Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


DI RUMAH SAKIT UMUM BANYUMAS

OLEH:
RIZKA RAHMAHARYANTI
NG1D010007

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2014
ANEMIA

A. Latar Belakang
Anemia yang merupakan gejala dari kondisi yang mendasari seperti
kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurang nutrisi yang
dibutuhkan untuk pembentukan sel darah, sehingga mengakibatkan penurunan
kapasitas pengangkut oksigen darah, merupakan salah satu kondisi yang harus
segera ditangani. Kedaan tersebut bisa diakibatkan dan mengakibatkan penyakit
yang lain pula. Darah yang merupakan komponen penting tubuh menjadi dasar
seluruh aktivitas sel dalam tubuh berjalan secara normal.
Ketidaknormalan pada anemia, dapat menyebabkan beberapa aktivitas, baik
itu sel, jaringan dan organ dalam tubuh ikut terganggu. salah satunya berkaitan
dengan fungsi pengikatan oksigen oleh hemoglobin yang apabila terganggu dapat
menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan oksigen dalam tubuh [ CITATION
Doe99 \l 1033 ].
Banyak gangguan lainnya akibat anemia da perjalanan penyakitnya yang akan
dibahas lebih lanjut dalam laporan pendahuluan ini.

B. Definisi
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Anemia bukan
merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit
atau gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut okesigen ke jaringan
(Smeltzer & Bare, 2002).
Anemia adalah berkurangnya kadar Hb dalam darah sehingga terjadi
gangguan perfusi O2 ke jaringan tubuh. Disebut gravis yang artinya berat dan
nilai Hb di bawah 7 g/dl sehingga memerlukan tambahan umumnya melalui
transfusi. Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah
merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per
100 ml darah (Price, 2006).

C. Etiologi
Penyebab anemia pada dewasa terbagi menjadi dua, yakni :
1. Kehilangan sel darah merah
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diakibatkan berbagai penyebab diantaranya adalah
trauma, ulkus, keganasan, hemoroid, perdarahan pervaginam, dan lain-lain.
b. Hemolisis yang berlebihan
Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi dikenal sebagai hemolisis,
terjadi jika gangguan pada sel darah merah itu sendiri memperpendek
siklus hidupnya (kelainan intrinsik) atau perubahan lingkungan yang
menyebabkan penghancuran sel darah merah (kelainan ekstrinsik). Sel
darah merah mengalami kelainan pada keadaan :
- Hemoglobinopati atau hemoglobin abnormal yang diwariskan,
contohnya adalah pada penderita penyakit sel sabit (sickle cell anemia)
- Gangguan sintesis globin, contohnya pada penderita thalasemia
- Kelainan membrane sel darah merah, contohnya pada sferositosis
herediter dan eliptositosis
- Difisiensi enzim, seperti defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase
(G6PD) dan defisiensi piruvat kinase (Price, 2006).
2. Kekurangan zat gizi seperti Fe, asam folat, dan vitamin B12.

D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir,
masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel
darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau
dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil
samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk
dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1
mg/dl atau kurang kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti
yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul
dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi
kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya (mis., apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100 mg/dL),
hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin
(hemoglobinuria). Jadi ada atau tidak adanya hemoglobinemia dan
hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran sel
darah merah abnormal pada pasien dengan hemolisis dan dapat merupakan
petunjuk untuk mengetahui sifat hemolitik tersebut.
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien tertentu disebabkan
oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi, biasanya dapat diperoleh dengan dasar (1) hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah, (2) derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang
dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dengan biopsy; dan (3) ada atau
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemian.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa
makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan
oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ
penting. Salah satunya otak, otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika
kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah,
lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah,
1998).

E. Tanda dan Gejala


Selain beratnya anemia, berbagai faktor mempengaruhi berat dan adanya
gejala: (1) kecepatan kejadian anemia, (2) durasinya, (3) kebutuhan metabolism
pasien bersangkutan, (4) adanya kelainan lain atau kecacatan, dan (5) komplikasi
tertentu atau keadaan yang mengakibatkan anemia.
Semakin cepat perkembangan anemia, semakin berat gejalanya. Pada orang
yang normal penurunan hemoglobin, hitung darah merah, atau hematokrit tanpa
gejala yang tampak atau ketidakmampuan yang jelas secara bertahap biasanya
dapat ditoleransi sampai 50%, sedangkan kehilangan cepat sebanyak 30% dapat
menyebabkan kolaps vaskuler pada individu yang sama. Individu yang telah
mengalami anemia selama waktu yang cukup lama, dengan kadar hemoglobin
antara 9 dan 11 g/dl, hanya mengalami sedikit gejala atau tidak ada gejala sama
sekali selain takikardi ringan di saat latihan. Dispneau latihan biasanya terjadi
hanya di bawah 7,5 g/dl; kelemahan hanya terjadi di bawah 6 g/dl; dispneau
istirahat di bawah 3 g/dl; dan gagal jantung pada kadar yang sangat rendah 2 - 2,5
g/dl.
Secara umum gejala klinis anemia yang muncul merefleksikan gangguan
fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik,
gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku,
anorexia. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel,
dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan
5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa
dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna
pucat pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala
terasa melayang. Namun pada anemia berat, bisa menyebabkan stroke atau
serangan jantung (Sjaifoellah, 1998).

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk memperkuat penegakkan diagnosa anemia antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia
berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan
dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli.
b. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung
dengan flowcytometri atau menggunakan rumus:
- Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila
kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai
berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang
spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan.
Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
- Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah.
Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik >
31 pg.

- Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)


MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35%
dan hipokrom < 30%.
c. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk
inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry
hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.
d. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang
masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya
untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran
sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara.
Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari
kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin,
ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah
pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan
eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
e. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya
membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu
dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik
secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP
adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh
transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai
dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
f. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun
setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh.
Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan
spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah
kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok,
pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi
dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.
g. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan
besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan
dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit
ginjal dan keganasan.
h. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat
besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum
tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks
kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit.
Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin
umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status
besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin
sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin
dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan
mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara
khusus oleh plasma.
i. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai
dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l
sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua
cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk
kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal
kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat
besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum
feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik
untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih
rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah
pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap
stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja
rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti
pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian
mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh
secara dramatis dibawah 20 ug/ l selama trimester II dan III bahkan pada
wanita yang mendapatkan suplemen zat besi.
Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada
inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin
diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA),
Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).
2. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi,
walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum
tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum.
Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian
pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang
dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga
sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.

G. Pathway

H. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada penderita anemia meliputi (Doenges, 1999) :
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : - Keletihan, kelemahan, malaise umum.
- Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat bekerja
- Toleransi terhadap latihan rendah
- kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda : - Takikardi/takipnea; dispneu pada bekerja atau istirahat
- Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada
sekitarnya.
- Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
- .Ataksia, tubuh tidak tegak
- Bahu turun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda-tanda lainnya
yang menunjukkan keletihan
2. Sirkulasi
Gejala :- Riwayat kehilangan darah kronis, mis., perdarahan GI kronis,
menstruasi berat; angina, CHF (akibat kerja jantung berlebih)
- Riwayat endo karditis infeksi kronik
- Palpitasi
Tanda :- TD : Peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar, hipotensi postural
- Disritmia : Abnormalitas EKG, mis., depresi segmen ST dan
pendataran arau depresi gelombang T; takikardia
- Ekstremitas (warna) : Pucat pada kulit daan membran mukosa
(konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku; kulit seperti
berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (PA)
- Sklera (Biru atau utih)
- Pengisian kapiler melambat
- kuku mudah patah
- Rambut kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara
premature.
3. Eliminasi
Gejala : - Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
- Flatulen, sindrom malabsorpsi
- Hematemesis, melena
- Diare atau konstipasi
- Penurunanhaluaran urin
Tanda : Distensi Abdomen
4. Makanan/cairan
Gejala : Penurunan masukan diet, mual/muntah, dyspepsia, adanya penurunn
berat badan.
Tanda : Lidah tampak merah (AP ; defisiensi as. folat dan vit. B12)
- Membran mukosa kering, pucat
- Turgor kulit : buruk, kering, tampakkisut/hilang elastisitas
- Stomatitis dan glositis
5. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, ketidakmampuan
berkonsentrasi, insomnia, keseimbangan buruk, sensasi menjadi
dingin.
Tanda : gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis, epitaksis (aplastik)
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen samar ; sakit kepala
Tanda : Perilaku distraksi, gelisah
7. Pernapasan
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
Tanda : Takipnea, ortopnea, dispnea
8. Seksualitas
Gejala : Perubahan aliran menstruasi, mis., menoragia atau amenore, hilang
libido (pria dan wanita), impoten
Tanda : Serviks dan dinding vagina pucat

I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasa muncul pada pasien dengan sindrom nefrotik menurut
Nurarif & Kusuma (2013), meliputi :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
3. Keletihan
J. Fokus Intervensi
1. Peningkatan perfusi jaringan
2. Memberikan kebutuhan nutrisi/cairan
3. Mencegah komplikasi

K. Perencanaan keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Ketidakefekti Setelah dilakukan tindakan - Kaji warna kulit, suhu dan
keperawatan diharapkan perfusi kelembaban, apakah
f-an perfusi
jaringan perifer pasien efektif seluruh tubuh atau
jaringan dengan kriteria hasil : terlokalisir
- Ukur CRT
perifer
Indikator - Palpasi nadi perifer
Tissue perfusion: cellular - Kaji fungus motorik dan
Tekanan darah sistol sensorik
Tekanan darah diastol - Kolaborasi dengan dokter
Saturasi oksigen untuk pemberian tablet
Capillary refill penambah darah atau agen
Mual yang sesuai dengan
Penurunan kesadaran kondisi anemia klien
- Berikan cairan, elektrolit
Keterangan : dan okesigen sesuai
1. Keluhan ekstrim indikasi
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan

Ketidakseimb Setelah dilakukan tindakan Nutrition Therapy


keperawatan diharapkan status - Lengkapi pengkajian
angan nutrisi:
nutrisi: intake nutrient dan nutrisi sesuai kebutuhan
kurang dari biochemical measures
menunjukkan perbaikan dengan - Monitor makanan/cairan
kebutuhan yang dicerna dan hitung
kriteria hasil :
tubuh Indikator intake kalori sehari-hari
Nutritional status: nutrient - Tentukan dengan
intake kolaborasi dengan ahli
Intake besi diet, jumlah kaloro dan
Intake protein tipe kalori yang
Intake kalori dibutuhkan untuk
Intake vitamin mendapatkan kebutuhan
Intake mineral nutrisi yang tepat
Nutritional status :
biochemical measures - Berikan edukasi pada
Hemoglobin pasien dan keluarga untuk
Hematokrit konsumsi makanan yang
Serum albumin tinggi protein, kalori, zat
Total iron binding besi dan vitamin
capacity
- Tentukan apakah klien
membutuhkan enteral
Keterangan :
feeding
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat - Berikan nutrisi melalui
3. Keluhan sedang enteral apabila dibutuhkan
4. Keluhan ringan
Tidak ada keluhan - Berikan penjelasan kepada
keluarga mengenai
kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan oleh klien

Nutritional Monitoring
- Monitor albumin, total
protein, hemoglobin dan
hematokrit
- Monitor mual/ muntah
Monitor kalori dan intake
makanan
Keletihan Setelah dilakukan tindakan - Kaji tingkat keletihan
keperawatan diharapkantingkat klien dan tanyakan
keletihan pasien berkurang perasaan klien dengan
dengan kriteria hasil : adanya keletihan yang
dialami klien
Indikator - Review kemampuan dan
Fatigue level kebutuhan bantuan dalam
Kelelahan melakukan aktivitas sehari
Kelesuan -hari
Sakit kepala - Berikan terapi oksigen
Aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan
- Sarankan untuk beristi-
Keterangan : rahat & tidak terlalu lelah
1. Tidak pernah menunjukkan dalam melakukan aktivitas
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
DAFTAR PUSTAKA

Anugrah P, dkk. 2012. Anemia Gravis Et Causa Perdarahan Pervaginam. Fakultas


Kedokteran dan Ilmu-Ilmu kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman:
Purwokerto.
Bulechek G, Butcher H, Dochterman J. 2008. Nursing Interventions Classification
(NIC), fifth edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Doengoes, E. M., Moorhouse, F. M., & Geisser, C. A. (1999). Rencana Asuhan
Keperawatan (3 ed.). Jakarta: EGC.
Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson E. 2008. Nursing Outcomes
Classification (NOC), fifth edition. Missouri: Mosby Elsevier.
NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012
- 2014. (M. Ester, Ed., M. Sumarwati, D. Widiarti, & E. Tiar, Trans.) Jakarta:
EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 2 ed.). Yogyakarta: Med Action
Publishing.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit (6 ed., Vol. II). (H. Hartanto, Ed., & B. U. Pendit, Trans.) Jakarta:
EGC.
Suryadi, & Yuliani, R. (2001). Praktek klinik asuhan keperawatan pada anak.
Jakarta: Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai