Anda di halaman 1dari 60

ASKEP PADA KLIEN POSTPARTUM KOMPLIKASI : INFEKSI

1. Definisi
Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang - biaknya mikroorganisme dalam tubuh
manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain Iskandar, 1998).
Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi klinis
pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan (Bobak, 2004).
2. Etiologi
Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada saat
berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum maupun saat
persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat rahim.
Jalan masuk lainnya adalah dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril
digunakan pada saat proses persalinan.
Infeksi bisa timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina (endogenus)
atau akibat pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina (eksogenus) (Bobak, 2004). Namun
biasanya infeksi ini tidak menimbulkan penyakit pada persalinan, kelahiran, atau
pascapersalinan. Hampir 30 bakteri telah diidentifikasi ada disaluran genital bawah (vulva,
vagina dan sevik) setiap saat (Faro 1990). Sementara beberapa dari padanya, termasuk beberapa
fungi, dianggap nonpatogenik dibawah kebanyakan lingkungan, dan sekurang-kurangnya 20,
termasuk e.coli, s. aureus, proteus mirabilis dan clebsiela pneumonia, adalah patogenik (Tietjen,
L; Bossemeyer, D, & McIntosh, N, 2004).
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen (kuman
datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan
lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang
sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :
1) Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen
(ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi
tenggorokan orang lain).
2) Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di
rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya
menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.
3) Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum,
vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius
4) Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih
sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.
3. Cara Terjadinya Infeksi Pasca Partum
Infeksi dapat terjadi sebagai berikut :
1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau
operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah
bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya
bebas dari kuman-kuman.
2) Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari
hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Oleh karena itu, hidung dan
mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi
saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
3) Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita
dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana
termasuk kain-kain, alat-alat yang suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam
persalinan atau pada waktu nifas.
4) Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila
mengakibatkan pecahnya ketuban.
4. Faktor predisposisi
Beberapa faktor dalam kehamilan atau persalinan yang dapat menyebabkan infeksi
pascapersalinan antara lain :
1) Anemia
Kekurangan sel-sel darah merah akan meningkatkan kemungkinan infeksi. Hal ini juga terjadi
pada ibu yang kurang nutrisi sehingga respon sel darah putih kurang untuk menghambat
masuknya bakteri.
2) Ketuban pecah dini
Keluarnya cairan ketuban sebelum waktunya persalinan menjadi jembatan masuknya kuman
keorgan genital.
3) Trauma
Pembedahan, perlukaan atau robekan menjadi tempat masuknya kuman pathogen, seperti
operasi.
4) Kontaminasi bakteri
Bakteri yang sudah ada dalam vagina atau servik dapat terbawa ke rongga rahim. Selain itu,
pemasangan alat selama proses pemeriksaan vagina atau saat dilakukan tindakan persalinan
dapat menjadi salah satu jalan masuk bakteri. Tentunya, jika peralatan tersebut tidak terjamin
sterilisasinya.
5) Kehilangan darah
Trauma yang menimbulkan perdarahan dan tindakan manipulasi yang berkaitan dengan
pengendalian pendarahan bersama-sama perbaikan jaringan luka, merupakan factor yang dapat
menjadi jalannya masuk kuman.
5. Manifestasi klinis
Rubor (kemerahan), kalor (demam setempat) akibat vasodilatasi dan tumor (benngkak) karena
eksudasi. Ujung syaraf merasa akan terangsang oleh peradangan sehingga terdapat rasa nyeri
(dolor). Nyeri dan pembengkan akan mengakibatkan gangguan faal, dan reaksi umum antara lain
berupa sakit kepala, demam dan peningkatan denyut jantung (Sjamsuhidajat, R. 1997).
6. Patofisiologi
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada infeksi dengan
reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu terjadi reaksi ringan
limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat antibodi (limfosit
B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung selama
menjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa
diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh
tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit kadang
berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses
atau bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk flegman (peradangan yang luas dijaringan
ikat). (Sjamsuhidajat, R, 1997 ).
7. Jenis-Jenis Infeksi Post Partum
1) Infeksi uterus
a. Endometritis
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). infeksi ini dapat
terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing
dalam rahim (Anonym, 2008).
Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang terjadi pada
wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah mengalami persalinan melalui
vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang paling sering terjadi adalah
endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah
lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah proses persalinan
yang terlalu lama atau pecahnya membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada plasenta
yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher rahim, vagina
atau vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, sedikit demam, nyeri yang
samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang-kadang keluar dari vagina berbau tidak enak
yang khas menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada infeksi karena luka biasanya
terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri
pada perut atau sisi tubuh, gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang
jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi. Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh pasca lahir
harus segera dilakukan pemeriksaan.
Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis yaitu nyeri abdomen
bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-kadang terdapat perdarahan dapat terjadi
penyebaran seperti meometritis (infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim),
salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi
menyebar), pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur
(Anonym, 2008).
Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas implantasi plasenta
masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan persalinan dengan tindakan pada saat
terjadi keguguran, saat pemasangan alat rahim yang kurang legeartis (Anonym, 2008).
Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan
ini dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak
membesar, serta nyeri pada perabaan dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat dan nyeri perut pada
hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam
beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah
normal kembali.
Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal ini tidak
boleh dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokia yang
sedikit dan tidak berbau.
Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik, tetapi harus segera diberikan
sesegera mungkin agar hasilnya efektif. Dapat pula dilakukan biakkan untuk menentukan jenis
bakteri, sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat.
b. Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah tunika muskularis
uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah,
lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum. Penyakit ini
tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan
lanjutan dari endometritis. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang dapat
menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa
pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat
tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia
dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang, dan leukore. Akan tetapi pembesaran uterus
pada multipara umumnya disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat akibat kehamilan. Terapi
dapat berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6 jam, gentamisin 5 mg kg/BB,
metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi hasil konsepsi.
c. Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum. Radang ini biasanya
unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan demam tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala
rangsangan peritoneum, seperti muntah. Penyebab Parametritis yaitu :
Endometritis dengan 3 cara yaitu :
 Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis
 Lymphogen
 Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
d. Dari robekan serviks
e. Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )
2) Syok bakteremia
Infeksi kritis, terutama yuang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan endotoksin, bisa
mempresipitasi syok bakteremia (septic). Ibu hamil, terutama mereka yang menderita diabetes
mellitus atau ibu yang memakai obat imunosupresan, berada pada tingkat resiko tinggi, demikian
juga mereka yang menderita endometritis selama periode pascapartum.
Demam yang tinggi dan mengigil adalh bukti patofisiologi sepsis yang serius. Ibu yang cemas
dapat bersikap apatis. Suhu tubuh sering kali sedikit turun menjadi subnormal. Kulit menjadi
dingin dan lembab. Warna kulit menjadi pucat dan denyut nadi menjadi cepat. Hipotensi berat
dan sianosis peripheral bisa terjadi. Begitu juga oliguria.
Temuan laboratorium menunjukkan bukti-bukti infeksi. Biakan darah menunjukian bakteremia,
biasanya konsisten dengan hasil enteric gram negative. Pemeriksaan tambahan bisa
menunjukkan hemokonsentrasi, asidosis, dan koagulopati. Perubahan EKG menunjukkan adanya
perubahan yang mengindikasikan insufisiensi miokard. Bukti-bukti hipoksia jantung, paru-paru,
ginjal, dan neurologis bisa ditemukan.
Penatalaksanaan terpusat pada antimicrobial, demikian juga dukungan oksigen untuk
menghilangkan hipoksia jaringan dan dukungan sirkulasi untuk mencegah kolaps vascular.
Fungsi jantung, usaha pernafasan, dan fungsi ginjal dipantau dengan ketat. Pengobatan yang
cepat terhadap syok bakteremia membuat prognosis menjadi baik. Dan morbiditas dan mortilitas
maternal diturunkan dengan mengendalikan distrees pernafasan, hipotensi dan DIC (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004).
3) Peritonitis
ritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-
sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa
abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan
peritonitis.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Gejala-gejalanya
tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi
keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang
biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk
mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat.
Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense
musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung,
kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum
tinggi.
4) Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil, kebanyakan terjadi pada
masa prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami ISK memiliki kecenderungan mengidap
ISK lagi sewaktu hamil. Servisitis, vaginitis, obstruksi ureter yang flaksid, refluks vesikoureteral,
dan trauma lahir mempredisposisi wanita hamil untuk menderita ISK, biasanya dari escherichia
coli. Wanita dengan PMS kronis, trutama gonore dan klamidia, juga memiliki resiko. Bakteriuria
asimptomatik terjadi pada sekitas 5% nsampai 15% wanita hamil. Jika tidak diobati akan terjadi
pielonefritis pada kira-kira 30% pada wanita hamil. Kelahiran dan persalinan premature juga
dapat lebih sering terjadi.
Biakan dan tes sensitivitas urin harus dilakukan di awal kehamilan, lebih disukai pada
kunjungan pertama, specimen diambil dari urin yang diperoleh dengan cara bersih. Jika
didiagnosis ada infeksi, pengobatan dengan antibiotic yang sesuai selama dua sampai tiga
minggu, disertai peningkatan asupan air dan obat antispasmodic traktus urinarius.
5) Septicemia dan piemia
Pada septicemia kuman-kuman yang ada di uterus, langsung masuk ke peredaran darah umum
dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan
kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus
serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena
hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu
embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus
masuk keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya
ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses
ditempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia.
Kedua-duanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septicemia lebih mendadak dari
piemia. Pada septicemia, dari permulaan penderita sudah sakit dan lemah. Sampai tiga hari
postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil. Selanjutnya, suhu
berkisar antara 39 - 40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140 - 160
kali/menit atau lebih). Penderita meninggal dalam enam sampai tujuh hari postpartum. Jika ia
hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia.
Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri, dan suhu agak
meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi
setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah umum. Suatu ciri khusus pada
piemia ialah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil, kemudian
diikuti oleh turunnya suhu. Ini terjadi pada saat dilepaskannya embolus dari tromboflebitis
pelvika. Lambat laun timbul gejala abses pada paru-paru, pneumonia dan pleuritis. Embolus
dapat pula menyebabkan abses-abses di beberapa tempat lain.
8. Komplikasi
1) Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)
2) Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko terjadinya emboli
pulmoner.
3) Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam darah. Syok
toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan kematian.
9. Pencegahan dan Penanganan
1) Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan
kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.
2) Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu.
3) Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati
karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk
dalam jalan lahir. Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama/menjaga supaya
persalinan tidak berlarut-larut.
4) Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin.
5) Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun
perabdominam dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
6) Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus segera diganti
dengan tranfusi darah.
7) Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker; yang
menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar bersalin.
8) Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama.
9) Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilisasi yang
baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
10. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Data demografi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat.
2) Keluhan utama : adanya nyeri perubahan fungsi seksual, luka.
3) Riwayat penyakit dahulu : apakah klien dan keluarga pernah menderita penyakit yang sama.
4) Riwayat penyakit sekarang : klien mengalami infeksi alat kelamin
5) Riwayat seksual, termasuk riwayat PMS sebelumnya, jumlah pasangan seksual pada saat ini,
frekuensi aktifitas seksual secara umum.
6) Gaya hidup, penggunaan obat intravena atau pasangan yang menggunakan obat intravena;
merokok, alcohol, gizi buruk, tingkat stress yang tinggi.
7) Pemeriksaan fisik bagian luar,
Inspeksi :
 Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan klien
 Kulit dan area pubis, adakah lesi eritema, visura, lekoplakia, dan eksoria.
 Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap pembengkakan ulkus, keluaran, dan
nodul.
 Pemeriksaan bagian dalam,
 Inspeksi :
 Serviks : ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran, dan warnanya
 Palpasi :
 Raba dinding vagina : nyeri tekan dan nodula
 Serviks : posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas, dan nyeri tekan
 Uterus : ukuran, bentuk, konsistensi, dan mobilitas.
 Ovarium : ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi, dan nyeri tekan.
B. Diagnosa keperawatan :
1) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses inflamasi
2) Peningkatan suhu tubuh b.d peningkatan tingkat metabolisme
3) Ansietas b.d perubahan status kesehatan
C. Intervensi
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi
Tujuan : Setelah dillukakan tindakan selama 1x 24 jam di harapkan klien :
Nyeri berkurang Klien mengtakan :
- Menunjukkan ekspresi wajah rilek
- Merasa nyaman
a. Kaji skala/intensitas nyeri
b. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi, distraksi, relaksasi, kompres, Berikan
instruksi bila perlu.
R/ b. relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut, yang memperberat nyeri.
c. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
R/ Metode IV sring digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat
d. Pertahankan posisi semifowler sesuai indikasi a. Untuk mengetahui tingkatan nyeri
R/ Memudahkan drainase atau luka karena gravitasi dan membantu meminimalkan nyeri karena
gerakan
2) Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolisme
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam diharapakaSuhu tubuh klien dalam batas
normal Klien tamapak :
- Tidak mengalami komplikasi
- Suhu tubuh normal 36-37oC
a. Kaji TTV Suhu,TD,RR.nadi
b. Pantau suhu klien (derajat dan pola), perhatikan menggigil atau diaphoresis
R/ Suhu 38,90- 41, 10C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat
membentu dalam diagnosis, misalnya kurva demam lanjut berakhir lebih dari 24jam
menunjukkan pneumonia pneumokokal.
c. Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
R/ Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal
d. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik (aspirin, asetaminofen)
R/ Untuk mempermudah dalam pembirian tindakan
3) Ansietas b.d perubahan status kesehatan
Tujuan : setelah dilkukan tindakan selama 1x 24 jam klien tampkan rileks Klien tampak:
- Kesadaran terhadap perasaan, dam cara yang sehat untuk menghadapi masalah
- Kecamasan klin berkurang
- Klien tidak tampak sedih
- Klien tampak rileks
a. Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal, dan nonverbal klien. Dorong ekspresi bebas akan
emosi.
R/ Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit, penting pada
prosedur diagnostic dan kemungkinan pembedahan
b. Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan
R/ Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas.
D. Evaluasi
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi
S : Klien Mengatakan Nyeri Berkurang
O : Klien Tampak Nyaman
A : intervensi di optimalakan
P : masalah teratasi
2) Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolisme
S : klien mengatakan panasnya menurun
O : klien tampak rileks
A : masalah teratasi
P: intervensi di hentikan
3) Ansietas b.d perubahan status kesehatan
S : klien mengatakan tidak cemas
O : klien tamapk rileks
A : masalah teratasi
P : intervensi di hentikan

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Infeksi nifas merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin. Derajat
komplikasi masa nifas bervariasi. Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode masa nifas
karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu
akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam
pertama pasca persalinan (Saifuddin, 2006).
Penanganan umum selama masa nifas antara lain antisipasi setiap kondisi (faktor
predisposisi dan masalah dalam proses persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit atau
komplikasi dalam masa nifas, memberikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang
mengalami infeksi nifas, melanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi
yang dikenali pada saat kehamilan maupun persalinan, jangan pulangkan penderita apabila masa
kritis belum terlampau, memberi catatan atau intruksi untuk asuhan mandiri di rumah, gejala-
gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera serta memberikan
hidrasi oral atau IV secukupnya (Saifuddin, 2006).

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Untuk memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan infeksi nifas terutama pada
infeksi daerah genetalia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang konsep dasar teori dari infeksi nifas.
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teoritis pada pasien dengan infeksi nifas yang meliputi
pengkajian, diagnosa, dan intervensi keperawatan.

BAB II
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan.
(Saifuddin, 2006)
Infeksi masa nifas (peurperalis) adalah infeksi pada dan melalui traktus genetalis setelah
persalinan. Suhu 38o C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2 – 10 postpartum dan diukur
peroral sedikitnya empat kali sehari. (Siti Saleha : 2009, 96)
Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke
dalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas. (Eny Retna : 2008, 122)
Infeksi nifas (infeksi puerperalis) adalah infeksi luka jalan lahir pasca persalinan,
biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta. Demam dalam nifas sebagian besar
disebabkan infeksi nifas, maka demam dalam nifas merupakan gejala penting penyakit ini.
Demam dalam nifas sering juga disebut morbiditas nifas merupakan index kejadian infeksi nifas.
Demam dalam nifas selain oleh infeksi nifas dapat juga disebabkan oleh pyelitis, Infeksi jalan
pernafasan, malaria, typhus dan lain-lain. (Krisnadi, R. Sofie, 2005)
Istilah infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman
– kuman ke dalam alat – alat genital pada waktu persalinan dan nifas.Masuknya kuman – kuman
dapat terjadi dapat terjadi dalam kehamilan, waktu persalinan dan nifas. Demam nifas adalah
demam dalam masa nifas oleh sebab apapun. Morbiditas puerpuralis adalah kenaikan suhu badan
sampai 38C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama postpartum, kecuali pada hari
pertama. Suhu diukur 4 kali sehari secara oral (dari mulut). (Wiknjosastro, 2006)
Infeksi masa nifas (pireksia nifas) didefinisikan sebagai kenaikan suhu tubuh sampai 38C
atau lebih, yang berlangsung selama 24 jam atau kambuh kembali sejak akhir 1 sampai akhir hari
ke 10 setelah melahirkan atau abortus. (Jones, L. Derek, 2002)

B. ETIOLOGI
Infeksi nifas dapat disebabkan oleh masuknya kuman ke dalam organ kandungan maupun
kuman dari luar yang sering menyebabkan infeksi. Berdasarkan masuknya kuman ke dalam
organ kandungan terbagi menjadi : (Lusa, 2011)
1. Eksogen (kuman datang dari luar)
2. Autogen (kuman datang dari tempat lain)
3. Endogen (kuman datang dari jalan lahir sendiri)
Bakteri yang menyebabkan infeksi nifas antara lain :
1. Streptococcus haemolyticus aerobicus. Streptokokkus ini merupakan infeksi yang berat,
khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang
tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain).
2. Stapilococcus aureus. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang
– kadang menjadi sebab infeksi umum. Stapilokokkus banyak ditemukan di rumah sakit dan
dalam tenggorokan orang – orang yang nampaknya sehat.
3. Escherichia coli. Kuman ini umumnya berasal dari kandung kemih atau rectum dan dapat
menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometrium. Kuman ini merupakan
sebab penting infeksi traktus urinarius.
4. Clostridium welchii. Infeksi dengan kuman ini, yang bersifat anerobik jarang ditemukan,
akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang
ditolong oleh dukun. (Wiknjosastro, 2006)
Masalah dalam pemberian ASI adalah :
1. Puting susu lecet yang disebabkan kesalahan dalam teknik menyusui, akibat dari pemakaian
sabun, alkohol, krim, atau zat iritan lainnya untuk mencuci puting susu, bayi dengan tali lidah
yang pendek sehingga menyebabkan bayi sulit mengisap sampai ke kalang payudara dan isapan
hanya pada puting susu saja, dan bisa terjadi karena ibu menghentikan menyusui dengan kurang
hati-hati.
2. Payudara bengkak (engorgement) terjadi karena ASI tidak disusui dengan adekuat, sehingga ASI
terkumpul pada sistem duktus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan.
3. Saluran susu tersumbat dikarenakan tekanan jari ibu yang kuat pada waktu menyusui, pemakaian
bra yang terlalu ketat, komplikasi payudara bengkak mengakibatkan sumbatan.
4. Mastitis disebabkan payudara bengkak tidak disusui secara adekuat, puting lecet akan
memudahkan masuknya kuman, dan saluran susu tersumbat.
5. Abses payudara disebabkan karena meluasnya peradangan dalam payudara tersebut.
Infeksi saluran kemih disebabkan akibat trauma kandung kemih waktu persalinan,
pemeriksaan dalam yang terlalu sering, kontaminasi kuman dari perinium atau kateterisasi yang
sering
(Sitti Saleha, 2009)

C. TANDA DAN GEJALA


Infeksi akut yang menyerang genetalia ditandai dengan demam, sakit didaerah infeksi,
berwarna kemerahan, fungsi organ tersebut terganggu. Gambaran klinis infeksi nifas dapat
berbentuk :
a. Infeksi lokal
Pembengkakan luka episiotomi, terjadi penanahan, perubahan warna kulit, pengeluaran lochea
bercampur nanah, mobilisasi terbatas karena rasa nyeri, temperatur badan dapat meningkat.
b. Infeksi umum
Tampak sakit dan lemah, tekanan darah menurun dan nadi dan suhu meningkat, kesadaran
gelisah sampai menurun, terjadi gangguan involusi uterus, lochea berbau dan bernanah serta
kotor.
( Eny Retna, 2008 : 124 )
Infeksi yang menyerang pada payudara meliputi : fisura di puting susu yang terinfeksi
biasanya merupakan lesi awal. Peradangan edema dan pembengkakan payudara segera akan
menyumbat aliran air susu. Menggigil, demam, malaise, dan nyeri tekan pada payudara bisa
ditemukan. ( Bobak, Lowdermilk, Jensen 2004)
Infeksi pada saluran kemih yaitu sistitis biasanya memberikan gejala berupa nyeri
berkemih (disuria), sering berkemih, dan tidak dapat menahan untuk berkemih. Demam biasanya
jarang terjadi. Adanya retensi urine pasca persalinan umumnya merupakan tanda adanya infeksi.
Pielonefritis memberikan gejala yang lebih berat, demam, menggigil, serta perasaan mual dan
muntah. Selain disuria, dapat juga terjadi piuria dan hematuria. ( Sitti Saleha, 2009 )

D. KLASIFIKASI
Infeksi yang menyerang pada organ genetalia dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Infeksi yang terbatas pada luka (perineum, vulva, vagina, serviks, endometrium) antara lain:
a. Vulvitis
Vulvitis adalah infeksi pada vulva. Vulvitis pada ibu pasca melahirkan terjadi di bekas sayatan
episiotomi atau luka perineum. Tepi luka berwarna merah dan bengkak, jahitan mudah lepas,
luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan nanah.
b. Vaginitis
Vaginitis merupakan infeksi pada daerah vagina. Vaginitis pada ibu pasca melahirkan terjadi
secara langsung pada luka vagina atau luka perineum. Permukaan mukosa bengkak dan
kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah dari daerah ulkus.
c. Servitis
Infeksi yang sering terjadi pada daerah servik, tapi tidak menimbulkan banyak gejala. Luka
serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan
infeksi yang menjalar ke parametrium.
d. Endometritis
Endometritis paling sering terjadi. Biasanya demam mulai 48 jam postpartum dan bersifat naik
turun. Kuman–kuman memasuki endometrium (biasanya pada luka insersio plasenta) dalam
waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat, radang terbatas
pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan
getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat
batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.
2. Infeksi yang menjalar dari luka jaringan sekitarnya (tromboflebitis, parametritis, salpingitis, dan
peritonitis) antara lain :
a. Trombofeblitis
Penjalaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan penyebab terpenting dari kematian
karena infeksi puerpalis. Radang vena golongan 1 disebut tromboflebitis pelvis dan infeksi vena
golongan 2 disebut tromboflebitis femoralis.
b. Parametritis
Parametritis adalah infeksi pada parametrium. Parametrium adalah jaringan renggang yang
ditemukan di sekitar uterus. Jaringan ini memanjang sampai ke sisi-sisi serviks dan ke
pertengahan lapisan-lapisan ligamen besar.
c. Salpingitis
Salpingitis adalah infeksi dan peradangan di saluran tuba . Hal ini sering digunakan secara
sinonim dengan penyakit radang panggul, meskipun PID tidak memiliki definisi yang akurat dan
dapat merujuk pada beberapa penyakit dari saluran kelamin wanita bagian atas, seperti
endometritis, ooforitis, metritis, parametritis dan infeksi pada peritoneum panggul.
d. Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang biasanya disebabkan oleh infeksi.
( Sitti Saleha, 2009 )

E. PATOFISIOLOGI
Setelah persalinan, tempat bekas perlekatan plasenta pada dinding rahim merupakan luka
yang cukup besar untuk masuknya mikroorganisme.
Patologi infeksi puerperalis sama dengan infeksi luka. Infeksi itu dapat:
1. Terbatas pada lukanya (infeksi luka perineum, vagina, serviks, atau endometrium).
2. Infeksi itu menjalar dari luka jaringan sekitarnya (tromboflebitis, parametritis, salpingitis, dan
peritonitis). (Krisnadi, 2005)
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter
kira – kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, berbenjol – benjol karena banyaknya vena yang
ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman – kuman dan
masuknya jenis – jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan
pada persalinan, demikian juga vulva, vagina, dan perineum, yang semuanya merupakan tempat
masuknya kuman – kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka – luka tersebut atau
dapat menyebar di luar luka asalnya. (Eny Retna : 2008, 123)

F. PELAKSANAAN
1. Pencegahan infeksi nifas pada organ genetalia :
a. Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diit yang baik. Koitus pada kehamilan tua
sebaiknya dilarang
b. Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan
c. Jaga persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan trauma sesedikit
mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam kamar bersalin.
Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi yang
tepat
Penanganan infeksi nifas pada organ genetalia :
a. Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari
b. Berikan terapi antibiotik
c. Perhatikan diet
d. Lakukan transfusi darah bila perlu
e. Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga perinium
(Wiknjosastro, 2006)
2. Jika ibu menyusui:
a. Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian perlahan-
lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada area yang mengeras.
b. Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan
payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh
semangat pada awal sesi menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif.
c. Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika
bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut.
d. Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada payudara yang
sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan
dengan lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan secara perlahan-
lahan turun ke arah puting susu.
e. Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.
f. Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
g. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
Jika ibu tidak menyusui :
a. Gunakan bra yang menopang
b. Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri.
c. Berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
d. Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.
e. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
3. Penanganan infeksi saluran kemih yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif
menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan
vagina. Terapi dapat dibedakan atas terapi antibiotika dosis tunggal, terapi antibiotika konversial,
terapi jangka lama, terapi dosis rendah untuk supresi. Pencegahan yang dapat diberikan adalah
menjaga kebersihan sekitar saluran kemih, membasuhi air dari atas ke bawah setelah buang air
kecil maupun buang air besar. Semaksimalkan untuk membersihkan bagian organ saluran kemih.
( Sitti Saleha, 2009 )

G. PATHWAY
Terlampir

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. DATA FOKUS
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien pernah menderita infeksi tenggorokan
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh badan lemah, demam, nadi cepat, nafas sesak, badan menggigil,
gelisah, nyeri pada daerah luka operasi
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kemungkinan salah satu anggota keluarga ada yang menderita infeksi tenggorokan
c. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas / istirahat
Biasanya klien mengeluh malaise, letargi, kelelahan / keletihan yang terus menerus (persalinan
lama, stressor pasca partum multiple)
2) Sirkulasi
Biasanya tachikardi dari berat sampai bervariasi
3) Eliminasi
Biasanya BAB klien diare / konstipasi
4) Makanan / Cairan
Biasanya anoreksia, mual / muntah, haus, membran mukosa kering, distensi abdomen, kekakuan,
nyeri lepas
5) Neurosensori
Biasanya klien mengeluh sakit kepala
6) Pernafasan
Biasanya pernafasan cepat / dangkal

7) Nyeri / Ketidaknyamanan
Biasanya nyeri abdomen bawah / uteri, nyeri tekan / nyeri local, disuria, ketidaknyamanan
abdomen, sakit kepala
8) Integritas Ego
Biasanya klien ansietas, gelisah
9) Keamanan
Biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh yang merupakan tanda infeksi dan dapat pula terjadi
menggigil berat atau berulang
10) Seksualitas
Biasanya pecah ketuban dini / lama, persalinan lama, subinvolusi uterus mungkin ada, lochea
bau busuk dan banyak / berlebihan, tepi insisi kemerahan, edema, keras, nyeri tekan / memisah
dengan drainase purulen.
d. Kebiasaan Sehari – hari
1) Kebiasaan perorangan
Biasanya kebersihan perorangan tidak terjaga sehingga kuman – kuman mudah masuk /
pathogen ada dalam tubuh.
2) Makan / Minum
Biasanya klien mengeluh anoreksia, mual / muntah, sering merasahaus.
3) Tidur
Biasanya tidur klien mengalami gangguan karena suhu badan meningkat dan badan menggigil
e. Data Sosial Ekonomi
Biasanya penyakit ini banyak ditemukan pada ekonomi rendah dengan stressor bersamaan
f. Data Psikologis
Biasanya klien dengan penyakit ini gelisah karena terjadinya peningkatan suhu tubuh dan nyeri
tekan pada abdomen
2. Head to Toe
a. Payudara dan putting susu
1) Simetris/tidak
2) Konsistensi ada pembengkakan/tidak
3) Puting menonjol/tidak, lecet/tidak
b. Abdomen
1) Uterus
Normal :
a) kokoh, berkontraksi baik
b) tidak berada diatas ketinggian fundal saat masa nifas segera.
Abnormal :
a) lembek
b) diatas ketinggian fundal saat masa nifas segera.
2) Kandung kemih : bisa buang air/tak bisa buang air
c. Keadaan genitalia
Lochea
Normal :
a) Merah hitam (lochea rubra)
b) Bau biasa
c) Tidak ada bekuan darah atau butir-butir darah beku
d) Jumlah perdarahan yang ringan atau sedikit (hanya perlu mengganti pembalut setiap 3-5 jam)
Abnormal :
a) Merah terang
b) Bau busuk
c) Mengeluarkan darah beku
d) Perdarahan hebat ?(memerlukan penggantian pembalut setiap 0-2 jam)
2) Perinium
Edema, inflamasi, hematoma, pus, bekas luka episiotomi/robek, jahitan, memar, hemorrhoid
(wasir/ambeien).
3) Keadaan anus : haemoroid
d. Ekstremitas : varises, betis apakah lemah dan panas, edema, reflek
e. Kulit : pasien biasanya dengan kulit kemerahan, bengkak

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
3. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan pemajanan terhadap patogen
4. Ansietas berhubungan dengan infeksi
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kesalahan intepretasi informasi
6. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan poliuria
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infeksi: lesi, abses, episiotomi
8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan cedera

C. PERENCANAAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
Tujuan : Rasa nyaman nyeri dapat teratasi
Kriteria : a. Mampu mengontrol nyeri
b. Mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
c. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi :
a. Kaji lokasi dan sifat ketidaknyamanan / nyeri
b. Berikan instruksi mengenal nyeri (skala, intensitas, frekuensi)
c. Instruksikan klien dalam melakukan teknik relaksasi, memberikan aktivitas pengalihan seperti :
radio, televisi, membaca
d. Kurangi faktor presipitasi nyeri
e. Kolaborasi :
1) Berikan analgetik / antipiretik
2) Berikan kompres panas local
3) Jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
f. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
g. Tingkatkan istirahat
h. Monitor penerimaan pasien tetang manjemen nyeri
2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria : a. Tidak ada tanda – tanda peningkatan suhu tubuh
b. TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Monitor suhu sesering mungkin
b. Monitor warna dan suhu kulit
c. Monitor TTV
d. Monitor penurunan tingkat kesadaran
e. Monitor intake dan output
f. Kompres hangat
g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik dan antibiotic
h. Tingkatkan sirkulasi udara
i. Anjurkan untuk banyak minum air putih
3. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pemajaman terhadap patogen
Tujuan : Klien akan mengambil tindakan untuk mencegah / menurunkan resiko penyebaran
infeksi
Kriteria : a. Suhu tubuh dalam batas normal
b. Lekosit dalam batas normal
c. pengetahuan meningkat mengenai resiko infeksi dan pencegahannya
Intervensi :
a. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
b. Awasi suhu sesuai indikasi
c. Pertahankan kebijakan mencuci tangan dengan ketat untuk staf, klien dan pengunjung
d. Anjurkan/ demonstrasikan pembersihan perineum yang benar setelah berkemih, defekasi dan
sering ganti balutan
e. Demonstrasikan masase fundus yang tepat
f. Monitor TTV
g. Observasi tanda infeksi lain
h. Kolaborasi : Pantau pemeriksaan laboraturium
4. Ansietas berhubungan dengan infeksi
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan
mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang
Kriteria : a. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
b. Vital sign normal
c. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh menunjukkan berkurangnya kecemasan
Intervensi :
a. Gunakan pendekatan yang menyenangkan
b. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
c. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
d. Perlakukan pasien secara lembut, empati, serta sikap mendukung
e. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
f. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
g. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
h. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
i. Dorong keluarga untuk menemani anak
j. Dengarkan dengan penuh perhatian
k. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
l. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
m. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
n. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat untuk mengurangi kecemasan
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kesalahan intepretasi informasi
Tujuan : Pasien dan keluarga paham tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan
Kriteria : a. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
b. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim
kesehatan lainnya
Intervensi :
a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
d. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
e. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi
f. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien
g. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
h. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
6. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan poliuria
Tujuan : Klien mampu mempertahankan urine output
Kriteria : a. TTV normal
b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab
Intervensi :
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b. Monitor status dehidrasi
c. Monitor vital sign
d. Monitor status nutrisi
e. Dorong masukan oral
f. Atur kemungkinan transfusi
g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan IV
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infeksi: lesi, abses, episiotomi
Tujuan : Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
Kriteria : a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature,
hidrasi, pigmentasi)
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit
c. Perfusi jaringan baik
d. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Intervensi :
a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
b. Hindari kerutan pada daerah yang lesi
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Monitor kulit akan adanya kemerahan
e. Monitor status nutrisi pasien
f. Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup
dengan jahitan
g. Monitor proses kesembuhan area insisi
h. Gunakan preparat antiseptic sesuai program
8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan cedera
Tujuan : Klien memiliki body image positif
Kriteria : a. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
b. mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
Intervensi :
a. Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
b. Monitor frekuensi mengkritik dirinya
c. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
d. Dorong klien mengungkapkan perasaannya
e. Berikan lingkungan yang tenang untuk pasien
f. Berikan motivasi untuk pasien
g. Berikan ketenangan untuk pasien tentang penyakitnya
h. Dorong keluarga untuk menerima kondisi pasien
( NANDA, NICNOC 2013)

INFEKSI POST PARTUM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dinegara maju, kebanyakan perempuan hamil dalam keadaan sehat dan bergizi baik. Mereka
melahirkan bayinya dirumah sakit atau rumah sakit bersalin dan sedikit yang menjadi subjek dari
berbagai prosedur diagnostic yang infasif seperti dialami oleh kebanyakan pasien rumah sakit.
Bahkan untuk mereka yang memerlukan secsio sesarea, pembedahannya berlangsung singkat
(kurang dari satu jam), biasanya tidak ada komplikasi, kateterisasi urin, kalau perlu sebentar (1-2
hari), dan jarang sekali memerlukan bantuan ventilasi pasca bedah. Disamping itu, kebanyakan
perempuan hamil tidak menggunakan antibiotic sistemik dan tidak memerlukan perawatan lama
sebelum persalinan (Tietjen, L, Bossemeyer, D & McIntosh, N, 2004).
Dinegara-negara yang sedang berkembang infeksi pasca persalinan tetap menjadi nomor dua dari
perdarahan pasca persalinan yang menjadi penyebab kematian maternal, dan menjadi penyebab
utama komplikasi maternal dari persalinan. Hal ini masih tetap terjadi sekalipun lebih dari 150
tahun yang lalu. Semmelweis dan holmes secara terpisah mengatakan bahwa tidak hanya demam
anak, sepsis puerperalis, juga disebarkan dari perempuan lain keperempuan dari tangan dokter
(Tietjen, L, Bossemeyer, D & McIntosh, N, 2004).
Morbiditas postpartum dikatakan ada bila seorang ibu bersalin mengalami demam yang bersuhu
sekurangnya 380C (100,4F) pada dua kesempatan atau lebih dalam masa 10 hari setelah
melahirkan, tidak termasuk 24 jam pertama (Rayburn,WF & Carey, JC, 2001).
Infeksi pascapartum terjadi pada sekitar 6 % kelahiran di Amerika serikat dan kemungkinan
besar merupakan penyabab utama morbiditas dan mortalitas maternal diseluruh dunia. Organism
yang paling sering menginfeksi ialah organisme streptococcus dan bakteri anaerobic. Infeksi
staphylococcus aureus, gonococcus, koliformis, dan klosrtidia lebih jarang terjadi, tetapi
merupakan organism pathogen serius yang menyebabkan infeksi pascapartum.
Insidensi morbiditas demam berpariasi besar, berkisar dari 1% untuk wanita yang tergolong tidak
miskin yang melahirkan melalui vagina sampai setinggi 87% untuk wanita miskin yang
melahirkan melalui bedah sesar. Factor-faktor yang secara pasti telah dikenali dan yang dapat
meninggikan resiko infeksi adalah bedah sesar darurat, persalinan darurat, dan ketuban pecah
sudah 6 jam atau lebih, dan status sosio ekonomi yang rendah. Factor-faktor lain yang bisa
mempengaruhi risiko infeksi tetapi yang korelasinya terbukti kurang kuat adalah anemia,
anastesia umum, keadaan gizi yang buruk, obesitas, dan banyak kali mengalami pemeriksaan
melalui vagina. Semua factor-faktor lain serupa, pemakaian monitoring janin secara internal
tampaknya tidak mempengaruhi risiko infeksi rahim (Rayburn,WF & Carey, JC, 2001).
Seratus tahun yang lalu sekitar satu dalam 50 wanita yang melahirkan dirumah sakit, meninggal
karena infeksi yang biasanya terjadi pada masa puerperium. Hal ini sekarang sudah jauh
berkurang, pertama akibat pengertian asepsis dan antisepsis yang lebih baik dan kedua karena
diperkenalkannya kemoterapi dan antibiotika (Chamberlain,G & Dewhurst, SJ, 1994).
B. Tujuan

1. Tujuan umum
Menjelaskanj asuhan keperawatan pada klien dengan infeksi post partum

2. Tujuan khusus

a. Menjelaskan pengertian infeksi post partum


b. Menjelaskan etiologi dari infeksi post partum
c. Menjelaskan factor predisposisi
d. Menjelaskan manifestasi klinis infeksi post partum
e. Menjelaskan patifisiologi infeksi post partum
f. Menjelaskan jenis-jenis infeksi postpartum.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme dalam tubuh manusia


yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain Iskandar, 1998 ).
Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi klinis pada
saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan (Bobak, 2004).

B. Etiologi

Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada saat berlangsungnya proses
persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum maupun saat persalinan berlangsung
sehingga menjadi jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat rahim. Jalan masuk lainnya
adalah dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril digunakan pada saat
proses persalinan.
Infeksi bisa timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina (endogenus) atau
akibat pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina (eksogenus) (Bobak, 2004). Namun
biasanya infeksi ini tidak menimbulkan penyakit pada persalinan, kelahiran, atau
pascapersalinan. Hampir 30 bakteri telah diidentifikasi ada disaluran genital bawah (vulva,
vagina dan sevik) setiap saat (Faro 1990). Sementara beberapa dari padanya, termasuk beberapa
fungi, dianggap nonpatogenik dibawah kebanyakan lingkungan, dan sekurang-kurangnya 20,
termasuk e.coli, s. aureus, proteus mirabilis dan clebsiela pneumonia, adalah patogenik (Tietjen,
L; Bossemeyer, D, & McIntosh, N, 2004).
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang
dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir
sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang
sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :
1. Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen
(ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi
tenggorokan orang lain).
2. Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di
rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya
menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.
3. Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum,
vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius
4. Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih
sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.

C. Cara terjadinya infeksi pasca partum

Infeksi dapat terjadi sebagai berikut :


1. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau
operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah
bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya
bebas dari kuman-kuman.
2. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari
hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Oleh karena itu, hidung dan
mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi
saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
3. Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita
dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana
termasuk kain-kain, alat-alat yang suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam
persalinan atau pada waktu nifas.
4. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila
mengakibatkan pecahnya ketuban.

D. Faktor predisposisi

Beberapa faktor dalam kehamilan atau persalinan yang dapat menyebabkan infeksi
pascapersalinan antara lain :
1. Anemia
Kekurangan sel-sel darah merah akan meningkatkan kemungkinan infeksi. Hal ini juga terjadi
pada ibu yang kurang nutrisi sehingga respon sel darah putih kurang untuk menghambat
masuknya bakteri.

2. Ketuban pecah dini

Keluarnya cairan ketuban sebelum waktunya persalinan menjadi jembatan masuknya kuman
keorgan genital.
3. Trauma
Pembedahan, perlukaan atau robekan menjadi tempat masuknya kuman pathogen, seperti
operasi.

4. Kontaminasi bakteri

Bakteri yang sudah ada dalam vagina atau servik dapat terbawa ke rongga rahim. Selain itu,
pemasangan alat selama proses pemeriksaan vagina atau saat dilakukan tindakan persalinan
dapat menjadi salah satu jalan masuk bakteri. Tentunya, jika peralatan tersebut tidak terjamin
sterilisasinya.

5. Kehilangan darah

Trauma yang menimbulkan perdarahan dan tindakan manipulasi yang berkaitan dengan
pengendalian pendarahan bersama-sama perbaikan jaringan luka, merupakan factor yang dapat
menjadi jalannya masuk kuman.

E. Manifestasi klinis
Rubor (kemerahan), kalor (demam setempat) akibat vasodilatasi dan tumor (benngkak) karena
eksudasi. Ujung syaraf merasa akan terangsang oleh peradangan sehingga terdapat rasa nyeri
(dolor). Nyeri dan pembengkan akan mengakibatkan gangguan faal, dan reaksi umum antara lain
berupa sakit kepala, demam dan peningkatan denyut jantung (Sjamsuhidajat, R. 1997).
F. Patofisiologi

Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada infeksi dengan
reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu terjadi reaksi ringan
limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat antibody

(limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung
selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan
bisa diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh
tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit kadang
berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses
atau bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk flegman (peradangan yang luas dijaringan
ikat). (Sjamsuhidajat, R, 1997 ).
G. Jenis-jenis infeksi post partum

1. Infeksi uterus
a. Endometritis
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). infeksi ini dapat
terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing
dalam rahim (Anonym, 2008).
Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang terjadi pada wanita
yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah mengalami persalinan melalui vagina
yang tidak berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang paling sering terjadi adalah endometritis yaitu
infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah lepasnya plasenta, lebih
sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah proses persalinan yang terlalu lama atau
pecahnya membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada plasenta yang tertinggal di
dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher rahim, vagina atau vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, sedikit demam, nyeri yang
samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang-kadang keluar dari vagina berbau tidak enak
yang khas menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada infeksi karena luka biasanya
terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri
pada perut atau sisi tubuh, gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang
jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi. Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh pasca lahir
harus segera dilakukan pemeriksaan.
Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis yaitu nyeri abdomen bagian
bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-kadang terdapat perdarahan dapat terjadi penyebaran
seperti meometritis (infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim), salpingitis (infeksi
saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar),
pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur (Anonym, 2008).
Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas implantasi plasenta masih
terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan persalinan dengan tindakan pada saat terjadi
keguguran, saat pemasangan alat rahim yang kurang legeartis (Anonym, 2008).
Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini
dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak
membesar, serta nyeri pada perabaan dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat dan nyeri perut pada hari-
hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa
hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali.
Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal ini tidak boleh
dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokia yang sedikit
dan tidak berbau.
Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik, tetapi harus segera diberikan
sesegera mungkin agar hasilnya efektif. Dapat pula dilakukan biakkan untuk menentukan jenis
bakteri, sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat.
b. Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah tunika muskularis
uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah,
lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum. Penyakit ini tidak
brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan
lanjutan dari endometritis. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang dapat
menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa
pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat
tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia dengan
uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang, dan leukore. Akan tetapi pembesaran uterus pada
multipara umumnya disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat akibat kehamilan. Terapi dapat
berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6 jam, gentamisin 5 mg kg/BB,
metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi hasil konsepsi.
c. Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum. Radang ini biasanya
unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan demam tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala
rangsangan peritoneum, seperti muntah. Penyebab Parametritis yaitu :
a. Endometritis dengan 3 cara yaitu :
1. Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis
2. Lymphogen
3. Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis

b. Dari robekan serviks

c. Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )

2. Syok bakteremia

Infeksi kritis, terutama yuang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan endotoksin, bisa
mempresipitasi syok bakteremia (septic). Ibu hamil, terutama mereka yang menderita diabetes
mellitus atau ibu yang memakai obat imunosupresan, berada pada tingkat resiko tinggi, demikian
juga mereka yang menderita endometritis selama periode pascapartum.
Demam yang tinggi dan mengigil adalh bukti patofisiologi sepsis yang serius. Ibu yang cemas
dapat bersikap apatis. Suhu tubuh sering kali sedikit turun menjadi subnormal. Kulit menjadi
dingin dan lembab. Warna kulit menjadi pucat dan denyut nadi menjadi cepat. Hipotensi berat
dan sianosis peripheral bisa terjadi. Begitu juga oliguria.
Temuan laboratorium menunjukkan bukti-bukti infeksi. Biakan darah menunjukian bakteremia,
biasanya konsisten dengan hasil enteric gram negative. Pemeriksaan tambahan bisa
menunjukkan hemokonsentrasi, asidosis, dan koagulopati. Perubahan EKG menunjukkan adanya
perubahan yang mengindikasikan insufisiensi miokard. Bukti-bukti hipoksia jantung, paru-paru,
ginjal, dan neurologis bisa ditemukan.
Penatalaksanaan terpusat pada antimicrobial, demikian juga dukungan oksigen untuk
menghilangkan hipoksia jaringan dan dukungan sirkulasi untuk mencegah kolaps vascular.
Fungsi jantung, usaha pernafasan, dan fungsi ginjal dipantau dengan ketat. Pengobatan yang
cepat terhadap syok bakteremia membuat prognosis menjadi baik. Dan morbiditas dan mortilitas
maternal diturunkan dengan mengendalikan distrees pernafasan, hipotensi dan DIC (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004).

3. Peritonitis

Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan
bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan
bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan
menyebabkan peritonitis.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Gejala-gejalanya
tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi
keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang
biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk
mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat.
Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense
musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung,
kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum
tinggi.
4. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil, kebanyakan terjadi pada
masa prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami ISK memiliki kecenderungan mengidap
ISK lagi sewaktu hamil. Servisitis, vaginitis, obstruksi ureter yang flaksid, refluks vesikoureteral,
dan trauma lahir mempredisposisi wanita hamil untuk menderita ISK, biasanya dari escherichia
coli. Wanita dengan PMS kronis, trutama gonore dan klamidia, juga memiliki resiko. Bakteriuria
asimptomatik terjadi pada sekitas 5% nsampai 15% wanita hamil. Jika tidak diobati akan terjadi
pielonefritis pada kira-kira 30% pada wanita hamil. Kelahiran dan persalinan premature juga
dapat lebih sering terjadi.
Biakan dan tes sensitivitas urin harus dilakukan di awal kehamilan, lebih disukai pada kunjungan
pertama, specimen diambil dari urin yang diperoleh dengan cara bersih. Jika didiagnosis ada
infeksi, pengobatan dengan antibiotic yang sesuai selama dua sampai tiga minggu, disertai
peningkatan asupan air dan obat antispasmodic traktus urinarius.

5. Septicemia dan piemia

Pada septicemia kuman-kuman yang ada di uterus, langsung masuk ke peredaran darah umum
dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan
kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus
serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena
hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu
embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus
masuk keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya
ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses
ditempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia.
Kedua-duanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septicemia lebih mendadak dari
piemia. Pada septicemia, dari permulaan penderita sudah sakit dan lemah. Sampai tiga hari
postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil. Selanjutnya, suhu
berkisar antara 39 – 40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140 – 160
kali/menit atau lebih). Penderita meninggal dalam enam sampai tujuh hari postpartum. Jika ia
hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia.
Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri, dan suhu agak
meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi
setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah umum. Suatu ciri khusus pada
piemia ialah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil, kemudian diikuti
oleh turunnya suhu. Ini terjadi pada saat dilepaskannya embolus dari tromboflebitis pelvika.
Lambat laun timbul gejala abses pada paru-paru, pneumonia dan pleuritis. Embolus dapat pula
menyebabkan abses-abses di beberapa tempat lain.

H. Komplikasi

1. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)


2. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko terjadinya
emboli pulmoner.

3. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam darah. Syok
toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan kematian.
I. Pencegahan dan penanganan

1. Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan


kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.
2. Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu.
3. Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena
dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan
lahir. Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama/menjaga supaya persalinan tidak
berlarut-larut.
4. Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin.
5. Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun perabdominam
dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
6. Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus segera diganti
dengan tranfusi darah.
7. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker; yang
menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar bersalin.
8. Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama.
9. Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilisasi yang
baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Data demografi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat.
2. Keluhan utama : adanya nyeri perubahan fungsi seksual, luka.
3. Riwayat penyakit dahulu : apakah klien dan keluarga pernah menderita penyakit yang sama.
4. Riwayat penyakit sekarang : klien mengalami infeksi alat kelamin
5. Riwayat seksual, termasuk riwayat PMS sebelumnya, jumlah pasangan seksual pada saat ini,
frekuensi aktifitas seksual secara umum.
6. Gaya hidup, penggunaan obat intravena atau pasangan yang menggunakan obat intravena;
merokok, alcohol, gizi buruk, tingkat stress yang tinggi.
7. Pemeriksaan fisik bagian luar,
Inspeksi :
• Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan klien
• Kulit dan area pubis, adakah lesi eritema, visura, lekoplakia, dan eksoria.
• Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap pembengkakan ulkus, keluaran, dan
nodul.
Pemeriksaan bagian dalam,
Inspeksi :
• Serviks : ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran, dan warnanya
Palpasi :
• Raba dinding vagina : nyeri tekan dan nodula
• Serviks : posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas, dan nyeri tekan
• Uterus : ukuran, bentuk, konsistensi, dan mobilitas.
• Ovarium : ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi, dan nyeri tekan.

B. Diagnosa keperawatan :
• Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses inflamasi
• Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolisme
• Ansietas b.d perubahan status kesehatan

C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1.Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi Setelah dillukakan tindakan selama 1x 24
jam di harapkan klien :
a.Nyeri berkurang Klien mengtakan :
• Menunjukkan ekspresi wajah rileks
• Meresa nyaman a. Kaji skala/intensitas nyeri
P: Provoking Incident
Q: Quality or Quantity of Pain
R : Region : radiation, relief
S : Severity (scale) of Pain
T : Time
b. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi.distraksi,relaksasi,kompres, Berikan
instruksi bila perlu.
c. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
d. Pertahankan posisi semifowler sesuai indikasi a. Untuk mengetahui tingkatan nyeri
b. relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut, yang memperberat nyeri.
c. Metode IV sring digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat
d. Memudahkan drainase atau luka karena gravitasi dan membantu meminimalkan nyeri karena
gerakan

2.Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolisme

a.Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam diharapakaSuhu tubuh klien dalam batas normal
Klien tamapak :
• Tidak mengalami komplikasi
• Suhu tubuh normal 36-37o c a. Kaji TTV
Suhu,TD,RR.nadi
b. Pantau suhu klien (derajat dan pola), perhatikan menggigil atau diaphoresis
c. Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
d. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik (aspirin, asetaminofen) a. untuk mengtahui keadaan
umum klien
e. Suhu 38,90- 41, 10C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat
membentu dalam diagnosis, misalnya kurva demam lanjut berakhir lebih dari 24jam
menunjukkan pneumonia pneumokokal.
f. Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal
g. Untuk mempermudah dalam pembirian tindakan

3 Ansietas b.d perubahan status kesehatan

a.setelah dilkukan tindakan selama 1x 24 jam klien tampkan rileks Klien tampak:
• Kesadaran terhadap perasaan, dam cara yang sehat untuk menghadapi masalah
• Kecamasan klin berkurang
• Klien tidak tampak sedih
• Klien tampak rileks a. Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal, dan nonverbal klien.
Dorong ekspresi bebas akan emosi.
b. Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan a. Ketakutan dapat terjadi
karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit, penting pada prosedur diagnostic dan
kemungkinan pembedahan
b. Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas.

D. IMPLIMENTASI
no diagnosa impelimentasi evaluasi

1 Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi

a. mengkaji skala/intensitas nyeri

P: Provoking Incident
Q: Quality or Quantity of Pain
R : Region : radiation, relief
S : Severity (scale) of Pain
T : Time
b. menganjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi.distraksi,relaksasi,kompres, Berikan
instruksi bila perlu.
c. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
d. mempertahankan posisi semifowler sesuai indikasi S :
Klien Mengatakan Nyeri Berkurang
O:Klien Tampak Nyaman
A:intervensi di optimalakan
P:masalah teratasi
2 Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolisme
a. mengkaji TTV
Suhu,TD,RR.nadi
b. memantau suhu klien (derajat dan pola), perhatikan menggigil atau diaphoresis
c. memantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
d. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik (aspirin, asetaminofen) S:
klien mengatakan panasnya menurun
O: klien tampak rileks
A : masalah teratasi
P: intervensi di hentikan
3 Ansietas b.d perubahan status kesehatan
a. mengevaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal, dan nonverbal klien. Dorong ekspresi bebas
akan emosi.
b. memberikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan S: klien mengatakan
tidak cemas
O: klien tamapk rileks
A: masalah teratasi
P: intervensi di hentikan

E. EVALUASI

no diagnosa Evaluasi
1 Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi

S :Klien Mengatakan Nyeri Berkurang


O:Klien Tampak Nyaman
A:intervensi di optimalakan
P:masalah teratasi
2 Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolism

S:klien mengatakan panasnya menurun

O: klien tampak rileks


A : masalah teratasi
P: intervensi di hentikan
3 Ansietas b.d perubahan status kesehatan

S: klien mengatakan tidak cemas

O: klien tamapk rileks


A: masalah teratasi
P: intervensi di hentikan

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Luka-luka pascapersalinan harus dirawat dengan baik. Menjaga kebersihan pada bekas
luka mutlak dilakukan. Alat-alat, pakaian, dan kain yang dikenakan ibu harus benar-benar dijaga
kebersihannya. Hal lain yang juga harus diwaspadai selama masa nifas selain infeksi adalah
terjadinya anemia. Bila ibu mengalami perdarahan yang sangat banyak, atau sudah terjadi
anemia selama masa kehamilan, hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi proses kontraksi pada
rahim untuk kembali seperti semula. Ini terjadi karena darah tak cukup memberikan oksigen ke
rahim. Bila anemia hanya ringan, maka untuk mengatasinya cukup dengan mengonsumsi
makanan kaya zat besi. Namun bila kondisinya sangat parah, dokter akan melakukan transfusi
darah.
B. SARAN
Supaya tidak terjadi infeksi pada masa nifas, saat hamil cegah jangan sampai terjadi
anemia, malnutrisi, serta munculnya penyakit-penyakit yang diderita ibu. Sebaiknya juga tidak
melakukan, mengurangi, atau melakukan dengan hati-hati hubungan seksual saat hamil tua
karena bisa menyebabkan pecahnya ketuban dan menjadi jalan masuk kuman penyebab infeksi
ke dalam jalan lahir.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record, dan lain-
lain.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan ibu saat ini:
1) pengeluaran lochia yang tetap berwarna merah dalam
bentuk rubra dalam beberapa hari postpartum atau lebih dari 2 minggu postpartum.
2) adanya leukore dan lochia berbau menyengat
b. Riwayat kesehatan dahulu
1) Riwayat penyakit jantung,hipertensi,penyakit ginjal kronik, hemofilia,mioma uteri ,riwayat pre
eklampsia,trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta
retensi sisa plasenta.

2) Riwayat penyakit keluarga


Ada riwayat keluarga yang pernah /sedang menderita
hipertensi,peny jantung dan pre eklampsia,penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
3) Riwayat obstetric
a) Riwayat menstruasi meliputi : menarche, lamanya siklus,
banyaknya,baunya,keluhan waktu haid.
b) Riwayat perkawinan meliputi : usia kawin,kawin yang keberapa,
usia mulai hamil
4) Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
a) Riwayat hamil meliputi:waktu hamil muda,hamil tua, apakah ada abortus.
b) Riwayat persalinan meliputi : Tuanya kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin,
adakah kesulitan dalam persalinan, anak lahir hidup atau mati, BB dan panjang anak waktu lahir.
c) Riwayat nifas meliputi : Keadaan lochia, apakah ada perdarahan, ASI cukup atau tidak, kondisi
ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi.
5) Riwayat kehamilan sekarang
a) Hamil muda:keluhan selama hamil muda
b) Hamil tua : keluhan selama hamil tua,peningkatan BB,suhu nadi, pernafasan, peningkatan
tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain.
c) Riwayat ANC meliputi : Dimana tempat pelayanan, berapa kali,perawatan serta pengobatannya
yang didapat.
6) Riwayat persalinan sekarang
Pada riwayat persalinan sekarang meliputi : Tuanya kehamilan, cara persalinan, penolong,
tempat bersalin, apakah ada penyulit dalam persalinan (misalnya : retensio plasenta, perdarahan
yang berlebihan setelah persalinan), anak lahir hidup atau mati, BB dan panjang anak waktu
lahir.
3. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umum
1) Aktivitas istirahat
Tanda : Kelelahan / keletihan ( persalinan lama, seresor, pasca partum multipel )
2) Sirkulasi
Tanda : Takikardi
3) Penggunaan Obat-Obatan
Tanda : Ansietas jelas ( peritonitis )
4) Status Psikologis
Tanda :
a) Anoreksia, mual / muntah.
b) Haus, membran mukosa kering
c) Distenti abdomen, kekakuan, nyeri lepas (peritonitis)
5) Neurosensori
Tanda : Sakit kepala
6) Nyeri / Ketidaknyamanan
Tanda :
a) Nyeri lokal, disuria, ketidakmampuan abdomen.
b) Afterpain berat atau lama, nyeri abdomen bawah atau uterus serta nyeri tekan dengan guarding
(endometritis)
c) Nyeri / kekakuan abdomen unilateral / bilateral ( salpingitis / ooferitis, parametritis ).
7) Pernapasan
8) Tanda : Pernapasan cepat / dangkal ( berat / proses sistemik
9) Keamanan
Suhu 104,40 F atau lebih tinggi pada 2 hari secara terus menerus, namun 24 jam pasca partum
adalah tanda infeksi, namun suhu tinggi dari 1010 F (38,90 C) pada 24 jam pertama menandakan
berlanjutnya infeksi.
b. Pemeriksaan khusus
1) Uterus
Meliputi : tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya.
2) Lochia
Meliputi : warna, banyaknya dan baunya.
3) Perineum
Diobservasi untuk melihat apakah ada tanda infeksi dan luka
jahitan
4) Vulva
Dilihat apakah ada edema atau tidak
5) Payudara
Dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b / d respon tubuh pada agen tidak efektif
2. Resiko tinggi penyebaran infeksi b /d infeksi kerusakan kulit
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b / d intake yang tidak adekuat
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana keperawatan atau intervensi adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menanggulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan.
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawatan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil

Gangguan  Tujuan dan kriteria


rasa a. Kaji lokasi dan sifat
a. Membantu dalam diagnosa banding
nyaman nyeri b / d hasil : ketidaknyamanan / nyeri jaringan pada proses infeksi
 Gg rasa
respon tubuh pada b.
nyaman berikan instruksi mengenal,
b. Meningkatkan kesejahteraan u
agen tidak efektif nyeri dapat teratasi membantu, mempertahankan pemulihan, menghilangkan ketida
 TTV dalam batas kebersihan dan kehangatan berkenaan dengan menggigil
c.
normal, wajah klien Instruksikan klien dalam
c. Memfokuskan kembali perhat
tampak rileks atau melakukan teknik relaksasi, meningkatkan prilaku positif
tidak meringis memberikan aktivitas ketidaknyamanan
pengalihan seperti : radio,
d. Mencegah ketidaknyamanan dari
televisi, membaca payudara, meningkatkan keadekuatan
d. Anjurkan kesinambungan pada klien menyusui
menyusui saat kondisi klien
e. Menurunkan ketidaknyamanan dari inf
memungkinkan karenanya
anjurkan dan berikan instruksi
dalam penggunaan pompa
payudara listrik / manual
e. Kolaborasi :
 Berikan analgetik / antipiretik
 Berikan kompres panas local
dengan menggunakan lampu
pemanas / rendam duduk
sesuai indikasi
. Resiko  Tujuan dan kriteria
tinggi a. Tinjau ulang catatan prenatal,
a. .Mengidentifikasi factor-fakt
penyebaran infeksi hasil : intra partum dan pasca partum menempatkan klien pada kategori re
b /d  penyebaran infeksi
infeksi b. Pertahankan kebijakan terjadinya penyebaran infeksi pasca par
kerusakan kulit tidak terjadi mencuci tangan dengan ketat
b. Membantu mencegah kontaminasi sila
 mencapai pemulihan untuk staf, klien c.
dan pembersihan melepaskan kontaminas
tepat waktu, bebas pengunjung fekal
dari komplikasi
c. Anjurkan/ demonstrasikan
d. Meningkatkan kontraktilitas uterus dan
tambahan pembersihan perineum yang
e. Peningkatan TTV menyertai infeksi, fl
benar setelah berkemih,
f. Memungkinkan identifikasi awal da
defekasi dan sering ganti meningkatkan resolusi infeksi
balutan Anjurkan/
g. Meningkatkan aliran lochea dan draina
demonstrasikan pembersihan
h. Sariawan oral pada bayi baru lahir
perineum yang benar setelah samping umum dari terapi antibiotic
berkemih, defekasi dan sering
ganti balutan
d. Demonstrasikan masase
fundus yang tepat
e. monitor TTV dan Observasi
tanda infeksi lain
f. Anjurkan posisi semi powler
g. Anjurkan ibu menyusui secara
periodic memeriksa mulut bayi
terhadap adanya bercak putih
h. Kolaborasi :
 Pantau pemeriksaan
laboratorium
 Anjurkan penggunaan
pemanasan yang lembab

 Tujuan dan Kriteria


Perubahan nutrisi a. Anjurkan pilihan makanan
a. Protein membantu meningkatkan pem
kurang dari hasil : tinggi protein, zat besi dan regenerasi jaringan baru. Zat besi un
kebutuhan tubuhb kebutuhan nutrisi vitamin C bila masukan oral Hb, vitamin.C memudahkan absorbsi
/ d intake yang tubuh dapat dibatasi untuk sintesis dinding sel
tidak adekuat terpenuhi b. Tingkatkan masukan
b. Memberikan kalori dan nutrien untuk
 Hb/Ht dalam batas sedikitnya 2000 ml/ hari jus, kebutuhan metabolic, mengganti kehila
normal, penurunan sup dan cairan nutrisi c. Menurunkan laju metabolisme, mem
berat badan c. Anjurkan tidur/ istirahat nutrient dan O2 untuk digunakan da
adekuat pemulihan
d. Kolaborasi  Untuk mengatasi dehidrasi, menggant
 Berikan cairan/ nutrisi cairan
parenteral
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik. Selanjutnya rencana
tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang nyata dan terpadu guna memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan yang diharapkan
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan terhadap perilaku
dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan
balik atau pengkajian ulang jika tujuan ditetapkan belum berhasil/ teratasi

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Infeksi nifas adalah Infeksi luka jalan lahir postpartum biasanya dari endometrium, bekas
insersi plasenta dan juga Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi
sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari
dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Ini
disebakan oleh kuman aerob juga kuman anaerob. Infeksi bisa terjadi melalui tangan
penderita, droplet infeksion, infeksi rumah sakit (hospital infection), dalam rumah sakit, dan
Koitus karena ketuban pecah. Manifestasi yang muncul bergantung pada tempat-tempat
infeksi, ada infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium
kemudian bisa menyebar dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan limfe dan
permukaan endometrium. Bila menyebar maka manifestasi yang muncul juga dapat
memperburuk keadaan penderita.
B. SARAN – SARAN
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan saran-
saran sebagai berikut :
1. Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi klien
serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien.
2. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan serta sikap profesional dalam menetapkan diagnosa keperawatan
A. DEFINISI
Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ
reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan waktu sekitar enam
minggu (Fairer, Helen, 2001:225)
Masa nifas atau masa puerperium mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah
kira-kira enam minggu (Wiknjosastro, Hanifa, 1999: 237)
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil, lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu
(Mochtar, Rustam, 1998:115)
Infeksi Nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknnya kuman-
kuman kedalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Ambarwati dan
Wulandari, 2009:122)
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genetalis setelah persalinan.
Suhu 38 °C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan diukur peroral
sedikitnya empat kali sehari (Mochtar, Rustam, 1998:115)

B. ETIOLOGI
Menurut (Ambarwati dan Wulandari, 2009:122-123) :
1. Berdasarkan masuknya kuman kedalam alat kandungan.
a. Ektogen (kuman datang dari luar)
b. Autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh)
c. Endogen (dari jalan lahir sendiri)
2. Berdasarkan kuman yang sering menyebabkan infeksi.
a. Streptococcus Haemolyticus Aerobik
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain,
alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong.
b. Staphylococcus aureus
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi
dirumah sakit.
c. Eschericia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas.
d. Clostridium welchii
Kuman aerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada abortus kriminalis dan partus
yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.
C. TANDA DAN GEJALA
Infeksi akut ditandai dengan demam, sakit didaerah infeksi, berwarna kemerahan, fungsi
organ tersebut terganggu. Gambaran klinis infeksi nifas dapat berbentuk :
1. Infeksi local
Pembekakan luka episiotomi, terjadi penanahan, perubahan warna kulit, pengeluaran lhocea
bercampur nanah, mobilitasi terbatas karena rasa nyeri, temperature badan dapat meningkat.
2. Infeksi umum
Tampak sakit dan lemah, temperature meningkat, tekanan darah menurun dan nadi
meningkat, pernapasan dapat meningkat dan teras sesak, kesadaran gelisah sampai menurun
dan koma, terjadi gangguan involusi uterus, lochea berbau dan bernanah serta kotor.

D. PATOFISIOLOGI
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-
kira 4 cm. Permukaanya tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi
thrombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman dan masuknya
jenis yang pathogen dalam tubuh wanita. Servik sering mengalami perlukaan pada persalinan,
demikian juga vulva, vagina dan perineum, yang merupakan tempat masuknya kuman
patogen. Infeksi nifas dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu satu infeksi yang terbatas pad
perineum, vulva, vagina, servik dan endometrium, kedua penyebaran dari tempat tersebut
melalui vena-vena, melalui jalan limfe dan melalui permukaan endometrium.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik
1. Jumlah sel darah putih (SDP)
2. Hemoglobin ( Hb / ht ), untuk mengetahui penurunan pada adanya anemia
3. Kultur ( aerobik / anaerobik ) dari bahan intra uterus atau intra servikal atau drainase luka
atau pewarnaan gram dari lokhia serviks dan uterus mengidentifikasi organisme penyebab.
4. Urinalisis dan kultur : mengesampingkan interaksi saluran kemih
5. Ultrasonografi : menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan, melokalisasi
abses peritoneum.
6. Pemeriksaan biomanual : menentukan sifat dan lokasi nyari pelvis. Masa atau pembentukan
abses atau adanya vena-vena dengan trombosis.
F. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan infeksi nifas
a. Sebaiknya segera dilakukan pembiakan ( kultur) dan sekret vagina dari luka operasi dan
darah serta uji kepekaan untuk mendaptkan antibiotik yang tepat dalam pengobatan.
b. Lalu berikan dosis yang cukup dan adekuat.
c. Karena pemeriksa memberikan waktu lama berikan antibiotika spektrum luas ( blood
spectrum )
d. Pengobatan yang dapat mempertinggi daya tahan tubuh penderita (infus, transfusi darah).

2. Pengobatan kemoterapi dan antibiotic


a. Kemasan sulfonamide
b. Trisulfa merupakan kombinasi dari suldizim 185, sulfa metazin 130 mg dan sulfa tiozol 183
mg.
c. Dosis insial 2 gr diikuti 1 gr 4-6 jam kemudian per oral.
d. Kemasan penisilin
e. Prokain-penisilin 1,2-2,4 juta im. Penisilin 6.500 satuan setiap 6 jam atau metasilin 1 gr
setiap 6 jam im ditambah dengan ampisilin kapsul 4x250 mg/oral.
f. Tetrasiklin, entromisin dan khlorampenikol

G. ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI NIFAS


Asuhan keperawatan klien dengan infeksi nifas adalah sebagai berikut
(Doenges, 2001) :
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record, dan
lain-lain.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan ibu saat ini:
a) pengeluaran lochia yang tetap berwarna merah dalam
bentuk rubra dalam beberapa hari postpartum atau lebih dari 2 minggu postpartum.
b) adanya leukore dan lochia berbau menyengat
2) Riwayat kesehatan dahulu
a)Riwayat penyakit jantung,hipertensi,penyakit ginjal kronik, hemofilia,mioma uteri ,riwayat pre
eklampsia,trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi
plasenta retensi sisa plasenta.
b) Riwayat penyakit keluarga
Ada riwayat keluarga yang pernah /sedang menderita
hipertensi,peny jantung dan pre eklampsia,penyakit keturunan hemopilia dan penyakit
menular.
c)Riwayat obstetric
1. Riwayat menstruasi meliputi : menarche, lamanya siklus,
banyaknya,baunya,keluhan waktu haid.
2. Riwayat perkawinan meliputi : usia kawin,kawin yang keberapa,
usia mulai hamil
d) Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
1) Riwayat hamil meliputi:waktu hamil muda,hamil tua, apakah ada abortus.
2) Riwayat persalinan meliputi : Tuanya kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin,
adakah kesulitan dalam persalinan, anak lahir hidup atau mati, BB dan panjang anak waktu
lahir.
3) Riwayat nifas meliputi : Keadaan lochia, apakah ada perdarahan, ASI cukup atau tidak,
kondisi
ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi.
e) Riwayat kehamilan sekarang
1) Hamil muda:keluhan selama hamil muda
2) Hamil tua : keluhan selama hamil tua,peningkatan BB,suhu nadi, pernafasan, peningkatan
tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain.
3) Riwayat ANC meliputi : Dimana tempat pelayanan, berapa kali,perawatan serta
pengobatannya yang didapat.

f) Riwayat persalinan sekarang


Pada riwayat persalinan sekarang meliputi : Tuanya kehamilan, cara persalinan, penolong,
tempat bersalin, apakah ada penyulit dalam persalinan (misalnya : retensio plasenta,
perdarahan yang berlebihan setelah persalinan), anak lahir hidup atau mati, BB dan panjang
anak waktu lahir.

2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umum
1) Aktivitas istirahat
Tanda : Kelelahan / keletihan ( persalinan lama, seresor, pasca partum multipel )
2) Sirkulasi
Tanda : Takikardi
3) Penggunaan Obat-Obatan
Tanda : Ansietas jelas ( peritonitis )
4) Status Psikologis
Tanda :
a. Anoreksia, mual / muntah.
b. Haus, membran mukosa kering
c. Distenti abdomen, kekakuan, nyeri lepas (peritonitis)
5) Neurosensori
Tanda : Sakit kepala
6) Nyeri / Ketidaknyamanan
Tanda :
a. Nyeri lokal, disuria, ketidakmampuan abdomen.
b. Afterpain berat atau lama, nyeri abdomen bawah atau uterus serta nyeri tekan dengan
guarding (endometritis)
c. Nyeri / kekakuan abdomen unilateral / bilateral ( salpingitis / ooferitis, parametritis ).
7) Pernapasan
Tanda : Pernapasan cepat / dangkal ( berat / proses sistemik ).
8) Keamanan
Suhu 104,40 F atau lebih tinggi pada 2 hari secara terus menerus, namun 24 jam pasca
partum adalah tanda infeksi, namun suhu tinggi dari 1010 F (38,90 C) pada 24 jam pertama
menandakan berlanjutnya infeksi.
b. Pemeriksaan khusus
1) Uterus
Meliputi : tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya.
2) Lochia
Meliputi : warna, banyaknya dan baunya.
3) Perineum
Diobservasi untuk melihat apakah ada tanda infeksi dan luka
jahitan
4) Vulva
Dilihat apakah ada edema atau tidak
5) Payudara
Dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum

3. Diagnosa keperawatan dan intervensi


a. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nasokomial.
1) Tujuan 1 : Mencegah dan mengurangi infeksi.
Intervensi :
a) Kaji data pasien dalam ruang bersalin.Infeksi perineum (menggunakan senter yang baik),
catat warna, sifat episiotomi dan warnanya. Perkiraan pinggir epis dan kemungkinan
perdarahan atau nyeri.
b) Kaji tinggi fundus dan sifat.
c) Kaji lochia: jenis, jumlah, warna dan sifatnya. Hubungkan dengan data post partum.
d) Kaji payudara: eritema, nyeri, sumbatan dan cairan yang keluar (dari puting). Hubungkan
dengan data perubahan post partum masing-masing dan catat apakah klien menyusui dengan
ASI.
e) Monitor vital sign, terutama suhu setiap 4 jam dan selama kondisi klien kritis. Catat
kecenderungan demam jika lebih dari 38o C pada 2 hari pertama dalam 10 hari post partum.
Khusus dalam 24 jam sekurang-kurangnya 4 kali sehari.
f) Catat jumlah leukosit dan gabungkan dengan data klinik secara lengkap.
g) Lakukan perawatan perineum dan jaga kebersihan, haruskan mencuci tangan pada pasien dan
perawat. Bersihkan perineum dan ganti alas tempat tidur secara teratur.
h) Pertahankan intake dan output serta anjurkan peningkatan pemasukan cairan.
i) Bantu pasien memilih makanan. Anjurkan yang banyak protein, vitamin C dan zat besi.
j) Kaji bunyi nafas, frekwensi nafas dan usaha nafas. Bantu pasien batuk efektif dan nafas
dalam setiap 4 jam untuk melancarkan jalan nafas.
k) Kaji ekstremitas: warna, ukuran, suhu, nyeri, denyut nadi dan parasthesi/ kelumpuhan. Bantu
dengan ambulasi dini. Anjurkan mengubah posisi tidur secara sering dan teratur.
l) Anjurkan istirahat dan tidur secara sempurna.

2) Tujuan 2 : Identifikasi tanda dini infeksi dan mengatasi penyebabnya.


Intervensi :
a) Catat perubahan suhu. Monitor untuk infeksi.
b) Atur obat-obatan berikut yang mengindikasikan setelah perkembangan dan test sensitivitas
antibiotik seperti penicillin, gentamisin, tetracycline, cefoxitin, chloramfenicol atau
metronidazol. Oxitoksin seperti ergonovine atau methyler gonovine.
c) Hentikan pemberian ASI jika terjadi mastitis supuratif.
d) Pertahankan input dan output yang tepat. Atur pemberian cairan dan elektrolit secara
intravena, jangan berikan makanan dan minuman pada pasien yang muntah
e) Pemberian analgetika dan antibiotika.

b. Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi


Tujuan : Nyeri berkurang/terkontrol
Intervensi :
1) Selidiki keluhan pasien akan nyeri;perhatikan intensitas (0-10),lokasi,dan faktor pencetus
2) Awasi tanda vital,perhatikan petunjuk non-verbal,misal: tegangan otot, gelisah.
3) Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan penuh stress.
4) Berikan tindakan kenyamanan (missal : pijatan / masase punggung)
5) Dorong menggunakan tekhnik manajemen nyeri , contoh : latihan relaksasi / napas dalam ,
bimbingan imajinasi , visualisasi)
6) Kolaborasi :
a) Pemberian obat analgetika.
Catatan: hindari produk mengandung aspirin karena mempunyai potensi perdarahan
b) Pemberian Antibiotika

c. Cemas / ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian


Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan
cemas berkurang atau hilang.
Intervensi :
1) Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
Rasional : Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2) Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
Rasional : Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3) Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
Rasional : Memberikan dukungan emosi
4) Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
Rasional : Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
5) Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
Rasional : Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
6) Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
Rasional : Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.


Tujuan : Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang dibuktikan oleh pemulihan luka tepat waktu,
tingkat energi cukup dan Hb / Ht dalam batas normal pasca partum.
Intervensi :
1) Anjurkan pilihan makanan tinggi protein, zat besi dan vitamin C.
2) Tingkatkan masukan sedikitnya 2000 ml / hari jus, sup dan cairan nutrisi lain
3) Berikanlah cairan / nutrisi parental sesuai indikasi (kolaborasi)

e. Nyeri berhubungan dengan respons tubuh pada agen tidak efektif : sifat infeksi.
Tujuan :
1) Mengidentifikasi / menggunakan tindakan kenyamanan yang tepat secara individu.
2) Melaporkan ketidak nyamanan hilang / terkontrol
Intervensi
a) Kaji lokasi dan sifat ketidaknyaman atau nyeri
b) Berikan instruksi mengenai, membantu, mempertahankan kebersihan dan kehangatan.
c) Instruksikan klien untuk melakukan teknik relaksasi
d) Anjurkan kesinambungan menyusui saat kondisi klien memungkinkan.

f. Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan penyakit.
Tujuan :
1) Menunjukan perilaku kedekatan terus menerus interaksi orang tua-bayi
2) Mempertahankan / melakukan taggung jawab untuk perawatan fisik dan emosi terhadap bayi
baru lahir, sesuai kemampuan.
3) Mengekspresikan kenyamanan dengan peran menjadi orang tua.
Intervensi :
a) Berikan kesempatan untuk kontak ibu-bayi kapan saja memungkinkan.
b) Pantau respons emosi klien terhadap penyakit dan pemisahan dari bayi.
c) Anjurkan klien untul menyusui bayi bila mungkin
d) Anjurkan ayah / anggota keluarga lain untuk mera

Anda mungkin juga menyukai