Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fotosensitivitas

Fotosensitivitas adalah reaksi abnormal suatu substrat biologi terhadap sinar

UV, baik yang berasal dari sinar matahari maupun buatan. Reaksi fotosensitivitas

obat pada kulit disebabkan oleh reaksi antara senyawa kimia atau disebut

fotosensitiser dengan radiasi UV (320-400 nm). Fotosensitiser tersebut biasanya

digunakan sebagai obat topikal maupun sistemik.10

Reaksi fotosensitivitas dapat mengakibatkan fototoksik dan fotoalergi.

Fototoksik biasanya terjadi jika suatu obat dalam konsentrasi tertentu menerima

pajanan sinar matahari yang berlebihan pada panjang gelombang radiasi adekuat.

Reaksi ini muncul 5 sampai 18 jam setelah pajanan. Efek klinisnya berupa edema,

hiperpigmentasi, dan deskuamasi. Bila konsentrasi obatnya tinggi dapat

membentuk vesikel-vesikel kecil atau bula. Sedangkan fotoalergi merupakan

respon imun yang berhubungan dengan hipersensitivitas tipe IV atau tipe lambat.

Efek klinisnya berupa reaksi urtikaria sampai lesi papular yang muncul setelah

terpajan selama 24 jam.2,10,11

Reaksi fotosensitivitas dimulai dari absorpsi foton cahaya oleh fotosensitiser

menjadi spesies elektron tereksitasi. Eksitasi elektron pada fotosensitiser ada dua

macam, yaitu singlet dan triplet. Eksitasi singlet mempunyai masa hidup yang

sangat pendek yaitu 10-10-10-9 detik, sedangkan eksitasi triplet mempunyai masa

hidup lebih panjang yaitu 10-6-10-3 detik.1,12

Universitas Lambung Mangkurat


7

Keadaan eksitasi triplet dari fotosensitiser dapat terlibat dalam dua macam

tipe reaksi, yaitu:

1. Reaksi tipe I, yaitu transfer energi

Tahapan pembentukan oksigen singlet pada reaksi fotosensitivitas yaitu

terjadi absorbs radiasi oleh fotosensitiser. Fotosensitiser membentuk keadaan

triplet yang kemudian menangkap molekul oksigen sehingga terjadi transfer

energi dari triplet ke oksigen. Oksigen singlet dapat menyebabkan peroksidasi

lipid, oksidasi protein dan kerusakan DNA.

2. Reaksi tipe II, yaitu transfer hidrogen atau elektron

Proses ini membentuk radikal yang bebas dapat merusak biomolekul. Bila

terdapat oksigen maka dapat membentuk radikal peroksil atau radikal hidroksil

yang sangat reaktif. Radikal tersebut memeperantarai kerusakan oksidatif

biomolekul.

Kedua tipe reaksi yang disebutkan di atas dapat menyebabkan fototoksisitas.

Fototoksisitas tergantung pada banyaknya senyawa, tingkat aktivasi radiasi, dan

jumlah kromofor dalam kulit seperti keratin dan melanin.1,14,15

B. Senyawa Oksigen Reaktif

Senyawa Oksigen Reaktif (SOR) adalah senyawa turunan oksigen yang

lebih reaktif dibandingkan oksigen pada kondisi dasar. Di dalam dunia

kedokteran, istilah SOR sering dikacaukan dengan radikal bebas maupun oksidan.

Tidak semua SOR merupakan radikal bebas, karena ada juga yang bukan. SOR

yang bukan radikal bebas di antaranya oksigen singlet (1O2), hidrogen

Universitas Lambung Mangkurat


8

peroksida (H2O2), dan asam hipoklorit (HOCl). Sedangkan yang tergolong radikal

bebas meliputi radikal hidroksil (•OH), radikal peroksil (ROO•), alkalosil (RO•)

dan radikal superoksida (•O2).1

1. Oksigen singlet

Berdasarkan teori Orbital Molekul, Oksigen (O2) pada keadaan dasar

memiliki 2 elektron tak berpasangan pada orbital antiikatan. Elektron-elektron

tersebut menempati orbital dengan arah spin yang paralel sehingga momentum

angularnya adalah satu. Adanya reaksi fotooksidasi (misalnya: oleh sinar UV)

menyebabkan spin elektron berubah berlawanan arah, sehingga jumlah total


1
momentum angularnya adalah nol. Keadaan ini disebut posisi singlet. O2

mempunyai energi sebesar 93,6 KJ di atas oksigen dalam keadaan dasar atau

ground state sehingga kereaktifannya lebih besar. Senyawa 1O2 mempunyai waktu

hidup yang agak panjang, yaitu sekitar 10 detik, sehingga memungkinkan molekul

ini bereaksi dengan komponen biomolekul untuk membentuk SOR lainnya.1,15,16

2. Hidrogen peroksida

Hidrogen peroksida adalah senyawa turunan oksigen yang bersifat oksidan

kuat dan bereaksi lambat dengan substrat organik. Senyawa ini dianggap toksik

pada kadar tinggi (antara 10-1000 µM). Meskipun bukan radikal bebas, akumulasi

senyawa ini dapat berbahaya bila terdapat bersama-sama dengan logam (FE dan

Cu) atau zat pengelat (chelating agent).1

Secara in vivo, beberapa enzim dapat menghasilkan H2O2 diantaranya xantin

oksidase, urat oksidase dan D-asam amino oksidase. Senyawa H2O2 juga dapat

Universitas Lambung Mangkurat


9

dihasilkan dari dismutasi superoksid (•O2) yang dibantu enzim Superoksid

Dismutase (SOD). Senyawa H2O2 ini dapat mengaktivasi beberapa enzim secara

langsung, yaitu dengan cara mengoksidasi gugus thiol (-SH) yang terdapat pada

tapak aktif enzim.1

Hidrogen peroksida dapat menembus ke dalam membran sel dan mungkin

bereaksi deangan Fe atau Cu untuk membentuk •OH reaksi Fenton atau Harber-

Weiss. •OH ini dapat bereaksi secara acak dengan berbagai komponen biomolekul

yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan sel.2,17

3. Asam hiploklorit

Asam hiploklorit merupakan asam lemah dengan pKa = 7,5. Senyawa ini

dihasilkan oleh enzim mieloperoksidase dalam proses neutrofil teraktivasi.

Meskipun senyawa ini penting untuk membunuh bakteri, akan tetapi

keberadaannya juga perlu mendapat perhatian. Senyawa HOCL merupakan

senyawa reaktif yang dapat menyebabkan kerusakan biomolekul baik secara

langsung maupun melalui proses klorinasi.1

4. Radikal hidroksil

Radikal hidroksil merupakan oksidan yang sangat kuat dan dapat bereaksi

dengan hampir semua substrat biologis. Oleh karena sangat reaktif, radikal ini

dianggap hanya dapat melangsungkan efeknya dalam batas daerah yang dekat

dengan tempat pembentukannya. Akan tetapi, molekul ini dapat juga

melangsungkan efek jarak jauhnya melalui pembentukan radikal bebas yang

kurang reaktif (daughter radicals). Peroksidasi lipid diduga terjadi akibat efek

radikal bebas ini.1

Universitas Lambung Mangkurat


10

5. Radikal peroksil dan alkalosil

Secara umum ROO• dan RO• merupakan oksidan yang kuat yang dapat

dihasilkan oleh sistem biologis. Senyawa ROO• dan RO• dapat terbentuk dari

proses peroksidasi lipid dengan pemecahan H•. Adanya oksigen, radikal peroksil

dapat mengoksidasi askorbat dan NADH membentuk •O2.1

Radikal peroksil dapat bereaksi antar sesamanya untuk membentuk 1O2

melalui mekanisme Russel. Apabila R pada ROO• dan RO• merupakan senyawa

aromatik, maka reaktivitasnya cenderung berkurang. Hal ini disebabkan oleh

adanya elektron yang terdelokalisasi pada cincin benzen, sehingga struktur ROO•

dan RO• terstabilkan oleh adanya gugus aromatik tersebut.1

6. Radikal superoksida

Dalam keadaan normal, secara fisiologis dibentuk •O2 pada proses

fosforilasi oksidasi di mitokondria (proses respirasi sel), tetapi 2% dari proses

tersebut mengalami reduksi tidak sempurna menjadi radikal bebas. Pembentukan

•O2 sangat cepat (2x105 m/dt) dan dalam keadaan in vivo selalu diikuti oleh

pembentukan H2O2. Molekul •O2 bersifat oksidator lemah, toksisitasnya rendah,

serta lebih bertindak sebagai prekursor untuk terbentuknya SOR lainnya. Molekul

•O2 oleh banyak peneliti dikatakan sebagai reduktor yang kuat karena

kemampuannya dalam mereduksi hemoprotein (sitokrome, methemoglobin,

metmioglobin dan enzim-enzim lain).1,18

C. Peroksidasi Lipid

Peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai yang diawali oleh pelepasan

hidrogen dari lipid membran sel akibat reaksi inisiasi oleh radikal hidroksil.

Universitas Lambung Mangkurat


11

Radikal lipid yang terbentuk, selanjutnya bereaksi dengan radikal oksigen

membentuk radikal peroksil. Apabila radikal peroksil bereaksi dengan lipid, akan

terbentuk radikal lipid. Reaksi ini akan mengalami terminasi, apabila dua molekul

radikal saling bertemu atau adanya reaksi antara molekul radikal dengan

antioksidan.1,19,20

D. Oksidasi Protein

Oksidasi protein merupakan modifikasi protein yang disebabkan oleh

senyawa oksigen reaktif atau produksi stress oksidatif. Keadaan ini menyebabkan

perubahan biokimia yang berkaitan fungsi protein, agregasi protein, dan

modifikasi transkripsi gen. Terhadap enzim, SOR mengoksidasi asam amino

seperti lisin, serin, arginin, dan prolin. Modifikasi enzim tersebut dapat

menyebabkan enzim tidak aktif dan proses seluler terhenti. Lebih jauh lagi,

terjadinya modifikasi enzim akan menyebabkan reaksi imunitas sebagai respon

akibat aktivasi antibodi.1,21

E. Fotosensitiser Seftazidim

Fotosensitiser adalah agen penyebab reaksi fotosensitivitas yang dapat

mengabsorbsi spektrum tertentu, yang diikuti oleh perubahan sifat dan struktur zat

tersebut. Perubahan ini mengakibatkan zat tersebut menjadi reaktif, sehingga

dapat menginduksi perubahan senyawa lainnya. Pada substrat biologis, induksi

oleh bahan fotosensitiser menyebabkan terjadinya fotosensitivitas. Salah satu

molekul yang bertindak sebagai fotosensitiser dan menyebabkan reaksi

fotosensitivitas adalah seftazidim.1

Universitas Lambung Mangkurat


12

Seftazidim merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga dari kelompok

antibakterial beta-laktam. Gill menyatakan bahwa seftazidim adalah antibiotik

yang bersifat fototoksik.2,3

Gambar 2.1 Struktur Seftazidim

Fotosensitivitas seftazidim ditandai oleh pembentukan radikal bebas, yakni

atom atau molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada orbital

terluarnya. Oleh karena itu, radikal bebas merupakan spesies yang sangat reaktif

dan elektrofilik. Radikal bebas tersebut dapat merusak membran sel, dimulai dari

aktivasi O2 oleh seftazidim sebagai fotosensitiser. Selanjutnya, aktivasi O2 akan

bereaksi dengan membran lipid menjadi peroksidasi lipid.2,22

F. Mekanisme Fototoksik Seftazidim

Reaksi pertama terjadi melalui proses transfer elektron dan hidrogen yang

akan menghasilkan radikal bebas dan menyebabkan kerusakan biomolekul.

Apabila terdapat O2, akan dihasilkan radikal peroksil dan radikal hidroksil yang

sangat reaktif. Selanjutnya, akan mengoksidasi DNA dan merusak biomolekul.1,2

Universitas Lambung Mangkurat


13

Pada reaksi kedua, seftazidim dapat menyerap energi cahaya sehingga

berubah dalam bentuk hidroperoksida melalui reaksi fotooksidasi dapat

meningkatkan reaksi oksidasi. Pada keadaan ini dapat terbentuk oksigen singlet

yang dapat menyebabkan peroksidasi lipid.1,2

G. Mekanisme Pembentukan Senyawa Diena Terkonjugasi

Serangan radikal bebas biasanya menyerang lipid yang merupakan salah

satu molekul yang paling sensitif. Akibatnya serangan tersebut, lipid menjadi

rusak dan dinamakan sebagai peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya dapat

menyebabkan kerusakan membran sel, salah satunya adalah membran eritrosit

yang komponen utamanya adalah PUFA. PUFA mengalami pemisahan sebuah

atom hidrogen dari gugus metilena (-CH2-) oleh SOR yang berasal dari reaksi

fotosensitivitas. Reaksi ini menghasilkan radikal karbon pada PUFA. Radikal

karbon distabilkan melalui suatu pengaturan ulang ikatan rangkap menghasilkan

pembentukan diena terkonjugasi.7,8,23

Universitas Lambung Mangkurat

Anda mungkin juga menyukai