Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

Besarnya masalah kesehatan yang ada saat ini dan multi faktor dari suatu penyakit atau
masalah kesehatan, telah disadari oleh para tenaga kesehatan bahwa hal tersebut memerlukan
penanganan yang harusnya dilakukan secara bersama-sama dan terintegrasi. Keinginan untuk
meningkatkan kualitas kesehatan individu dan masyarakat pun juga disadari oleh para tenaga
kesehatan dan bukan hanya menjadi slogan milik pemerintah. Tetapi pada kenyataannya, sulit
bagi para tenaga kesehatan untuk menerapkan konsep tersebut di atas untuk diterapkan dalam
pelayanan kesehatan pada pasien. Akhirnya, pelayanan kesehatan yang ada bersifat terkotak-
kotak dalam bidang ilmu dan diterapkan secara terpisah-pisah dalam masing-masing profesi
kesehatan. Kondisi ini pun menyebabkan kualitas pelayanan kesehatan menjadi kurang.

Seperti diketahui bahwa IPE menurut Barr adalah “Interprofessional Education occurs
when two or more professions learn with, from and about each other to improve collaboration
and the quality of care”. Suatu definisi yang sangat luas, akan tetapi apabila kita menelaah lebih
jauh tentang bagaimana seorang profesi kesehatan belajar dari, untuk dan kepada profesi
kesehatan lainnya, banyak sekali faktor yang mempengaruhinya antara lain sistem dan
kebijakan yang berlaku di suatu wilayah/negara, faktor budaya dan sosial.

Dalam kurun waktu 30 tahun sejak istilah Interprofessional education pertama kali
diperkenalkan, IPE telah berkembang sangat pesat dan berbagai hasil penelitian telah
menunjukkan manfaat program ini bagi peningkatan kualitas layanan kesehatan. Manfaat yang
besar dari pengembangan IPE serta mendesaknya kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang
terintergrasi, menjadikan IPE sebagai suatu upaya kesehatan (health force) WHO pada tahun
2010 untuk mewujudkan suatu kualitas layanan kesehatan yang lebih baik. IPE berkembang
sangat pesat terutama di negara-negara maju mengingat sistem kesehatan di negara tersebut
telah tertata dengan baik sedangkan IPE di negara berkembang masih sebagai suatu wacana.
Di Indonesia, hanya beberapa sekolah keperawatan telah memperkenalkan konsep IPE
sedangkan sekolah kedokteran atau profesi lain belum memperkenalkannya sebagai suatu topik
atau mata ajar khusus.

Pada framework tentang IPE dan collaborative practice yang diusulkan oleh WHO
disebutkan bahwa ada 2 sistem yang terlibat dalam penerapan konsep tersebut yaitu system
pendidikan dan system kesehatan. Pada sistem pendidikan, peran pendidikan tinggi profesi
kesehatan sangatlah penting. Bagaimana menempatkan IPE dalam kurikulum pendidikan dan
bagaimana kurikulum tersebut diaplikasikan. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
untuk mengembangkan dan menerapkan IPE dalam kurikulum pendidikan profesi merupakan
suatu proses yang kompleks dan membutuhkan keterlibatan staf dari berbagai bidang ilmu, unit
kerja dan lokasi kerja. Model IPE yang akan dikembangkan haruslah disesuaikan dengan visi
dan misi dari unit pendidikan tersebut dengan tetap mengacu pada visi dan misi nasional.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan IPE akan berhasil apabila
menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran dewasa sebagai metode pembelajaran. Selain itu
pula, seperti dalam definisi IPE yang diajukan oleh Barr, maka penerapan IPE haruslah
menerapkan pembelajaran reflektif dan harus adanya interaksi dengan lebih dari satu profesi
Modul Mahasiswa-IPE Poltekkes Jakarta 1 4 agar siswa mengalami pengalaman dalam
berinteraksi dan bekerja sama dengan profesi lain. Dengan kurikulum yang terencana dengan
baik dan penerapan kurikulum yang sesuai, maka diharapkan akan dihasilkan lulusan yang
berkompeten dalam menerapkan kolaborasi dengan profesi kesehatan lain. Pada system
kesehatan, agar kolaborasi dapat diaplikasikan dengan baik maka pemerintah (atau pemegang
kebijakan) sebaiknya mengembangkan program yang sejalan dengan penerapan kolaborasi
praktis.

Sudah saatnya bagi institusi pendidikan tenaga kesehatan di Indonesia untuk


mengenalkan dan menerapkan konsep pendidikan interprofesional dalam kurikulum
pendidikannya agar lulusannya nanti mampu bekerjasama dengan baik sehingga tujuan akhir
yaitu kepuasaan pasien atau klien semakin tinggi dan kualitas penatalaksanaan pasien semakin
baik.
BAB II

TINJAUAN TEORI
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1. Lubang Gigi


3.1.1 Pengertian Lubang Gigi
Karies gigi merupakan penyakit gigi dimana terjadi kerusakan pada jaringan
keras gigi yang mengakibatkan gigi berlubang. Penyakit ini di tandaidengan
adanya kerusakan pada jaringan keras gigi itu sendiri (lubang pada gigi).
Karies merupakan suatu penyakit jaringan karies gigi, yaitu email, dentin dan
sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu
karbohidrat yang dapat diragikan
Terjadinya kerusakan gigi yang disebabkan oleh asam yang di hasilkan dari
penghancuran sukrosa dengan bakteri asidogenik. Asam ini menghancurkan
lapisan organik gigi yang kemudian terjadi proses proteolisa lapisan organik.
3.1.2 Penyebab Lubang Gigi
Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa dapat di
ragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga pH plak akan menurun
sampai di bawah 5 dalam waktu 1-3 menit. Penurunan pH yang terus berulang-ulang
dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang
rentan dan karies pun di mulai. Paduan keempat faktor penyebab tersebut kadang-
kadang digambarkan sebagai empat lingkaran yang bersitumpng, karies baru bisa
terjadi hanya kalau keempat faktor tersebut di atas ada.
3.1.3 Akibat Dari Lubang Gigi
Akibat dari lubang gigi yang tidak dirawat dapat menyebabkan yaitu :
1. Bau mulut : terjadi penumpukan sisa-sisa makanan pada lubang gigi sehingga
terjadi proses pembusukan sisamakanan oleh bakteri, proses inilah yang
menimbulkan bau di mulut.
2. Penurunan kualitas hidup
· Tidak bisa mengunyah makanan dengan baik sehingga proses pencernaan
terganggu.
· Bau mulut, keadaan ini membuat pasien menjadi malu, merasa rendah diri,
dan tidak nyaman.
· Tidak masuk sekolah/tidak masuk kerja karena sakit gigi
3. Gigi tidak teratur
gigi yang berlubang dan tidak dapat dirawat sehingga harus berakhir
denganpencabutan akan kehilangan kontak dengan gigi tetangganya dan gigi
lawannya sehingga gigi akan mencari kontak dengan bergerak ke posisi yang
tidak normal.
4. Fokal infeksi= Infeksi yang terjadi di gigi dapat menyebabkan infeksi pada
organ tubuh lain
Contoh:
· Pada ibu hamil dapat menyebabkan infeksi selaput ketuban
mengakibatkan ketuban pecah sebelum waktunya,bayi lahir prematur,
pertumbuhan janin terhambat, berat badan lahir rendah, dan mudah
terserang penyakit karena system imunitas belum terbentuk sempurna,
selain itu juga meningkatkan resiko kematian bayi.
· Berdampak pada kesehatan jantung yaitu dapat menyebabkan peradangan
otot, serta katup jantung (endokarditis)
3.1.4 Cara Perawatan Gigi Berlubang
Perlu kita ketahui bahwa jaringan gigi itu berlainan keadaannya dengan jaringan
bagian tubuh lainnya. Kulit atau otot (daging) jika luka akan dapat bertaut lagi. Bila
terdapat lubang pada gigi, gigi itu tidak dapat memperbaiki dirinya sendiri. Gigi
dapat kembali ke bentuk semula dengan cara menambalnya dengan bahan tambal,
sewarna gigi atau logam.
3.1.5 Cara Mencegah Karang Gigi
Program pencegahan karies merupakan proses yang kompleks dan melibatkan
beragam faktor-faktor yang tidak berkaitan. Tujuan utama program pencegahan
untuk mengurangi jumlah bakteria kariogenik. Pencegahan harus dimulai dengan
mempertimbangkan keseluruhan daya tahan pasien akan infeksi yang disebabkan
oleh bakteri kariogenik. Berikut upaya-upaya pencegahan karies:
1. Kontrol kebersihan mulut : menyikat gigi setiap habis makan minimal dua kali
sehari pagi setelah sarapan dan terutama malam hari sebelum tidur. Melakukan
flossing pada daerah yang sulit terjangkau oleh sikat gigi
2. Makan makanan yang cukup sehat dan bergizi seperti buah-buahan yang
mengandung serat dan air. Seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan lain-lain
3. Mengkonsumi makan makanan yang mengandung flour.
4. Memeriksa gigi secara teratur ke dokter gigi 6 bulan sekali.
3.2. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
3.2.1. Pengertian AKDR
Alat kontrasepsi yang teknik pemasangan di insersikan ke dalam rongga rahim,
terbuat dari plastik fleksibel, beberapa jenis IUD dililit tembaga atau tembaga
campur perak. IUD bertembaga dapat dipakai 5-8 tahun.
3.2.2. Cara kerja kontrasepsi AKDR
1) Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi.
2) Mempengaruhi fertilitasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
3) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun
AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan
mengurangi kemampuan sperma untuk fertilitasi.
4) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.
3.2.3. Keuntungan dan kerugian kontrasepsi AKDR
Keuntungan dari kontrasepsi AKDR:
1) AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
2) Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu
diganti)
3) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat
4) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil
5) Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A)
6) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
7) Dapat digunakan sampai menopause
8) Tidak ada interaksi dengan obat-obat
9) Membantu mencegah kahamilan ektopik
Kerugian kontrasepsi AKDR
 Efek samping yang umum terjadi :
1) Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang
setelah 3 bulan).
2) Haid lebih lama dan banyak.
3) Perdarahan (spotting) antar menstruasi.
4) Saat haid lebih sakit.
 Komplikasi lain :
1) Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan.
2) Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan
penyebab anemia.
3) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.
4) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atauperempuan yang
sering berganti pasangan.
5) Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai
AKDR. PRP dapat memicu infertilitas.
3.2.4. Indikasi dan Kontraindikasi AKDR
Indikasi dan kontraindikasi kontrasepsi AKDR
1) Partner seksual yang banyak.
2) Partner seksual yang banyak dari partner akseptor IUD.
3) Kesukaran memperoleh pertolongan gawat darurat bila terjadi komplikasi.
4) Kelainan darah yang tidak diketahui sebabnya.
5) Riwayat kehamilan ektopik atau keadaan-keadaan yang menyebabkan
predisposisi untuk terjadinya kehamilan ektopik.
6) Pernah mengalami infeksi pelvis satu kali dan masih menginginkan kehamilan
selanjutnya.
7) Gangguan respons tubuh terhadap infeksi (AIDS, Diabetes mellitus, pengobatan
dengan kortikosteroid dan lain-lain).
8) Kelainan pembekuan darah

Anda mungkin juga menyukai