Anda di halaman 1dari 89

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan.
Perkotaan mengacu pada areal yang memiliki suasana penghidupan dan kehidupan modern
dan menjadi wewenang pemerintah kota. Dari segi geografi kota diartikan sebagai suatu
sistem jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan
diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercocok materialistis atau dapat pula
diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami
dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat
heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah di belakangnya.
Perangkat peraturan perundangan yang berkaitan dengan tata ruang, sejak Tahun 1992
telah terjadi perubahan kebijakan penataan ruang dengan ditetapkannya Undang-Undang No.
24 Tahun 1992, dan kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang yang merupakan payung hukum bagi kegiatan penataan ruang di
Indonesia. Undang-Undang tersebut salah satunya ditindaklanjuti dengan Permendagri
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan sebagai pengganti
Permendagri No. 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota yang sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan kemudian
secara teknis diterbitkan Peraturan Menteri PU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pedoman
RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan
ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang
di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Penataan ruang pada
hakekatnya adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Hal-hal lain yang tidak kalah pentingnya dengan adanya
perubahan mendasar didalam Undang-Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

1
diamanatkan ketentuan bahwa pemerintah daerah provinsi diberikan waktu selama 2 (dua)
tahun dan pemerintah daerah kabupaten/kota diberikan waktu selama 3 (tiga) tahun untuk
melakukan penyesuaian terhadap rencana tata ruang yang ada, yaitu dengan melakukan
peninjauan kembali atau penyempurnaan rencana tata ruang agar sesuai dengan apa yang
diamatkan oleh Undang-undang Nomor 26 tahun 2007.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan umum Nomor 20/PRT/M/2011 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Detil Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
dapat dipahami bahwa Rencana Detail Tata Ruang Kota adalah rencana yang disusun dan
ditetapkan pemerintah daerah dengan salah satu persyaratan perencanaan dapat disusun
menurut bagian wilayah perkotaan yang telah ditetapkan fungsinya dalam struktur rencana
tata ruang wilayah kabupaten. Batasan kawasan perencanaannya dapat ditentukan menurut
kawasan yang mempunyai nilai sebagai kawasan yang perlu percepatan pembangunan,
pengendalian pembangunan, mitigasi bencana dan lainnya. Ketentuan dalam penentuan
wilayah perencanaan juga dapat mencakup suatu kawasan atau beberapa kawasan yang di
dalamnya terbentuk fungsi-fungsi lingkungan tertentu yang saling terkait dengan ketentuan
antara lain dapat mencakup bagian pusat kegiatan wilayah kota dengan batasannya wilayah
kota dengan tema/karakter kawasan fungsional atau dapat terdiri dari satu kecamatan atau
lebih dengan batas administrasinya.
Sesuai ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang, setiap RTRW kabupaten/kota harus menetapkan bagian
dari wilayah kabupaten/kota yang perlu disusun RDTR-nya. Bagian dari wilayah yang akan
disusun RDTR tersebut merupakan kawasan perkotaan atau kawasan strategis
kabupaten/kota. RDTR merupakan rencana yang menetapkan blok pada kawasan
fungsional sebagai penjabaran kegiatan ke dalam wujud ruang yang memperhatikan
keterkaitan antar kegiatan dalam kawasan fungsional agar tercipta lingkungan yang
harmonis antara kegiatan utama dan kegiatan penunjang dalam kawasan fungsional
tersebut.
Kota Salatiga merupakan salah satu kota yang memiliki perkembangan wilayah yang
cukup pesat, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk setiap tahunnya. Kondisi ini

2
dipengaruhi oleh posisi geografis yang strategis, yaitu menjadi salah satu phery-phery (kota
pendukung) pada Kawasan Joglosemar (Jogja-Solo-Semarang) memfungsikan sebagai
Kota Pendidikan dan Olah Raga, Kota Transit Pariwisata serta Kota Perdagangan dan Jasa
yang selanjutnya dikenal dengan Tri Fungsi Kota Salatiga. Berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Salatiga tahun 2010-2030, tujuan penataan ruangnya yaitu
mewujudkan Kota Salatiga sebagai pusat pendidikan dan olahraga di kawasan Kendal–
Demak-Ungaran–Semarang–Salatiga–Purwodadi (Kedungsepur) yang berkelanjutan
didukung sektor perdagangan dan jasa yang berwawasan lingkungan. Hal tersebut
menyebabkan Kota Salatiga membutuhkan peningkatan pelayanan infrastruktur baik dari
segi kualitas maupun kuantitas.
Kecamatan Sidomukti menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Salatiga
sebagai Pusat Pelayanan Kota (PPK) yang berada di Kelurahan Kalicacing dengan memiliki
fungsi sebagai pusat perdagangan jasa dan perkantoran skala kota. Hal tersebut dapat
berpotensi terhadap perkembangan wilayah baik dari segi ekonomi, sosial, budaya, maupun
lingkungan. Namun, Kecamatan Sidomukti masih memiliki beberapa permasalahan terkait
dengan penyediaan infrastrukturnya, seperti belum optimalnya pengelolaan air limbah,
serta munculnya masalah terkait pembangunan prasarana jalan akibat masih adanya
pembebasan lahan. Terhambatnya pembangunan prasarana jaringan jalan akibat masih
adanya pelepasan hak atas tanah. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyediaan
infrastruktur di Kecamatan Sidomukti dinilai masih kurang, sehingga diperlukan adanya
integrasi antar infrastruktur untuk membantu penyediaan pelayanan infrastruktur lainnya
secara berkelanjutan. Penyediaan infrastruktur secara berkelanjutan tersebut menggunakan
konsep infrastruktur hijau (green infrastructure), dimana konsep tersebut digunakan agar
penyediaan infrastruktur di Kecamatan Sidomukti dapat mendukung berbagai aktivitas
masyarakat, baik aktivitas ekonomi, sosial, maupun budayanya untuk kehidupan masa kini
dan masa yang akan datang.
Salah satu fungsi RDTR adalah sebagai pedoman teknis yang merupakan arahan
pembangunan daerah untuk perizinan pemanfaatan ruang, perizinan letak bangunan dan
bukan bangunan, kapasitas dan intensitas bangunan dan bukan bangunan, penyusunan

3
zonasi, serta pelaksanaan program pembangunan. Fungsi tersebut dalam realisasinya sulit
dilaksanakan karena dalam RDTR biasanya dalam satu hamparan lahan dengan luasan
tertentu dianggap memiliki karakteristik yang sama sehingga dalam pengendalian
pemanfaatan ruangnya pun diperlakukan sama, padahal dalam satu area lahan dengan
luasan tertentu dan peruntukan tertentu (zona peruntukan) memiliki karakteristik yang
berbeda sehingga perlakuan pengendalian pemanfaatan ruangnya pun sebaiknya
disesuaikan dengan karakteristiknya. Oleh sebab itu, pada tahapan selanjutnya agar RDTR
dapat operasional di lapangan terutama sebagai perangkat pengendalian, maka untuk lebih
menjabarkan RDTR diperlukan juga Peraturan Zonasinya.
1.2 Tujuan
Tujuan mata kuliah Perencanaan dan Pengelolaan 2 yaitu untuk menyusun Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Maksud dari penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kecamatan Sidomukti adalah
mewujudkan rencana detail tata ruang yang mendukung terciptanya kawasan strategis
maupun kawasan fungsional secara aman, produktif dan berkelanjutan dengan konsep
green infrastructure. Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi adalah menyediakan
perangkat peraturan pengendalian pemanfaatan ruang sebagai penjabaran dari Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga tahun 2010 – 2030, diharapkan dapat berfungsi sebagai
perangkat operasional dalam pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di
wilayah Kota Salatiga khususnya Kecamatan Sidomukti.
Tujuan dari kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan
Zonasi Kecamatan Sidomukti adalah :
1. Menyediakan acuan operasional bagi pelaksanaan pembangunan sektoral dan wilayah
(kecamatan dan kelurahan) di Kota Salatiga, dengan memperhatikan peluang dan
tantangan global, nasional, regional, dan lokal.
2. Mengatur struktur dan pola ruang serta menyusun arahan pemanfaatan ruang dan
arahan pengendalian pemanfaatan ruang untuk operasionalisasinya
3. Mewujudkan keterpaduan dan keterkaitan antara perencanaan tata ruang dengan
perencanaan wilayah dan sektoral.

4
4. Membantu penetapan prioritas pengembangan BWP dan membantu penyusunan
peraturan zonasi (zoning regulation) untuk dijadikan pedoman bagi tertib bangunan
dan tertib pengaturan ruang.
1.3 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dalam Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
dan Peraturan Zonasi Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga adalah:
1. Terkendalinya pembangunan sistem pusat kegiatan dan kawasan strategis di wilayah
Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.
2. Terciptanya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara kawasan lindung dan
kawasan budidaya, terutama antar lingkungan permukiman dalam kawasan;
3. Teridentifikasinya rencana dan kebijakan, serta keterpaduan program-program
pembangunan antar kawasan maupun dalam kawasan di wilayah Kecamatan Sidomukti
Kota Salatiga;
4. Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan.

1.4 Ruang Lingkup


1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah Kecamatan Sidomukti
Kecamatan Sidomukti merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di Kota
Salatiga. Kecamatan Sidomukti terdiri dari 4 kelurahan antara lain Kelurahan
Kecandran, Kelurahan Dukuh, Kelurahan Kalicacing, dan Kelurahan Mangunsari.
Penggunaan lahan di Kecamatan Sidomukti di dominasi oleh permukiman, pertanian
dan lahan kering. Pada Kelurahan Kalicacing, penggunaan lahan di dominasi oleh
permukiman serta kawasan militer. Pada Kelurahan Mangunsari, penggunaan lahan di
dominasi oleh permukiman dan terdapat penggunaan lahan lainnya seperti sawah
irigasi serta penggunaan lahan untuk kesehatan. Pada Kelurahan Dukuh, penggunaan
lahan terdiri dari permukiman, serta pertanian dan lahan kering. Sementara itu untuk
Kelurahan Kecandran, penggunaan lahan di dominasi oleh pertanian dan lahan kering
serta beberapa sawah non irigasi dan lahan untuk permukiman.
Adapun batas administrasi Kecamatan Sidomukti antara lain sebagai berikut:

5
Utara : Kelurahan Sidorejo;
Timur : Kelurahan Tingkir;
Selatan : Kelurahan Argomulyo;
Barat : Kecamatan Tuntang.

6
Gambar 1.1 Ruang Lingkup Kecamatan Sidomukti
Sumber: BAPPEDA Kota Salatiga

7
1.4.2 Ruang Lingkup Substansi
RDTR yang dilengkapi peraturan zonasi, sebagai rencana rinci tata ruang, mencakup
muatan/ materi sebagai berikut:
a. Tujuan Penataan Bagian Wilayah Perkotaan (BWP)
Tujuan penataan BWP merupakan nilai dan/atau kualitas terukur yang akan dicapai
sesuai dengan arahan pencapaian sebagaimana ditetapkan dalam RTRW dan
merupakan alasan disusunnya RDTR tersebut, serta apabila diperlukan dapat
dilengkapi konsep pencapaian. Tujuan penataan BWP berisi tema yang akan
direncanakan di BWP.
b. Rencana Struktur Ruang
Rencana struktur ruang merupakan susunan pusat-pusat pelayanan dan sistem jaringan
prasarana di BWP yang akan dikembangkan untuk mencapai tujuan dalam melayani
kegiatan skala BWP. Materi rencana struktur ruang meliputi:
 Rencana Pengembangan Pusat Pelayanan
 Rencana Jaringan Transportasi
 Rencana Jaringan Prasarana
c. Rencana Pola Ruang
Rencana pola ruang dalam RDTR merupakan rencana distribusi zona pada BWP yang
akan diatur sesuai dengan fungsi dan peruntukannya. Rencana pola ruang berfungsi
sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial budaya, ekonomi, serta kegiatan
pelestarian fungsi lingkungan dalam BWP, dasar penerbitan izin pemanfaatan ruang,
dasar penyusunan RTBL dan rencana teknis lainnya dan dasar penyusunan rencana
jaringan prasarana. Rencana pola ruang RDTR terdiri atas:
 Zona lindung yang meliputi:
1. Zona hutan lindung;
2. Zona yang memberikan perlindungan terhadap zona di bawahnya;
3. Zona perlindungan setempat;
4. Zona RTH kota ;

8
5. Zona konservasi; dan
6. Zona lindung lainnya.
 Zona budidaya yang meliputi:
1. Zona perumahan;
2. Zona perdagangan dan jasa;
3. Zona perkantoran;
4. Zona sarana pelayanan umum;
5. Zona industri;
6. Zona lainnya, yang berupa pertanian, pertambangan, ruang terbuka non hijau,
sektor informal, pergudangan, pertahanan dan keamanan, Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL), Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), pengembangan nuklir,
pembangkit listrik, dan/pariwisata; dan
7. Zona campuran.
d. Penetapan Sub BWP Yang Diprioritaskan
Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya merupakan upaya dalam
rangka operasionalisasi rencana tata ruang yang diwujudkan ke dalam rencana
penanganan Sub BWP yang diprioritaskan. Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan
penanganannya bertujuan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi,
memperbaiki, mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan, dan/atau melaksanakan
revitalisasi di kawasan yang bersangkutan, yang dianggap memiliki prioritas tinggi
dibandingkan Sub BWP lainnya. Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan
penanganannya harus memuat sekurang-kurangnya:
 Lokasi; dan
 Tema Penanganan.
e. Ketentuan Pemanfaatan Ruang
Ketentuan pemanfaatan ruang dalam RDTR merupakan upaya mewujudkan RDTR
dalam bentuk program pengembangan BWP dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima)
tahunan sampai akhir tahun masa perencanaan sebagaimana diatur dalam pedoman ini.
Ketentuan pemanfaatan ruang disusun berdasarkan:

9
 Rencana pola ruang dan rencana struktur ruang;
 Ketersediaan sumber daya dan sumber dana pembangunan;
 Kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan;
 Masukan dan kesepakatan dengan para investor; dan
 Prioritas pengembangan BWP dan pentahapan rencana pelaksanaan program yang
sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) daerah, serta rencana
terpadu dan program investasi infrastruktur jangka menengah (RP12JM).
Program dalam Ketentuan Pemanfaatan Ruang meliputi:
1. Program Pemanfaatan Ruang Prioritas;
2. Lokasi;
3. Besaran dan Biaya;
4. Sumber Pendanaan;
5. Instansi Pelaksana; dan
6. Waktu dan Tahapan Pelaksanaan.
f. Peraturan Zonasi
Peraturan zonasi disusun untuk setiap zona peruntukan baik zona budidaya maupun
zona lindung dengan memperhatikan esensi fungsinya yang ditetapkan dalam rencana
rinci tata ruang dan bersifat mengikat/regulatory. Peraturan zonasi merupakan
ketentuan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari RDTR. Peraturan zonasi
berfungsi sebagai:
 Perangkat operasional pengendalian pemanfaatan ruang;
 Acuan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang;
 Acuan dalam pemberian insentif dan disinsentif;
 Acuan dalam pengenaan sanksi; dan
 Rujukan teknis dalam pengembangan atau pemanfaatan lahan dan penetapan lokasi
investasi.
Peraturan zonasi memuat aturan dasar dan teknik pengaturan zonasi. Aturan dasar
merupakan persyaratan pemanfaatan ruang meliputi, ketentuan kegiatan dan

10
penggunaan lahan, ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata bangunan,
ketentuan prasarana dan sarana minimal, ketentuan khusus, dan standar teknis, dan/atau
ketentuan pelaksanaan. Teknik pengaturan zonasi adalah ketentuan lain dari zonasi
konvensional yang dikembangkan untuk memberikan fleksibilitas dalam penerapan
aturan zonasi dan ditujukan untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam penerapan
peraturan zonasi dasar, mempertimbangkan kondisi kontekstual kawasan dan arah
penataan ruang.
1. Peraturan zonasi memuat materi wajib yang meliputi :
 Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
 Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
 Ketentuan tata bangunan;
 Ketentuan prasarana dan sarana minimal;
 Ketentuan khusus;
 Standar Teknis; dan
 Ketentuan Pelaksanaan.
2. Teknik Pengaturan Zonasi (Materi Pilihan)
 Transfer Development Right (TDR);
 Bonus Zoning;
 Conditional Uses.

1.5 Sistematika Penyajian Laporan


Sistematika laporan ini terdiri dari empat bab, pada setiap babnya membahas bagian-
bagian tertentu, sehingga sistematika laporan ini sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang subbab mengenai latar belakang, tujuan, sasaran, ruang
lingkup, dan sistem penyajian laporan.
BAB 2 GAMBARAN UMUM

11
Bab ini berisikan tentang subbab mengenai isu awal potensi dan permasalahan kawasan
dan data-data pendukung yang sesuai.
BAB 3 METODOLOGI PEKERJAAN
Bab ini berisikan tentang subbab mengenai perumusan alternatif konsep dan strategi
pengembangan kota, merumuskan rencana tata ruang kota bagian wilayah kota, dan
merumuskan rencana pengelolaan ruang bagian wilayah kota.
BAB 4 RENCANA KERJA
Bab ini berisikan tentang subbab mengenai tahapan rencana pekerjaan yaitu jadwal
rencana kerja yang terdiri dari jadwal rencana kerja laporan pendahuluan, jadwal
rencana kerja laporan konsep rencana, dan jadwal rencana laporan rencana (sesuai
dengan output terkait lingkup kajian).

12
BAB 2
GAMBARAN UMUM

2.1 Review Kebijakan

Berisikan isu awal mengenai potensi dan permasalahan kawasan, dan data – data
pendukung yang sesuai

13
Draft Permen Agraria dan Tata
Jenis dan Analisis Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 Ruang/ Badan pertanahan Nasional Hasil Analisis
Tahun 2018
Dilakukan untuk memahami kedudukan
Dilakukan untuk memahami kedudukan dan
dan keterkaitan BWP dalam sistem
keterkaitan BWP dalam sistem regional
regional yang lebih luas dalam aspek
yang lebih luas dalam aspek sosial,
sosial, ekonomi, lingkungan, sumber
ekonomi, lingkungan, sumber daya buatan
daya buatan atau sistem prasarana,
atau sistem prasarana, budaya, pertahanan,
budaya, pertahanan, dan keamanan.
dan keamanan. dalam analisis regional ini
dalam analisis regional ini dilakukan
dilakukan analisis pada aspek berikut:
analisis pada aspek berikut:
1. analisis kedudukan dan keterkaitan sosial- 1. analisis kedudukan dan keterkaitan
budaya dan demografi BWP pada wilayah sosial-budaya dan demografi BWP pada
yang lebih luas; wilayah yang lebih luas; Ada
2. analisis kedudukan dan keterkaitan
2. analisis kedudukan dan keterkaitan
ekonomi BWP pada wilayah yang lebih
ekonomi BWP pada wilayah yang lebih luas;
luas; Ada
3. analisis kedudukan dan keterkaitan 3. analisis kedudukan dan keterkaitan
Analisis Wilayah yang Lebih Luas sistem prasarana wilayah perencanaan sistem prasarana wilayah perencanaan
dengan wilayah yang lebih luas. Sistem dengan wilayah yang lebih luas. Sistem
prasarana yang diperhatikan dalam analisis prasarana yang diperhatikan dalam
ini adalah sistem prasarana kabupaten/kota analisis ini adalah sistem prasarana
dan wilayah; kabupaten/kota dan wilayah; Ada
4. analisis kedudukan dan keterkaitan 4. analisis kedudukan dan keterkaitan
aspek lingkungan (pengelolaan fisik dan aspek lingkungan (pengelolaan fisik dan
SDA) BWP pada wilayah yang lebih luas; SDA) BWP pada wilayah yang lebih luas; Tidak ada
5. analisis kedudukan dan keterkaitan 5. analisis kedudukan dan keterkaitan
aspek pertahanan dan keamanan BWP; aspek pertahanan dan keamanan BWP;
dan dan Tidak ada
6. analisis kedudukan dan keterkaitan aspek 6. analisis kedudukan dan keterkaitan
pendanaan BWP. aspek pendanaan BWP. Tidak ada
7. analisis spesifik terkait kekhasan
kawasan Tidak ada
Keluaran dari analisis regional, meliputi: Keluaran dari analisis regional, meliputi:

14
Draft Permen Agraria dan Tata
Jenis dan Analisis Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 Ruang/ Badan pertanahan Nasional Hasil Analisis
Tahun 2018
1. gambaran pola ruang dan sistem jaringan 1. gambaran pola ruang dan sistem
prasarana BWP yang berhubungan dengan jaringan prasarana BWP yang
BWP lain dan kota atau wilayah yang berhubungan dengan BWP lain dan kota
berbatasan; atau wilayah yang berbatasan; Ada
2. gambaran fungsi dan peran BWP pada 2. gambaran fungsi dan peran BWP pada
wilayah yang lebih luas (BWP sekitarnya wilayah yang lebih luas (BWP sekitarnya
atau kabupaten/kota berdekatan secara atau kabupaten/kota berdekatan secara
sistemik); sistemik); Ada
3. gambaran potensi dan permasalahan 3. gambaran potensi dan permasalahan
pembangunan akan penataan ruang pada pembangunan akan penataan ruang pada
wilayah yang lebih luas terkait dengan wilayah yang lebih luas terkait dengan
kedudukan dan hubungan BWP dengan kedudukan dan hubungan BWP dengan
wilayah yang lebih luas; dan wilayah yang lebih luas; dan Tidak ada
4. gambaran peluang dan tantangan 4. gambaran peluang dan tantangan
pembangunan wilayah perencanaan dalam pembangunan wilayah perencanaan
wilayah yang lebih luas yang ditunjukkan dalam wilayah yang lebih luas yang
oleh sektor unggulan. ditunjukkan oleh sektor unggulan Ada
1. Analisis struktur internal kawasan BWP
dilakukan untuk merumuskan kegiatan
fungsional sebagai pusat dan jaringan
yang menghubungkan antarpusat di dalam
BWP Tidak ada
2. ruang dari RTRW Kabupaten ke RDTR. Tidak ada
3. Analisis struktur internal kawasan
Analisis Struktur Internal BWP perkotaan didasarkan pada kegiatan
fungsional di dalam kawasan perkotaan
tersebut, pusat-pusat kegiatan,dan sistem
jaringan yang melayaninya. Analisis
struktur internal kawasan perkotaan
membagi kawasan perkotaan berdasarkan
homogenitas kondisi fisik, ekonomi, dan
sosial budaya, serta menggambarkan Tidak ada

15
Draft Permen Agraria dan Tata
Jenis dan Analisis Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 Ruang/ Badan pertanahan Nasional Hasil Analisis
Tahun 2018
arahan garis besar intensitas ruang dan
arahan pengembangannya di masa datang.

4. Analisis struktur internal BWP tersebut


meliputi: a). analisis sistem pusat
pelayanan; b). analisis sistem jaringan
jalan; c). analisis intensitas pengembangan
ruang pada seluruh BWP. Tidak ada
5. Analisis ini digunakan sebagai bahan
pertimbangan merumuskan rencana pola
ruang dan masukan perumusan konsep
struktur internal BWP. Tidak ada
1. Analisis sistem penggunaan lahan
dilakukan untuk mendetailkan pola ruang
dari RTRW Kabupaten/Kota ke RDTR Tidak ada
2. Analisis sistem penggunaan lahan
didasarkan pada kondisi fisik kawasan
perencanaan, kondisi eksisting, status
Analisis Sistem Penggunaan lahan, dan kerentanan terhadap risiko
Lahan (Land Use) bencana. Tidak ada
3. Analisis sistem penggunaan lahan
tersebut meliputi: a). analisis simpangan
antara pola ruang RTRW dan kondisi
eksisting b). analisis tutupan lahan dan
run-off yang ditimbulkan c). analisis
kepemilikan tanah Tidak ada

16
Draft Permen Agraria dan Tata
Jenis dan Analisis Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 Ruang/ Badan pertanahan Nasional Hasil Analisis
Tahun 2018
4. Analisis ini digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan rencana
pola ruang Tidak ada
Keluaran analisis fisik/lingkungan dan SDA Keluaran analisis fisik/lingkungan dan
ini, sebagai berikut: SDA ini, sebagai berikut:
1. gambaran daya dukung lingkungan fisik 1. gambaran daya dukung lingkungan fisik
dalam menampung kegiatan yang ada dalam menampung kegiatan yang ada
maupun yang akan dikembangkan sampai maupun yang akan dikembangkan sampai
akhir masa berlakunya RDTR; akhir masa berlakunya RDTR; Ada
2. gambaran daya dukung maksimum (daya 2. gambaran daya dukung maksimum
tampung) ruang/lingkungan hidup dalam (daya tampung) ruang/lingkungan hidup
menampung kegiatan sampai waktu yang dalam menampung kegiatan sampai waktu
melebihi masa berlakunya RDTR; yang melebihi masa berlakunya RDTR; Ada
3. gambaran kesesuaian lahan untuk 3. gambaran kesesuaian lahan untuk
pemanfaatan ruang di masa datang pemanfaatan ruang di masa datang
berdasarkan kondisi fisik/lingkungannya berdasarkan kondisi fisik/lingkungannya Ada
4. gambaran potensi dan hambatan
Sumber Daya Alam dan Fisik atau 4. gambaran potensi dan hambatan
pembangunan keruangan dari aspek fisik;
Lingkungan BWP pembangunan keruangan dari aspek fisik; dan
dan Tidak ada
5. gambaran alternatif-alternatif upaya 5. gambaran alternatif-alternatif upaya
mengatasi hambatan fisik/lingkungan yang mengatasi hambatan fisik/lingkungan
ada di BWP yang ada di BWP
Analisis sumber daya alam dan Analisis sumber daya alam dan
fisik/lingkungan wilayah yang perlu fisik/lingkungan wilayah yang perlu
dilakukan mencakup beberapa analisis dilakukan mencakup beberapa analisis
berikut: berikut:
1. Analisis sumber daya air 1. Analisis sumber daya air Ada
Dilakukan untuk memahami bentuk dan pola Dilakukan untuk memahami bentuk dan
kewenangan, pola pemanfaatan, dan pola pola kewenangan, pola pemanfaatan, dan
kerjasama pemanfaatan sumber daya air pola kerjasama pemanfaatan sumber
yang ada dan yang sebaiknya daya air yang ada dan yang
dikembangkan di dalam BWP sebaiknya dikembangkan di dalam BWP

17
Draft Permen Agraria dan Tata
Jenis dan Analisis Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 Ruang/ Badan pertanahan Nasional Hasil Analisis
Tahun 2018
2. Analisis sumber daya tanah 2. Analisis sumber daya tanah Ada
Digunakan dalam mengidentifikasi potensi Digunakan dalam mengidentifikasi
dan permasalahan pengembangan BWP potensi dan permasalahan pengembangan
berdasarkan kesesuaian tanah serta kawasan BWP berdasarkan kesesuaian tanah serta
rawan bencana kawasan rawan bencana
3. Analisis topografi dan kelerengan 3. Analisis topografi dan kelerengan Ada
dilakukan untuk mengetahui daya
dilakukan untuk mengetahui daya dukung
dukung serta kesesuaian lahan bagi
serta kesesuaian lahan bagi peruntukan
peruntukan kawasan budi daya dan
kawasan budi daya dan lindung
lindung
4. Analisis geologi lingkungan 4.Analisis geologi lingkungan Tidak ada
dilakukan untuk mengidentifikasi potensi dilakukan untuk mengidentifikasi
dan pengembangan BWP berdasarkan potensi dan pengembangan BWP
potensi dan kendala dari aspek geologi berdasarkan potensi dan kendala dari
lingkungan aspek geologi lingkungan
5. Analisis klimatologi 5. Analisis klimatologi Ada
Digunakan dalam mengidentifikasi
Digunakan dalam mengidentifikasi potensi
potensi dan permasalahan pengembangan
dan permasalahan pengembangan BWP
BWP berdasarkan kesesuaian iklim
berdasarkan kesesuaian iklim setempat
setempat
6. Analisis sumber daya alam (zona
6. Analisis sumber daya alam (zona lindung)
lindung) Ada
Dilakukan untuk mengetahui daya
Dilakukan untuk mengetahui daya
dukung/kemampuan wilayah
dukung/kemampuan wilayah perencanaan
perencanaan dalam menunjang fungsi
dalam menunjang fungsi hutan/sumber daya
hutan/sumber daya alam hayati lainnya,
alam hayati lainnya, baik untuk
baik untuk perlindungan maupun
perlindungan maupun kegiatan produksi
kegiatan produksi
7. Analisis sumber daya alam dan fisik 7. Analisis sumber daya alam dan fisik
wilayah lainnya (zona budi daya) wilayah lainnya (zona budi daya) Ada

18
Draft Permen Agraria dan Tata
Jenis dan Analisis Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 Ruang/ Badan pertanahan Nasional Hasil Analisis
Tahun 2018
Perlu juga dilakukan analisis terhadap
Perlu juga dilakukan analisis terhadap
sumber daya alam lainnya sesuai dengan
sumber daya alam lainnya sesuai dengan
karakteristik BWP yang akan
karakteristik BWP yang akan direncanakan,
direncanakan, untuk mengetahui pola
untuk mengetahui pola kewenangan, pola
kewenangan, pola pemanfaatan, maupun
pemanfaatan, maupun pola kerjasama
pola kerjasama pemanfaatan sumber daya
pemanfaatan sumber daya tersebut.
tersebut.
1. Analisis dilakukan untuk mengkaji
1. Analisis dilakukan untuk mengkaji kondisi
kondisi sosial budaya masyarakat yang
sosial budaya masyarakat yang
mempengaruhi pengembangan wilayah
mempengaruhi pengembangan wilayah
perencanaan seperti elemen-elemen kota
perencanaan seperti elemen-elemen kota
yang memiliki nilai historis dan budaya
yang memiliki nilai historis dan budaya yang
yang tinggi (urban heritage, langgam
tinggi (urban heritage, langgam arsitektur,
arsitektur, landmark kota) serta modal
landmark kota) serta modal sosial dan
sosial dan budaya yang melekat pada
budaya yang melekat pada masyarakat (adat
masyarakat (adat istiadat) yang mungkin
istiadat) yang mungkin menghambat
menghambat ataupun mendukung
Sosial Budaya ataupun mendukung pembangunan, tingkat Ada
pembangunan, tingkat partisipasi/peran
partisipasi/peran serta masyarakat dalam
serta masyarakat dalam pembangunan,
pembangunan, kepedulian masyarakat
kepedulian masyarakat terhadap
terhadap lingkungan, dan pergeseran nilai
lingkungan, dan pergeseran nilai dan
dan norma yang berlaku dalam masyarakat
norma yang berlaku dalam masyarakat
setempat.
setempat.
2. Analisis ini akan digunakan sebagai bahan 2. Analisis ini akan digunakan sebagai
masukan dalam penentuan bagian dari bahan masukan dalam penentuan bagian
wilayah kota yang diprioritaskan dari wilayah kota yang diprioritaskan
penangannya di dalam penyusunan RDTR penangannya di dalam penyusunan RDTR

19
Draft Permen Agraria dan Tata
Jenis dan Analisis Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 Ruang/ Badan pertanahan Nasional Hasil Analisis
Tahun 2018
1. Analisis yang dilakukan untuk
1. Analisis yang dilakukan untuk
mengidentifikasi dan mendapatkan
mengidentifikasi dan mendapatkan proyeksi
proyeksi perubahan demografi seperti
perubahan demografi seperti pertumbuhan
pertumbuhan dan komposisi jumlah
dan komposisi jumlah penduduk serta
penduduk serta kondisi sosial
kondisi sosial kependudukan dalam
kependudukan dalam memberikan
memberikan gambaran struktur dan
gambaran struktur dan karakteristik
karakteristik penduduk. Hal ini berhubungan
penduduk. Hal ini berhubungan erat
erat dengan potensi dan kualitas penduduk,
dengan potensi dan kualitas penduduk,
mobilisasi, tingkat pelayanan dan
mobilisasi, tingkat pelayanan dan
penyediaan kebutuhan sektoral (sarana,
penyediaan kebutuhan sektoral (sarana,
prasarana maupun utilitas minimum).
prasarana maupun utilitas minimum). Ada
2. Selain itu analisis terhadap penyebaran
2. Selain itu analisis terhadap penyebaran dan
dan perpindahan penduduk dari daerah
Kependudukan perpindahan penduduk dari daerah perdesaan
perdesaan ke daerah perkotaan
ke daerah perkotaan memberikan
memberikan gambaran dan arahan
gambaran dan arahan kendala serta
kendala serta potensi sumber daya
potensi sumber daya manusia untuk
manusia untuk keberlanjutan
keberlanjutan pengembangan, interaksi,
pengembangan, interaksi, dan integrasi
dan integrasi dengan daerah di luar BWP.
dengan daerah di luar BWP. Ada
3. Analisis dilakukan dengan
3. Analisis dilakukan dengan
mempertimbangkan proyeksi demografi
mempertimbangkan proyeksi demografi
terhadap batasan daya dukung dan daya
terhadap batasan daya dukung dan daya
tampung BWP dalam jangka waktu
tampung BWP dalam jangka waktu rencana.
rencana. Ada
4. Analisis ini digunakan sebagai 4. Analisis ini digunakan sebagai
pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan pertimbangan dalam penyusunan RDTR
peraturan zonasi. dan peraturan zonasi. Ada

20
Draft Permen Agraria dan Tata
Jenis dan Analisis Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 Ruang/ Badan pertanahan Nasional Hasil Analisis
Tahun 2018
1.Dalam mewujudkan ekonomi BWP
1. Dalam mewujudkan ekonomi BWP yang
yang berkelanjutan melalui keterkaitan
berkelanjutan melalui keterkaitan ekonomi
ekonomi lokal dalam sistem ekonomi
lokal dalam sistem ekonomi kota, regional,
kota, regional, nasional, maupun
nasional, maupun internasional, analisis
internasional, analisis ekonomi dilakukan
ekonomi dilakukan dengan menemukenali
dengan menemukenali struktur ekonomi,
struktur ekonomi, pola persebaran
pola persebaran pertumbuhan ekonomi,
pertumbuhan ekonomi, potensi, peluang dan
potensi, peluang dan permasalahan
permasalahan perekonomian wilayah kota
perekonomian wilayah kota untuk
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang
mencapai pertumbuhan ekonomi yang
baik, terjadinya investasi dan mobilisasi dana
baik, terjadinya investasi dan mobilisasi
yang optimal
dana yang optimal Ada
Ekonomi dan Sektor Unggulan 2. Analisis diharapkan dapat membaca 2. Analisis diharapkan dapat membaca
potensi ekonomi lokal terhadap pasar potensi ekonomi lokal terhadap pasar
regional, nasional maupun global regional, nasional maupun global Ada
3. diharapkan diperoleh karakteristik 3. diharapkan diperoleh karakteristik
perekonomian wilayah perencanaan dan perekonomian wilayah perencanaan dan
ciri-ciri ekonomi kawasan dengan ciri-ciri ekonomi kawasan dengan
mengidentifikasi basis ekonomi, sektor- mengidentifikasi basis ekonomi, sektor-
sektor unggulan, besaran kesempatan kerja, sektor unggulan, besaran kesempatan
pertumbuhan dan disparitas pertumbuhan kerja, pertumbuhan dan disparitas
ekonomi di BWP. pertumbuhan ekonomi di BWP. Ada
4. Analisis ini dapat digunakan sebagai 4. Analisis ini dapat digunakan sebagai
pertimbangan dalam penyusunan RDTR pertimbangan dalam penyusunan RDTR Ada
1. Sumber daya buatan merupakan sumber
daya alam yang telah/akan ditingkatkan
dayagunanya untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Pemanfaatan sumber daya
Sumber Daya Buatan
buatan akan mengurangi eksploitasi
sumber daya alam sehingga tetap dapat
menjaga keseimbangan ekosistem suatu
wilayah. Misalnya, waduk, dinding talud Tidak ada

21
Draft Permen Agraria dan Tata
Jenis dan Analisis Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 Ruang/ Badan pertanahan Nasional Hasil Analisis
Tahun 2018
penahan tanah, rekalamasi pantai, sodetan
sungai, terasering, dan lain-lain.

1. Analisis sumber daya buatan dilakukan 2. Analisis sumber daya buatan dilakukan Analisis
untuk memahami kondisi, potensi, untuk memahami kondisi, potensi, Sumber Daya
permasalahan, dan kendala yang dimiliki permasalahan, dan kendala yang dimiliki buatan poin 1
dalam peningkatan pelayanan sarana dan dalam peningkatan pelayanan sarana dan menurut
prasarana pada BWP. Melalui analisis ini prasarana pada BWP. Melalui analisis ini Permen PU,
diharapkan teridentifikasi kebutuhan sarana diharapkan teridentifikasi kebutuhan analisis
dan prasarana yang diperlukan untuk sarana dan prasarana yang diperlukan tersebut telah
memaksimalkan fungsi BWP. untuk memaksimalkan fungsi BWP. dilakukan
2. Analisis didasarkan pada luas wilayah dan 3. Analisis didasarkan pada luas wilayah
perhitungan penduduk per unit kegiatan dari dan perhitungan penduduk per unit
sebuah BWP atau perhitungan rasio kegiatan dari sebuah BWP atau
penduduk terhadap kapasitas atau skala perhitungan rasio penduduk terhadap
pelayanan prasarana dan sarana wilayah kapasitas atau skala pelayanan prasarana
perencanaan atau intensitas pemanfaatan dan sarana wilayah perencanaan atau
ruang terhadap daya dukung intensitas pemanfaatan ruang terhadap
prasarana/utilitas serta analisis daya dukung daya dukung prasarana/utilitas serta
wilayah. analisis daya dukung wilayah.
4. Dalam analisis sumber daya buatan
3. Dalam analisis sumber daya buatan perlu
perlu dianalisis cost benefit ratio terhadap
dianalisis cost benefit ratio terhadap program
program pembangunan sarana dan
pembangunan sarana dan prasarana tersebut.
prasarana tersebut. Analisis sumber daya
Analisis sumber daya buatan sangat terkait
buatan sangat terkait erat dengan
erat dengan perkembangan dan pemanfaatan
perkembangan dan pemanfaatan
teknologi.
teknologi.

22
Draft Permen Agraria dan Tata
Jenis dan Analisis Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 Ruang/ Badan pertanahan Nasional Hasil Analisis
Tahun 2018
4. Analisis ini digunakan sebagai 5. Analisis ini digunakan sebagai
pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan pertimbangan dalam penyusunan RDTR
peraturan zonasi. dan peraturan zonasi.
1. Analisis transportasi dilakukan untuk
menciptakan kemudahan dalam
pergerakan, mendorong pertumbuhan
ekonomi kawasan, dan mendukung fungsi
masingmasing zona.
2. Analisis transportasi didasarkan pada
pusat kegiatan, proyeksi kebutuhan lalu
Transportasi lintas.
3. Analisis transportasi tersebut meliputi:
a). analisis sistem kegiatan b). analisis
sistem jaringan c). analisis sistem
pergerakan
4. Analisis ini digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menyusun rencana
struktur ruang Tidak ada
1. Untuk melihat kondisi dan tingkat
pelayanan kawasan serta bangunan untuk
menunjang fungsi dan peran kawasan di
BWP, dilakukan analisis terhadap jenis dan
kapasitas fungsi/kegiatan kawasan serta
kinerjanya. Demikian pula dengan kualitas
bangunan dari aspek keselamatan.
Penataan Kawasan dan Bangunan
2. Dengan informasi tersebut, diharapkan
dapat diformulasikan kondisi kawasan
terutama menyangkut pengaturan intensitas
pemanfaatan ruang, tata massa bangunan,
tindakan penanganan kawasan
(diremajakan/revitalisasi), dan penanganan
bangunan. Ada

23
Draft Permen Agraria dan Tata
Jenis dan Analisis Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 Ruang/ Badan pertanahan Nasional Hasil Analisis
Tahun 2018
3. Analisis ini digunakan sebagai
pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan
peraturan zonasi.
1. Analisis kondisi lingkungan binaan
dilakukan untuk menciptakan ruang yang
berkarakter, layak huni dan berkelanjutan
secara ekonomi, lingkungan, dan sosial. Ada
2. Analisis kondisi lingkungan binaan
didasarkan pada kondisi fisik kawasan
perencanaan dan kriteria lokal minimum. Tidak ada
3. Analisis kondisi lingkungan binaan
tersebut meliputi:
a). analisis figure and ground Tidak ada
b). analisis aksesibilitas pejalan kaki dan
pesepeda Ada
c). analisis ketersediaan dan dimensi jalur
Kondisi Lingkungan Binaan (Built khusus pedestrian Ada
Environment) d). analisis karakteristik kawasan
(langgam bangunan) Ada
e). analisis land use Ada
f). analisis ketersediaan ruang terbuka
hijau dan non hijau g). analisis vista
kawasan (pelataran pandang) Ada
h). analisis tata massa bangunan Ada
i). analisis intensitas bangunan Ada
j). analisis land value capture
(pertambahan nilai lahan) Ada
k). analisis kebutuhan prasarana dan
sarana sesuai standar (jalan, jalur pejalan
kaki, jalur sepeda, saluran drainase, dan
lainnya) Ada

24
Draft Permen Agraria dan Tata
Jenis dan Analisis Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 Ruang/ Badan pertanahan Nasional Hasil Analisis
Tahun 2018
l). analisis cagar budaya Tidak ada
4. Analisis ini digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan konsep
ruang.
1. Analisis kelembagaan dilakukan untuk 1. Analisis kelembagaan dilakukan untuk
memahami kapasitas pemerintah kota memahami kapasitas pemerintah kota
dalam menyelenggarakan pembangunan dalam menyelenggarakan pembangunan
yang mencakup struktur organisasi dan tata yang mencakup struktur organisasi dan
laksana pemerintahan, sumberdaya tata laksana pemerintahan, sumberdaya
manusia, sarana dan prasarana kerja, manusia, sarana dan prasarana kerja,
produk-produk pengaturan serta organisasi produk-produk pengaturan serta
nonpemerintah, perguruan tinggi dan organisasi nonpemerintah, perguruan
masyarakat. tinggi dan masyarakat.
Kelembagaan
2. Analisis diharapkan menghasilkan 2. Analisis diharapkan menghasilkan
beberapa bentuk dan operasional beberapa bentuk dan operasional
kelembagaan di BWP sehingga semua pihak kelembagaan di BWP sehingga semua
yang terlibat dapat berpartisipasi dalam pihak yang terlibat dapat berpartisipasi
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian dalam perencanaan, pemanfaatan, dan
pemanfaatan ruang. pengendalian pemanfaatan ruang.
3. Analisis ini digunakan sebagai 3. Analisis ini digunakan sebagai
pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan pertimbangan dalam penyusunan RDTR
peraturan zonasi. dan peraturan zonasi
1. Analisis pembiayaan pembangunan
1. Analisis pembiayaan pembangunan
dilakukan untuk mengidentifikasi besar
dilakukan untuk mengidentifikasi besar
pembelanjaan pembangunan, alokasi dana
pembelanjaan pembangunan, alokasi dana
terpakai, dan sumber-sumber
terpakai, dan sumber-sumber pembiayaan
pembiayaan pembangunan yang terdiri
Pembiayaan Pembangunan pembangunan yang terdiri dari :
dari :
a. pendapatan asli daerah; a. pendapatan asli daerah;
b. pendanaan oleh pemerintah; b. pendanaan oleh pemerintah;
c. pendanaan dari pemerintah provinsi; c. pendanaan dari pemerintah provinsi; Ada

25
Draft Permen Agraria dan Tata
Jenis dan Analisis Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 Ruang/ Badan pertanahan Nasional Hasil Analisis
Tahun 2018
d. investasi swasta dan masyarakat; d. investasi swasta dan masyarakat;
e. bantuan dan pinjaman luar negeri; dan e. bantuan dan pinjaman luar negeri; dan
f. sumber-sumber pembiayaan lainnya. f. sumber-sumber pembiayaan lainnya.
2. Analisis pembiayaan juga
2. Analisis pembiayaan juga menghasilkan
menghasilkan perkiraan besaran
perkiraan besaran kebutuhan pendanaan
kebutuhan pendanaan untuk
untuk melaksanakan rencana pembangunan
melaksanakan rencana pembangunan
wilayah kota yang diterjemahkan dalam
wilayah kota yang diterjemahkan dalam
usulan program utama jangka menengah dan
usulan program utama jangka menengah
jangka panjang.
dan jangka panjang.
3. Analisis ini digunakan sebagai 3. Analisis ini digunakan sebagai
pertimbangan dalam penyusunan RDTR pertimbangan dalam penyusunan RDTR
terkait rencana pemanfaatan ruang (program terkait rencana pemanfaatan ruang
utama). (program utama).

26
Peraturan zonasi memuat materi wajib yang 1. Ketentuan variansi pemanfaatan ruang
meliputi ketentuan kegiatan dan penggunaan yang merupakan ketentuan yang
lahan, ketentuan intensitas pemanfaatan memberikan kelonggaran untuk
ruang, menyesuaikan dengan kondisi tertentu
ketentuan tata bangunan, ketentuan dengan
prasarana tetap mengikuti ketentuan massa ruang
dan sarana minimal, ketentuan pelaksanaan, yang ditetapkan dalam peraturan
dan zonasi. Hal ini dimaksudkan untuk
materi pilihan yang terdiri atas ketentuan menampung dinamika pemanfaatan ruang
tambahan, ketentuan khusus, standar teknis, mikro dan sebagai dasar antara lain
dan transfer of development rights (TDR) dan
ketentuan pengaturan zonasi. air
Materi wajib adalah materi yang harus right development yang dapat diatur lebih
dimuat lanjut dalam RTBL.
dalam peraturan zonasi. Sedangkan materi 2) Ketentuan pemberian insentif dan
pilihan disinsentif yang merupakan ketentuan
adalah materi yang perlu dimuat sesuai yang
dengan memberikan insentif bagi kegiatan
kebutuhan daerah masing-masing. pemanfaatan ruang yang sejalan dengan
Pengelompokkan Materi rencana tata ruang dan memberikan
Materi wajib terdiri atas: dampak positif bagi masyarakat, serta
a. Ketentuan kegiatan dan penggunaan yang memberikan disinsentif bagi
lahan; kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang; sejalan dengan rencana tata ruang dan
c. Ketentuan tata bangunan; memberikan dampak negatif bagi
d. Ketentuan prasarana dan sarana masyarakat. Insentif dapat berbentuk
minimum; kemudahan perizinan, keringanan pajak,
e. Ketentuan pelaksanaan. kompensasi, imbalan, subsidi prasarana,
Materi pilihan terdiri atas: pengalihan hak membangun, dan
a. Ketentuan tambahan; ketentuan teknis lainnya. Sedangkan
b. Ketentuan khusus; disinsentif dapat berbentuk antara lain
c. Standar teknis; pengetatan persyaratan, pengenaan pajak
d. Ketentuan pengaturan zonasi. dan retribusi yang tinggi, pengenaan
A. Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan denda, pembatasan penyediaan prasarana
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Lahan dan sarana, atau kewajiban untuk Tiidak Ada

27
adalah ketentuan yang berisi kegiatan dan penyediaan prasarana dan sarana
penggunaan lahan yang diperbolehkan, kawasan.
kegiatan 3) Ketentuan untuk penggunaan lahan
dan penggunaan lahan yang bersyarat secara yang sudah ada dan tidak sesuai dengan
terbatas, kegiatan dan penggunaan lahan peraturan zonasi. Ketentuan ini berlaku
yang untuk pemanfaatan ruang yang izinnya
bersyarat tertentu, dan kegiatan dan diterbitkan sebelum penetapan
penggunaan RDTR/peraturan zonasi, dan dapat
lahan yang tidak diperbolehkan pada suatu dibuktikan
zona. bahwa izin tersebut diperoleh sesuai
Kegiatan dan penggunaan lahan dirumuskan dengan prosedur yang benar.
berdasarkan ketentuan maupun standar yang 4) Aturan peralihan yang mengatur status
terkait dengan pemanfaatan ruang, ketentuan pemanfaatan ruang yang berbeda
dalam peraturan bangunan setempat, dan dengan fungsi ruang zona peruntukannya.
ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau Sesuai dengan UU No 26 Tahun
komponen yang dikembangkan. 2007, untuk pemanfaatan ruang yang
Komponen Ketentuan Teknis Zonasi, terdiri berbeda dapat diberikan tenggang waktu
dari: selama 36 bulan untuk menyesuaikan
Klasifikasi I = Pemanfaatan terhadap fungsi zona peruntukannya
Diperbolehkan/Diizinkan atau pindah ke zona yang sesuai. Untuk
Kegiatan dan penggunaan lahan yang pemanfaatan ruang tertentu yang
termasuk dalam klasifikasi I memiliki sifat memenuhi persyaratan dapat mengajukan
sesuai dengan peruntukan ruang yang persetujuan “legal non-conforming
direncanakan. Pemerintah kabupaten/kota use” atau persetujuan “conditional use.”
tidak dapat melakukan peninjauan atau
pembahasan atau tindakan lain terhadap
kegiatan dan penggunaan lahan yang
termasuk dalam klasifikasi I.
Klasifikasi T = pemanfaatan bersyarat secara
terbatas
Pemanfaatan bersyarat secara terbatas
bermakna bahwa kegiatan dan penggunaan
lahan dibatasi dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) pembatasan pengoperasian, baik dalam

28
bentuk pembatasan waktu beroperasinya
suatu kegiatan di dalam subzona maupun
pembatasan jangka waktu pemanfaatan
lahan untuk kegiatan tertentu yang
diusulkan;
2) pembatasan intensitas ruang, baik KDB,
KLB, KDH, jarak bebas, maupun ketinggian
bangunan. Pembatasan ini dilakukan dengan
menurunkan nilai maksimal dan
meninggikan
nilai minimal dari intensitas ruang dalam
peraturan zonasi;
3) pembatasan jumlah pemanfaatan, jika
pemanfaatan yang diusulkan telah ada
mampu melayani kebutuhan, dan belum
memerlukan tambahan, maka pemanfaatan
tersebut tidak boleh diizinkan atau diizinkan
terbatas dengan pertimbangan-pertimbangan
khusus.
Contoh: dalam sebuah zona perumahan yang
berdasarkan standar teknis telah cukup
jumlah fasilitas peribadatannya, maka
aktivitas rumah ibadah termasuk dalam
klasifikasi T.
Klasifikasi B = pemanfaatan bersyarat
tertentu
Pemanfaatan bersyarat tertentu bermakna
bahwa untuk mendapatkan izin atas suatu
kegiatan atau penggunaan lahan diperlukan
persyaratan-persyaratan tertentu yang dapat
berupa persyaratan umum dan persyaratan
khusus. Persyaratan dimaksud diperlukan
mengingat pemanfaatan ruang tersebut
memiliki dampak yang besar bagi
lingkungan

29
sekitarnya.
Contoh persyaratan umum antara lain:
1) dokumen AMDAL;
2) dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL);
3) dokumen Analisis Dampak Lalu-lintas
(ANDALIN); dan
4) pengenaan disinsentif misalnya biaya
dampak pembangunan (development impact
fee).
Contoh persyaratan khusus misalnya
mendapatkan persetujuan tertulis dari
tetangga sekitarnya.
Klasifikasi X = pemanfaatan yang tidak
diperbolehkan.
Kegiatan dan penggunaan lahan yang
termasuk dalam klasifikasi X memiliki sifat
tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang
direncanakan dan dapat menimbulkan
dampak yang cukup besar bagi lingkungan
di
sekitarnya. Kegiatan dan penggunaan lahan
yang termasuk dalam klasifikasi X tidak
boleh
diizinkan pada zona yang bersangkutan.
Penentuan I, T, B dan X untuk kegiatan dan
penggunaan lahan pada suatu zonasi
didasarkan pada:
1 Pertimbangan Umum
Pertimbangan umum berlaku untuk semua
jenis penggunaan lahan, antara lain
kesesuaian dengan arahan pemanfaatan
ruang dalam RTRW kabupaten/kota,
keseimbangan antara kawasan lindung dan

30
kawasan budi daya dalam suatu wilayah,
kelestarian lingkungan (perlindungan dan
pengawasan terhadap pemanfaatan air,
udara, dan ruang bawah tanah), toleransi
terhadap tingkat gangguan dan dampak
terhadap peruntukan yang ditetapkan, serta
kesesuaian dengan kebijakan lainnya yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota.
2) Pertimbangan Khusus
Pertimbangan khusus berlaku untuk
masingmasing
karakteristik guna lahan, kegiatan
atau komponen yang akan dibangun.
Pertimbangan khusus dapat disusun
berdasarkan rujukan mengenai ketentuan
atau standar yang berkaitan dengan
pemanfaatan ruang, rujukan mengenai
ketentuan dalam peraturan bangunan
setempat, dan rujukan mengenai ketentuan
khusus bagi unsur bangunan atau komponen
yang dikembangkan.
B. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan
Ruang
Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang
adalah ketentuan mengenai besaran
pembangunan yang diperbolehkan pada
suatu zona yang meliputi:
1) KDB Maksimum;
2) KLB Maksimum;
3) Ketinggian Bangunan Maksimum;
4) KDH Minimal.
Beberapa ketentuan lain dapat ditambahkan
dalam intensitas pemanfaatan ruang, antara
lain meliputi:

31
Koefisien Tapak Basement (KTB)
Maksimum;
KTB maksimum ditetapkan dengan
mempertimbangkan KDH minimal.
2) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT)
Maksimum;
3) Kepadatan Bangunan atau Unit
Maksimum; dan
Kepadatan bangunan atau unit maksimum
ditetapkan dengan mempertimbangkan
faktor
kesehatan (ketersediaan air bersih, sanitasi,
sampah, cahaya matahari, aliran udara, dan
ruang antar bangunan), faktor sosial (ruang
terbuka privat, privasi, serta perlindungan
dan
jarak tempuh terhadap fasilitas lingkungan),
faktor teknis (resiko kebakaran dan
keterbatasan lahan untuk bangunan atau
rumah), dan faktor ekonomi (biaya lahan,
ketersediaan, dan ongkos penyediaan
pelayanan dasar).
4) Kepadatan Penduduk Maksimal.
C. Ketentuan Tata Bangunan
Ketentuan Tata Bangunan adalah ketentuan
yang mengatur bentuk, besaran, peletakan
dan tampilan bangunan pada suatu zona.
D. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
Ketentuan prasarana dan sarana minimal
sebagai kelengkapan dasar fisik lingkungan
dalam rangka menciptakan lingkungan yang
nyaman melalui penyediaan prasarana dan
sarana yang sesuai agar zona berfungsi
secara optimal.
E. Ketentuan Pelaksanaan

32
Ketentuan pelaksanaan terdiri atas:
1) ketentuan variansi pemanfaatan ruang
yang merupakan ketentuan yang
memberikan kelonggaran untuk
menyesuaikan dengan kondisi tertentu
dengan tetap mengikuti ketentuan massa
ruang yang ditetapkan dalam peraturan
zonasi. Hal ini dimaksudkan untuk
menampung dinamika pemanfaatan ruang
mikro dan sebagai dasar antara lain transfer
of development rights (TDR) dan air rights
yang dapat diatur lebih lanjut dalam RTBL.
2) ketentuan pemberian insentif dan
disinsentif yang merupakan ketentuan yang
memberikan insentif bagi kegiatan
pemanfaatan ruang yang sejalan dengan
rencana tata ruang dan memberikan dampak
positif bagi masyarakat, serta yang
memberikan disinsentif bagi kegiatan
pemanfaatan ruang yang tidak sejalan
dengan rencana tata ruang dan memberikan
dampak negatif bagi masyarakat.
Insentif dapat berbentuk antara lain
kemudahan perizinan, keringanan pajak,
kompensasi, imbalan, subsidi prasarana,
pengalihan hak membangun, dan ketentuan
teknis lainnya. Sedangkan disinsentif dapat
berbentuk antara lain pengetatan
persyaratan, pengenaan pajak dan retribusi
yang tinggi, pengenaan denda, serta
pembatasan penyediaan prasarana dan
sarana.
3) ketentuan untuk penggunaan lahan yang
tidak sesuai dengan peraturan zonasi yang
sudah ada sebelum peraturan zonasi

33
ditetapkan.
Ketentuan ini berlaku untuk pemanfaatan
ruang yang izinnya diterbitkan sebelum
penetapan peraturan zonasi dan dapat
dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh
sesuai dengan prosedur yang benar.
Kegiatan penggunaan lahan dimaksud dapat
diperbolehkan sampai jangka waktu tertentu
dan dibatasi perkembangannya atau dicabut
izinnya dengan diberikan penggantian yang
layak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
F. Ketentuan Tambahan
Ketentuan tambahan adalah ketentuan lain
yang dapat ditambahkan pada suatu zona
untuk melengkapi aturan dasar yang sudah
ditetapkan. Ketentuan tambahan berfungsi
memberikan aturan pada kondisi yang
spesifik pada zona tertentu dan belum diatur
dalam ketentuan dasar.
G. Ketententuan khusus adalah ketentuan
yang
mengatur pemanfaatan zona yang memiliki
fungsi khusus dan diberlakukan ketentuan
khusus sesuai dengan karakteristik zona dan
kegiatannya. Selain itu, ketentuan pada
zonazona
yang digambarkan di peta khusus yang
memiliki pertampalan (overlay) dengan zona
lainnya dapat pula dijelaskan disini.

34
Aturan dasar sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a meliputi: a.
ketentuan kegiatan dan penggunaan
lahan; b. ketentuan intensitas
pemanfaatan ruang; c. ketentuan tata
bangunan; d. ketentuan prasarana dan
sarana minimal; e. ketentuan khusus; f.
standar teknis; dan g. ketentuan
pelaksanaan
Materi wajib Ketentuan Kegiatan dan
Penggunaan Lahan
Ketentuan kegiatan dan penggunaan
lahan adalah ketentuan yang berisi
kegiatan dan penggunaan lahan yang
diperbolehkan, kegiatan dan penggunaan
lahan yang bersyarat secara terbatas,
Komponen ketentuan khusus antara lain kegiatan dan penggunaan lahan yang
meliputi: bersyarat tertentu, dan kegiatan dan
1) zona keselamatan operasi penggunaan lahan yang tidak
penerbangan (KKOP); diperbolehkan pada zona lindung maupun
2) zona cagar budaya atau adat; zona budi daya.
3) zona rawan bencana; Ketentuan kegiatan dan penggunaan
4) zona hankam; lahan dirumuskan berdasarkan ketentuan
5) zona pusat penelitian; maupun standar yang terkait dengan
6) zona pengembangan nuklir; pemanfaatan ruang, ketentuan dalam
7) zona pembangkit listrik tenaga air peraturan bangunan setempat, dan
(PLTA) dan pembangkit listrik tenaga ketentuan khusus bagi unsur bangunan
uap (PLTU); atau komponen yang dikembangkan.
8) zona gardu induk listrik; Ketentuan teknis zonasi terdiri atas:
9) zona sumber air baku; dan Klasifikasi I = pemanfaatan
10) zona BTS. diperbolehkan/diizinkan
Ketentuan mengenai penerapan aturan Kegiatan dan penggunaan lahan yang
khusus pada zona-zona khusus di atas termasuk dalam klasifikasi I memiliki
ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang sifat
Peraturan Zonasi diterbitkan oleh instansi yang berwenang. sesuai dengan peruntukan ruang yang Tidak ada

35
direncanakan. Pemerintah
kabupaten/kota tidak dapat melakukan
peninjauan atau pembahasan atau
tindakan lain
Klasifikasi T = pemanfaatan bersyarat
secara terbatas
Pemanfaatan bersyarat secara terbatas
bermakna bahwa kegiatan dan
penggunaan lahan dibatasi dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) pembatasan pengoperasian, baik dalam
bentuk pembatasan waktu
beroperasinya suatu kegiatan di dalam
subzona maupun pembatasan jangka
waktu pemanfaatan lahan untuk kegiatan
tertentu yang diusulkan;
2) pembatasan luas, baik dalam bentuk
pembatasan luas maksimum suatu
kegiatan di dalam subzona maupun di
dalam persil, dengan tujuan untuk tidak
mengurangi dominansi pemanfaatan
ruang di sekitarnya; dan
3) pembatasan jumlah pemanfaatan, jika
pemanfaatan yang diusulkan telah ada
mampu melayani kebutuhan, dan belum
memerlukan tambahan, maka
pemanfaatan tersebut tidak boleh
diizinkan atau diizinkan terbatas dengan
pertimbangan-pertimbangan khusus
Klasifikasi B = pemanfaatan bersyarat
tertentu
Pemanfaatan bersyarat tertentu bermakna
bahwa untuk mendapatkan izin atas
suatu kegiatan atau penggunaan lahan
diperlukan persyaratan-persyaratan

36
tertentu yang dapat berupa persyaratan
umum dan persyaratan khusus, dapat
dipenuhi dalam bentuk inovasi atau
rekayasa teknologi. Persyaratan dimaksud
diperlukan mengingat pemanfaatan ruang
tersebut memiliki dampak yang besar
bagi lingkungan sekitarnya
Klasifikasi X = pemanfaatan yang tidak
diperbolehkan
Kegiatan dan penggunaan lahan yang
termasuk dalam klasifikasi X memiliki
sifat tidak sesuai dengan peruntukan
lahan yang direncanakan dan dapat
menimbulkan dampak yang cukup besar
bagi lingkungan di sekitarnya.
Kegiatan dan penggunaan lahan yang
termasuk dalam klasifikasi X tidak boleh
diizinkan pada zona yang bersangkutan.
Penentuan I, T, B dan X untuk kegiatan
dan penggunaan lahan pada suatu
zonasi didasarkan pada:
1) Pertimbangan Umum
Pertimbangan umum berlaku untuk
semua jenis penggunaan lahan, antara
lain kesesuaian dengan arahan
pemanfaatan ruang dalam RTRW
kabupaten/kota, keseimbangan antara
kawasan lindung dan kawasan budi
daya dalam suatu wilayah, kelestarian
lingkungan (perlindungan dan
pengawasan terhadap pemanfaatan air,
udara, dan ruang bawah tanah),
perbedaan sifat kegiatan bersangkutan
terhadap fungsi zona terkait, definisi
zona, kualitas lokal minimum, toleransi

37
terhadap tingkat gangguan dan
dampak terhadap peruntukan yang
ditetapkan (misalnya penurunan
estetika lingkungan, penurunan kapasitas
jalan/lalu-lintas, kebisingan,
polusi limbah, dan restriksi sosial), serta
kesesuaian dengan kebijakan
lainnya yang dikeluarkan oleh pemerintah
daerah kabupaten kota
2) Pertimbangan Khusus
Pertimbangan khusus berlaku untuk
masing-masing karakteristik guna lahan,
kegiatan atau komponen yang akan
dibangun. Pertimbangan khusus dapat
disusun berdasarkan rujukan mengenai
ketentuan atau standar yang
berkaitan dengan pemanfaatan ruang,
rujukan mengenai ketentuan dalam
peraturan bangunan setempat, dan
rujukan mengenai ketentuan khusus bagi
unsur bangunan atau komponen yang
dikembangkan. Selain itu perlu
dipertimbangkan kondisi yang harus
dipenuhi agar kegiatan dapat
berlangsung pada zona terkait yang
antara lain meliputi:
a) prosedur administrasi yang harus
diikuti;
b) kajian kelayakan lingkungan yang
harus dipenuhi;
c) prasarana dan/atau sarana tambahan
yang harus diadakan untuk
menunjang jegiatan tersebut;
d) pembatasan yang harus diberlakukan,
terkait:

38
(1) luas fisik pemanfaatan ruang;
(2) kaian dengan kegiatan lain di sekitar
(3) jumlah tenaga kerja;
(4) waktu operasional;
(5) masa usaha;
(6) arahan lokasi spesifik;
(7) jumlah kegiatan serupa;
(8) pengembangan usaha kegiatan lebih
lanjut; dan
(9) penggunaan utilitas untuk kegiatan
tersebut harus terukur dan tidak
menimbulkan gangguan pada zona
tersebut.
e) persyaratan terkait estetika lingkungan;
dan
f) persyaratan lain yag perlu
ditambahkan.
Contoh penulisan pengaturan zonasi
beserta
Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang
adalah ketentuan mengenai
intensitas pemanfaatan ruang yang
diperbolehkan pada suatu zona, yang
meliputi:
1) Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Maksimum
KDB adalah koefisien perbandingan
antara luas lantai dasar bangunan gedung
dengan luas persil/kavling. KDB
maksimum ditetapkan dengan
mempertimbangkan tingkat pengisian
atau peresapan air, kapasitas drainase,
dan jenis penggunaan lahan. KDB
maksimum dinyatakan dalam satuan
persentase, misalnya di sebuah zona

39
dengan KDB 60%, maka properti yang
dapat dibangun luasnya tak lebih dari
60% dari luas lahan.
2) Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Minimum dan Maksimum
KLB adalah koefisien perbandingan
antara luas seluruh lantai bangunan
gedung dan luas persil/kavling.
KLB minimum dan maksimum
ditetapkan dengan mempertimbangkan
harga
lahan, ketersediaan dan tingkat pelayanan
prasarana, dampak atau kebutuhan
terhadap prasarana tambahan, serta
ekonomi, sosial dan pembiayaan.
3) Koefisien Dasar Hijau Minimal
KDH adalah angka prosentase
perbandingan antara luas seluruh ruang
terbuka
di luar bangunan gedung yang
diperuntukkan bagi
pertamanan/penghijauan
dengan luas persil/kavling. KDH minimal
digunakan untuk mewujudkan RTH
dan diberlakukan secara umum pada
suatu zona. KDH minimal ditetapkan
dengan mempertimbangkan tingkat
pengisian atau peresapan air dan
kapasitas
drainase. KDH minimal dinyatakan
dinyatakan dalam satuan persentase
misalnya disebuah zona dengan KDH
20%

40
Beberapa ketentuan lain dapat
ditambahkan dalam intensitas
pemanfaatan
ruang, antara lain meliputi:
H. Standar Teknis 1) Koefisien Tapak Basement (KTB)
Standar teknis adalah aturan-aturan teknis Maksimum
pembangunan yang ditetapkan berdasarkan KTB maksimum ditetapkan dengan
peraturan/standar/ketentuan teknis yang mempertimbangkan KDH minimal. KTB
berlaku serta berisi panduan yang terukur adalah angka prosentasi luas tapak
dan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan. bangunan yang dihitung dari proyeksi
Standar teknis yang digunakan dalam dinding terluar bangunan dibawah
penyusunan RDTR mengikuti Standar permukaan tanah terhadap luas
Nasional Indonesia (SNI), antara lain SNI perpetakan
Nomor 03-1733-2004 tentang Tata Cara atau lahan perencanaan yang dikuasai
Perencanaan Lingkungan Perumahan di sesuai RTRW, RDTR dan PZ.
Perkotaan Lingkungan dan/atau standar lain. 2) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT)
Tujuan standar teknis adalah memberikan Maksimum
kemudahan dalam menerapkan ketentuan KWT adalah perbandingan antara luas
teknis yang diberlakukan di setiap zona. wilayah terbangun dengan luas seluruh
I. Ketentuan Pengaturan Zonasi wilayah. KWT ditetapkan dengan
Ketentuan pengaturan zonasi adalah varian mempertimbangkan:
dari zonasi konvensional yang a) Tingkat pengisian peresapan air/water
dikembangkan recharge;
untuk memberikan fleksibilitas dalam b) Jenis penggunaan lahan; dan
penerapan aturan zonasi dan ditujukan untuk c) Kebutuhan akan buffer zone.
mengatasi berbagai permasalahan dalam 3) Kepadatan Bangunan atau Unit
penerapan peraturan zonasi dasar. Maksimum
Ketentuan pengaturan zonasi berfungsi Kepadatan bangunan atau unit maksimum
untuk ditetapkan dengan
memberikan fleksibilitas dalam penerapan mempertimbangkan faktor kesehatan
peraturan zonasi dasar serta memberikan (ketersediaan air bersih, sanitasi,
pilihan penanganan pada lokasi tertentu sampah, cahaya matahari, aliran udara,
sesuai dengan karakteristik, tujuan dan ruang antar bangunan), faktor
pengembangan, dan permasalahan yang sosial (ruang terbuka privat, privasi, serta
dihadapi pada zona tertentu. perlindungan dan jarak tempuh

41
terhadap fasilitas lingkungan), faktor
teknis (resiko kebakaran dan
keterbatasan lahan untuk bangunan atau
rumah), dan faktor ekonomi (biaya
lahan, ketersediaan, dan ongkos
penyediaan pelayanan dasar).
4) Kepadatan Penduduk Maksimal
Untuk menentukan intensitas
pemanfaatan ruang pada suatu zona
diperlukan
analisis proyeksi penduduk yang
disesuaikan dengan daya dukung dan
daya tampung lingkungan dan ditetapkan
berdasarkan rekomendasi/pendapat teknis
para ahli terkait.
Perumusan Ketentuan Intensitas
Pemanfaatan Ruang dilakukan
berdasarkan
pada:
1) ketentuan kegiatan dalam zona; dan
2) peraturan perundang-undangan tentang
bangunan gedung.
Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang
mendetailkan lebih lanjut intensitas
pemanfaatan ruang yang diatur dalam
ketentuan umum peraturan zonasi pada
RTRW kabupaten/kota, atau juga bisa
berisi sama dengan intensitas
pemanfaatan ruang yang diatur dalam
ketentuan umum peraturan zonasi pada
RTRW kabupaten/kota. Intensitas
pemanfaatan ruang yang terdapat dalam
ketentuan intensitas pemanfaatan ruang
dapat didetailkan kembali lebih lanjut
dalam RTBL.

42
c. Ketentuan Tata Bangunan
Ketentuan tata bangunan adalah
ketentuan yang mengatur bentuk,
besaran,
peletakan, dan tampilan bangunan pada
suatu zona untuk menjaga keselamatan
dan keamanan bangunan. Komponen
ketentuan tata bangunan minimal terdiri
atas:
1) Ketinggian bangunan (TB) maksimum
Ketinggian bangunan adalah tinggi
maksimum bangunan gedung yang
diizinkan
pada lokasi tertentu dan diukur dari jarak
maksimum puncak atap bangunan
terhadap (permukaan) tanah yang
dinyatakan dalam satuan meter.
2) Garis sempadan bangunan (GSB)
minimum
GSB adalah jarak minimum antara garis
pagar terhadap dinding bangunan
terdepan. GSB ditetapkan dengan
mempertimbangkan keselamatan, resiko
kebakaran, kesehatan, kenyamanan, dan
estetika.
3) Jarak bebas antar bangunan minimal
yang harus memenuhi ketentuan tentang
jarak bebas yang ditentukan oleh jenis
peruntukan dan ketinggian bangunan.
4) Jarak bebas samping (JBS) dan jarak
bebas belakang (JBB)
JBB adalah jarak minimum antara garis
batas petak belakang terhadap dinding
bangunan terbelakang. Jarak Bebas
Samping (JBS) merupakan jarak

43
minimum
antara batas petak samping terhadap
dinding bangunan terdekat.
Selain itu, ketentuan tata bangunan dapat
memuat tampilan bangunan yang
ditetapkan dengan mempertimbangkan
warna bangunan, bahan bangunan,
tekstur bangunan, muka bangunan, gaya
bangunan, keindahan bangunan, serta
keserasian bangunan dengan lingkungan
sekitarnya.
Ketentuan tata bangunan mendetailkan
lebih lanjut tata bangunan yang diatur
dalam ketentuan umum peraturan zonasi
pada RTRW kabupaten/kota, atau juga
dapat berisi sama dengan tata bangunan
yang diatur dalam ketentuan umum
peraturan zonasi pada RTRW
kabupaten/kota. Tata bangunan yang
terdapat
dalam ketentuan tata bangunan ruang
dapat didetailkan kembali lebih lanjut
dalam RTBL.
d. Ketentuan Prasarana dan Sarana
Minimal
Ketentuan prasarana dan sarana
pendukung minimal mengatur jenis
prasarana
dan sarana pendukung minimal apa saja
yang harus ada pada setiap zona
peruntukan. Jenis prasarana dan sarana
minimal ditentukan berdasarkan sifat
dan tuntutan kegiatan utama pada zona
peruntukannya. Sedangkan volume
atau kapasitasnya ditentukan berdasarkan

44
pada perkiraan jumlah orang yang
menghuni zona peruntukan tersebut.
Ketentuan prasarana dan sarana minimal
berfungsi sebagai kelengkapan dasar
fisik lingkungan dalam rangka
menciptakan lingkungan yang nyaman
melalui
penyediaan prasarana dan sarana yang
sesuai agar zona berfungsi secara
optimal.
Ketentuan prasarana dan sarana minimum
sekurangnya harus mengatur jenis
prasarana dan sarana pendukung untuk
lima zona budidaya utama, perumahan,
komersial, PSU, industri dan zona hijau
budidaya. Prasarana dan sarana
minimum pada Zona Lainnya diatur
mengikuti aturan pada kelima zona di
atas.
Prasarana yang diatur dalam peraturan
zonasi dapat berupa prasarana parkir,
aksesibilitas untuk difabel, jalur
pedestrian, jalur sepeda, bongkar muat,
dimensi
jaringan jalan, kelengkapan jalan, dan
kelengkapan prasarana lainnya yang
diperlukan.
Ketentuan prasarana dan sarana minimal
ditetapkan sesuai dengan ketentuan
mengenai prasarana dan sarana yang
diterbitkan oleh instansi yang berwenang.
e. Ketentuan Khusus
Ketentuan khusus adalah ketentuan yang
mengatur pemanfaatan zona yang
memiliki fungsi khusus dan diberlakukan

45
ketentuan khusus sesuai dengan
karakteristik zona dan kegiatannya.
Selain itu, ketentuan pada zona-zona
yang
digambarkan di peta khusus yang
memiliki pertampalan (overlay) dengan
zona
lainnya dapat pula dijelaskan disini.
Ketentuan khusus merupakan aturan
tambahan yang ditampalkan (overlay) di
atas aturan dasar karena adanya hal-hal
khusus yang memerlukan aturan
tersendiri karena belum diatur di dalam
aturan dasar. Komponen ketentuan
khusus antara lain meliputi:
1) bandar udara, antara lain meliputi
kawasan keselamatan operasi
penerbangannya (KKOP), batas kawasan
kebisingan, dan kawasan di sekitar
bandar udara yang penting untuk
diperhatikan;
2) cagar budaya atau adat;
3) rawan bencana;
4) tempat evakuasi bencana (TES dan
TEA);
5) pertahanan keamanan (hankam);
6) pusat penelitian (observatorium,
peluncuran roket, dan lain-lain);
7) kawasan berorientasi transit (TOD);
dan
8) lahan pertanian pangan berkelanjutan
(LP2B).
Ketentuan mengenai penerapan aturan
khusus pada zona-zona khusus di atas
ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang

46
diterbitkan oleh instansi yang
berwenang.
Ketentuan khusus dapat menganulir
aturan yang ada pada aturan dasar sesuai
dengan tuntutan kekhususannya.
f. Standar Teknis
Standar teknis adalah aturan-aturan teknis
pembangunan sarana dan prasarana
permukiman perkotaan yang ditetapkan
berdasarkan peraturan/standar/ ketentuan
teknis yang berlaku serta berisi panduan
yang terukur dan ukuran
yang sesuai dengan kebutuhan. Standar
teknis ini berfungsi sebagai panduan
pelaksanaan pembangunan dan sekaligus
juga berfungsi sebagai instrumen
pemeriksaan dan pengawasan
pengendalian pemanfaatan ruang.
Secara garis besar, standar teknis
pemanfaatan ruang meliputi:
1) standar kebutuhan utilitas, mengatur
besarnya kebutuhan/kapasitas utilitas
(air bersih, persampahan, air limbah,
drainase, listrik, telpon, gas masak, tv
kabel, dst) untuk setiap jenis peruntukan
ruang;
2) standar sarana pendukung (Fas.
Peribadatan, Fas. Pendidikan, Fas.
Perdagangan, Fas. Sosial, Fas. Olahraga,
Fas. Keamanan, RTH/Taman, SPBU,
SPBE, dst) yang sesuai dengan jumlah
penduduk atau orang yang harus
dilayaninya;
3) standar prasarana pendukung (parkir,
pedestrian, jalur sepeda, TPS, dsb) yang

47
sesuai dengan jumlah penduduk atau
orang yang harus dilayaninya; dan
4) standar prasarana lain (media luar
ruang) yang sesuai dengan desain estetika
lingkungan yang diinginkan.
Standar teknis yang digunakan dalam
penyusunan RDTR mengikuti peraturan
perundang-undangan, termasuk Standar
Nasional Indonesia
g. Ketentuan Pelaksanaan
Ketentuan pelaksanaan adalah aturan
yang berkaitan dengan pelaksanaan
penerapan peraturan daerah RDTR dan
PZ yang terdiri atas:
1) Ketentuan variansi pemanfaatan ruang
yang merupakan ketentuan yang
memberikan kelonggaran untuk
menyesuaikan dengan kondisi tertentu
dengan
tetap mengikuti ketentuan massa ruang
yang ditetapkan dalam peraturan
zonasi. Hal ini dimaksudkan untuk
menampung dinamika pemanfaatan ruang
mikro dan sebagai dasar antara lain
transfer of development rights (TDR) dan
air
right development yang dapat diatur lebih
lanjut dalam RTBL.
2) Ketentuan pemberian insentif dan
disinsentif yang merupakan ketentuan
yang
memberikan insentif bagi kegiatan
pemanfaatan ruang yang sejalan dengan
rencana tata ruang dan memberikan
dampak positif bagi masyarakat, serta

48
yang memberikan disinsentif bagi
kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak
sejalan dengan rencana tata ruang dan
memberikan dampak negatif bagi
masyarakat. Insentif dapat berbentuk
kemudahan perizinan, keringanan pajak,
kompensasi, imbalan, subsidi prasarana,
pengalihan hak membangun, dan
ketentuan teknis lainnya. Sedangkan
disinsentif dapat berbentuk antara lain
pengetatan persyaratan, pengenaan pajak
dan retribusi yang tinggi, pengenaan
denda, pembatasan penyediaan prasarana
dan sarana, atau kewajiban untuk
penyediaan prasarana dan sarana
kawasan.
3) Ketentuan untuk penggunaan lahan
yang sudah ada dan tidak sesuai dengan
peraturan zonasi. Ketentuan ini berlaku
untuk pemanfaatan ruang yang izinnya
diterbitkan sebelum penetapan
RDTR/peraturan zonasi, dan dapat
dibuktikan
bahwa izin tersebut diperoleh sesuai
dengan prosedur yang benar.
4) Aturan peralihan yang mengatur status
pemanfaatan ruang yang berbeda
dengan fungsi ruang zona peruntukannya.
Sesuai dengan UU No 26 Tahun
2007, untuk pemanfaatan ruang yang
berbeda dapat diberikan tenggang waktu
selama 36 bulan untuk menyesuaikan
terhadap fungsi zona peruntukannya
atau pindah ke zona yang sesuai. Untuk
pemanfaatan ruang tertentu yang

49
memenuhi persyaratan dapat mengajukan
persetujuan “legal non-conforming
use” atau persetujuan “conditional use.”
Teknik Pengaturan Zonasi (Materi
Pilihan)
Teknik pengaturan zonasi berfungsi
untuk memberikan fleksibilitas dalam
penerapan peraturan zonasi dasar serta
memberikan pilihan penanganan pada
lokasi tertentu sesuai dengan
karakteristik, tujuan pengembangan, dan
permasalahan yang dihadapi pada zona
tertentu, sehingga sasaran pengendalian
pemanfaatan ruang dapat dicapai secara
lebih efektif.
Teknik pengaturan zonasi adalah aturan
yang disediakan untuk mengatasi
kekakuan aturan dasar di dalam
pelaksanaan pembangunan kota.
Penerapan teknik
pengaturan zonasi tidak dapat dilakukan
secara serta-merta, melainkan harus
direncanakan sejak awal mengenai teknik
apa saja yang akan diaplikasikan dan
didukung oleh perangkat dan
kelembagaan yang auditable. Teknik
pengaturan
zonasi yang dikenal antara lain: a.
Transfer development right (TDR)
TDR adalah teknik pengaturan zonasi
yang memungkinkan pemilik tanah untuk
menjual haknya untuk membangun
kepada pihak lain, sehingga si pembeli
dapat
membangun propertinya dengan

50
intensitas lebih tinggi. Umumnya, TDR
digunakan untuk melindungi penggunaan
lahan pertanian atau penggunaan
lahan hijau lainnya dari konversi
penggunaan lahan, dimana pemilik lahan
pertanian/hijau dapat mempertahankan
kegiatan pertaniannya dan memperoleh
uang sebagai ganti rugi atas haknya untuk
membangun.
Di Indonesia TDR tidak dapat digunakan
untuk melindungi lahan pertanian
ataupun lahan hijau karena pada lahan
pertanian dan lahan hijau budidaya
sudah tidak diperkenankan ada kegiatan
lain (bangunan) dan intensitas
pemanfaatan ruang nol. TDR digunakan
untuk menambah intensitas
pemanfaatan ruang pada kawasan
terbangun dengan kriteria sebagai
berikut:
1) hanya dapat diaplikasikan sebagai
upaya terakhir setelah tidak ada lagi
teknik
pengaturan zonasi lain yang dapat
digunakan untuk meningkatkan intensitas
pemanfaatan ruang;
2) diaplikasikan pada satu blok
peruntukan yang sama. Bila diaplikasikan
pada
zona yang sama namun antara blok
peruntukan berbeda, harus didahului
dengan analisis daya dukung daya
tampung terkait dengan perubahan
intensitas pemanfaatan ruang pada blok
peruntukan yang menerima tambahan

51
intensitas ruang; dan
3) hanya dapat diaplikasikan pada zona
komersial dan zona perkantoran
b. Bonus zoning
Bonus zoning adalah teknik pengaturan
zonasi yang memberikan izin kepada
pengembang untuk meningkatkan
intensitas pemanfaatan ruang melebihi
aturan
dasar, dengan imbalan (kompensasi)
pengembang tersebut harus menyediakan
sarana publik tertentu, misalnya RTH,
terowongan penyeberangan dsb.
Penerapan
bonus zoning harus memenuhi kriteria
berikut:
1) diberikan pada pengembang yang
belum atau tidak pernah menambah
intensitas pemanfaatan ruangnya;
2) hanya dapat diberlakukan pada zona
komersial, zona perkantoran, dan zona
perumahan, khususnya untuk rumah
susun; dan
3) harus didahului dengan analisis daya
dukung daya tampung lingkungan untuk
mengetahui:
a) penambahan intensitas pemanfaatan
ruang pada blok peruntukan agar
masih dalam daya dukung
lingkungannya;
b) dampak negatif yang mungkin
ditimbulkan beserta besar kerugiannya;
dan
c) kompensasi pembangunan sarana
publik.

52
Kompensasi pembangunan sarana publik
diutamakan untuk dilaksanakan pada
sub kawasan dimana bonus zoning
diterapkan, namun dapat juga
dilaksanakan
pada kawasan lainnya dengan persyaratan
tertentu berdasarkan keputusan
Pemerintah Daerah.
c. Conditional uses
Conditional uses adalah teknik
pengaturan zonasi yang memungkinkan
suatu
pemanfaatan ruang yang dianggap
penting atau diperlukan keberadaannya,
untuk dimasukkan ke dalam satu zona
peruntukan tertentu sekalipun
karakteristiknya tidak memenuhi kriteria
zona peruntukan tersebut. Pemerintah
daerah dapat menerbitkan izin
pemanfaatan ruang bersyarat atau
Conditional Use
Permit (CUP) setelah melalui
pembahasan dan pertimbangan TKPRD.
CUP
diberikan dengan kriteria:
1) Pemanfaatan ruang yang akan diberi
izin memiliki tingkat kepentingan yang
nyata bagi kepentingan orang banyak
atau kawasan perkotaan secara
keseluruhan;
2) Pemanfaatan ruang yang akan diberi
izin tidak mengganggu fungsi ruang di
sekitarnya; dan
3) Pemberian izin harus melalui
pertimbangan TKPRD.

53
Contoh:
Keberadaan mini market, bengkel dan
salon di zona perumahan diperbolehkan
apabila aktivitas tersebut tidak
menimbulkan gangguan yang signifikan

54
55
2.2 Wilayah Administrasi

2.2.1 Letak Geografis Kecamatan Sidomukti


Kecamatan Sidomukti merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kota
Salatiga dengan membawahi 4 kelurahan, antara lain Kelurahan Mangunsari,
Kelurahan Dukuh, Kelurahan Kalicacing dan Kelurahan Kecandran. Secara umum
Kecamatan Sidomukti berada pada ketinggian antara 450-675 dpl dan beriklim tropis,
berhawa sejuk dengan curah hujan cukup tinggi. Suhu tertinggi di Kecamatan
Sidomukti yaitu 31,8⁰ celcius dan suhu terendah ada pada suhu 23,89⁰ celcius. Adapun
batas administrasi Kecamatan Sidomukti antara lain:
Utara : Kelurahan Sidorejo;
Timur : Kelurahan Tingkir;
Selatan : Kelurahan Argomulyo;
Barat : Kecamatan Tuntang.

Kecamatan Sidomukti memiliki luas wilayah sebesar 11,459 km² yang terbagi
menjadi 4 kelurahan, yaitu Kelurahan Mangunsari, Kelurahan Dukuh, Kelurahan
Kalicacing dan Kelurahan Kecandran. Berikut merupakan luas wilayah dari masing-
masing kelurahan yang ada di Kecamatan Sidomukti.

Tabel 2.1 Luas Wilayah Kelurahan di Kecamatan Sidomukti


No Kelurahan Luas Wilayah (km²)
1. Mangunsari 2908
2. Dukuh 3772
3. Kalicacing 0,787
4. Kecandran 3992
Sumber: BPS Kota Salatiga 2017

56
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kecamatan Sidomukti
Sumber: Hasil Analisis, 2018

57
2.3 Kondisi Fisik Alam
2.3.1 Kemiringan Lereng
Kecamatan Sidomukti yang merupakan bagian wilayah dari Kota Salatiga, berbatasan
langsung dengan Kecamatan Argomulyo yang memiliki topografi berbukit dengan
kemiringan lereng berkisar 15-25%. Kecamatan Sidomukti yang terdiri dari 4 kelurahan
memiliki tingkat kemiringan lereng yang berbeda-beda. Berikut adalah kondisi kelerengan
di masing-masing kelurahan yang terdapat di Kecamatan Sidomukti.
Tabel 2.1 Klasifikasi Kelerengan Kecamatan Sidomukti
No Kelurahan Kelerengan (%) Klasifikasi Kelerengan
1. Kalicacing 8-15 Landai
2. Kecandran 8-15 Landai
3. Mangunsari 8-15 Landai
Landai dan Sebagian Agak
4. Dukuh 8-15 dan 15-25
Curam
Sumber: BAPPEDA Kota Salatiga,2017

58
Gambar 2.2 Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Sidomukti
Sumber: Hasil Analisis, 2018

59
2.3.2 Jenis Tanah
Jenis tanah yang tersebar di beberapa kelurahan pada Kecamatan Sidomukti
terbagi menjadi 4 jenis tanah diantaranya yaitu latosol coklat, aluvial, andosol dan
latosol merah.
a. Tanah Latosol Coklat dan Merah
Jenis tanah ini tersebar di semua kelurahan yang terdapat di Kecamatan Sidomukti.
Jenis tanah latosol coklat ini terbentuk karena akibat dari pelapukan batuan
metamorf dan batuan sedimen. Ciri-ciri jenis tanah ini yaitu memiliki warna
merah, dan beberapa terdapat juga yang berwarna coklat. Jenis tanah ini memiliki
solum horizon dan teksturnya bersifat kasar.
b. Tanah Aluvial
Jenis tanah ini paling banyak ditemukan di Kelurahan Mangunsari dan Kelurahan
Kecandran. Jenis tanah ini adalah hasil pelapukan dari bahan induk endapan
marine atau endapan sungai-sungai dan dapat ditemukan pada daerah dengan
bentuk wilayah datar.
c. Tanah Andosol
Jenis tanah ini paling banyak ditemukan di sebagian wilayah Kelurahan
Mangunsari, dan di Kelurahan Dukuh. Jenis tanah ini adalah pelapukan dari bahan
induk komplek turfinmedier dan basah, berwarna coklat sampai coklat kuning.
Jenis tanah ini tersebar di daerah bertopografi yang bergelombang sampai
berbukit.
Tabel 2.2 Jenis Tanah Kecamatan Sidomukti
No Jenis Tanah Karakteristik Wilayah
Memiliki warna merah, dan beberapa
Latosol terdapat juga yang berwarna coklat. Sebagian Kelurahan
1. Coklat Tua Jenis tanah ini memiliki solum horizon Kalicacing dan Kelurahan
dan Merah dan teksturnya bersifat kasar. Mangunsari

Morfologi bervariasi sesuai dengan


Sebagian Kelurahan
deposit dan aktifitas eksogen
Aluvial Mangunsari dan Sebagian
disekelilingnya, tekstur tanah
2. Kelurahan Kecandran
bervariasi baik secara vertikal maupun

60
No Jenis Tanah Karakteristik Wilayah
horizontal, berwarna gelap dengan
variasi lapisan organik, berada di
lembah sungai, tanah berpori karena
bertekstur liat.
Mempunyai retensi sulfat yang tinggi
dan kuat, mempunyai kepadatan yang
Sebagian Kelurahan
3. Andosol sangat rendah, memiliki kandungan
Dukuh
mineral yang cukup dominan, memiliki
banyak kandungan logam
Sumber: BAPPEDA Kota Salatiga, 2017

61
Gambar 2.3 Peta Jenis Tanah Kecamatan Sidomukti
Sumber: Hasil Analisis, 2017

62
2.3.3 Hidrologi
Sistem wilayah sungai di Kota Salatiga meliputi pengelolaan wilayah sungai
jratunseluna yang merupakan wilayah sungai strategis nasional mencakup DAS
Tuntang. Sementara untuk sistem jaringan irigasi di Kecamatan Sidomukti meliputi
daerah irigasi Andong. Sumber-sumber air baku yang melayani Kecamatan Sidomukti
berasal dari mata air Senjoyo yang melayani Kelurahan Mangunsari, Kelurahan
Kalicacing, dan Kelurahan Kecandran.

2.3.4 Klimatologi
Klimatologi merupakan suatuilmu pengetahuan tentang iklim yang berguna
dalam proses perencanaan untuk mengetahui penyebaran iklim di bumi. Iklim yang
terdapat di Kecamatan Sidomukti tentunya sama halnya dengan iklim yang terdapat di
Indonesia. Iklim tersebut dipengaruhi oleh adanya pusat tekanan rendah dan tekanan
tinggi yang berganti di daratan Sentra Asia dan Australia yang terjadi pada bulan
Januari-Juli. Berdasarkan dari peta curah hujan Kecamatan Sidomukti, Kecamatan
Sidomukti memiliki curah hujan dengan klasifikasi 2000-2500 mm/hari. Dibawah ini
merupakan peta curah hujan Kecamatan Sidomukti.

2.3.5 Penggunaan Lahan


Kecamatan Sidomukti merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di Kota
Salatiga. Kecamatan Sidomukti terdiri dari 4 kelurahan antara lain Kelurahan
Kecandran, Kelurahan Dukuh, Kelurahan Kalicacing, dan Kelurahan Mangunsari.
Penggunaan lahan di Kecamatan Sidomukti di dominasi oleh permukiman, pertanian
dan lahan kering. Pada Kelurahan Kalicacing penggunaan lahan di dominasi oleh
permukiman, kawasan militer, perdagangan dan jasa serta perkantoran. Penggunaan
lahan Kelurahan Mangunsari, di dominasi oleh permukiman, pertanian, kesehatan serta
fasilitas sosial. Sementara itu untuk penggunaan lahan di Kelurahan Dukuh di
dominasi oleh permukiman, pertanian, perdagangan dan jasa serta fasilitas sosial.

63
Penggunaan lahan di Kelurahan Kecandran di dominasi oleh permukiman, pertanian
dan lahan kosong serta industri. Berikut ini merupakan perbandingan antara citra yang
diperoleh dari SAS Planet dengan citra yang diperoleh dari BIG (Badan Informasi
Geospasial)

Sumber: SAS Planet,2016 Sumber: Badan Informasi Geospasial,2015


Gambar 2.4 Perbandingan Citra yang diperoleh dari SAS Planet dan Citra dari
BIG

Jika dilihat dari 2 citra yang diperoleh dari SAS Planet dengan citra yang diperoleh
dari BIG, dapat dilihat perbedaannya. Citra yang diperoleh dari BIG, memiliki kualitas
yang lebih jelas jika dibandingkan dengan citra yang berasal dari SAS Planet. Hal ini
dikarenakan citra yang berasal dari SAS Planet, beberapa bagian masih tertutupi awan
dan memiliki kualitas yang kurang jelas jika di diperbesar. Penggunaan lahan di
Kecamatan Sidomukti terdiri dari beberapa jenis penggunaan lahan diantaranya yaitu,
sawah non irigasi , sawah irigasi, pekarangan/pertanian lahan kering, pemakaman,
permukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran, pendidikan, militer, kesehatan,
industri dan fasilitas sosial. Berikut ini merupakan persentase penggunaan lahan di
Kecamatan Sidomukti.

64
1.85 1.47 0.54 0.42
3.1
2.34 1.93
2.17
0.96

35.18
49.32

0.73
Sawah non irigasi Sawah irigasi
Pekarangan/Pertanian Lahan Kering Pemakaman
Pemukiman Perdagangan dan Jasa
Perkantoran Pendidikan
Militer Kesehatan
Industri Fasos

Gambar 2.5 Persentase Penggunaan Lahan di Kecamatan Sidomukti


Sumber: Hasil Analisis, 2018

Dapat dilihat berdasarkan diagram diatas, bahwa persentase untuk sawah non
irigasi sebanyak 3,1 %, sawah irigasi sebanyak 1,93 %, pekarangan/pertanian lahan
kering sebanyak 49,32%, pemakaman sebanyak 0,73%, perdagangan dan jasa
sebanyak 0,96%, perkantoran sebanyak 2,17%, pendidikan sebanyak 2,34%, militer
sebanyak 1,85%, kesehatan sebanyak 1,47%, industri sebanyak 0,54% dan untuk
fasilitas sosial sebanyak 0,42%. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan
lahan yang mendominasi di Kecamatan Sidomukti yaitu pekarangan.pertanian lahan
kering sebanyak 49,32% dan kemudian penggunaan lahan untuk permukiman
sebanyak 35,18%.

65
Gambar 2.6 Peta Guna Lahan Kecamatan Sidomukti
Sumber: Hasil Analisis, 2018

66
2.4 Aspek Sosial dan Kependudukan
2.4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin terbagi menjadi laki-laki dan perempuan dengan melakukan
perbandingan keduanya dirumuskan dengan sex ratio yaitu jumlah penduduk laki-laki
dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan di kalikan dengan 100%, yaitu dengan
rumus.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝐿𝑎𝑘𝑖 − 𝐿𝑎𝑘𝑖
𝑆𝑒𝑥 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑃𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Sidomukti Berdasarkan Sex Ratio
Tahun 2016
Jumlah Penduduk Sex
Kelurahan Jumlah
Laki - Laki Perempuan Ratio
Kecandran 3097 3002 6099 103.1646
Dukuh 6598 6698 13296 98.50702
Mangunsari 8423 8611 17034 97.81675
Kalicacing 3092 3379 6471 91.50636
Jumlah 21210 21690 42900 97.787
Sumber : Kecamatan Sidomukti Dalam Angka, 2017

Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk di Kecamatan


Sidomukti tahun 2016 memiliki Sex Ratio kurang dari 100%, yaitu 97,787%. Hal ini
menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dari pada jumlah penduduk
perempuan. Jadi dalam hal potensi ketenagakerjaan, penduduk perempuan tersebut lebih
potensial.

2.4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelahiran, Kematian dan Migrasi


Penduduk yang berada di Kecamatan Sidomukti tersebar dalam empat kelurahan yaitu
Kelurahan Kalicacing, Kelurahan Dukuh, Kelurahan Mangunsari dan Kelurahan
Kecandran.Jumlah penduduk ini akan terus bertambah seiring dengan berjalannya waktu dan

67
dipengaruhi oleh kelahiran, kematian dan migrasi.Berikut merupakan tabel jumlah penduduk
berdasarkan kelahiran, kematian dan migrasi di Kecamatan Sidomukti pada tahun 2012.

Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelahiran, Kematian Dan Migrasi Di


Kecamatan Sidomukti Tahun 2012
Kelurahan Kelahiran Kematian Datang Pergi
Kecandran 72 25 97 49
Dukuh 115 77 352 234
Mangunsari 168 114 357 319
Kalicacing 35 42 92 195
Sumber: Kecamatan Sidomukti Dalam Angka, 2017

Berdasarkan tabel tersebut kelurahan yang memiliki jumlah kelahiran terbanyak


terdapat pada Kelurahan Mangunsari dengan jumlah 168 kelahiran dan terrendah
terdapat pada Kelurahan Kalicacing dengan jumlah 35 kelahiran, kelurahan yang
memiliki jumlah kematian terbanyak terdapat pada Kelurahan Mangunsari dengan
jumlah 114 kematian dan terendah terdapat pada Kelurahan Kecandran dengan jumlah
25 kematian, kelurahan yang memiliki jumlah migrasi datang terbanyak terdapat pada
Kelurahan Mangunsari dengan jumlah 357 penduduk dan terendah terdapat pada
Kelurahan Kalicacing dengan jumlah 92 penduduk, dan kelurahan yang memiliki
jumlah migrasi pergi terbanyak terdapat pada Kelurahan Mangunsari dengan jumlah
319 penduduk dan terendah terdapat pada Kelurahan Kecandran dengan jumlah 49
penduduk.

2.4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama


Penduduk yang berada di Kecamatan Sidomukti tersebar dalam empat
kelurahan yaitu Kelurahan Kalicacing, Kelurahan Dukuh, Kelurahan Mangunsari dan
Kelurahan Kecandran.Jumlah penduduk ini akan terus bertambah seiring dengan
berjalannya waktu dan dapat mempengaruhi jumlah penduduk berdasarkan agama.
Berikut merupakan tabel jumlah penduduk berdasarkan agama di Kecamatan
Sidomukti pada tahun 2016:

68
Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Di Kecamatan Sidomukti
Kelurahan Islam Kristen Katholik Hindu Budha Khonghucu
Kecandran 6338 40 38 4 0 0
Dukuh 11228 2183 502 15 2 0
Mangunsari 13306 3805 833 35 8 0
Kalicacing 3039 2298 509 218 14 0
Jumlah 33911 8326 1882 272 24 0
Sumber : Kecamatan Sidomukti Dalam Angka, 2017

Berdasarkan tabel tersebut kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak yang


memeluk agama islam terdapat pada Kelurahan Mangunsari sebanyak 13.306
penduduk dan terendah terdapat pada Kelurahan Kalicacing sebanyak 3.039 penduduk,
jumlah penduduk terbanyak yang memeluk agama kristen terdapat pada Kelurahan
Mangunsari sebanyak 3.805 penduduk dan terendah terdapat pada Kelurahan
Kecandran sebanyak 40 penduduk, jumlah penduduk terbanyak yang memeluk agama
katholik terdapat pada Kelurahan Mangunsari sebanyak 833 penduduk dan terendah
terdapat pada Kelurahan Kecandran sebanyak 38 penduduk, jumlah penduduk
terbanyak yang memeluk agama hindu terdapat pada Kelurahan Kalicacing sebanyak
218 penduduk dan terendah terdapat pada Kelurahan Kecandran sebanyak 4 penduduk,
jumlah penduduk terbanyak yang memeluk agama budha terdapat pada Kelurahan
Kalicacing sebanyak 14 penduduk dan terendah terdapat pada Kelurahan Dukuh
sebanyak 2 penduduk dan penduduk yang memeluk agama khonghucu tidak ada.

2.4.4 Kepadatan Penduduk


Penduduk yang berada di Kecamatan Sidomukti tersebar dalam empat
kelurahan yaitu Kelurahan Kalicacing, Kelurahan Dukuh, Kelurahan Mangunsari dan
Kelurahan Kecandran.Jumlah penduduk terbanyak pada tahun 2016 di Kecamatan
Sidomukti terdapat pada Kelurahan Mangunsari dengan jumlah 17.093 jiwa,

69
penambahan jumlah penduduk sebagian besar karena faktor alami dan sebagian lagi
pendatang baru dari luar Kota Salatiga.

Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Kecamatan Sidomukti Tahun 2012 – 2016

Jumlah Penduduk (Jiwa)


Kelurahan
2012 2013 2014 2015 2016
Kecandran 5.245 5.319 5.401 5.483 5.565
Dukuh 11.892 12.058 12.256 12.459 12.660
Mangunsari 15.770 16.380 16.617 16.855 17.093
Kalicacing 6.301 6.970 6.990 7.074 7.156
Sumber : Kecamatan Sidomukti Dalam Angka, 2017

Dari tabel dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbanyak yang terdapat di
Kecamatan Sidomukti pada tahun 2016 terdapat di Kelurahan Mangunsari sebesar
17.093 jiwa, dan paling sedikit terdapat di Kelurahan Kecandran sebanyak 5.565 jiwa.
Berikut merupakan tabel dan Kepadatan penduduk di Kecamatan Sidomukti tahun
2012 – 2016.

Tabel 2.6 Kepadatan Penduduk Kecamatan Sidomukti Tahun 2016


Luas
Jumlah Kepadatan
Kelurahan Kelurahan
Penduduk Penduduk (km2)
(km2)
Kecandran 5.565 3.992 1.394
Dukuh 12.660 3.772 3.356
Mangunsari 17.093 2.908 5.878
Kalicacing 7.156 0.787 9.093
Jumlah 42.474 10672.787 3.979654049
Sumber : Kecamatan Sidomukti Dalam Angka, 2017

70
2.5 Isu Potensi Permasalahan Sarana dan Prasarana
2.5.1 Isu Sarana dan Prasarana
 Sarana
Salah satu isu yang menjadi topik pembahasan di kota salatiga adalah tentang
toleransi yang sangat tinggi diantara para penduduknya. Hal ini dibuktikan ketika kota
Salatiga meraih predikat kota paling toleran di seluruh indonesia dengan point 5,90.
Tempat peribadatan tersebar dan paling banyak di Kecamatan Argomulyo dan
Sidomukti, ini dibuktikan dengan data dari BPS menganai persebaran tempat
peribadatan Kota Salatiga. Isu ini dapat menjadi potensi bagi masing-masing kota
maupun kecamatan untuk berkembang.
Berdasarkan berita yang dimuat di Solopos dengan mengungkit masalah
“Dianggap Tak Higienis, Kondisi Toilet RSUD Salatiga Picu Kritik” memunculkan
berbagai spekulasi tentang pelayanan yang diberikan setiap rumasakit terhadap pasien,
dimana yang seharusnya rumah sakit menjadi temap yang bersih dari kuman dan
penyakit namun kenyataan nya tidak untuk di rumah sakit yang ada di Kota Salatiga
tersebut.
 Prasarana Air Bersih
Pengembangan Sungai Tuntang dan Rawa Pening yang merupakan bentuk
kerjasama PDAM Kota Salatiga dan PDAM Kabupaten Semarang dengan tujuan
mengantisipasi pertumbuhan penduduk serta penambahan sumur di Kelurahan Dukuh
di Kecamatan Sidomukti dan Kelurahan Noborejo di Kecamatan Argomulyo sebagai
upaya peningkatan pelayanan air bersih.
 Prasarana Air Limbah
Menurut Jawa Pos Radar Semarang yang ditemani warga Nobo Etan, Kelurahan
Noborejo, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga, sejumlah sungai di perbatasan
Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga diduga tercemar dimana Air di Kali Nobo, Kali
Jetis, Kali Patemon, Kali Sanjaya hingga Kali Suruh berwarna hitam pekat dan

71
mengeluarkan bau busuk. Pencemaran ini diduga berasal dari limbah pengolahan kayu
sengon PT Makmur Alam Sentosa (MAS) yang berada di Kota Semarang. Di sejumlah
lokasi tepi sungai juga ada tumpukan potongan kayu yang tidak terpakai dan saat
menyusuri sungai, khususnya di Kali Nobo yang melewati Nobo Etan dan Nobo
Tengah airnya terlihat hitam pekat, tetapi tak lengket. Namun ada sebagian material
terlihat mengendap serta berbau menyengat. Pencemaran tersebut sudah terjadi lebih
dari setahun. Ikan-ikan dan udang yang dulu hidup di sungai juga sudah banyak yang
mati. perusahaan harusnya menampung limbah dan menjernihkan, sebelum dialirkan
ke sungai, warga juga pernah mendemo PT MAS namun belum ada tindakan hingga
sekarang. Berkaitan dengan pembuangan limbah, perusahaan sudah memiliki alat
penyaring. Namun dengan adanya keluhan warga, kapasitas penyaring akan dicek
ulang.
 Prasarana Persampahan
Semakin meningkatanya jumlah penduduk di Kota Salatiga, produksi sampah
dari tahun ke tahun pun semakin meningkat. Pada tahun 2015, sampah di Kota
Salatiga mencapai 427 m³. Sekitar 75,41% sampah tersebut berhasil diangkut oleh 6
truk/container sampah dan sarana pengumpulan lain.
Meningkatnya produksi sampah di Kota Salatiga seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk pada tiap tahunnya merupakan hal yang perlu diseriusi oleh
Pemreintah Kota Salatiga. Bukan hanya Pemerintah Kota semata, melainkan
dibutuhkan peran dan partisipasi oleh seluruh kalangan masyarakat. Bertolak dari
realitas persampahan di Kota Salatiga, maka sebagian masyarakat yang tergabung
dalam kelompok Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) RT 03 RW 04
Kelurahan Tegalrejo berinisiatif untuk merintis konsep tentang bank sampah, dengan
nama bank sampah “Wares”. Bank sampah Wares ini telah beroperasi sejak 17 April
2014. Warga yang mendirikan bank sampah ini bertujuan untuk membuat lingkungan
semakin bersih.
 Prasarana Listrik

72
Sekertaris Daerah Sekda Provinsi Jawa Tengah, menegaskan bahwa penyebab
kebakaran yang selalu terjadi di Kota Salatiga akibat dari penataan instalasi kabel
yang amburadul maka dihimbau kepada Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi
dan UMKM Kota Salatiga harus memperhatikan penataan instalasi kabel listrik
yang baik.
 RTH dan RTNH
Pemkot Salatiga Bangun tiga Taman Kota untuk Warga,tiga titik taman tersebut
diperuntukan menjadi RTH berupa taman publik, yakni di Dukuh Promasan,
Kelurahan Kumpulrejo; di Kelurahan Tegalrejo, Kecamatan Argomulyo; dan di
Kelurahan Kecandran, Kecamatan Sidomukti, lalu para pengembang perumahan
diminta menyediakan area hijau minimal 10 persen dari luas wilayah perumahan
yang mereka bangun dan juga rencana akan dibuat taman lebih kecil di sekitar
Kantor Dinas Pendidikan dan Kantor Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga, serta
taman kota di Jl. Osamaliki, Kota Salatiga dianggap tak terawat lantaran adanya
sampah yang menumpuk.
 Jaringan Jalan
Pemerintah Kota Salatiga akan melakukan pelebaran Jalan Pattimura,
Kecamatan Sidorejo untuk exit Tol Bawen-Salatiga. Hal itu ditujukan agar Kota
Salatiga tidak terkesan semakin sepi atas kehadiran ruas Tol Semarang-Solo.
Menurut Direktur Utama PT Trans Marga Jateng (TMJ), Yudhi Krisyunoro selaku
penanggungjawab yang akan membangun infrastruktur pelebaran jalan tersebut
sudah melakukan komunikasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) untuk akses tambahan pintu keluar Tol Bawen-Salatiga
di Jalan Pattimura Salatiga telah disetujui.

2.5.2 Potensi Sarana dan Prasarana


Kota Salatiga yang memiliki letak yang strategis yaitu berada pada jalur
Semarang– Surakarta, selain itu juga dekat dengan pusat perdagangan dan pusat
pemerintahan Provinsi Jawa Tengah yang berada di Kota Semarang, adalah merupakan

73
suatu keunggulan bagi Kota Salatiga guna lebih mampu memanfaatkan letak yang
strategis guna mendorong pembangunan ekonominya.
Menurut laporan tesis oleh Sulistyowati tentang analisis mengenai dampak
lingkungan (AMDAL) dalam pengelolaan sampah kota (Studi Akses Masyarakat
dalam AMDAL di Lokasi TPA Ngronggo Salatiga). Kota ini sebenarnya memiliki
potensi secara geografis terletak berada di kaki gunung Merbabu dan di segi tiga emas
Joglosemar (Jogjakarta, Solo dan Semarang), dari sinilah Salatiga menyandang
predikat sebagai kota transit pariwisata. Belum lagi dari sisi pendidikan terdapat
kampus UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana), STAIN (Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri), STIE (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi) AMA, serta puluhan Lembaga
Pendidikan Kejuruan, Sekolah Internasional dan puluhan Pondok Pesantren. Kota
Salatiga pun dikenal sebagai kota pendidikan. Predikat lain Kota Salatiga adalah
sebagai kota olah raga, karena dari kota inilah telah lahir atlit-atlit yang berprestasi
ditingkat nasional maupun internasional, misalnya dicabang olah raga atletik. Predikat
kota Salatiga sebagai kota pendidikan, olah raga dan transit pariwisata tersebut juga
diiringi dengan meningkatnya aktifitas penduduk asli dan para pendatang.
Berdasarkan potensi tersebut Kota Salatiga memiliki wilayah rawan bencana
yaitu rawan longsor, rawan erosi permukaan tanah dan rawan genangan. Beberapa
lokasi rumah atau perumahan dan permukiman di Kota Salatiga masih berada di daerah
yang merupakan daerah rawan longsor. Pada kawasan-kawasan seperti ini perlu
dilindungi agar dapat menghindarkan masyarakat dari ancaman yang ada tersebut.
Banyak kawasan-kawasan rawan longsor yang ditempati penduduk sebagai tempat
hunian. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kawasan
lindung yang terlarang untuk permukiman. Selain itu, akibat dari kurang tegasnya
pengendalian pembangunan dan aparat pemerintah Kota Salatiga. Seperti permukiman
yang ada di Kelurahan Blotongan dan Bugel yang memiliki kelerengan > 40 %, dan
untuk Kelurahan Sidorejo Lor tidak memiliki kelerengan yang tinggi, namun kelurahan
ini memiliki kawasan rawan bencana berupa banjir.

74
Kondisi ini dikarenakan kelurahan yang memiliki kelerengan tinggi dan semakin
sedikit kawasan lindungan resapan air akibat dari kawasan ini dibangun untuk
permukiman baru. Kebijakan yang akan dilakukan antara lain: pengawasan dan
pengendalian pembangunan perumahan baru di kawasan rawan longsor, kepadatan
bangunan diarahkan dengan kepadatan rendah, harus ada pembatasan kepadatan dan
pertumbuhan fisik – aktivitas kawasan, kepadatan diarahkan < 30 unit/Ha dengan luas
lantai bangunan < 100 m2, kawasan rawan bencana banjir sedapat mungkin tidak
dipergunakan untuk permukiman, demikian pula kegiatan lain yang dapat merusak atau
mempengaruhi kelancaran sistem drainase, pada daerah rawan banjir ini perlu adanya
pemantapan kawasan lindung diantaranya dengan langkah reboisasi jenis tanaman
khusus (tanaman tahunan). Beberapa lokasi permukiman yang berada di daerah rawan
longsor antara lain terdapat di Kelurahan Blotongan, Kelurahan Sidorejo Kidul,
Kelurahan Kutowinangun, Kelurahan Bugel, Kelurahan Randuacir, dan Kelurahan
Kumpulrejo. Walaupun jumlah tidak terlalu banyak dan belum pernah terjadi longsor
namun lokasi tersebut membutuhkan pengendalian untuk pencegahan keberlanjutan
pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat atau pengembang.

 Sarana
Berdasarkan informasi dari good new from indonesia Terdapat sebuah
inofasi yang muncul dari warga mengenai sekolah berbasis komunitas/desa
(Community Based Schooling) dimana wargalah yang menentukan baik
buruknya anak-anak desa kedepan. Pendidikan dikelola bersama dalam sebuah
lembaga pendidikan, dimana antara warga desa, pemerintah desa, orang tua
murid, guru, anak didik, secara rutin dan terus-menerus mengevaluasi,
merencana-kan dan mengawasi secara bersama-sama. Inilah yang disebut dengan
pendidikan alternatif yang digagas warga, dikelola bersama, dibesarkan bersama
dengan tujuan meningkatkan martabat warga desa itu sendiri.Berangkat dari pola
pikir tersebut, lahirlah sekolah alternatif Qaryah Thayybah, sekolah berbasis

75
komunitas di desa Kalibening Salatiga dengan tingkat pendidikan setara SMP-
SMA.
 Prasarana Air Bersih
Secara makro berdasarkan Buku Putih Kota Salatiga tahun 2012, Kota
Salatiga memiliki beberapa mata air dan sumur dengan kapasitas mata air terbesar
adalah Mata Air Sendoyo di Kecamatan Sidorejo sebesar 1.154 liter/detik.
Kapasitas Mata Air Sendoyo terbesar karena letaknya berada di kaki Gunung
Merbabu.
Secara mikro berdasarkan Buku Sanitasi Kota Salatiga Tahun 2012,
Kecamatan Sidomukti terdapat Mata Air Sukowati dengan kapasitas terpasang
dan produksi sebesar 15 liter/detik. Mata Air Sukowati juga merupakan mata air
baku yang diolah Instalasi Pengolahan Air dan melayani Kecamatan Sidomukti,
Kecamatan Sidorejo dan sebagian wilayah di Kabupaten Semarang. Kecamatan
Sidomukti juga merupakan kecamatan yang mendapatkan cakupan pelayanan
PDAM sebesar 77%.
 Prasarana Air Limbah
Hasil studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) terhadap
pengelolaan air limbah rumah tangga Kota Salatiga sudah memiliki tempat BAB
(buang air besar) responden berupa jamban pribadi adalah 93% dan sudah
memiliki IPLT di Kelurahan Kumpulrejo, Kecamatan Sidomukti dan memiliki 3
unit IPLI di Kecamatan Argomulyo tepatnya di Kelurahan Cebongan, Kelurahan
Noborejo, Kelurahan Ledok.
Menurut Buku Putih Sanitasi dan “studi kelayakan instalasi pengolahan
lumpur tinja kota salatiga” oleh Nasrullah bahwa Kota Salatiga sudah memiliki
IPLT ( Instalasi Pengelolahan Limbah Tinja) dan IPLI ( Instalasi Pengelolahan
Limbah Industri), dengan adanya IPLT akan sangat membantu pemerintah Kota
Salatiga dalam usaha meningkatkan kualitas lingkungan permukiman pada
wilayah perkotaan. Hal ini disebabkan air limbah domestik tidak langsung

76
dibuang ke sungai sehingga estetika lingkungan baik di sekitar permukiman
maupun disekitar daerah aliran sungai akan tetap terjaga termasuk pula
penurunan pencemaran air tanah dapat diminimalisir dan Meningkatkan
kesehatan masyarakat. Menurunnya pencemaran air permukaan akibat dari
pembuangan limbah tinja secara sembarangan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab. Dengan adanya IPLT diharapkan semua kegiatan penyedotan
kakus di Kota Salatiga membuang limbah tinjanya ke IPLT dan apabila terjadi
pelanggaran maka harus mendapat tindakan tegas sesuai Perda yang
diberlakukan, Penurunan angka kesakitan akibat penyakit yang disebabkan
buruknya sanitasi lingkungan.
 Prasarana Persampahan
Dua investor lokal menyatakan minatnya untuk mengelola Taman Kota
Bendosari (TKB). Seperti diketahui, sejak rampungnya pembangunan pada 2012,
taman kota yang terletak di tepi Jalan Lingkar Selatan (JLS) Salatiga, tepatnya di
Kecamatan Sidomukti tersebut hingga kini masih belum dikelola secara
maksimal. TKB ini memiliki potensi besar menjadi salah satu objek wisata
alternatif di Salatiga. Selain lokasinya yang strategis, belum banyak destinasi
wisata di wilayah Salatiga yang mengembangkan konsep ekowisata. Namun
dalam memaksimalkan potensi yang ada di TKB, membutuhkan dana yang cukup
besar. Dana yang dibutuhkan nantinya akan digunakan untuk melengkapi sarana
dan prasarana di kawasan dengan luas empat hektar tersebut.
 Prasarana Listrik
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (Cipkataru) Kota Salatiga mengklaim
telah memperoleh support dari berbagai instansi untuk merealisasikan rencana
program pemanfaatan limbah sampah untuk dijadikan energi
pembangkit listrik atau sumber energi listrik. Bahkan beberapa tahapan sudah
dilakukan bersama pihak calon investor dari Jakarta.Dalam melaksanakan
kegiatan ini harus ada beberapa instansi yang ikut terlibat dalam pengembangan

77
ini tidak hanya Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang saja melainkan harus
berkoordinasi dengan Kantor Lingkungan Hidup (KLH) maupun Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPTPM) Kota Salatiga
 RTH dan RTNH
Secara makro Dinas Cipkataru Salatiga telah mengerahkan petugas untuk
merawat dan menjaga RTH selama 24 jam. Kondisi RTH publik eksisting
321,166 ha atau sebesar 5,66 % sedangkan RTH privat eksisting 568,25 ha atau
sebesar 10,01 %. Sehingga total RTH saat ini baru 889,416 ha atau 15,67 %.
Sehingga Kota Salatiga masih membutuhkan RTH sebesar 14,33 %.
Secara Mikro Kelurahan Mangunsari,Kelurahan Dukuh Kecamatan
Sidomukti, Kelurahan Tegalrejo, Kelurahan Kumpulrejo di Kecamatan
Argomulyo termasuk kedalam hutan kota seluas 29ha. Pemkot Salatiga Bangun
tiga Taman Kota untuk Warga,tiga titik taman tersebut diperuntukan menjadi
RTH berupa taman publik, yakni di Dukuh Promasan, Kelurahan Kumpulrejo; di
Kelurahan Tegalrejo, Kecamatan Argomulyo; dan di Kelurahan Kecandran,
Kecamatan Sidomukti.
 Jaringan Jalan
Secara Makro Adanya pembangunan Tol Bawen-Salatiga dapat
berpotensi dalam meningkatkan konektivitas antar-wilayah, meningkatkan
distribusi barang dan jasa, serta mendorong pertumbuhan wilayah.
Secara Mikro menurut laporan skripsi yang dilakukan oleh Alwan Hazmi
tentang “Perubahan Spasial Akibat Pembangunan Jalan Lingkar Selatan Kota
Salatiga Tahun 2006-2014”, menjelaskan bahwa adanya pembangunan jalan
lingkar selatan di Kecamatan Sidomukti tersebut memiliki beberapa potensi
diantaranya, aksesibilitas, dan manfaat ekonomi dari kegiatan transportasi, yaitu;
1) memperluas pasar (daerah pemasaran) yang berdampak pada peningkatan
pendapatan dan keuntungan bagi produsen.

78
2) mengurangi perbedaan harga antar daerah menjadi sekecil mungkin, sehingga
barang-barang menjadi stabil.
3) transportasi yang lancar dan mampu menjangkau daerah yang luas akan
mendorong daerah-daerah sekitar.
Adanya program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) Sengkuyung
Tahab III Kota Salatiga, dua dusun di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang
terhubung jalan aspal. Dua dusun tersebut adalah Ngemplak RW 9 Kumpulrejo
Kecamatan Argomulyo degan Dusun Pendingan Sumogawe Kecamatan Getasan,
sehingga dari adanya pembangunan jalan tersebut memberikan manfaat dalam hal
aksesibilitas.

2.5.3 Permasalahan Sarana dan Prasarana


Kota Salatiga memiliki permasalahan pembangunan ekonomi Kota Salatiga
masih tersendat oleh beberapa masalah, diantaranya adalah penyebaran kawasan
industri di Kota Salatiga tidak merata, sehingga perkembangan antar wilayah kurang
cepat. Sedangkan perdagangan dan jasa juga tidak menyebar, yang menyebabkan
sektor perdagangan kurang berkembang. Di sisi lain Kota Salatiga yang memiliki lahan
pertanian yang cukup luas, pemanfaatannya kurang maksimal. Keadaan ini merupakan
masalah yang penting bagi Kota Salatiga.
 Prasarana Air Bersih
Secara makro berdasarkan Buku Putih Sanitasi Tahun 2012 secara
keseluruhan Kota Salatiga memiliki beberapa permasalahan air bersih
diantaranya:
1. Sumber mata air dan sumur tidak merata di setiap kecamatan.
2. Pada musim kemarau sumber mata air mengalami penurunan debit air,
sehingga kapasitas produksi juga berkurang.
3. Kondisi topografi Kota Salatiga yang berbukit menuntut biaya investasi,
operasional dan perawatan yang cukup besar dalam pengadaan sarana air
bersih

79
4. Tingkat pelayanan PDAM Kota Salatiga hanya 56,14% sedangkan standar
MDGs tingkat pelayanan air bersih sebesar 80%.
5. Tingkat kebocoran air di Kota Salatiga adalah 24% sedangkan batas tolerasi
kebocoran air menurut MDGs adalah 20%.
6. Kurangnya kesadaran masyarakat akan konservasi sumber daya air
7. Jaringan pipa jenis asbes peninggalan jaman dulu banyak yang sudah rusak
sehingga berpotensi meningkatkan kebocoran
8. Kontinuitas belum optimal karena air belum bisa mengalir secara kontinu
24 jam.
Secara mikro ada beberapa masalah prasarana air bersih di Kecamatan
Argomulyo secara umum dikarenakan minimnya jumlah mata air dan sumur.
Pada Kecamatan Argomulyo, hanya terdapat satu sumur yaitu Sumur Cebongan
dengan kapasitas 7 liter/detik (berdasarkan Buku Putih Sanitasi, 2012). Cakupan
pelayanan PDAM merupakan yang terendah yaitu hanya 39%. Selain itu,
terdapat beberapa kelurahan di Kecamatan Argomulyo diantaranya Kelurahan
Noborejo, Kelurahan Kumpulrejo, dan Kelurahan Randuacir belum terlayani
PDAM. Sehingga masyarakat setempat memanfaatkan sumur gali, sumur
artesis, sungai dan sebagian dilayani oleh PDAM Kabupaten Semarang.
 Prasarana Air Limbah
Secara makro kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air limbah
domestik masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya masyarakat
yang menggunakan sungai sebagai pembuangan limbah domestiknya, meskipun
sudah memiliki jamban pribadi dan septictank.
Dalam rangka mendorong partisipasi dan peran serta masyarakat,
pemerintah Kota Salatiga mempunyai program SLBM (sanitasi lingkungan
berbasis masyarakat) dan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat). Baik
peran serta dalam bentuk tenaga, pendanaan dan pemikiran/perencanaan serta
pengelolaan. Pemberdayaan masyarakat ini juga dimaksudkan untuk

80
meningkatkan keterlibatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya
penanganan air limbah di Kota Salatiga. Selain itu, pengelolaan sarana sanitasi
oleh masyarakat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Saat ini pengolahan limbah domestik (lumpur tinja) di kelola oleh UPTD
TPA DCKTR Kota Salatiga. Adapun keterlibatan Kantor Lingkungan Hidup
(KLH) dalam penanganan air limbah domestik utamanya terhadap pengendalian
pencemaran lingkungan. Sebagian besar masyarakat Kota Salatiga masih
menggunakan sistem pengelolaan air limbah on site berupa jamban keluarga
maupun MCK Komunal, sistem pengolahan on site ini 15 % menggunakan septic
tank sangat sederhana terolah dan 85% tidak terolah langsung masuk ke sungai.
Dalam satu MCK umum bisa melayani 23 KK sedang di SLBM bisa melayani 60
KK. Kota Salatiga tidak memiliki sistem offsite skala kota. Ini bisa menyebabkan
masalah jika air mbah yang tidak terolah langsung ke sungai akan mengakibatkan
pencemaran sungai.
Beberapa permasalahan terkait pengelolaan air limbah domestik yang
dihadapi oleh Kota Salatiga adalah:
 Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya penangangan
pengelolaan limbah domestik.
 Masih adanya pembuangan grey water maupun black water ke saluran
drainase dan sungai-sungai yang ada, sehingga dapat mencemari
lingkungan.
 Belum berfungsinya truk tinja milik Pemerintah kota Salatiga.
 Tidak adanya Perda yang mengatur tentang penanganan air limbah.
 Masih ada masyarakat yang BABS di sungai maupun di kebon
Secara mikro, sejumlah warga penghuni perumahan
Prajamukti Kelurahan Kecandran, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga,
mengeluhkan air septic tank, instalasi pengolah air limbah (Ipal) WC komunal,

81
terutama ketika hujan. Air luberan tersebut juga menimbulkan bau tak sedap. Hal
itu disampaikan Lurah Kecandran, Kecamatan Sidomukti
 Prasarana Drainase
Sistem jaringan drainase juga dapat mempengaruhi baik buruknya kondisi
lingkungan. Seperti yang terjadi di Pancuran ini kondisi drainasenya sebagian
besar tidak dapat berfungsi dengan maksimal karena tidak adanya maintenance
yang baik. Drainase-drainase kota bertemu pada kawasan ini karena letaknya
dibawah as jalan. Karena tidak adanya pemeliharaan rutin maka banyak drainase
yang tersumbat karena sampah pasar. Pada saat musim hujan turun air meluap
demikian juga sampah yang menyumbat. Hal ini menyebabkan lingkungan
kawasan permukiman ini menjadi kotor. Demikian juga sungai yang melintas
pada kawasan ini juga terjadi sedimentasikarena sampah dan tanah yang
mengendap di dasar sungai. Pada saat aliran sungai deras, air sungai meluap dan
menimpa rumah-rumah penduduk, karena sungai ini terletak di atas permukiman.
Dengan melihat kenyataan ini keberadaan sarana drainase lingkungan sangat
berperan dalam membentuk kualitas suatu lingkungan. Limbah rumah tangga ada
yang masih menggunakan saluran drainase lingkungan. Kurangnya sumur
resapan air hanya memiliki 600 unit di tahun 2012.
 Prasarana Persampahan
Dinas Lingkungan Hidup Kota Salatiga mengimbau kepada masyarakat
untuk membiasakan diri mengelola sampah sebelum dibawa ke tempat
pembuangan. Masyarakat harus peduli karena jika tidak dikelola dengan baik,
sampah bisa menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan dan kelangsungan
hidup manusia. Guna menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk peduli terhadap masalah sampah, Dinas Lingkungan Hidup akan
menggencarkan bimbingan teknis pengelolaan sampah melalui bank sampah
yang dilaksanakan setiap tahun. Tujuannya agar di tiap kelurahan secara nyata
siap dalam mengelola sampah, memahami sampah, hingga memilah sumber-

82
sumber sampah. Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Salatiga
Prasetyo Ichtiarto mengatakan, masalah sampah memang menjadi pekerjaan
rumah yang membutuhkan penanganan secara komprehensif. Itu juga harus
dilakukan mulai dari lingkungan rumah tangga hingga pengelolaan di TPA.“Kota
Salatiga masih memiliki PR (pekerjaan rumah) yaitu pembenahan TPA, tempat
pengolahan sampah terpadu (TPST) 3 R, bank sampah dan penataan kota.
Secara mikro fasilitas penunjang kebersihan di Lapangan Pancasila,
Kalicacing, Kecamatan Sidomukti seakan tidak berfungsi karena sudah rusak.
Beberapa tempat sampah di lapangan yang kerap dikunjungi warga Salatiga itu
tampaknya sudah lapuk dan berlubang termakan usia sehingga sudah tidak dapat
menampung sampah. Masyarakat di Kelurahan Kalicacing berharap, pemerintah
kota dapat memperbaiki fasilitas persampahan di Lapangan Pancasila, Salatiga
itu.

 Prasarana Listrik
Pemadaman listrik terjadi di sebagian kawasan di Kota Salatiga,
penghentian pemadaman itu disebabkan adanya pemeliharaan jaringan listrik
PLN.Pemadaman listrik di Kota Salatiga mencangkup wilayah Kecamatan
Tingkir, Kecamatan Argomulyo, dan Kecamatan Sidorejo. Di Kecamatan
Tingkir, penghentian pelayanan PLN berlangsung di Kelurahan Gendongan, Jl.
M.T. Haryono, Jl. Margorejo, Jl. Canden, dan PT. Charoen Pokphand.
Sedangkan pemadaman listrik di Kecamatan Argomulyo mendera PT Damatex
dan PT Timatex. Penghentian pelayanan PLN di Kecamatan Sidorejo hanya
menyasar kawasan Jl. Moh. Yamin.
 RTH dan RTNH
Secara makro RTH kota Salatiga belum memenuhi standar karena masih
kurang dari 20 persen.( dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
(Cipkataru)).Dikarenakan kurangnya lahan yang dapat dijadikan RTH, lalu

83
sulitnya lahan kosong untuk dijadikan RTH. Hal ini karena banyak lahan kosong
yang sudah lebih dulu dipesan untuk dijadikan program lain, contohnya untuk
tempat usaha,dan adanya dampak proyek pembangunan perumahan yang jor-
joran namun kebanyakan tak menaati aturan.proyek-proyek tersebut seharusnya
sesuai prosedur Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yang mewajibkan adanya RTH
yaitu dengan Perbandingannya 40 persen banding 60 persen dari luas rumah.
Menurut laporan tesis yang dilakukan oleh Sri Purwatik, Bandi Sasmito,
Hani'ah Hani'ah tentang “Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (Rth)
Berdasarkan Kebutuhan Oksigen (Studi Kasus : Kota Salatiga)” bahwa
Berdasarkan jumlah penduduknya, Kota Salatiga memerlukan Ruang Terbuka
Hijau sebesar 372,174 Ha. Sehingga bila dilihat dari RTH yang luasnya 910,58
Ha sudah memenuhi. Namun, bila dilihat dari kebutuhan oksigen, Kota Salatiga
memerlukan 3452,174 Ha Ruang Terbuka Hijau. Dengan demikian, luas RTH
yang ada belum memenuhi standar kebutuhan oksigen.
Secara mikro Kelurahan Mangunsari, Kelurahan Dukuh (Kec.Sidomukti),
Kelurahan Tegalrejo, Kelurahan Kumpulrejo (Kec.Argomulyo) termasuk
kedalam hutan kota seluas 29ha dan RTH Publik masih belum 20% dari luas
wilayah
 Jaringan Jalan
Secara makro pembangunan Tol Bawen-Salatiga menimbulkan masalah
kemacetan lalu lintas Salatiga sepanjang Jalan Soekarno Hatta hingga arah ke
Solo. Hal tersebut dikarenakan dampak dari membludaknya volume mobil yang
keluar dari gerbang tol keluar Salatiga.
Secara mikro Menurut laporan tesis yang dilakukan oleh Deny Catur
Purnayudha tentang “Permasalahan Hukum Pengadaan Tanah Pembangunan
Jalan Lingkar Selatan Di Kecamatan Sidomukti Salatiga” bahwa Kecamatan
Sidomukti memiliki salah satu permasalahan yaitu Pembangunan Jalan Lingkar
Selatan (JLS) Salatiga. Pembangunan jalan lingkar selatan tersebut dilandasi oleh

84
beberapa faktor yaitu untuk meningkatkan nilai harga tanah, memanfaatkan
lahan, memberikan kesempatan bagi warga dalam hal pewarisan, menciptakan
lapangan kerja di sektor jasa, meningkatkan perekonomian sekaligus sebagai
sarana dan prasarana lingkungan serta fasilitas sosial yang dapat dimanfaatkan
bagi kepentingan umum. Namun dalam pelaksanaannya masih ada beberapa
lahan yang masih harus dilakukan pelepasan hak atas tanah, guna mencapai
kesepakatan mengenai besarnya nilai, bentuk dan dasar yang dipakai untuk
membayar ganti kerugian.

85
BAB 3
METODOLOGI PEKERJAAN

86
BAB 4

RENCANA KERJA
4.1 Rencana Kerja dan Jadwal Kegiatan
4.1.1 Rencana Kerja

September Oktober November Desember


No TAHAPAN KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. PERSIAPAN
Pengantar Rencana Perkuliahan
Review pedoman RDTR 2011 dengan draft
pedoman RDTR 2018
Penjabaran isu, potensi dan permasalahan di
wilayah studi
2. PENDAHULUAN
Metodologi, Rencana Kerja dan Prsentasi
Laporan Pendahuluan
Review Kondisi Fisik, Sosial ,Ekonomi, Sarana
Prasarana , Lingkungan dan Kecendrungan
perkembangan
Review Kebutuhan Perkembangan,Potensi dan
Permasalahan
3. KONSEP RENCANA
Perumusan Alternatif Konsep Rencana
Pemilihan Alternatif Konsep Rencana
Presentasi Laporan Konsep Rencana
Perumusan Tujuan, Kebijakan,dan Strategi
4. RENCANA
Rencana Struktur Ruang
Rencana Pola Ruang
Rencana Kawasan Prioritas
Arahan / Peraturan Pemanfaatan dan
Pengendalian
Indikasi Program
Presentasi Laporan Rencana
5. LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2Tujuan dan Sasaran
1.2.1 Tujuan

87
September Oktober November Desember
No TAHAPAN KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1.2.2 Sasaran
1.3 Ruang Lingkup
1.3.2 Ruang Lingkup Wilayah
1.3.3 Ruang Lingkup Substansi
1.4 Sistematika Penulisan
1.5 Review Pedoman
2.1 Gambaran Umum
2.2 Isu Potensi dan Permasalahan
Kawasan
3.1 Metodologi Pekerjaan
4.1 Rencana Kerja
6. LAPORAN KONSEP RENCANA
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan dan Sasaran
1.3 Metodologi Pekerjaan
1.4 Kerangka Pemikiran
1.5 Jadwal Rencana Kerja
1.6 Sistematika Penyajian Laporan
2.1 Teori dan Tinjauan Kebijakan
3.1 Gambaran dan Analisi Potensi
Permasalahan Kawasan
4.1 Konsep Pengembangan Alternatif
dan Pemilihannya
7. LAPORAN RENCANA
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan dan Sasaran
1.3 Metodologi Pekerjaan
1.4 Kerangka Pemikiran
1.5 Jadwal Rencana Kerja
1.6 Sistematika Penyajian Laporan
2.1 Gambaran dan Analisi Potensi
Permasalahan Kawasan
3.1 Konsep Pengembangan Alternatif
dan Pemilihannya
4.1 Rencana Pengelolaan
8. TAHAPAN KEGIATAN
Presentasi Laporan Pendahuluan

88
September Oktober November Desember
No TAHAPAN KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Presentasi Laporan Rencana
Ujian Lisan

89

Anda mungkin juga menyukai