Anda di halaman 1dari 19

PENDAHULUAN

ANAMNESIS
Pemeriksaan fisik & penunjang perlu dilakukan untuk membangun diagnosis
suatu penyakit. Beberapa pemeriksaan yang sering dilakukan dalam dermatologi
adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan fungsi syaraf, pemeriksaan dermatologi
manual, pemeriksaan dengan sinar Wood, pemeriksaan laboratorik sederhana.
Pada modul ini akan dibahas mengenai pemeriksaan syaraf tepi pada kasus
kusta dan pemeriksaan sinar Wood.

TUJUAN:
Mahasiswa diharapkan dapat melakukan pemeriksaan syaraf tepi dan pemeriksaan
dengan sinar Wood.

LEARNING OBJECTIVE:
Setelah melakukan skill lab mahasiswa mampu :
1. melakukan pemeriksaan syaraf tepi
2. melakukan pemeriksaan dengan sinar Wood

ALAT & BAHAN yang diperlukan


1. Kertas
2. Jarum
3. Kapas
4. Tabung reaksi
5. Lampu Wood
6. Simulasi lesi
I. PEMERIKSAAN SARAF TEPI
I. Inspeksi
Dengan penerangan yang baik, lesi kulit harus diperhatikan dan juga kerusakan
kulit.

II. Palpasi
- Kelainan kulit: nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada
tangan dan kaki
- Kelainan saraf: meraba dengan teliti N. aurikularis magnus, N. ulnaris, N.
peroneus. Mencari adakah penebalan saraf dan nyeri tekan. Perhatikan raut
wajah pasien, apakah kesakitan atau tidak pada saat meraba saraf.
Pemeriksaan harus sistematis, meraba atau palpasi jangan sampai
menyakiti atau pasien mendapat kesan kurang baik.

1. Pemeriksaan fungsi rasa raba dan kekuatan otot

Langkah-langkah pemeriksaan fungsi saraf:


a. Persiapan pemeriksaan fungsi saraf

1). Siapkan ballpoint yang ringan dan kertas


2). Siapkan tempat duduk untuk penderita.
b. Cara pemeriksaan saraf: Periksa secara berurutan agar tidak ada yang
terlewatkan mulai dari kepala sampai kaki

1). Mata
a) Fungsi motorik saraf Facialis
 Penderita diminta memejamkan mata
 Dilihat dari depan/samping apakah mata tertutup dengan
sempurna/tidak ada celah.
 Bagi mata yang menutup tidak rapat, diukur lebar celahnya
lalu dicatat, misalnya lagopthalmos ±3mm mata kiri atau
kanan

b) Fungsi sensorik mata (pemeriksaan kornea, yaitu fungsi saraf


trigeminus) tidak dilakukan di lapangan.

2). Tangan
a). Fungsi sensorik saraf Ulnaris dan Medianus
 Posisi penderita: Tangan yang akan diperiksa diletakkan di
atas meja/paha penderita atau bertumpu pada tangan kiri
pemeriksa sedemikian rupa, sehingga semua ujung jari
tersangga (tangan pemeriksa yang menyesuaikan diri
dengan keadaan tangan penderita) misalnya claw hand,
maka tangan pemeriksa menyangga ujung-ujung jari
tersebut sesuai lengkungan jarinya.
 Jelaskan pada penderita apa yang akan dilakukan padanya,
sambil memperagakan dengan sentuhan ringan dari ujung
ballpoint pada lengannya dan satu atau dua titik pada
telapak tangannya (Gambar 6.4a)
 Bila penderita merasakan sentuhan diminta untuk menunjuk
tempat sentuhan tersebut dengan jari tangan yang lain
(Gambar 6.4b)
 Test diulangi sampai penderita mengerti dan kooperatif
 Penderita diminta menutup mata atau menoleh ke arah
berlawanan dari tangan yang diperiksa
 Penderita diminta menunjuk tempat yang terasa
disentuh
 Usahakan pemeriksaan titik-titik tersebut tidak
berurutan (secara acak)

b). Fungsi motorik (kekuatan otot)


 Saraf Ulnaris (kekuatan otot jari kelingking)
- Tangan kiri pemeriksa memegang ujung jari manis, jari
tengah dan telunjuk tangan kanan penderita, dengan
telapak tangan penderita menghadap ke atas dan posisi
ekstensi (jari kelingking bebas bergerak tidak terhalang
oleh tangan pemeriksa)
- Minta penderita mendekatkan (adduksi) dan pada
menjauhkan (abduksi) kelingking dari jari-jari lainnya
(Gambar6.5a). Bila penderita dapat melakukannya,
minta ia menahan kelingkingnya pada posisi jauh dari
jari lainnya, dan kemudian jari telunjuk pemeriksa
mendorong pada bagian pangkal kelingking (Gambar
6.5b)
Penilaian:
- Bila jari kelingking penderita dapat menahan dorongan ibu jari
pemeriksa, berarti masih Kuat.
- Bila jari kelingking penderita tidak dapat menahan dorongan
pemeriksa berarti Sedang.
- Bila jari kelingking penderita tidak dapat mendekat atau menjauh
dari jari lainnya berarti sudah Lumpuh.

- Bila hasil pemeriksaan meragukan apakah masih kuat atau sudah


mengalami kelemahan, anda dapat melakukan pemeriksaan
konfirmasi sebagai berikut:
- Minta penderita menjepit sehelai kertas yang diletakkan
diantara jari manis dan jari kelingking tersebut, lalu
pemeriksa menarik kertas tersebut sambil menilai ada
tidaknya tahanan/jepitan terhadap kertas tersebut
Penilaian:
- Bila kertas terlepas dengan mudah berarti kekuatan
otot Lemah
- Bila ada tahanan terhadap kertas berarti otot masih
Kuat

 Saraf Medianus (kekuatan otot ibu jari)


- Tangan kanan pemeriksa memegang jari telunjuk sampai
kelingking tangan kanan penderita agar telapak tangan
pendeita menghadap ke atas, dan dalam posisi ekstensi.
- Ibu jari penderita ditegakkan keatas sehingga tegak lurus
terhadap telapak tangan penderita (seakan-akan
menunjuk ke arah hidung) dan penderita diminta untuk
mempertahankan posisi tersebut. (Gambar 6 .6a)
- Jari telunjuk pemeriksa menekan pangkal ibu jari
penderita yaitu dari bagian batas antara punggung dan
telapak tangan mendekati telapak tangan (Gambar 6.6b)

Penilaian:
- Bila ada gerakan dan tahanan kuat berarti masih kuat
- Bila ada gerakan dan tahanan lemah berarti sedang
- Bila tidak ada gerakan berarti lumpuh
Selalu perlu dibandingkan kekuatan otot tangan kanan dan kiri untuk
menentukan adanya kelemahan.

 Saraf Radialis ( kekuatan pergelangan tangan )


- Tangan kiri pemeriksa memegang punggung lengan
bawah tangan kanan penderita.
- Penderita diminta menggerakkan pergelangan tangan
kanan yang terkepal ke atas ( ekstensi )
( gambar 6.7a)
- Penderita diminta bertahan pada posisi ekstensi (ke atas)
lalu dengan tangan kanan pemeriksa menekan tangan
penderita ke bawah ke arah fleksi. ( gambar6.7b)

Penilaian :
- Bila ada gerakan dan tahanan kuat berarti masih Kuat
- Bila ada gerakan dan tahanan lemah berarti sedang
- Bila tidak ada gerakan berarti Lumpuh( pergelangan
tangan tidak bisa ditegakkan ke atas )

3) Kaki
a) Fungsi sensorik saraf Tibialis posterior
 Kaki kanan penderita diletakkan pada paha kiri, usahakan
telapak kaki menghadap ke atas.
 Tangan kiri pemeriksa menyangga ujung jari kaki penderita.
 Cara pemeriksaan sama seperti pada rasa raba tangan.
 Pada daerah yang menebal sedikit menekan dengancekungan
berdiameter 1 cm

b) Fungsi motorik saraf Peroneus Communis (Poplitea lateralis )


 Dalam keadaan duduk, penderita diminta mengangkat ujung
kaki dengan tumit tetap terletak di lantai / ekstensi maksimal
( seperti berjalan dengan tumit ) ( Gambar 6.9a)
 Penderita diminta bertahan pada posisi ekstensi tersebut lalu
pemeriksa dengan kedua tangan menekan punggung kaki
penderita ke bawah/ lantai. ( Gambar 6.9b)

Penilaian :
- Bila ada gerakan dan tahanan kuat berarti Kuat
- Bila ada gerakan dan tahanan lemah berarti Sedang
- Bila tidak ada gerakan berarti Lumpuh ( ujung kaki tidak bisa
ditegakkan ke atas )

II. PEMERIKSAAN SINAR WOOD DALAM DERMATOLOGI


Sinar wood ditemukan pada tahun 1903 oleh ahli ilmu fisika Baltimore
bernama Robert W. Wood (1868-1955). Pemakaian sinar Wood dalam dermatologi
pertama sekali dilaporkan pada tahun 1925, yang direkomendasikan untuk
mendeteksi infeksi jamur di rambut.
Dalam bidang dermatologi sinar Wood sangat diperlukan untuk mendeteksi
dan evaluasi klinis berbagai penyakit kulit seperti kelainan pigmen, infeksi kulit dan
porfiria.Penyakit kulit ini dapat dideteksi berdasarkan fluoresens yang dipancarkan
oleh bahan kimia ketika diperiksa dengan sinar Wood. Kelainan pigmentasi yang
dapat didiagnosis dan dievaluasi antara lain: vitiligo, tuberous sklerosis,
hipomelanosis of Ito, melasma. Infeksi kulit antara lain: beberapa infeksi
Pseudomonas, eritrasma, propionibacterium acnes, tinea kapitis dan pityriasis
versicolor.

TEKNIK PEMERIKSAAN dengan SINAR WOOD


Pemeriksaan dengan sinar Wood tidak terlalu membutuhkan keahlian. Hal
yang harus diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan dengan hasil:
1. Sebelum pemeriksaan, sinar Wood dipanaskan kisaran 1 menit.
2. Ruang pemeriksaan harus benar-benar gelap, sedikit jendela atau memakai
penutup hitam.
3. Pemeriksa harus beradaptasi terlebih dahulu dengan ruangan gelap supaya
bisa melihat kontras lebih jelas.
4. Hindari mencuci area yang akan diperiksa sinar Wood karena bisa
menghasilkan negatif palsu disebabkan dilusi pigmen.
5. Hapus semua obat topikal, sisa kain kasa dan sabun di area yang akan
diperiksa karena kemungkinan bahan tersebut menyebabkan fluoresens di
bawah sinar Wood.
6. Lakukan pemeriksaan sinar Wood dengan sumber cahaya berjarak 4 sampai 5
inci dari lesi.
7. Perhatikan fluoresens yang tampak

Pemeriksaan dengan sinar Wood untuk mengevaluasi lesi hipopigmentasi,


depigmentasi, hiperpigmentasi, infeksi dan kelainan metabolism. Lesi
hiperpigmentasi yang terlihat dibawah sinar Wood biasanya disebabkan peningkatan
jumlah atau aktivitas melanosit. Jika lesi tidak terlihat kemungkinan melanin
berlokasi di dermis.6

1. Hipopigmentasi dan depigmentasi


Hipopigmentasi atau depigmentasi pada individu dengan fair-skinned sangat
sulit dilihat. Pada lesi hipopigmentasi atau depigmentasi terdapat sedikit atau tidak
ada melanin epidermis. Tepi hipopigmentasi atau bintik depigmentasi terlihat lebih
jelas di bawah sinar wood. Lesi tampak bright blue-white disebabkan
autofluoresens.Beberapa kelainan hipopigmentasi atau depigmentasi yang dapat
diperiksa dengan sianr Wood yaitu vitiligo (Gambar 1) dan hipomelanosis of Ito.
Pemeriksaan sinar Wood dapat membantu menemukan dan menggambarkan
luas vitiligo yang mungkin kurang jelas, terutama pada individu dengan fair-skinned.

a b c

Gambar 1(a): pemeriksaan vitiligo dibawah sinar biasa sulit membedakan karena kontras kurang.
Gambar (b): pemeriksaan dibawah sinar Woods vitiligo dan dugaan regresi disebabkan melanoma
terlihat jelas. Gambar (c): pemeriksaan dari samping lesi pigmentasi yang telah mengalami regresi.

Gambar 2 (a). tampak vitiligo di regio palpebra superior, (b) gambaran sinar Wood
Karakteristik kulit pada hypomelanosis of Ito adalah hipopigmentasi whirled
atau streaked, yang gambarannya tidak begitu jelas khususnya pada individu fair
skinned (Gambar 3).Pemeriksaan dengan sinar Wood dapat membantu
menggambarkan hipopigmentasi.

Gambar 3. Hipomelanosis of Ito

2. Hiperpigmentasi
Melanin menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak sangat kuat. Saat sinar
Wood menyinari epidermis, sebagian sinar tersebut akan diserap oleh melanin
epidermis, sementara bagian kulit yang pigmentasinya kurang akan dipantulkan,
sehingga menghasilkan kontras yang meningkat pada zona batas diantara melanisasi
yang berbeda. Variasi pigmentasi epidermal lebih terlihat dibawah sinar Wood
daripada dengan pencahayaan ruangan. Untuk pigmentasi dermal, kontras ini kurang
terlihat dibawah sinar Wood karena autofluoresens kolagen dermal yang berada
diatas dan bawah melanin dermal, yang memberikan perbedaan fluoresens. Beberapa
kelainan hiperpigmentasi yang dapat diperiksa dengan sinar Wood adalah melasma
dan hiperpigmentasi pasca inflamasi.
Melasma tipe epidermis menunjukkan peningkatan kontras saat diperiksa
dibawah sinar Wood. Sebaliknya melasma tipe dermis, tidak menunjukkan
peningkatan kontras saat di bawah sinar Wood.
Hiperpigmentasi pasca inflamasi sering dijumpai pada pasien dengan tipe
kulit Fitzpatrick IV, V dan VI terutama tipe IV dan V (Gambar 4).Ada dua
mekanisme yang dapat menyebabkan hiperpigmentasi ini yaitu aktivitas melanosit
yang meningkat sehingga hiperpigmentasi epidermal atau hipermelanosit dermal
karena melanin dari epidermis keluar dan masuk ke dermis. Pemeriksaan dengan
sinar Wood dapat membedakan kedua bentuk hiperpigmentasi paska peradangan ini.

Gambar 4. Hiperpigmentasi pasca inflamasi

3. Infeksi

Beberapa infeksi pada kulit yang dapat diperiksa dengan sinar Wood antara
lain: infeksi Pseudomonas, eritrasma, infeksi jamur dan P. acne.Pemeriksaan dengan
sinar Wood dapat mendeteksi secara cepat infeksi Pseudomonas, khususnya pada
luka bakar. Pseudomonasmenghasilkan pigmen yang dikenal sebagai pyoferdin atau
fluorescein yang memperlihatkan fluoresens hijau di bawah sinar wood.3 Fluoresens
dapat dideteksi jika jumlah bakteri lebih dari 105/cm2, jumlah yang dibutuhkan untuk
menimbulkan infeksi.
Eritrasmadisebabkan Corynebacterium minutissimum, yangmemperlihatkan
fluoresens merah karang (coral-red)di bawah sinarwooddisebabkan porfirin yang
dihasilkan (Gambar 5). Infeksi kulit ini sering dijumpai di daerah inguinal, dan
beberapa individu secara bilateral pada sela jari keempat kaki.

b c

Gambar 5. (a & b) tampak gambaran sinar Wood coral-red; (c) eritrasma di regio
ingunalis dextra et sinistra

Telah lama diketahui bahwa komedo di wajahdapat dilihat dengan fluoresens


merah oranye (Gambar 6 a-d).Cornelius dan Ludwig menunjukkan bahwa fluoresens
ini disebabkan porfirin. Coproporfirin merupakan porfirin utama yang dihasilkan
Propionibacterium acnes(P. Acnes) sementara protoporfirin IX dihasilkan lebih
sedikit. Insiden fluoresens porfirin ini meningkat pada orang dewasa dan menurun
setelah berumur 50 tahun.Komedo memberikan fluoresensi putih kekuningan
disebabkan keratin yang padat (Gambar 5 c-d).

2a

Gambar 5(a): Foto klinis subyek dengan cahaya biasa; (b): Subyek yang sama difoto dengan
UV fluorescence camera. Penekanan lesi pigmentasi sebaliknya tidak menarik perhatian dibawah
cahaya ruangan. Fluoresens oranye-merah disebabkan porfirin yang dihasilkan bakteri diamati
dengan folikel rambut di nasolabial.
c d

Gambar5(c): pasien akne dibawah penerangan lampu biasa dengan lesi peradangan dan komedo;
(d): pasien yang sama dibawah penerangan sinar Woods fluoresens putih kekuningan dengan lesi
komedo.

Pemeriksaan sinar Wood pada kulit glabrous, kuku, telapak tangan dan
telapak kaki secara umum tidak membantu diagnosis infeksi dermatofita disebabkan
oleh kurangnya fluoresens. Sebaliknya, sinar Wooddapat dipergunakan untuk
mendiagnosis sebagian tinea kapitis (Gambar 7). Karakteristik fluoresens dapat
dilihat jika rambut telah mengalami kerusakan dan intrafollikular rambut dapat dinilai
karena rambut yang mudah tercabut. Bahan kimia yang menyebabkan fluoresens ini
adalah pteridine. Fluoresens hijau cerah dapat dilihat pada infeksi Microsporum
audouinii dan M.canis (Tabel 1). Microsporum distortum, M.ferrugieum dan M.
gypseum juga menghasilkan fluoresens. Trichophyton schoenleinii, penyebab favus,
menghasilkan fluoresens berwarna faint blue. Tidak ditemukannya fluoresens bukan
berarti tidak menderita tinea kapitis, seperti pada spesies T. tonsurans dan T.
verrucosum yang tidak menghasilkan fluoresens di bawah sinar Wood. Dermatofita
yang memberikan fluoresens secara umum masuk dalam genus Microsporum. Bahan
kimia yang memberikan respon fluoresens positif adalah pteridin. Hasil positif palsu
dapat ditemukan jika ada skuama, salap dan serpihan sabun yang mengering. Berikut
ini adalah beberapa spesies dari genus Microsporum yang memberikan fluoresens
pada pemeriksaan di bawah sinar Wood.
Tabel 1. Karakteristik tinea kapitis
Orga Organisme Warna Fluoresens
Microsporum audonii Biru-hijau
Microsporum canis Biru-hijau
Microsporum ferrugineum Biru-hijau
Microsporum distortum Biru-hijau
Microsporum gypseum Kuning-tidak mengkilat
Trichophyton schoenleinii Biru-tidak mengkilat
Pemeriksaan dengan sinar Wood sangat membantu menentukan infeksi
Malassezia furfur. Fluoresens yang dihasilkan berwarna putih-kekuningan atau
oranye-tembaga pada infeksi yang aktif.

a b

Gambar 7. (a) Gambaran sinar Wood, (b) Tinea Kapitis

Pemeriksaan dengan sinar Wood digunakan untuk mendiagnosis porfiria, tergantung


pada penyakit, sinar Wood dapat mendeteksi kelebihan porfirin pada gigi, urin, sel
darah merah dan feses (Tabel 2). Sampel yang diambil dari biopsi hati akan selalu
menunjukkan fluoresens yang disebabkan akumulasi porfirin dengan sel hati.

Tabel 2. Fluoresens pada porfiria


Diagnosis Sampel Fluoresens
Eritropoetik porfiria RBC, urine, gigi Merah-merah muda
Eritropoetik RBC, feses, batu empedu Merah-merah muda
protoporfiria
Porfiria kutaneus tarda Feses, urine Merah-merah muda
Variegate porfiria Urine, feses Merah-merah muda
RBC: Red blood cell

Gambar 8. Sinar Wood pada Tinea Versikolor

Kesalahan penggunaan sinar Wood


Ada beberapa kesalahan yang harus dihindari pada penggunaan sinar Wood
sebagai alat diagnosis.9
 Sinar wood digunakan untuk mendiagnosis tinea kapitis tetapi kebanyakan
jamur tidak berfluoresens, sehingga hasil tes negatif tidak bisa meniadakan
diagnosis.
 Ada beberapa refleksi cahaya dari dermatosis berskuama, bisa
membingungkan dengan perubahan warna yang relatif tidak jelas pada
Pityriasis versicolor
 Kemeja dan jaket putih bisa sangat mengganggu pemeriksaan
 Fluoresens merah muda pada eritrasma disebabkan porfirin dapat negatif jika
kulit yang terkena dicuci terlebih dahulu sebelum diperiksa.

Anda mungkin juga menyukai