Anda di halaman 1dari 12

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada wilayah Kabupaten Sukoharjo yang

secara administratif terdiri dari 12 kecamatan, yaitu: Kecamatan Baki,

Kecamatan Bendosari, Kecamatan Bulu, Kecamatan Gatak, Kecamatan

Grogol, Kecamatan Kartasura, Kecamatan Mojolaban, Kecamatan Nguter,

Kecamatan Polokarto, Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Tawangsari,

Kecamatan Weru. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data

runtut waktu (time series) tahun 2010-2013. Penetapan periode waktu ini

adalah atas dasar pertimbangan ketersediaan data dan dipandang lebih

sesuai untuk menggambarkan potensi nyata kecamatan.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder ini

diperoleh dari berbagai edisi penerbitan yang dikeluarkan oleh Badan

Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sukoharjo, Badan Perencanaan dan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sukoharjo dan instansi-

instansi terkait dalam penelitian ini. Selain dari lembaga tersebut, data juga

diperoleh dari sumber pustaka seperti buku, jurnal dan artikel terkait

dengan penelitian.
33

C. Metode Analisis Data

1. Location Quotient (LQ)

Metode Location Quotient (LQ) digunakan untuk menentukan

sektor basis atau sektor unggulan di Kabupaten Sukoharjo. LQ

merupakan suatu teknik analisis yang dimaksudkan untuk menentukan

potensi spesialisasi suatu daerah terhadap aktivitas ekonomi utama

atau untuk menentukan sektor basis yaiti sektor yang dapat memenuhi

kebutuhan daerah sendiri dan daerah lain. Penentuan sektor basis atau

sektor unggulan perlu dikembangkan agar perekonomian dearth

tumbuh cepat dan juga mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang

menyebabkan potensi sektor ekonomi rendah dan menentukan apakah

prioritas untuk menanggulangi kelemahan tersebut.

Analisis LQ digunakan untuk menentukan komoditas-

komoditas atau sektor yang dominan yang dapat dikategorikan sebagai

sektor basis pada kecamatan yang ada di Kabupaten Sukoharjo.

Prinsip dari metode ini adalah membandingkan presentase nilai

masing-masing sektor dalam PDRB kecamatan di Kabupaten

Sukoharjo dengan presentase nilai sektor yang sama pada PDRB

Kabupaten Sukoharjo.

Rumus yang dipakai dalam analisis LQ ini adalah sebagai

berikut (Arsyad, 1999:142):

LQ = =
34

Keterangan:

LQ : Location Quotient

vi : Nilai sektor i suatu daerah

vt : Total nilai PDRB di suatu daerah

Vi : Nilai sektor i daerah referensi

Vt : Total nilai PDRB daerah referensi

Berdasarkan formulasi yang ditunjukan dalam persamaan, maka

kriteria pengukuran LQ adalah sebagai berikut, yaitu:

a. Jika nilai LQ ≥ 1. Sektor tertentu merupakan sektor basis atau

sektor unggulan. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor

tertentu di tingkat kecamatan lebih besar dari sektor yang sama

pada perekonomian tingkat kabupaten.

b. Jika nilai LQ < 1. Sektor tertentu merupakan sektor non basis. Ini

berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor tertentu di tingkat

kecamatan lebih kecil dari sektor yang sama pada perekonomian

tingkat kabupaten.

2. Analisis Skalogram dan Indeks Sentralitas

Hoover (1948) dalam Sihotang (2001:65) menjelaskan bahwa

salah satu indikator suatu daerah dapat dikategorikan sebagai pusat

kegiatan/pertumbuhan ekonomi adalah memiliki keuntungan

konsentrasi perkotaan yang meliputi diantaranya fasilitas-fasilitas

komersial, perbankan dan finansial, transportasi, komunikasi, adanya

fasilitas-fasilitas social, hiburan dan keuntungan skala dalam


35

pelayanan umum oleh pemerintah. Tujuan digunakannya analisis

scalogram adalah untuk mengidentifikasi kota-kota kecamatan yang

dapat dikelompokan menjadi pusat-pusat pertumbuhan berdasarkan

pada fasilitas perkotaan yang tersedia. Kemampuan suatu kecamatan

dikategorikan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi didasari atas

ketersediaan atas fasilitas perkotaan yang dimiliki. Dalam analisisinya

klasifikasi kota dikelompokkan berdasarkan pada tiga komponen

fasilitas utama yaitu (Blakeley, 1994:94-99):

a. Differentiation adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas

ekonomi. Fasilitas ini menunjukan bahwa adanya struktur

kegiatan ekonomi lingkungan yang kompleks, junmlah dan tipe

fasilitas komersial akan menunjukan derajat ekonomi

kawasan/kota dan kemungkinan akan menarik sebagai tempat

tinggal dan bekerja.

b. Solidarity adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas social.

Fasilitas ini menunjukan tingkat kegiatan social dari

kawasan/kota. Fasilitas tersebut dimungkinkan tidak seratus

persen merupakan kegiatan social namun pengelompokan tersebut

masih dimungkinkan jika fungsi sosialnya relative lebih besar

dibandingkan sebagai kegiatan usaha yang berorientasi pada

keuntungan (benefit oriented).

c. Centrally adalah fasilitas yang berkaitan dengan kegiatan

ekonomi-politik/pemerintahan. Fasilitas ini menunjukan

bagaimana hubungan dari masyarakat dalam sistem


36

kota/komunitas. Sentralisasi ini diukur melalui perkembangan

hirarki dari institusi sipil, misalnya kantor pos, sekolah, kantor

pemerintahan dan sejenisnya.

Selain itu untuk melihat apakan konsentrasi pada suatu

tempat dapat dikatakan sebagai kota atau tidak, adalah dari seberapa

banyak jenis fasilitas perkotaan yang tersedia dan seberapa jauh kota

tersebut menjalankan fungsi perkotaan (Tarigan, 2005:158-159).

Adapaun fasilitas perkotaan atau fungsi perkotaan tersebut meliputi:

1) Pusat Perdagangan, yang tingkatannya dapat dibedakan atas

melayani masyarakat kota itu sendiri, melayani masyarakat kota

atau daerah pinggiran (daerah yang berbatasan) atau melayani

beberapa kota kecil (pusat kabupaten).

2) Pusat pelayanan jasa baik jasa perseorangan maupun jasa

perusahaan.

3) Tersedianya prasarana perkotaan, yang menunjang kehidupan

seperti adanya sistem jalan kota yang baik, listrik, jaringan

telepon, air minum, taman kota maupun pasar.

4) Pusat penyediaan fasilitas sosial dan sarana pendidikan.

5) Pusat pemerintahan, banyak kota yang sekaligus merupakan

lokasi pusat pemerintahan. Hal ini terjadi karena pusat

pertumbuhan turut mempercepat tumbuhnya suatu kota karena

banyak masyarakat yang merasa perlu datang ke tempat itu untuk

urusan pemerintahan.
37

6) Pusat komunikasi dan pangkalan transportasi artimya dari kota

tersebut masyarakat bisa berhubungan ke banyak tujuan dengan

berbagai pilihan alat penghubung.

7) Lokasi pemukiman yang tertata, suatu lokasi/daerah dapat

dikatakan sebagai sebuah kota karena jumlah penduduknya

banyak. Penduduk membutuhkan tempat tinggal. Hal ini berarti

kota dapat sekaligus menjadi tempat pemukiman.

Oleh karena itu menurutnya, makin banyak fungsi atau

fasilitas yang dimiliki suatu daerah, menggambarkan hirarki yang

sebenarnya dari kota tersebut atau apabila makin tinggi hirarki kota

tersebut maka makin luas daerah pengaruhnya sehingga dapat

dikatakan sebagai pusat pertumbuhan.

Analisis skalogram yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan metode menuliskan ada atau tidaknya fasilitas disuatu

wilayah yaitu dengan mengisikan angka 1 bila fasilitas tersebut

terdapat pada suatu wilayah dan mengisikan angka 0 bila fasilitas

tersebut tidak terdapat di suatu wilayah (Rodinelli, 1985:115).

Selanjutnya analisis skalogram ini dapat dikembangkan untuk

menentukan indeks sentralitas berbobot. Indeks sentralitas ini tidak

hanya berdasarkan jumlah fungsi atau fasilitas pelayanan yang ada

pada suatu wilayah, tetapi juga berdasarkan frekuensi keberadaan

fungsi atau fasilitas tersebut pada wilayah yang ditinjau.

Dalam prakteknya di lapangan, hendaknya matriks fungsi

dengan metode skalogram ini dilengkapi dengan data-data yang


38

disusun melalui matriks fungsi lainnya, dimana data-data yang

disampaikan dihitung secara lebih detail, dengan menggunakan teknik

pembobotan, pemberian ranking, dan sebagainya (Riyadi, 2003:123).

Oleh karena itu, untuk mengetahui pusat pertumbuhan ekonomi di

suatu wilayah dalam penelitian ini menggunakan analisis skalogram

dengan menggabungkan analisis indeks sentralitas dengan teknik

pembobotan. Fungsi alat analisis indeks sentralitas ini sama dengan

analisis skalogram, yaitu digunakan untuk mengetahui struktur/hirarki

pusat pertumbuhan ekonomi yang ada dalam suatu wilayah dengan

menghitung berapa jumlah fungsi yang ada, berapa jenis fungsi serta

seberapa besar frekuensi keberadaan suatu fungsi dalam satu satuan

wilayah (Riyadi, 2003:118). Berikut ini cara dalam analisis skalogram

dengan indeks sentralitas:

a. Kolom (1 dan 2) diisi dengan nomor urut untuk wilayah

(kecamatan) dan nama-nama kecamatan yang ada di

kabupaten/kota terkait.

b. Kolom selanjutnya adalah kolom yang diisi dengan jenis fungsi

(jenis fasilitas). Pengisian kolom jenis fungsi diisi dengan nilai 1

jika ada fasilitas tersebut di suatu wilayah atau 0 jika tidak ada

fasilitas yang dimaksud di suatau wilayah.

c. Kolom “Jumlah Jenis Fungsi/Fasilitas” diisi dengan menjumlahkan

masing-masing fungsi yang ada pada setiap kecamatan (setiap

baris).
39

d. Baris “Total Fungsi” diisi dengan menjumlahkan jenis fungsi yang

ada dari seluruh kecamatan (setiap kolom)

e. Baris “Sentralitas Total”, pada setiap kolom/baris memiliki nilai

yang sama, yaitu 100. Pada baris terakhir (nilai bobot), dihitung

nilai bobt yang berdasarkan pada nilai total sentralitas dibagi

dengan jumlah fungsi masing-masing kolom.

Rumus Indeks Sentralisasi:

C = t/T

Keterangan:

C : Bobot Fungsi

t : Nilai sentralitas total, yaitu 100

T : Jumlah total fungsi

Angka nilai bobot ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

frekuensi keberadaan suatu fungsi akan semakin kecil nilai

bobotnya, sebaliknya semakin rendah frekuensi keberadaan suatu

fungsi, semakin tinggi nilai bobotnya.

f. Langkah selanjutnya adalah mengalikan nilai bobot fasilitas dengan

nilai fungsi fasilitas setiap kecamatan (setiap kolom)

g. Setelah langkah (poin 6) selesai, maka langkah selanjutnya adalah

menjumlahkan seluruh nilai bobot dari berbagai jenis fungsi setiap

kecamatan (berdasarkan baris/horizontal). Penjumlahan tersebut

akan menghasilkan nilai indeks sentralitas.

h. Nilai indeks sentralitas tersebut kemudian akan ditentukan hirarki

pusat pertumbuhan ekonomi tingkat kecamatan di Kabupaten


40

Sukoharjo yang kemudian dapat digunakan untuk menentukan

kecamatan sebagai pusat pertumbuhan.

Analisis skalogram dan indeks sentralitas menunjukan bahwa

wilayah yang merupakan hirarki tinggi dapat dikategorikan sebagai

pusat pertumbuhan ekonomi yaitu kecamatan yang memiliki jumlah

jenis fungsi/fasilitas dan nilai bobot sentralitas yang tinggi, sedangkan

wilayah-wilayah yang merupakan hirarki paling rendah ditentukan

oleh semakin sedikitnya jumlah jenis fungsi/fasilitas dan nilai indeks

sentralitas yang rendah pula (Tarigan, 2005:163-164)

3. Analisis Interaksi (Gravitasi)

Model Gravitasi adalah model yang digunakan untuk melihat

besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi.

Daya tarik inilah yang kemudian mendorong berbagai kegiatan lain

untuk berlokasi di dekat kegiatan yang telah ada terlebih dahulu.

Model ini juga sering digunakan untuk melihat keterkaitan antara

potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi

tersebut.

Dalam perencanaan wilayah, model gravitasi sering

digunakan sebagai alat untuk melihat apakah lokasi berbagai fasilitas

kepentingan umum sudah berada pada tempat yang benar. Selain itu,

model ini juga dapat digunakan untuk menentukan lokasi yang

optimal pada saat kita ingin membangun fasilitas yang baru. Tentunya

pada lokasi optimal, fasilitas tersebut akan digunakan sesuai dengan

kapasitasnya (Tarigan, 2005:104).


41

Menurut Tarigan (2005), ada dua faktor yang menentukan

besarnya interaksi antara dua kota, yaitu besarnya kedua kota dan

jarak antara kedua kota. Besarnya kedua kota, dalam hal ini sering

diukur dari jumlah penduduk, karena jumlah penduduk sangat terkait

dengan berbagai ukuran lainnya yang digunkaan, misalkan lapangan

pekerjaan, total pendapatan, dan lain-lain serta mudah dalam hal

pencarian data. Jarak antara kedua kota, yang mempengaruhi

keinginan orang untuk bepergian kearena untuk menempuh jarak

diperlukan waktu, tenaga, dan biaya. Makin jauh jarak yang

memisahkan kedua lokasi, makin rendah keinginan orang untuk

bepergian. Dalam hal ini, minat orang bepergian menurun drastis

apabila jarak itu semakin jauh, artinya penurunan minat itu tidak

proporsional dengan pertambahan jarak, melainkan eksponensial.

Rumus gravitasi secara umum adalah sebagai berikut:

Iij = k

Keterangan:

Iij : Jumlah trip antara kota i dengan kota j

Pi : Penduduk kota i (ribuan jiwa)

Pj : Penduduk kota j (ribuan jiwa)

dg : Jarak dari daerah i ke daerah j (Km)

b : Perangkat dari d (dalam banyak hal b=2)

Semakin besar angka interaksi antar kecamatan sebagai pusat

pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya, maka semakin erat


42

hubungan interaksi antara pusat pertumbuhan dengan daerah

sekitarnya

4. Tipologi Klassen

Tipologi klassen digunakan untuk mengetahui klasifikasi

sektor perekonomian. Variable yang digunakan dalam analisis ini

adalah pertumbuhan ekonomi di suatu daerah dan pendapatan

perkapita suatu daerah. Analisis Tipologi Klassen menghasilkan

empat klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai

berikut (Syafrizal dalam Kuncoro, 1997:27-38).

a. Daerah Maju Dan Cepat Tumbuh

Daerah ini memiliki tingkat PDRB perkapita dan laju

perekonomian yang lebih unggul dibandingkan dengan wilayah

referensi.

b. Daerah Maju Tapi Tertekan

Daerah ini memiliki tingkat PDRB perkapita yang lebih

tinggi dibandingkan dengan wilayah referensinya, tetapi laju

pertumbuhan ekonominya lebih kecil dari pada wilayah

referensinya.

c. Daerah Berkembang Cepat

Daerah ini memiliki tingkat PDRB perkapita lebih kecil

dibandingkan dengan wilayah referensinya, tetapi laju

pertumbuhan ekonominya lebih besar daripada wilayah

referensinya.
43

d. Daerah Relatif Tertinggal

Daerah ini memiliki tingkat PDRB perkapita dan laju

pertumbuhan ekonomi yang lebih kecil dibandingkan wilayah

referensinya.

Penentuan empat klasifikasi daerah di atas didasarkan pada

rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan rata-rata pendapatan

perkapita, seperti pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Matriks Tipologi Klassen

Keterangan:

Xi : PDRB Perkapita di salah satu daerah

X : PDRB Perkapita di daerah acuan

Δ : Tingkat Pertumbuhan

ΔXi = x 100%

ΔXi : Pertumbuhan PDRB di salah satu daerah

ΔX : Pertumbuhan PDRB di daerah acuan

Anda mungkin juga menyukai