Anda di halaman 1dari 32

LEMBARAN PENGESAHAN

Batam, ____/_____/2013

Disahkan oleh,

…………………………………….

dr. Muhammad Edrial, Sp. M

1
BAB I

PENDAHULUAN

Ulkus kornea merupakan keadaan patologik kornea, yaitu hilangnya sebagian permukaan
kornea akibat kematian jaringan kornea. Akibat kerusakan epitel menyebabkan mikroorganisme
masuk ke dalam kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditentukan oleh
adanya kolagenase yang dibentuk sel epitel baru dan sel radang. Kerusakan dapat terjadi di
kornea bagian tepi, tetapi ulkus selalu meluas ke tengah. Biasanya disertai dengan hipopion.
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia.

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrate
supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel
sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk
mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi,
endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan
kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2011 menyebutkan saat ini terdapat 285 juta orang
menderita gangguan penglihatan, 39 juta diantaranya mengalami kebutaan. Sembilan puluh
persen penderitanya berada di negara berkembang. Ekstrapolasi perkiraan India lanjut ke seluruh
Afrika dan Asia, jumlah ulkus kornea yang terjadi setiap tahunnya di negara berkembang dengan
cepat mendekati 1,5-2 juta, dan jumlah sebenarnya mungkin lebih besar.

Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri,
jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan
mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas yang akhirnya
mengarah pada kebutaan fungsional. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah,
namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama lengkap : Tn. B Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 40 tahun Suku bangsa : -

Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam

Pekerjaan : Bekerja di kebun kelapa sawit Pendidikan : SMA

Alamat : Batam No.RM : 331827

Tanggal masuk RS : 12 Juni 2013

Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 12 Juni 2013 pukul 14.00 WIB di
Ruang Perawatan Teratai RS Otorita Batam.

Keluhan utama : Penglihatan mata sebelah kiri kabur sejak kurang lebih 2 hari SMRS yaitu pada
hari Senin tanggal 10 Juni 2013.

Keluhan tambahan: mata sebelah kiri terasa perih, berair dan kadang terasa gatal.

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang berobat ke Poli Mata RSOB dengan keluhan penglihatan mata kiri kabur sejak
kurang lebih 2 hari SMRS. Sebelumnya, pasien sempat mengaku mata kirinya terkena pupuk
tanaman dan tanah saat sedang bekerja yaitu pada hari Kamis tanggal 6 Juni 2013. Saat terkena
pupuk, pasien merasakan panas di mata kirinya. Pasien kemudiannya langsung mencuci matanya
dengan air. Setelah itu, pasien mengaku membeli obat tetes mata di warung namun tidak
diketahui nama obatnya. Pada keesokan harinya yaitu pada hari Jum’at tanggal 7 Juni 2013,
pasien telah berobat ke klinik dan telah diberikan obat tetes mata namun mata pasien tidak ada
3
perbaikan. Pada hari Senin tanggal 9 Juni 2013, pasien mengaku penglihatan matanya makin
kabur sehingga sulit untuk melihat. Pasien sekali lagi telah ke klinik dan seterusnya telah dirujuk
ke RSOB untuk tindakan lanjut.

Riwayat penyakit dahulu: Riwayat penyakit hipertensi, diabetes, jantung, asma dan alergi
disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit mata dan operasi mata juga disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada yang memiliki penyakit yang sama seperti pasien.
Penyakit hipertensi, diabetes, alergi dan penyakit mata yang lain disangkal.

Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Pemeriksaan Umum

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 88x/menit

Suhu : 36,8oC

Pernapasan (Frekuensi dan tipe) : 20 x/menit Thorako-Abdominal

Kepala
Ukuran : Normosefali Simetri muka : Asimetris

Ekspresi wajah : Baik Rambut : hitam, tipis, uban (-)

Mata
Konjungtiva : Tidak anemis Sklera : Tidak ikterik

4
Telinga
Ukuran : Normotia Serumen : (+)

Sekret : (-)

Mulut
Bibir : Tidak sianosis Tonsil : T1/T1 tenang

Langit-langit : Tidak hiperemis Lidah : Bersih

Faring : Tidak hiperemis. Arcus faring simetris.

Leher
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba pembesaran

Kelenjar Limfe : Tidak teraba pembesaran

JVP : 5 ± 2 cm H2O

Thorax

Paru-paru

Depan Belakang

Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Inspeksi
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis

Benjolan (-), nyeri tekan (-) Benjolan (-), nyeri tekan (-).
Kiri
Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
Palpasi
Benjolan (-), nyeri tekan (-) Benjolan (-) , nyeri tekan (-).
Kanan
Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris

Kiri Sonor Sonor


Perkusi
Kanan Sonor Sonor

Auskultasi Kiri Vesikuler, Ronkhi (-), Vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)
Wheezing (-)

5
Vesikuler, Ronkhi (-),
Kanan Vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)
Wheezing (-)

Jantung

Inspeksi Tidak tampak pulsasi iktus kordis

Palpasi Pulsasi iktus kordis teraba pada linea midclavikula kiri, sela iga V 2 jari
lateral linea midsternal kiri, sebesar 2,5 cm

Perkusi Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi BJ I-II reguler murni, murmur (-), gallop (-)

Perut

Warna kuning langsat, tidak ada jaringan parut dan striae,


Inspeksi
tidak ada pelebaran vena

Dinding perut Supel, Buncit, nyeri tekan epigastrium (-), massa (-)

Palpasi Hati Tidak teraba pembesaran

Limpa Tidak teraba pembesaran

Perkusi Timpani

Auskultasi Bising usus (+) normal

Refleks dinding perut Dalam batas normal

Status Oftalmologi

PEMERIKSAAN OCULAR DEXTRA OCULAR SINISTRA

Visus (Bedside) 6/60 1/300

Tekanan Intra Ocular Normal (palpasi) Normal (palpasi)

Gerak Bola Mata

6
Kedudukan Bola Mata Orthoforia Orthoforia

Palpebra Superior Edema (-), Hiperemis (-) Edema (-), Hiperemis (-)

Palpebra Inferior Edema (-), Hiperemis (-) Edema (-), Hiperemis (-)

Konjungtiva
Tarsalis Superior Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Tarsalis Inferior Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Bulbi Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (+)

Kornea Jernih, edema (-), infiltrat (-), Keruh, edema (-), infiltrat (+),
sekret (-) sekret (+)

Sklera Sikatriks (-) Sikatriks (-)

COA Dalam, jernih, hipopion (-) Dalam, jernih, hipopion (-)

Iris Coklat, sinekia (-) Coklat, sinekia (-)

Pupil Bulat, isokor, diameter 3 mm, Bulat, isokor, diameter 3 mm,


RC (+) RC (-)

Tes Fluoresein : Tidak dilakukan


Tes Sensibilitas : Tidak didapatkan refleks kornea pada mata kiri.

7
Gambar mata kiri pasien

Resume
Pasien laki-laki,usia 40 tahun datang dengan keluhan pandangan mata kiri kabur disertai
dengan mata merah,gatal, berair dan silau sejak kurang lebih 2 hari SMRS. Ada riwayat trauma
sebelum timbulnya keluhan, yaitu mata kirinya terkena pupuk dan tanah saat bekerja. Pasien
sudah pernah berobat ke dokter dan diberi obat tetes mata, namun tetap tidak ada perbaikan.
Pada pemeriksaan status oftalmolgi, didapatkan:
- Visus OD : 6/60

8
- Visus OS : 1/300
- Konjungtiva OS: hiperemis
- Kornea OS : keruh terutama di bagian tengah kornea

Diagnosis Kerja
 Ulkus kornea sentral ec bakteri OS

Differential diagnosis
 Keratitis
 Glaukoma kaut
 Uveitis anterior

Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium tanggal 12 Juni 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

RBC 14,4 11,0-16,5 g/dL

HCT 41.2 35,0-50,0 %

WBC 7.94 4,0-11,0 ribu/uL

Eosinofil 1.5 0-4 %

Basofil 0.3 0-1 %

Neutrofil 68,1 46-75 %

Limfosit 23,2 17-48 %

Monosit 6.9 4-10 %

LED 14 < 10 mm/jam

SGOT 18 <38

9
SGPT 20 <41

Alkali Phosphatase 62 40-129

GDS 110 70-140 mg/dL

Penatalaksanaan
Non medikamentosa
 Tidak dibebat karena akan menaikkan suhu dan berfungsi sebagai
inkubator untuk kuman membiak
 Hindari dari memegang mata dengan tangan kotor
 Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari
Medikamentosa
 IVFD RL + Cernevit /24 jam
 Cendo Tropin 3xI OS
 Cendo Lyters 6xI OS
 Levofloxacin 3xI OS
 Polygran 6xI OS
 Cendo Vital 2xI tab
 Herclav 3xI tab
 Mosardal 1xI drip
1.7. Prognosis
OD Ad Vitam : ad bonam
Ad Visam : ad bonam
OS Ad Vitam : ad bonam
Ad Visam : dubia ad bonam

10
ANALISA KASUS

Seorang laki-laki 40 tahun bekerja di Kebun kelapa sawit datang ke RSOB dengan
keluhan utama penglihatan mata kiri kabur disertai nyeri dan kemerahan sejak kurang lebih 2
hari SMRS.

Berdasarkan keluhan utama dari penderita yaitu adanya penurunan penglihatan disertai
dengan nyeri dan mata merah, maka dapat dipikirkan kemungkinan adanya ulkus kornea,
keratitis, glaukoma akut, uveitis anterior, endoftalmitis, dan panoftalmitis.

Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, terdapat riwayat trauma pada mata kiri
penderita dan mata tersebut kemudiannya menjadi kabur, nyeri, merah dan berair. Penderita juga
sempat mengeluh matanya kelihatan memutih terutama di bagian tengah. Maka, diagnosa yang
paling memungkinkan pada pasien ini adalah ulkus kornea dan keratitis.

Kemungkinan diagnosa glaukoma akut dapat disingkirkan karena pada pasien ini tidak
terdapat penurunan penglihatan secara tiba-tiba dan tidak ada nyeri kepala yang hebat
menyertainya, ataupun adanya keluhan penglihatan pelangi atau halo semasa melihat lampu.

Kemungkinan uveitis anterior pada pasien ini dapat disingkirkan juga karena
padapenderita ini ditemukan infiltrat dan gambaran tukak di kornea yang menunjukkan bahwa
ini bukan suatu murni uveitis anterior. Kelainan seperti ini menunjukkan adanya suatu inflamasi
dan infeksi pada kornea. Kemungkinan uveitis anterior sebagai komplikasi diagnosa utama dapat
dipertimbangkan karena infeksi pada kornea dapat menyebar ke uvea anterior. Tidak adanya
hipopion pada mata kiri penderita menunjukkan tidak terjadinya peradangan pada uvea anterior
yaitu pada badan silier dan iris.

Kemungkinan terjadinya endoftalmitis dapat dipertimbangkan karena terdapat faktor


penyebab yaitu tukak pada kornea, akan tetapi menjadikan endoftalmitis sebagai diagnosa utama
dan pasti tidak dapat dilakukan karena segmen posterior tidak dapat dinilai. Selain itu,
endoftalmitis biasanya disertai dengan demam.

11
Diagnosa yang paling memungkin pada pasien ini adalah ulkus kornea dan keratitis.
Diagnosa keratitis dapat disingkirkan karena pada penderita ini bukan hanya terdapat infiltrasi
sel radang pada kornea yang ditandai oleh kekeruhan pada kornea akan tetapi terdapat juga
gambaran tukak pada kornea.

Diagnosis ulkus kornea ini dapat ditegakkan karena ditemukan adanya penurunan visus
disertai mata yang merah, silau, berair, dan adanya sekret. Adanya riwayat trauma sebelumnya
semakin memperjelas kemungkinan suatu ulkus. Pada pemeriksaan oftalmologis ditemukan
adanya injeksi siliar dan ulkus sentral.

Untuk menentukan penyebab dari ulkus, maka dapat dilihat dari pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan ulkus yang sentral dengan dasar
yang keruh, memberikan kemungkinan penyebab adalah proses infeksi oleh bakteri atau jamur.
Namun pada infeksi yang disebabkan oleh jamur, sering terlihat sel-sel satelit di sekitarnya. Pada
pasien ini tidak didapatkan sebarang sel-sel satelit. Ini memungkinkan penyebab utama ulkus
pada pasien ini adalah bakteri. Untuk mengetahui penyebabnya secara pasti, dapat dilakukan
pemeriksaan mikroskopik dari kerokan kornea.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan pemberian obat Levofloxacin sebagai
antibakteri. Sulfas atropin 1% dimaksudkan untuk menekan peradangan dan untuk melepas dan
mencegah terjadinya sinekia anterior, karena sulfas atropin memiliki efek sikloplegik yang
menyebabkan pupil midriasis, sehingga mencegah perlengketan iris pada kornea. Selain itu,
diberikan IVFD RL dengan vitamin C untuk merangsang reepitilisasi kornea.

Prognosa pada pasien ini ad vitam bonam, karena tanda-tanda vital pada pasien ini dalam
batas normal sedangkan ad functionam dubia ad bonam karena walaupun dengan pengobatan
antibakteri Levofloxacin visus pasien semakin membaik tetapi respon terapi dalam beberapa
jangka waktu selanjutnya belum dapat dipastikan dan walaupun dengan terapi yang tepat dan
teratur ulkusnya dapat membaik namun dapat pula meninggalkan bekas berupa sikatriks yang
berpengaruh terhadap tajam penglihatan.

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI KORNEA

Kornea (Latin, cornum = seperti tanduk) membentuk bagian anterior bola mata merupakan
jaringan transparan dan avaskular mempunyai peranan dalam refraksi cahaya. Indeks refraksi
kornea adalah 1,377 dan kekuatan refraksi sebesar 43 D, merupakan 70% dari kekuatan refraksi
mata.

Gambar 1. Kornea Normal

13
Gambar 2. Potongan melintang bola mata

Secara mikroskopik kornea dibagi menjadi 5 lapisan:

 Epitel kornea

Merupakan lanjutan dari konjungtiva, disusun oleh epitel gepeng berlapis tanpa lapisan tanduk.
Lapisan ini merupakan lapisan kornea terluar yang langsung kontak dengan dunia luar dan terdiri
dari 7 lapis sel. Epitel kornea ini mengandung banyak ujung-ujung serat saraf bebas. Sel-sel yang
terletak di permukaan cepat menjadi aus dan digantikan oleh sel-sel yang dibawahnya yang
bermigrasi dengan cepat.

 Membran Bowman

Merupakan lapisan fibrosa yang terletak di bawah epitel tersusun dari serat sel kolagen tipe 1.

 Stroma kornea

14
Merupakan lapisan kornea yang paling tebal tersusun dari serat-serat kolagen tipe 1 yang
berjalan secara parallel membentuk lamel kolagen. Sel-sel fibroblas ini terletak di antara serat-
serat kolagen.

 Membran Descemet

Merupakan membran dasar yang tebal tersusun dari serat-serat kolagen.

 Endotel

Lapisan ini merupakan lapisan kornea yang paling dalam tersusun dari epitel selapis gepeng atau
kuboid rendah. Sel-sel ini mensintesa protein yang mungkin diperlukan untuk memelihara
membrane Descement. Sel-sel ini mempunyai banyak vesikel dan dinding selnya mempunyai
pompa Natrium yang akan mengeluarkan kelebihan ion-ion natrium ke dalam kamera okuli
anterior. Ion-ion klorida dan air akan mengikuti secara pasif. Kelebihan cairan di stroma akan
diserap oleh endotel sehingga stroma dipertahankan dalam keadaan sedikit dehidrasi, suatu
faktor yang diperlulan untuk mempertahankan kualitas refraksi kornea.

Gambar 3. Histopatologi Kornea

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari percabangan pertama
(oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus). Seluruh permukaan epitel kornea dan

15
konjungtiva diliputi oleh lapisan tipis air mata, dengan ketebalan 7 – 10 mikrometer. Lapisan air
mata ini berkaitan erat dengan keutuhan permukaan epitel kornea dan konjungtiva.

FISIOLOGIS KORNEA

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan media refraksi yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler, dan
deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dihidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh
’pompa’ bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih
penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik; pada cedera
endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan
edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu
telah beregenerasi. Penguapan air dari tear film prakornea berakibat tear film menjadi
hipertonik: proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma
kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel utuh,
dan substansi larut-air dapat melalui stoma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea,
obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus.

DEFINISI

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea,
yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan
diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea adalah
suatu kondisi yang berpotensi menyebabkan kebutaan yang membutuhkan penatalaksanaan
secara langsung.

16
EPIDEMIOLOGI ULKUS KORNEA

Ulkus kornea merupakan penyebab tersering kebutaan di negara-negara berkembang yang


disebabkan karena ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea.
Berdasarkan survei yang dilakukan di Afrika dan Asia, telah ditemukan bahwa ulkus kornea
merupakan penyebab kebutaan nomor dua setelah katarak sebagai penyebab utama kebutaan di
banyak negara berkembang di Asia, Afrika dan Timur Tengah. Ulkus kornea juga merupakan
penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.

Pola epidemiologi dari ulkus kornea bervariasi dari pada tiap negara bahkan di tiap daerah.
Insidensi tahunan di Indonesia adalah 5,3 per 100.000 penduduk. Di Mandurai District, India
Selatan diperkirakan terdapat 11,3 kasus per 100.000 penduduk atau paling sedikit sepuluh kali
lebih banyak dibandingkan di USA. Antara September 1985 hingga Agustus 1987, ditemukan
penderita ulkus kornea sebanyak 405 kasus di Kathmandu, Nepal. Kemudian dari sepuluh besar
kasus yang ditemukan di poliklinik Mata RSU Dr. Saiful Anwar, ulkus kornea menempati urutan
ke-9 dengan 401 kasus dari 22.394 pasien yang berkunjung.

Dari distribusinya berdasarkan jenis kelamin, kasus ulkus kornea juga bervariasi. Pada penelitian
yang dilakukan di RS Sardjito Yogyakarta didapatkan 66,7% kasus pada laki-laki dan 33,3%
kasus pada wanita. Di USA, dari 71% penderita mikrobial keratitis adalah laki-laki. Kemudian di
India Utara 61% adalah laki-laki. Predisposisi faktor populasi laki-laki lebih banyak daripada
wanita, tidak diketahui. Mungkin berhubungan dengan banyaknya kegiatan pada kaum laki-laki
sehari-hari meningkatkan risiko terjadinya trauma, termasuk trauma pada kornea.

Trauma kornea merupakan penyebab terbanyak (68,4%) terjadinya ulkus kornea di Rumah Sakit
Sardjito Yogyakarta. Hal yang sama juga terjadi di Nepal. Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan di Glasgow, kasus ulkus kornea terbanyak disebabkan oleh pemakaian lensa kontak,
sedangkan karena trauma hanya 8,8%. Dalam hal ini mungkin disebabkan pemakaian lensa
kontak di Indonesia masih jarang.

17
PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESA

Epitel merupakan sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea.
Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskkuler dan membran bowman’s mudah terkena
infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, amuba dan jamur.

Perjalanan ulkus kornea dibagi 4 stadium:

 Stadium infiltrasi progresif

 Stadium ulserasi aktif

 Stadium regresif

 Stadium penyembuhan/sikatrisasi

1. Stadium Infiltrasi Progresif

Mikroorganisme mengalami kesulitan untuk melekat pada epitel, karena epitel mempunyai
permukaan yang licin, membran yang tidak dapat ditembus mikroorganisme, dan ditambah
dengan adanya reflaks mengedip dari kelopak mata. Tetapi dengan adanya penurunan alamiah ini
maka kuman dapat melekat pada permukaan epitel dan masuk ke dalam stroma melalui epitel
yang rusak dan melakukan replikasi. Dalam waktu 2 jam setelah kerusakan kornea timbul reaksi
radang yang diawali pelepasan faktor kemotaktif yang merangsang migrasi sel
polimorphonuclear (PMN) ke stroma kornea yang berasal dari lapisan air mata dan pembuluh
darah limbus. Apabila tidak terjadi infeksi maka sel PMN akan menghilang dalam waktu 48 jam
dan epitel pulih dengan cepat.

Ciri khas stadium ini adalah terdapatnya infiltrat dari leukosit PMN dan limfosit ke dalam epitel
dan stroma. Ciri klinis pada epitel terdapat kekeruha yang berwarna putih atau kekuning-
kuningan, edema dan akhirnya terjadi nekrosis. Keadaan tersebut tergantung pada virulensi
kuman, mekanisme pertahanan tubuh dan pengobatan antibiotika. Mikroorganisme akan
difagosit oleh sel PMN. Sel ini akan mengeluarkan enzim – enzim yang mencerna bakteri, dan
juga merusak jaringan sekitarnya.

18
2. Stadium Ulserasi Aktif

Pada epitel dan stroma terjadi nekrosis, pengelupasan, dan timbul suatu cekungan (defek).
Jaringan sekitarnya terdapat infiltrasi sel radang, dan edema. Pada pemeriksaan klinis terdapat
kornea berwarna putih keabuan dengan dasar ulkus yang nekrosis. Pada bilik mata depan timbul
reaksi radang ringan atau sampai terjai hipopion, dan blefarospasme pada kelopak mata.
Penderita mengeluh rasa nyeri, fotofobia, lakrimasi, dan penurunan tajam penglihatan. Ulkus
meluas ke lateral atau ke lapisan yang lebih dalam sehingga menimbulkan descemetokel, atau
bahkan sampai perforasi.

3. Stadium Regresi

Pada stadium ini terjadi regresi dari perjalanan penyakit di atas, karena adanya mekanisme
pertahanan tubuh atau pengobatan. Ciri regresi tersebut antara lain, berkurangnya keluhan rasa
nyeri, fotofobia, lakrimasi dan keluhan – keluhan lainnya. Secara klinis tampak infiltrat
mengecil, batas ulkus lebih tegas, daerah nekrotik mendangkal, tanda – tanda radang berkurang.

4. Stadium Penyembuhan / Sikatrisasi

Ada penyembuhan timbul epitelisasi dari semua sisi ulkus, fibroblast membentuk stroma baru
dan dilanjutkan dengan pengeluaran debris. Stroma baru terbentuk dibawah epitel dan menebal,
sehingga epitel terdorong ke depan. Stroma tersebut mengisi seluruh defek, sehingga permukaan
kornea yang terinfeksi menjadi rata atau meninggalkan sedikit cekungan. Pada stadium ini
keluhan semakin berkurang, tajam penglihatan mulai membaik. Jaringan nekrotik mulai diganti
dengan jaringan fibrosa, pembuluh darah mulai timbul dan menutup ulkus dengan membawa
fibrosa. Bila penyembuhan sudah selesai, pembuluh darah mengalami regresi. Jaringan sikatrik
yang terjadi tidak transparan, tetapi lama kelamaan kepadatannya akan berkurang terutama pada
dewasa muda dan anak – anak. Derajat sikatrisasi setelah ulkus bermacam – macam mulai dari
nebula, makula, dan leukoma.

19
KLASIFIKASI ULKUS KORNEA

Dikenal dua bentuk ulkus kornea yaitu ulkus kornea sentral dan marginal(perifer).

 Ulkus Kornea Sentral

Ulkus kornea sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan epitel. Lesi terletak
di sentral, jauh dari limbus vaskular. Hipopion biasanya menyertai ulkus. Etiologi ulkus
kornea sentral biasanya bakteri, virus, dan jamur. Biasanya dimulai dari trauma kecil dari
epitel kornea, seperti tergores oleh pensil atau terkena debu yang disusul infeksi sekunder.

a. Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus Streptokokus :

Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea (serpiginous).
Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang
menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena
eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.

Ulkus Stafilokokus :
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih kekuningan disertai infiltrat
berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan
terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun
terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.

Gambar : Ulkus Kornea Bakterialis

20
Ulkus Pseudomonas :
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea. ulkus sentral ini dapat
menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyebaran ke dalam dapat mengakibatkan
perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu
dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini
seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.

Gambar : Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus :
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus akan terlihat
menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran karakteristik yang
disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna
kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang
menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan
hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa
lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.

Gambar : Ulkus Kornea Bakterialis dengan hipopion

21
b.. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa minggu
sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak kering. Tepi
lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang baik.
Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya. Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi
kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat
rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.

Gambar : Ulkus Kornea Fungi

c. Ulkus Kornea Virus

Ulkus Kornea Herpes Zoster :


Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3
hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra,
konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma.
Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex.
Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea
hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan
infeksi sekunder.

22
Ulkus Kornea Herpes simplex :
Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala
klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai
terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau
bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh.
Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif,
jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya.

Gambar : Ulkus Kornea Dendritik

Gambar : Ulkus Kornea Herpetik

d. Ulkus Kornea Acanthamoeba


23
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan dan
fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat
perineural.

Gambar : Ulkus Kornea Acanthamoeba

Ulkus Kornea Perifer

a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk ulkus
superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksik atau
alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan
lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada
penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.

Gambar : Ulkus Marginal

b. Ulkus Mooren

24
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral. ulkus mooren
terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori
yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan
autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh
permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.

25
Gambar : Mooren's Ulcer (A : Gambaran awal ulkus Mooren, B : Gambaran lanjut Ulkus
Mooren, C: Ulkus Mooren dengan penyebaran lesi ke tengah)

c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang berbentuk
melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang-kadang
timbul perforasi. Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu
menyerupai ring ulcer. Perjalanan penyakitnya menahun.

Gambar : Ulcer Ring

ULKUS KORNEA E.C BAKTERI

Ulkus kornea yang biasanya terjadi pada orang dewasa terutama yang bekerja di bidang
konstruksi, industri, dan pertanian yang memungkinkan terjadinya cedera mata. Terjadinya ulkus
biasanya karena benda asing yang masuk ke mata, atau karena erosi epitel kornea. Dengan
adanya defek kornea akan terjadi ulkus kornea yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen
yang terdapat pada konjungtiva atau di dalam kantong lakrimal. Banyak jenis ulkus kornea
bakteri yang mirip satu sama lain dan bervariasi dalam beratnya penyakit. Ini terutama berlaku
untuk ulkus kornea yang disebabkan bakteri oportunistik (misalnya Streptococcus Beta-

26
haemolyticus, Staphylococcus aureus, Nocardia dan M fortuitumchelonei), yang menimbulkan
ulkus indolen yang cenderung menyebar perlahan dan superfisial.

Ulkus sentral yang disebabkan Streotococcus beta-haemolyticus tidak memiliki gejala


khas. Stroma kornea disekitarnya sering menunjukkan infiltrat, sembab dan biasanya terdapat
hipopion yang berukuran sedang. Kerokan memperlihatkan kokus gram (+) dalam bentuk rantai.
Ulkusnya sering superfisial, dan dasar ulkus teraba pada saat melakukan kerokan. Kerokan
mengandung kokus gram (+) satu-satu, berpasangan atau dalam bentuk rantai. Keratopati
kristalina infeksiosa telah ditemukan pada pasien yang menggunakan kortikosteroid topikal
jangka panjang, penyebab umunya adalah Streptococcus beta-haemolyticus.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi, tergantung dari
penyebab dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea yaitu nyeri yang ekstrirn oleh karena
paparan terhadap nervus, oleh karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi
kornea menimbulkan rasa sakit dan fotopobia. Rasa sakit mi diperhebat oleh gesekan palpebra
(terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi
sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak
mengaburkan penglihatan terutama jika letaknya di pusat. Fotopobia pada penyakit kornea
adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh darah Ms adalah fenomena
refleks yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Fotopobia yang berat pada kebanyakan
penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang
juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berairmata dan fotopobia umunnya
menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.
Tanda penting ulkus kornea yaitu penipisan kornea dengan defek pada epitel yang
nampak pada pewarnaan fluoresen. Biasanya juga terdapat tanda-tanda uveitis anterior seperti
miosis, aqueus flare (protein pada humor aqueus) dan kemerahan pada mata. Refleks axon
berperan terhadap pembentukan uveitis, stimulasi reseptor nyeri pada kornea menyebabkan
pelepasan mediator inflamasi seperti prostaglandin, histamine dan asetilkolin. Pemeriksaan
terhadap bola mata biasanya eritema, dan tanda-tanda inflamasi pada kelopak mata dan
konjungtiva, injeksi siliaris biasanya juga ada. Eksudat purulen dapat terlihat pada sakus
konjungtiva dan pada permukaan ulkus, dan infiltrasi stroma dapat menunjukkan opasitas kornea

27
berwarna krem. Ulkus biasanya berbentuk bulat atau oval, dengan batas yang tegas. Pemeriksaan
dengan slit lamp dapat ditemukan tanda-tanda iritis dan hipopion.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:

1. Slit lamp

Merupakan alat untuk melihat benda menjadi lebih besar dibanding ukuran normal. Loupe
mempunyai kekuatan 4 – 6 D. Pemeriksaan akan lebih sempurna bila dilakukan bila dilakukan di
kamar yang digelapkan.

Gambar 4. Pemeriksaan slitlamp

2. Uji flueresense

Kertas flueresense yang telah terlebih dahulu dibasahi oleh garam fisiologi diletakkan di dalam
sakus konjungtiva anterior. Penderita diminta untuk menutup matanya selama 20 detik, beberapa
saat kemudian kertas ini diangkat dilakukan irigasi konjungtiva dengan garam fisiologis. Dilihat
permukaan kornea bila terlihat warna hijau dengan sinar biru berarti ada kerusakan epitel kornea.
Defek kornea akan terlihat hijau karena pada bagian itu akan bersifat basa dan memberi warna
hijau. Pada keadaan ini disebut uji flueresense positif.

3. Uji festel

Disebut juga Seidel (untuk mengetahui letak dan adanya kebocoran kornea). Pada konjungtiva
inferior ditaruh kertas fluresense atau diteteskan flueresense. Kemudian dilihat adanya cairan

28
mata yang keluar dari fistel kornea. Bila terdapat kebocoran kornea adanya fistel kornea akan
terlihat pengaliran cairan mata yang berwarna hijau mulai dari lubang fistel.

4. Papan placido

Untuk melihat lengkungan kornea. Dipakai papan placido dengan gambaran lingkaran konsentris
putih hitam yang menghadap sumber cahaya, sedang pasien sendiri membelakangi jendela.
Melalui lubang di tengah plasidoskop dilihat gambaran bayangan plasido pada kornea.

5. Pemeriksaan gram, giemsa dan KOH(untuk jamur)

Pemeriksaan kultur dengan agar darah, agar coklat dan agar sabouraud

6. Uji sensitivitas kornea

Pengobatan

Pengobatan umumnya untuk ulkus adalah dengan siklopegik, antibiotik yang sesuai topical dan
subkonjungtiva, dan pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat
sendiri, tidak terdapat reaksi obat, dan perlunya obat sistemik. Secara umum tukak diobati:

 Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai
incubator

 Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari

 Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaucoma sekunder

 Debridement sangat membantu penyembuhan

 Diberi antibiotik yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi local kecuali dalam keadaan
berat.

Prinsip terapi ulkus kornea adalah sebagai berikut:

 Benda asing dan bahan yang merangsang harus lekas dihilangkan. Erosi kornea yang
sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.

29
 Pemberian sikloplegika Sikloplegika yang sering digunakan adalah sulfas atropin karena
bekerjannya lama 1-2 minggu. Efek kerja atropin adalah sebagai berikut:

 Sedatif, menghilangkan rasa sakit

 Dekongestif, menurunkan tanda radang

 Menyebabkan paralise m.siliaris dan m.konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya m.siliaris


mata tidak mempunyai daya akomodasi sehingga mata dalam keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya m.konstriktor pupil, terjadi midriasis, sehingga sinekia posterior yang telah
terjadi dapat dilepaskan dan dicegah pembentukan sinekia posterior yang baru

 Antibiotik

Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas dapat diberikan
sebagai salep, tetes, atau suntikan subkonjunctiva.

 Bedah

Tindakan bedah meliputi

 Keratektomi superficial tanpa membuat perlukaan pada membran Bowman

 Keratektomi superficial hingga membrane Bowman atau stroma anterior

 Tissue adhesive atau graft amnion multilayer

 Flap konjungtiva

 Patch graft dengan flap konjungtiva

 Keratoplasti tembus

 Fascia lata graft

Komplikasi Ulkus Kornea

30
Komplikasi pada ulkus kornea bervariasi, stroma kornea yang hilang dan hanya tinggal membran
descemet’s bisa menyebabkan penonjolan membran descemet’s, perforasi, endoftalmitis, bahkan
menimbulkan kebutaan apabila penanganan tidak tepat.

Komplikasi ulkus kornea dapat bersifat menghancurkan. Perforasi kornea dapat terjadi,
walaupun jarang. Dapat terjadi jaringan sikatrik pada kornea yang mengakibatkan hilangnya
visus parsial atau menyeluruh. Dapat juga timbul synechiae anterior dan posterior, glaukoma,
endopthalmitis dan katarak

DAFTAR PUSTAKA

1. Asbury Taylor, Sanitato James J. Trauma, Vaughan Daniel G, Eva Paul Riordan.
Oftalmologi Umum. Edisi XIV. Jakarta : Widya Medika; 2000.p.380-87
2. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu Penyakit
Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2, Penerbit Sagung Seto,
Jakarta,2002

31
3. Murillo-Lopez FH. Corneal Ulcer. New York: The Medscape from WebMD Journal of
Medicine; [updated 2011, Nov 13; cited 2012, October 14]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1195680-overview

4. Grigsby, W. S. 2004. Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis.


(http://www.emedicine.com/emerg/topic115.htm). Diakses tanggal 27 Juni 2013.

5. Wijana. N.Ulkus Kornea. Dalam: Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989. Jakarta

6. Kanski JJ. Disorder of Cornea and Sclera. In: Clinical Opthalmology A Systematic
Approach. Edisi 6: 2007 page.100-149.

7. Perhimpunan Dokter Ahli Mata. Ilmu Penyakit Mata. Airlangga University Press

8. Sidartha Ilyas, Prof. Dr, SpM. Ulkus Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata. BP FKUI, Edisi
kedua, Jakarta, 2002; hal. 164-172

32

Anda mungkin juga menyukai