Anda di halaman 1dari 21

KAJIAN HISTOLOGI, ANATOMI, FISIOLOGI, DAN PATOLOGI PROSTAT

Histologi Prostat

Prostat atau glandula prostat atau prostata merupakan kelenjar aksesoris terbesar pada
sistem reproduksi pria. Ukurannya setara dengan kacang kenari. Selain prostat, kelenjar
aksesoris lainnya yakni: sepasang vesicula seminalis dan sepasang glandula
bulbourethrales. Semua struktur tersebut akan mensekresikan cairan yang akan
bercampur dengan spermatozoa membentuk semen.

Sebagian besar bagian prostat terdiri dari 30—50 komponen kelenjar tubuloasinar atau
tubuloalveolar yang kecil serta bercabang-cabang. Lapisannya dapat dibagi menjadi 3
lapisan konsentris: paling dalam yakni lapisan mukosa, kemudian lapisan submukosa,
dan lapisan perifer yang terdiri dari kelenjar utama dari prostat.

Beberapa bagian dari kelenjar prostat berisi agregasi sekresi solid yang disebut
concretio prostatica atau corpora amylacea di dalam asinar. Selain komponen kelenjar,
prostat juga memiliki bagian berupa stroma fibromuskular yang dibentuk oleh
serabut-serabut otot polos yang bercampur dengan serabut kolagen dan elastik,
mengelilingi glandula prostat dan urethra prostatica.

Ukuran asinus glandular prostat sangat bervariasi dengan lumen-lumen asini yang
normalnya lebar dan ireguler karena adanya protrusi lipatan-lipatan jaringan ikat yang
dilindungi epithelium. Concretio prostatica yang ada di dalam asinus terbentuk dari
lapisan-lapisan sekresi prostat yang terkondensasi secara konsentris dan hal tersebut
merupakan ciri khas dari asinus glandula prostat. Jumlah concretio prostatica akan
bertambah seiring usia dan dapat terkalsifikasi.

Epithelium pelapis glandula prostat umumnya berupa simpleks collumnare atau


pseudostratificatum collumnare. Tapi pada beberapa bagian, epithelium dapat berupa
squamosum atau kuboid.
Ductus ekskretorius glandula prostat sering menyerupai asinus glandula. Pada bagian
terminal dari ductus, epithelium biasanya berbentuk collumnar dengan warna cat yang
lebih gelap sebelum akhirnya memasuki urethra pars prostat.

Stroma fibromuscular yang merupakan bagian lain dari glandula prostat, terdiri dari
serabut otot polos dan jaringan ikat yang bercampur bersama stroma dan terdistribusi
pada glandula.

Parenkim glandula prostat terdiri dari glandula-glandula prostat individual dengan


berbagai ukuran dan bentuk. Epithelium glandular bervariasi dari simpleks cuboid atau
collumnar hingga pseudostratifiatium. Pada lansia, akan terjadi presipitasi materi
sekresi membentuk concretio prostatica.
Anatomi Prostat

Prostat merupakan kelenjar terbesar yang diselubungi oleh capsula prostatica (lapisan
tebal berisi pleksus vena dan syaraf) dan vagina prostatica (suatu jaringan fibrosa
bagian dari fascia endopelvica atau lamina viseral pascia pelvis) serta secara
embriologi memiliki muasal yang sama (homolog) dengan glandula paraurehtrales
pada perempuan. Dimensi ukuran prostat yakni memiliki panjang sekitar 3 cm, lebar 4
cm, dan kedalaman AP 2 cm. Prostat memiliki basis yang terletak dekat fundus vesica
urinaria dan apex yang bersentuhan dengan sfingter uretra eksterna serta m. perinei
profundus. Bagian anterior prostat berupa lapisan otot, yang disebut juga isthmus
prostat atau dulunya disebut lobus anterior, dan merupakan bagian dari sfingter uretra
eksterna.

Prostat dipisahkan dari simfisis pubis di anterior oleh lemak peritoneal di dalam
spatium retropubis. Pada masa intrauterin, prostat fetus dibagi menjadi 5 lobus: 1 lobus
anterior (merupakan isthmus prostat saat dewasa), 2 lobi laterales, 1 lobus posterior,
dan 1 lobus medius. Sementara di bagian posterior, antara prostat dan rektum terdapat
suatu jaringan ikat pemisah yakni fascia Denonvillier atau septum recovesicalis yang
berguna mencegah invasi karsinoma prostat ke rektum.

Struktur-struktur pemfiksasi prostat diantaranya: ligamentum puboprostaticum yang


merupakan lanjutan anterolateral dari vagina prostatica, diafragma urogenital, dan M.
levator prostat.

Vaskularisasi: pasoka darah arteri prostat berasal dari r. Prostaticus a. vesicalis inferior
dan r. Prostaticus a. rectalis media

Aliran vena: darah dari prostat akan terdrainasi ke pleksus venosus prostaticus yang
terletak di antara capsula prostatica dan vagina prostatica. Darah dari pleksus venosus
prostaticus akan mengalir ke v. iliaca interna. Pleksus venosus prostaticus berhubungan
di superior dengan pleksus venosus vesicalis dan di posterior dengan pleksus venosus
vertebralis interna.

Inervasi: prostat mendapat persyarafan dari pleksus prostaticus tempat prostat


menerima impuls baik rangsang simpatis maupun parasimpatis. Impuls simpatis prostat
bermula dari: nucleus intermediolateralis L1—L3 –> n. sphlanicus lumbalis –>
ganglion mesenterica inferior –> pleksus hipogastricus superior –> n. hipogastrikus
dekstra et sinistra –> plekus hipogastricus inferior (atau pleksus hemorroidalis medius)
–> pleksus prostaticus.

Sementara itu, jalaran parasimpatis prostat bermula dari: nucleus intermedius S2—S4
–> Nn. Errigentes (Nn. Sphlanchnici Pelvici) –> pleksus plekus hipogastricus inferior
(atau pleksus hemorroidalis medius) –> pleksus prostaticus.

Nodi limfatik pada prostat yakni: lnn. Iliaci interni dan lnn. Sacrales.

Secara anatomis, meskipun kurang begitu jelas terlihat, lobus-lobus prostat dibagi
menjadi beberapa bagian:

1. Isthmus prostat: disebut juga lobus anterior dan sesuai namanya berada di
anterior urethra, berisi jaringan fibromuskuler lanjutan m. sfingter uretra eksterna dan
sedikit jaringan glandular
2. Lobus dekstra dan sinistra prostat, yakni lobus selain bagian dari isthmus
prostat, yang dibagi lagi menjadi 4 lobulus berdasarkan hubungannya dengan urethra
dan ductus ejaculatorii:

 Lobulus inferoposterior: berada di posterior urethra dan inferior ductus


ejaculatorii
 Lobulus inferolateral: berada langsung di lateral urethra dan merupakan
bagian terbesar dari lobus dekstra dan sinistra prostat
 Lobulus superomedial: berada di dalam dari lobulus infero posterior,
mengelilingi ductus ejaculatorii
 Lobulus anteromedial: berada di dalam lobulus inferolateral, dan secara
langsung di lateral dari uretra prostatica proksimal
Secara klinis, parenkim prostat dewasa dibagi menjadi 4 zona:

 Zona sentral: disebut juga lobus medius, mengelilingi ductus ejakulatorius saat
memasuki glandula prostat. Zona ini menyusun 25% jaringan kelenjar dan resisten
mengalami keganasan karsinoma dan peradangan. Sel-sel pada zona sentral memiliki
ciri lebih mencolok dan sitoplasma sedikit basofilik dengan nukleus lebih besar yang
terletak pada level berbeda pada tiap-tiap sel. Kemungkinan zona ini secara
embriologik berasal dari inklusi ductus mesonefrikus saat prostat berkembang.

 Zona perifer: menyusun 70% kelenjar prostat dan mengelilingi zona sentral
yakni terletak pada bagian posterior dan lateral glandula prostat. Kebanyakan
carcinoma muncul dari zona perifer prostat dan akan terpalpasi saat tes colok dubur.
Selain itu, zona ini merupakan zona paling rentan terkena radang.

 Zona transisional: menyusun 5% komponen kelenjar, terdiri dari glandula


mucosal, dan terletak di sekitar urethra prostatica. Pada lansia, sel parenkim pada
zona ini seringkali mengalami hiperplasia (penambahan jumlah sel) dan membentuk
massa nodular sel epitel yang dapat menekan urethra prostatica, menyebabkan
gangguan urinasi. Kondisi tersebut dinamakan benign prostatic hyperplasia (BPH).

 Zona periurethra: tersusun atas glandula mukosa dan submukosa. Zona ini
dapat mengalami pertumbuhan abnormal pada fase BPH lanjutan, terutama
pertumbuhan dari komponan stroma. Bersama dengan nodul glandular pada zona
transisional, keduanya akan meningkakan kompresi urethra dan retensi lebih parah
dari urin di vesica urinaria.

 Zona lain selain komponen glandular yakni stroma fibromuskular yang


terletak pada permukaan anterior glandula prostat, anterior dari urethra.
Uretra dari vesica urinaria akan memasuki prostat dan bagian uretra yang masuk di
dalam prostat tersebut dinamakan uretra pars prostatika (panjang sekitar 3—4 cm).
Uretra ini merupakan bagian yang paling lebar, paling dapat berdilatasi, dan
merupakan tempat bersatunya tractus urinarius dan tractus reproduktivus. Pada uretra
ini glandula prostat akan berkontribusi mengeluarkan sekretnya menuju suatu ruangan
yang disebut sinus prostaticus, yakni suatu muara dari lubang-lubang kecil yang
bernama ductuli prostatici. Struktur-struktur lain yang juga ada pada uretra pars
prostatica yakni, colliculus seminalis yang homolog dengan hymen pada wanita dan
merupakan suatu tonjolan dengan 3 lubang: 2 ductuli ejaculatorii dan 1 utriculus
prostaticus. Dua ductuli ejaculatorii merupakan saluran gabungan antara ampulla
ductus deferentis yang berasal dari vas deferens sebagai saluran pengangkut
spermatozoa dan ductus excretorius glandula/vesicula seminalis tempat
dikeluarkannya produk sekresi dari vesicula seminalis. Kedua sekresi tersebut akan
masuk ke uretra prostatica dan bergabung dengan produk sekresi dari prostat.
Utriculus prostaticus merupakan lubang buntu yang homolog dengan vagina pada
wanita.

Fisiologi Prostat
Pertumbuhan epithelium glandula prostat dipengaruhi oleh hormon tertentu yakni
dihidrotestosteron (DHT). Hormon tersebut diperoleh dari konversi testoteron dan
androgen adrenal yang memasuki sel sekretorik epithelium glandular untuk kemudian
diubah menjadi dihidrotestosteron oeh enzim 5alfa-reduktase. DHT memilliki
aktivitas 30 kali lebih kuat dari testosteron dan ikatan DHT dengan reseptor androgen
(AR) akan menyebabkan perubahan konformasional reseptor menuju nukleus yang
pada akhirnya mempengaruhi transkripsi gen yang menstimulasi pertumbuhan normal
epithelium prostat selain itu juga dapat membuat pertumbuhan benign prostatic
hyperplasia (BPH)bahkan dapat menjadi kanker prostat yang dependen terhadap
androgen.

Telah sedikit dijelaskan sebelumnya pada pembahasan mengenai histologi prostat


bahwa kelenjar ini bersama dengan kelenjar aksesoris lainnya akan menghasilkan
cairan sekretorik yang akan bercampur dengan spermatozoa membentuk semen.
Penjelasan yangl ebih detail lagi, yakni prostat akan menghasikan cairan sedikit asam,
tipis, cair, dan berkontribusi sebesar 20% volume total semen dengan sekretnya yang
kaya akan asam sitrat, spermin, kolestrol, fosfolipid, fibrinolisin, fibrinogenase, seng,
prostatic acid phosphatase (PAP), amilase, dan prostate-specific antigen (PSA).

PSA merupakan enzim protease 33-kD yang secara klinis digunakan sebagai perasat
tumor dan kadar normal PSA dalam darah biasanya dibawah 4 ng/mL. PSA
disekresikan baik oleh epitel normal maupun abnormal ke dalam asinus prostat lalu
menuju cairan seminalis dan memiliki fungsi menghidrolisis suatu inhibitor motilitas
sperma yakni semenogelin yang ada pada semen, namun fungsi pastinya pada
sirkulasi darah belum diketahui secara pasti. Bila terjadi peningkatan kadar serum
PSA menjadi 4—10 ng/mL, risiko ditemukan kanker sebesar 25%, sementara
kadarnya di atas 10 ng/mL maka risiko terdeteksi kanker yakni 67%. Selain itu PSA
juga digunakan untuk melihat progresi dan prognosis penyakit. PSA ditemukan di
jaringan non-prostat misalnya mammae, ovarium, glandula saliva, liver, dan tumor
lainnya. Peningkatan PSA juga terjadi pada kondisi non-kanker seperti prostatitis,
BPH, atau kondisi interupsi aliran darah ke prostat.

Prostatic acid phosphatase atau PAP merupakan enzim yang meregulasi pertumbuhan
sel dan metabolisme epithelium glandula prostat. Peningkatan kadarnya dalam serum
dapat menunjukkan metastasis kanker prostat.

Enzim fibrinolisin yang ada pada cairan sekresi prostat mampu mencairkan semen
pasca-ejakulasi.

Patologi Prostat

 Prostatitis

Imbuhan –itis menandakan adanya lesi radang pada prostat dan proses radang yang
terjadi dapat bersifat akut mapunun kronis.

Prostatitis bakterialis akut merupaan radang akut yang disebabkan oleh infeksi
organisme serupa dengan infeksi saluran kemih akut, terutama Eschericia coli dan
bakteri gram-negatif lainnya. Sebagian pasien prostatitis bakterial akut juga
mengalami infeksi uretra dan kandung kemih (uretrosistitis akut) yang mengalami
perluasan langsung hingga mencapai prostat atau juga meluas melalui pembuluh
darah dari tempat jauh.

Prostatitis bakterialis kronis dapat disebabkan oleh infeksi kronis bakteri yang sama
dengan prostatitis bakterial akut meskipun juga bisa terjadi tanpa adanya bukti
keterlibatan dari bakteri namun masih ditemukan sebukan sel radang pada prostat
sehingga disebut sebagai prostatitis abakterialis kronis (atau prostatodinia) dan
merupakan penyebab tersering prostatitis kronis. Agen nonbakteri yang dapat
berperan pada patogenesis uretritis nongonokokus termasuk Chlamydia trachomatis,
Mycoplasma, Ureaplasma urealyticum, dan Trichomonas vaginalis diduga berperan
sebagai penyebab prostatitis abakterialis kronis. Pada praktik klinis, prostatitis
abakterialis merupakan sebuah diagnosis eksklusi tanpa adanya suatu terapi spesifik
untuk diagnosis ini.

 Gambaran Patologi Prostatitis

Prostatitis akut ditandai dengan adanya sebukan neutrofil, kongesti, dan edema stroma.
Seiring perkembangan infeksi, neutrofil yang awalnya tidak terlalu banyak akan
semakin bertambah dan menyebabkan kerusakan epitel kelenjar, meluas ke dalam
stroma hingga terbentuk mikroabses. Secara makroskopis dapat terlihat adanya abses
yang meluas meskipun jarang, terutama terjadi pada pasien diabetes.

Prostatitis kronis terlihat gambaran nonspesifik pada sebagian besar kasus dan berupa
sebukan lomfosit dengan jumlah bervariasi, tanda-tanda cedera kelenjar, dan sering
juga terjadi peradangan akut. Prasyarat diagnosis histologik prostatitis kronis yakni
adanya tanda kerusakan jaringan dan proliferasi fibroblas bersama dengan adanya sel
radang lain, misalnya neutrofil. Seiring bertambahnya usia, sering terbentuk agregasi
limfosit yang terisolasi namun tidak cukup untuk menegakkan diagnosis prostatitis
kronis.

Prostatitis granulomatosa adalah varian khusus prostatitis kronis dan perlu perhatian
khusus. Merupakan reaksi morfologis terhadap berbagai gangguan yang berlainan
seperti adanya suatu proses peradangan sistemik yang disertai peradangan
granulomatosa di prostat (contoh: tuberkulosis diseminata, sarkoidosis, infeksi jamur,
granulomatosis Wegener). Peradangan ini juga dapat terjadi sebagai reaksi
nonspesifik sumbatan sekresi prostat dan pasca-reseksi TURP (Transrurethral
Resection of Prostate). Gambaran prostatitis granulomatosa yakni adanya sel raksasa
berinti banyak dan histiosit berbusa dalam jumlah bervariasi dan terkadang disertai
eosinofil. Gambaran khas prostatitis akibat tuberkulosis (prostatitis tuberkulosa)
yakni adanya nekrosis perkejuan dan tidak ditemukan pada bentuk lain prostatitis
granulomatosa.

 Manifestasi Klinis Prostatitis

Gejalanya mencakup disuria, polakisuria, nyeri punggung bawah, dan nyeri panggul
atau suprapubis yang kurang jelas lokasinya. Dapat ditemukan nyeri tekan dan
pembesaran pada prostat, terutama pada prostatitis akut, yang juga biasanya diserti
demam dan leukositosis.

Prostatis kronis dapat menjadi reservoar bagi organisme penyebab infeksi saluran
kemih sehingga merupakan salah satu penyebab terpenting infeksi saluran kemih
berulang pada laki-laki.

 Hiperplasia Nodular Prostat

Seperti yang telah dijelaskan pada kajian anatomis dari prostat bahwa prostat orang
dewasa dibagi menjadi 4 zona dengan kecenderungan beberapa zona mengalami
pertumbuhan abnormal. Sebagian besar lesi hiperplasia terjadi di ona sentral dan
transisional dalam prostat sedangkan sebagian besar karsinoma (sekitar 70%–80%)
muncul di zona perifer.

Hiperlplasia nodular merupakan bentuk proliferasi atau pertambahan jumlah sel


(hiperplasia) elemen epitel kelenjar dan stroma prostat. Lesi ini merupakan jenis
kelainan yang sering ditemukan dan cukup banyak ditemukan pada laki-laki berusia
40 tahun serta akan meningkat frekuensinya seiring dengan pertambahan usia,
mencapai 90% pada usia 70—80 tahun.
Hipertrofi prostat jinak atau BPH (Benign Prostatic Hypertrophy) merupakan sinonim
hiperplasia nodular prostat yang kurang tepat dan berlebihan karena pada lesi
mendasar yang terjadi pada lesi ini adalah proses hiperplasia (pertambahan jumlah sel)
bukan hipertrofi (bertambah besar ukuran sel).

Penyebab hiperplasia nodular masih belum diketahui secara pasti, namun beberapa
bukti mengarah pada adanya peran androgen dan estrogen secara sinergistik. Untuk
terjadi hiperplasia nodular, diperlukan testis dengan sejumlah testosteron yang utuh,
karena lesi ini tidak akan terjadi pada laki-laki yang dikastrasi atau dikebiri sebelum
awitan pubertas karena tidak tersedianya androgen. Seperti yang telah dipaparkan
pada kajian fisiologi dari prostat, hormon yang berpengaruh sebagai pemicu utama
terjadinya pertumbuhan hiperplasia nodular yakni dihidrotestosteron (DHT), suatu
androgen turunan testosteron yang dikonversi oleh 5alfa-reduktase, selain itu
3alfa-androstanediol yang merupakan metabolit DHT juga berperan dalam
patogenesis hiperplasia nodular. Karena adanya peran tersebut, salah satu usaha terapi
hiperplasia nodular yakni penggunaan inhibitor 5alfa-reduktase (Finasteride,
Dutasteride).

Suatu anomali terjadi bahwa manifestasi klinis hiperplasia nodular justru semakin
bermakna pada laki-laki lansia padahal kadar testosteron pada usia tersebut relatif
telah stabil atau mulai menurun. Selain itu, pemberian testosteron tidak akan
memperparah atau menyebabkan eksaserbasi hiperplasia nodular. Hal tersebut
mendorong untuk mempertimbangkan faktor lain di luar aktivitas androgenik dalam
patogenesis penyakit ini. Dalam penelitan, peningkatan akdar estrogen terkait-usia
kemungkinan berperan dalam pembentukan hiperplasia nodular melalui peningkatan
ekspresi reseptor DHT di sel parenkim prostat sehingga efek DHT semakin kuat.

 Gambaran Patologi Hiperplasia Nodular Prostat

Letak paling sering yakni di kelenjar peruretra bagian dalam prostat terutama di atas
verumontanum. Pembesaran prostat dapat mencapai >300 g pada kasus yang parah.
Nodus yang menojol pada permukaan potongan memiliki batas tegas dan bisa saja
terdapat di seluruh prostat namun biasanya akan paling menonjol di regio dalam
prostat (zona sentral dan transisional). Nodus bisa berkarakteristik solid maupun
rongga kistik (karena dilatasi elemen kelenjar secara histologis). Uretra akan tertekan
oleh nodus hiperplastik seringkali hingga menjadi celah sempit. Pada sebagian kasus,
hiperplasia kelenjar dan stroma yang ada tepat di bawah epitel uretra pars prostatika
proksimal dapat menonjol ke dalam lumen vesica urinaria sebagai massa
pedunkulasi/bertangkai sehingga terbentuk “katup bola” atau ball valve sehingga
mengobstruksi uretra.

Mikroskopis: terlihat nodus hiperplastik terdiri atas proliferasi elemen kelenjar dan
stroma fibromuskular dengan proporsi bervariasi. Kelenjar hiperplastik dilapisi oleh
sel epitel collumnare tinggi dengan membrana basal utuh dan terdiri atas sel basal
gepeng. Pada sebagian proliferasi, terbentuk pola tonjolan papilar. Lumen kelenjar
dapat berisi bahan sekretorik berprotein yang disebut corpora amylacea. Kelenjar
dikelilingi oleh elemen stroma yang berproliferasi meskipun terkadang bisa sangat
sedikit. Stroma selalu terdapat di antara kelenjar hiperplastik dan berbeda dengan
yang terjadi pada karsinoma. Pada tahap lanjut, bisa terjadi infarksi dan disertai foki
metaplasia skuamosa pada kelenjar di sekitarnya.
 Manifestasi Klinis Hiperplasia Nodular Prostat

Hanya sekitar 10% laki-laki pengidap lesi ini akan merasakan gejala. Karena lokasi
hiperplasia sering di bagian dalam prostat, manifestasi klinis tersering yakni gejala
obstruksi saluran kemih bawah. Gejala ini mencakup kesulitan memulai airan urin
(hesitancy) dan interupsi intermiten aliran urin sewaktu berkemih. Pada beberapa
pasien dapat terjadi obstruksi total aliran urin sehingga meregangkan vesica urinaria
lalu timbul nyeri, kadang hingga terjadi dilatasi pelvis renalis (hidronefrosis). Selain
itu, obstruksi yang terjadi akan menyebabkan iritasi otot-otot detrussor vesica urinaria
sehingga timbul gejala pengosongan atau voiding mencakup frequency, urgency, dan
nokturia. Residu urin yang bertambah di vesica urinaria seiring terjadinya obstruksi
menyebabkan peningkatan risiko infeksi saluran kemih.

 Karsinoma Prostat

Karsinoma prostat merupakan kanker tersering pada laki-laki dan menempati urutan
kedua sebagai penyebab kematian terkait-kanker pada laki-laki berusia lebih dari 50
tahun, di bawah karsinoma paru. Usia tersering yakni lak-laki usia lanjut dengan
insidensi puncak antara usia 65 sampai 75 tahun. Kanker prostat laten lebih sering
terjadi dibanding yang menimbulkan gejala klinis dengan frekuensi >50% pada
lansia >80 tahun.
Penyebab karsinoma prostat belum diketahui secara pasti namun ada peran
multifaktorial dari hormon, genetik, dan lingkungan dalam patogenesisnya. Sama
seperti hiperplasia nodular, karsinoma prostat tidak terjadi pada laki-laki yang
dikastrasi atau dikebiri sebelum pubertas sehingga menunjukkan adanya peran
androgen dalam patogenesisnya ditambah pula bukti bahwa pertumbuhan karsinoma
prostat dapat dihambat oleh orkiektomi atau pemberian estrogen seperti
dietilstilbestrol (suatu analog estrogen). Namun, juga seperti hiperplasia nodular,
pengaruh hormon sepenuhnya belum dapat dijelaskan.

Peran faktor genetik dapat meningkatkan risiko kanker apabila ada riwayat keluarga
dekat yang memiliki penyakit yang sama. Ras amerika kulit hitam lebih sering
terkena karsinoma prostat simtomatik dibanding ras amerika kulit putih, asia, atau
keturunan spanyol namun belum diketahui apakah perbedaan risiko dari segi ras ini
diakibatkan oleh pengaruh genetik, lingkungan, atau kombanis keduanya. Frekuensi
karsinoma prostat insidental setara untuk semua ras sehingga diduga faktor ras lebih
mempengaruhi lesi kanker yang sudah terbentuk dibanding memulai terjadinya
kanker. Beberapa gen tertentu memiliki kaitan dengan terjadinya kanker prostat,
seperti suatu lokus di kromosom 1 serta kromosom 10 tempat dari gen penekan tumor
PTEN. Variasi ras menyebabkan perbedaan dalam jumlah pengulangan (repeat) CAG
di gen reseptor androgen dan berkaitan dengan tingginya insidensi kanker prostat
pada Afrika—Amerika. Variasi gen tersebut berkaitian dengan polimorfisme efek
androgen pada epitel prostat.

Peran faktor lingkungan dapat dilihat dari peningkatan frekuensi karsinoma prostat
pada lingkungan industri tertentu dan variasi insidensi antar wilayah. Karsinoma
prostat cukup sering ditemukan di negara Skandinavia dan relatif jarang di Jepang dan
negara Asia tertentu. Laki-laki yang semula tinggal di wilayah risiko rendah
kemudian berpindah ke wilayah dengan risiko lebih tinggi tetap kurang berisiko
mengidap karsinoma prostat, namun generasi berikutnya memiliki risiko sedang. Hal
ini sesuai dengan adanya pengaruh lingkungan pada perkembangan penyakit ini.
Selain itu, diet tinggi lemak hewan akan meningkatkan risiko karsinoma prostat.

 Gambaran Patologi Karsinoma Prostat

Pada karsinoma prostat, 70% hingga 80% timbul di zona perifer sehingga akan teraba
nodus-nodus keras ireguler saat pemeriksaan colok dubur. Karena letaknya ini pula,
karsinoma prostat kurang menyebabkan obstruksi uretra pada tahap awal
dibandingkan hiperplasia nodular. Lesi awal biasanya tampa sebagai massa berbatas
tidak tegas tepat di bawah kapsul prostat. Fokus karsinoma memperlihatkan lesi padat,
abu-abu putih sampai kuning yang secara histologis akan menginvasi kelenjar di
sekitarnya dengan tepi yang kabur dan membran basal yang tidak lagi utuh.
Metastasis ke limfonodi regional dapat terjadi sejak awal. Kanker lokal tahap lanjut
dapat menginvasi vesikula seminalis dan zona periuretra prostat beserta jaringan
sekitarnya dan juga dinding vesica urinaria. Pertumbuhan tumor ke arah posterior
akan dihambat oleh fascia Denonvilliers atau septum rectovesicalis yang merupakan
jaringan ikat pemisah antara struktur genitourinaria bawah dengan rectum sehingga
invasi karsinoma prostat ke rectum lebih jarang terjadi daripada invasi ke struktur lain
di dekat tumor.

Mikroskopis: sebagian besar berupa adenocarcinoma dengan diferensiasi


berbeda-beda. Tumor yang berdiferensiasi baik terdiri atas kelenjar kecil yang
menginvasi secara acak stroma di sekitarnya. Berbeda halnya dengan hiperplasia
nodular atau prostat normal, kelenjar pada karsinoma prostat tidak dikelilingi sel-sel
stroma atau kolagen tetapi terletak berdempetan dan tampak menyelip dan menembus
stroma di dekatnya. Sel tumor pelapis kelenjar memperlihatkan karakteristik kuboid
dengan anak inti mencolok dan hilangnya lapisan sel basal yang pada keadaan normal
atau hiperplastik masih utuh. Seiring dengan peningkatan derajat anaplasia,
ditemukan pola pertumbuhan kelenjar yang iregular dan kasar, pola pertumbuhan
papilaris, atau pola kribiformis, dan pada kasus ekstrem, dapat tebentuk pola lembaran
sel dengan diferensiasi buruk.

Kelenjar di sekitar karsinoma prostat invasif sering mengandung fokus sel-sel atipik
atau neoplasia intraepitel prostat (prostatic intraepithelial neoplasia, PIN). Karena
sering terdapat bersama dengan karsinoma infiltratif, PIN diperkirakan merupakan
prekursor karsinoma prostat. PIN dapat dibagi menjadi PIN derajat tinggi dan derajat
rendah yang bergantung derajat atipik dari sel. PIN derajat tinggi memperlihatkan
karakteristik yang sama dengan karsinoma invasif sehingga derajat tersebut dianggap
sebagai bentuk intermediet antara jaringan prostat normal dan jaringan prostat dengan
keganasan.

Sistem Skor Gleason merupakan


skema penentuan derajat histologis karsinoma prostat yang sering dipakai. Skema
tersebut melihat pada gambaran seperti diferensiasi kelenjar, arsitektur neoplastik,
anaplasia nukleus, dan aktivitas mitosis. Sistem Gleason tampaknya cukup terbukti
berkorelasi dengan stadium anatomis karcinoma prostat dan prognosisnya.

 Manifestasi Klinis Karsinoma Prostat

Karsinoma prostat sering asimtomatis atau tanpa gejala terutama pada tahap awal.
Sekitar 20% karsinoma lokal ditemukan secara tidak disengaja sewaktu pemeriksaan
histologik jaringan prostat yang diangkat atas indikasi hiperplasia nodular.
Insidensinya mendekati 60% pada usia >80 tahun. Karena lesi awalnya sebagian besar
di regio perifer prostat, sebagian besar kanker ditemukan sewaktu pemeriksaan rutin
colok dubur. Karsinoma yang luas dapat menimbulkan prostatisme yakni kumpulan
tanda dan gejala akibat lesi di prostat termasuk diantaranya: rasa tidak nyaman lokal
dan tanda obstruksi saluran kemih yang serupa dengan penyakit hiperplasia nodular.
Pemeriksaan fisik akan memperlihatkan prostat yang teraba keras dan terfiksasi,
memperlihatkan suatu penyakit lokal lanjut. Karsinoma yang lebih agresif dapat
ditemukan pertama kali telah berada dalam kondisi metastasis, namun hal tersebut
jarang terjadi. Metastasis paling sering yakni invasi ke tulang-tulang aksial seperti
pelvis dan vertebra yang akan memberikan gambaran tulang pola destruktif (osteolitik)
atau yang lebih sering terjadi yakni gambaran pembentukan tulang (osteoblastik).
Adanya metastasis osteoblastik merupakan tanda kuat telah terjadi tahap lanjut dari
karsinoma prostat.

Seperti yang telah dijelaskan pada kajian fisiologi prostat, prostatic specific antigen
atau PSA secara luas digunakan dalam diagnosis karsinoma tahap dini. Sel kanker
menghasilkan lebih banyak PSA begitu juga dengan keadaan lain yang merusak
arsitektur normal prostat, termasuk adenokarsinoma, hiperplasia nodular, dan
prostatitis. Tetapi, baik hiperplasia nodular maupun karsinoma prostat akan saling
tumpang tindih dalam hal jumlah PSA yang disekresikan dan beberapa kasus
karsinoma prostat tidak meningkatkan kadar PSA. Karena masalah dalam spesifisitas
dan sensitivitas, PSA tidak banyak bermanfaat sebagi uji penapis tersendiri untuk
kanker prostat. Namun makna diagnosisnya menjadi meningkat bila dikombinasikan
dengan hasil pemeriksaan colok dubur, sonografi transrektum, dan biopsi jarum.
Sebagai penilai prognosis, PSA cenderung lebih bermanfaat untuk melihat hasil terapi
dengan membandingkan kadarnya sebelum dan sesudah terapi. Peningkatan PSA
pasca ablasi prostat menunjukkan kekambuhan dan/atau terjadi metastasis.

Untuk menyempurnakan manfaat diagnostik PSA, dibuatlah prosedur analisis berupa:


perubahan nilai PSA seiring waktu (PSA velocity), penentuan rasio PSA serum dan
volume kelenjar prostat (densitas PSA), dan pengukuran bentuk bebas PSA darah
versus bentuk terikatnya. Penyempurnaan ini sangat bermanfaat jika kadar PSA
terletak antara 4—10 ng/mL (zona abu-abu).

Penentuan stadium anatomis terhadap luasnya penyakit berperan penting dalam


penentuan terapi dan prognosis karsinoma prostat. Stadium kanker prostat ditentukan
dengan pemeriksaan klinis, eksplorasi bedah, teknik pencitraan radiografik, dan pada
beberapa sistem penentuan stadium, dilihat pula derajat histologis tumor, serta kadar
penanda tumor. Sistem yang banyak dipakai yakni sistem TNM (Tumor-Nodus
Limfatikus-Metastasis). Luas anatomis penyakit dan derajat histologis tumor akan
memengaruhi terapi kanker prostat dan prognosisnya.
Terapi kanker
prostat meliputi kombinasi pembedahan, terapi radiasi, dan manipulasi hormon,
bergantung derajat dan stadiumnya. Kanker lokal biasanya diterapi dengan
pembedahan atau radiasi berkas-eksternal (external beam radiation). Terapi hormon
berperan penting dalam tatalaksana karsinoma tahap lanjut dan metastasis. Secara
spesifik, sebagian kanker prostat peka terhadap androgen dan sebagian lagi dapat
dihambat oleh ablasi androgen. Kastrasi bedah atau farmkalogik, estrogen, dan
penghambat reseptro androgen pernah digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan
tumor diseminata. Evaluasi serial kadar PSA serum bermanfaat dalam memantau
kekambuhan atau progresivitas penyakit.

Prognosis termasuk baik bila karsinoma masih terbatas, yakni angka kesintasan >90%
pada pasien stadium T1 atau T2 untuk dapat bertahan hidup 10 tahun atau lebih.
Prognosis cenderung buruk pada tumor diseminata atau meluas dengan angka
kesintasan (survival rate) 10 tahun berkisar dari 10% – 40%.
Daftar Pustaka:

1. diFiore’s atlas of histology with functional correlations edisi 11


2. Histology: a text and atlas, edisi 6
3. Ganong’s review of medical physiology, edisi 23
4. Clinnically oriented anatomy, edisi 6
5. Rangkuman anatomi blok 1.4 oleh asisten anatomi FK UGM
6. Essentials of rubin’s pathology, edisi 6
7. Buku ajar patologi, edisi 7 volume 2

Anda mungkin juga menyukai