan gizi ibu
hamil bisa terpenuhi karena sebagian besar (86%) ibu hamil pada
penelitian ini tidak bisa memenuhi kecukupan konsumsi zat besi dari
makanan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Sambutan Menteri Kesehatan. Di dalam: Soekirman et al., editor.


Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004.
Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Almatsier. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Amirudin R & Wahyudin. 2004. Studi kasus kontrol faktor biomedis terhadap
kejadian anemia ibu hamil di puskesmas bantimurung. [terhubung
berkala]. http://ridwanamirudin.wordpress.com. [19 Desember 2007].

Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.

Atmarita, Fallah TS. 2004. Analisis situasi gizi dan kesehatan masyarakat. Di
dalam: Soekirman et al., editor. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era
Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. hlm 129-161.

Azwar A. 2004. Aspek kesehatan dan gizi dalam ketahanan pangan. Di dalam:
Soekirman et al., editor. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi
Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII;
Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
hlm 101-109.

[BPS] Biro Pusat Statistik. 2004. Beberapa indikator utama sosial ekonomi
indonesia. [terhubung berkala]. http://www.bps.go.id. html [6 Nov 2007].

[BPS] Biro Pusat Statistik. 2007. Indikator Ekonomi Desember 2007. Jakarta:
BPS

[Depkes] Departemen Kesehatan. 1991. Buku Pedoman Pengobatan Tradisional


(Battra) sebagai Motivator Posyandu, Meningkatkan Kesehatan Ibu dan
Anak. Jakarta: Depkes.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2000. Gizi Seimbang Menuju Hidup Sehat


bagi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui: Pedoman Petugas Puskesmas.
Jakarta: Depkes.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2002. Laporan Survei Kesehatan Rumah


Tangga 2001: Studi Tindak Lanjut Ibu Hamil. Jakarta: Depkes.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2003. Petunjuk Teknis Pemantauan Status


Gizi Orang Dewasa dengan Indeks Massa Tubuh. Jakarta: Depkes.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2005.
Jakarta: Depkes.

Hardinsyah. 1985. Ekonomi Gizi. Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan


Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor: IPB.
Hardinsyah. 2007. Review faktor determinan keragaman konsumsi pangan.
Jurnal Gizi dan Pangan 2(2):55-74.

Hardinsyah & Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Bogor: IPB.

Hardinsyah & Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.


Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas
Pertanian. Bogor: IPB.

Hardinsyah & Briawan D. 2000. Dampak pemberian biskuit multigizi pada


pertambahan berat badan ibu hamil. Media Gizi dan Keluarga 24(2):132-
138.

Hardinsyah & Tambunan V. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi
Daerah dan Globalisasi. Di dalam: Soekirman et al., editor. Ketahanan
Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta:
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Hardinsyah, Wulandari & Retnaningsih. 2000. Kecukupan gizi, berat dan tinggi
badan anak sekolah penerima PMT-AS di daerah pantai dan pegunungan
NTT. Media Gizi dan Keluarga 24(1):177-189.

Harper, Deaton, & Driskel. 1986. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Suhardjo,
penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Food, Nutriton, and
Agriculture.

Hermana. 2004. Pengembangan daftar komposisi zat gizi pangan Indonesia. Di


dalam: Soekirman et al., editor. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era
Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. hlm 445-449.

Hunt et al. 1976. Effect of nutrition education on the nutritional status of low
income pregnant women of mexican descent. Am J Clin Nutr 29:675-684.

[IOM] Institute of Medicine. 1990. Nutrition During Pregnancy: Part I, Weight


Gain: Part II, Nutrient Suplement. Washington DC: National Academy Pr.

Jalal F, Sumali. 1998. Gizi dan Kualitas Hidup: Agenda Perumusan Program Gizi
REPELITA VII untuk Mendukung Pengembangan Sumber Daya Manusia
yang Berkualitas. Di dalam: Winarno et al., editor. Pangan dan Gizi Masa
Depan: Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing Bangsa. Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi VI; Serpong, 17-20 Februari 1998. Jakarta:
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 221-254.

Khomsan A, & Sulaeman A. 1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan


Pertanian. Bogor: IPB Pr.
Khomsan. 1997. Pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang anemia pada peserta
dan bukan peserta program suplementasi tablet besi pada ibu hamil.
Media Gizi dan Keluarga 21(2):1-7.

Khomsan. 2000. Teknik Pengukuran Gizi. Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor: IPB.

Khomsan. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor: IPB.

Muhilal, Husaini F, Jalal, & Tarwotjo. 1993. AKG yang dianjurkan. Di dalam: M.A
Rifai et al., editor. Riset dan Teknologi Unggulan Mengenai Pangan dan
Gizi dalam Menghadapi Masalah Gizi Ganda Pembangunan Jangka
Panjang II. Widyakarya Pangan dan Gizi V; Jakarta, 20-22 April 1993.
Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 421-450

Muhilal, & Hardinsyah. 2004. Penentuan kebutuhan gizi dan kesepakatan


harmonisasi di Asia Tenggara. Di dalam: Soekirman et al., editor.
Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004.
Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 301-308.

Nadesul H. 2005. Makanan Sehat untuk Ibu Hamil. Jakarta: Puspa swara.

Notoatmojo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Notobroto H, & Wahyuni. 2003. Penggunaan pertambahan berat badan dan


ukuran lingkar lengan atas ibu hamil untuk memprediksi berat badan bayi
lahir. Jurnal Penelitian Medika Eksakta 4(2):157-168.

Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri. Diktat


Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian.
Bogor: IPB.

Riyadi H. 2006. Gizi dan Kesehatan Keluarga. Ed ke-2. Jakarta: Universitas


Terbuka.

Riyadi H, Hardinsyah, & Anwar. 1997. Faktor-faktor Resiko Anemia pada Ibu
Hamil. Media Gizi Keluarga 21(2): 35-40

Sanjur. 1982. Social and Culture Perspective in Nutrition. New Jersey:


Englewood Cliffts, Prentice-Hall.

Sediaoetama AD. 1991. Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta: Dian
Rakyat.

Soekirman. 1994. Mengahadapi Masalah Gizi dalam Pembangunan Jangka


Panjang kedua Agenda Repelita VI. Di dalam: M.A Rifai et al., editor.
Riset dan Teknologi Unggulan Mengenai Pangan dan Gizi dalam
Menghadapi Masalah Gizi Ganda Pembangunan Jangka Panjang II.
Widyakarya Pangan dan Gizi V; Jakarta, 20-22 April 1993. Jakarta:
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 71-86
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, PAU Pangan dan
Gizi, IPB.

Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Suharno et al. 1992. Cross-sectional study on the iron and vitamin a status of
pregnant women in west java, indonesia. Am J Clin Nutr 56:988-993.

Syahrul F, Catur A, Zulkarnain E, Garianto E. 2002. Faktor-faktor yang


berhubungan dengan status imunisasi tetanus toksoid ibu hamil di
Kabupaten Lumajang. Jurnal Penelitian Medika Eksakta 3(1):80-88.

Turhayati ER. 2006. Hubungan pertambahan berat badan selama kehamilan


dengan berat lahir bayi di Sukaraja Bogor tahun 2001-2003. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional 1(3):139-144.

Wibowo A, Basuki H. 2006. Pola perawatan kesehatan ibu dan anak pada
masyarakat pendatang. The Journal of Public Health Indonesian 3(1):15-
18.

Widayani S. 2004. Iron Deficiency Anemia (IDA) dan Perbaikan Gizi Besi.
Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Sekolah Pasca
Sarjana Institut Pertanian Bogor.

William SR. 1973. Nutrition and Diet Therapy. Saint Louis: Mosby.

Wirakusumah E.S. 1999. Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi. Jakarta: Pustaka
Pembangunan Swadaya Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai