Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
BAB II
PEMBAHASAN

I. SEJARAH KESEHATAN MASYARAKAT


Dalam ilmu kesehatan masyarakat tidak terlepas dari 2 tokoh yakni, Asclepius dan Higela,
yang kemudian muncul dua aliran atau pendekatan dalam menangani masalah-masalah
kesehatan. Pertama aliran kuratif dari kelompok Aclepius dan aliran preventiv dari golongan
Higela, dua aliran tersebut saling berbeda dalam pengaplikasiannya pada kehidupan
masyarakat. Aliran kuratif bersifat rektif yang sasarannya per-individu, pelaksanaanya jarak
jauh dan kontak langsung dengan sasaran cukup sekali,kelompok ini pada umumnya terdiri
dari dokter, dokter gig, psikiater, dan praktisi-praktisi lain yang melakukan pengobatan baik
fisik, psikis, mental maupun sosial. Sedangkan aliran prevevtiv lebih bersifat proaktif atau
kemitraan yang sasarannya masyarakat luas, Para petugas kesehatan masyarakat lulusan
sekolah atau institusi masyarakat bebagai jenjang masuk dalam kelompok ini.

1.1. PERIODE PERKEMBANGAN KESEHATAN MASYARAKAT


Perkembangan ilmu kesehatan masyarakat dikelompokkan dalam 2 periode:
a. Periode sebelum ilmu pengetahuan
Dari kebudayaan yang paling luas yakni Babylonia, Mesir, Yunani dan Roma telah
tercatat bahwa manusia telah melakukan usaha untuk menanggulangi masalah-masalah
kesehatan masyarakat dan penyakit. Telah ditemukan pula bahwa pada zaman tersebut
tercatat dokumen-dokumen tertulis, bahkan peraturan-peraturan tertulis yang mengatur
tentang pembuangan air limbah atau drainase pemukiman pembangunan kota, pengaturan
air minum, dan sebagainya.
Pada periode ini masyarakat belum terlalu memahami arti pentingnya kesehatan dalam
kehidupannya dalam sehari-hari, ini ditandai dengan adanya peraturan tertulis yang
mengatur pembuangan limbah kotoran yang tujuan awalnya tidak untuk kesehatan tetapi
karena limbah menimbulkan bau tidak sedap. Kemudian pada permulaan abad pertama
sampai kira-kira abad ke-7 mereka makin menyadari pentingnya kesehatan masyarakat
makin dirasakan karena berbagai macam penyakit menular mulai menyerang sebagian
besar penduduk dan telah menjadi epidemi bahkan di beberapa tempat telah menjadi
endemi.Contohnya kolera namun upaya pemecahan masalah secara menyeluruh belum
dilakukan.
Penyakit kolera telah tercatat sejak abad ke-7 menyebar dari Asia khususnya Timur
Tengah dan Asia Selatan ke Afrika. India disebutkan sejak abad ke-7 tersebut telah
menjadi pusat endemi kolera. Disamping itu lepra juga telah menyebar mulai dari Mesir
ke Asia Kecil dan Eropa melalui para emigran.
Upaya-upaya untuk mengatasi epidemi dan endemi penyakit-penyakit tersebut, orang
telah mulai memperhatikan masalah lingkungan, terutama hygiene dan sanitasi
lingkungan. Pembuangan kotoran manusia (latrin), pengusahaan air minum yang bersih,
pembuangan sampah, ventilasi rumah telah tercatat menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat pada waktu itu.
Pada abad ke-14 mulai terjadi wabah pes yang paling dahsyat, di China dan India. Pada
tahun 1340 tercatat 13.000.000 orang meninggal karena wabah pes, dan di India, Mesir
dan Gaza dilaporkan bahwa 13.000 orang meninggal tiap hari karena pes.
Menurut catatan, jumlah meninggal karena wabah pes di seluruh dunia waktu itu
mencapai lebih dari 60.000.000 orang. Oleh sebab itu waktu itu disebut “the Black
Death”. Keadaan atau wabah penyakit-penyakit menular ini berlangsung sampai
menjelang abad ke-18. Disamping wabah pes, wabah kolera dan tipus masih berlangsung.
Telah tercatat bahwa pada tahun 1603 lebih dari 1 diantara 6 orang meninggal, dan pada
tahun 1663 sekitar 1 diantara 5 orang meninggal karena penyakit menular. Pada tahun
1759, 70.000 orang penduduk kepulauan Cyprus meninggal karena penyakit menular.
Penyakit-penyakit lain yang menjadi wabah pada waktu itu antara lain difteri, tipus,
disentri dan sebagainya.
Dari catatan-catatan tersebut di atas dapat dilihat bahwa masalah kesehatan masyarakat
khususnya penyebaran-penyebaran penyakit menular sudah begitu meluas dan dahsyat,
namun upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat secara menyeluruh belum
dilakukan oleh orang pada zamannya.
b. Periode ilmu pengetahuan
Bangkitnya ilmu pengetahuan pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 mempunyai
dampak yang luas terhadap segala aspek kehidupan manusia, termasuk kesehatan. Kalau
pada abad-abad sebelumnya masalah kesehatan khususnya penyakit hanya dilihat sebagai
fenomena biologis dan pendekatan yang dilakukan hanya secara biologis yang sempit,
maka mulai abad ke-19 masalah kesehatan adalah masalah yang kompleks. Oleh sebab
itu pendekatan masalah kesehatan harus dilakukan secara komprehensif, multisektoral.
Disamping itu pada abad ilmu pengetahuan ini juga mulai ditemukan berbagai macam
penyebab penyakit dan vaksin sebagai pencegah penyakit. Louis Pasteur telah berhasil
menemukan vaksin untuk mencegah penyakit cacar, Joseph Lister menemukan asam
carbol (carbolic acid) untuk sterilisasi ruang operasi dan William Marton menemukan
ether sebagai anestesi pada waktu operasi.
Penyelidikan dan upaya-upaya kesehatan masyarakat secara ilmiah mulai dilakukan pada
tahun 1832 di Inggris. Pada waktu itu sebagian besar rakyat Inggris terserang epidemi
(wabah) kolera, terutama terjadi pada masyarakat yang tinggal di perkotaan yang miskin.
Kemudian parlemen Inggris membentuk komisi untuk penyelidikan dan penanganan
masalah wabah kolera ini.
Edwin Chadwich seorang pakar sosial (social scientist) sebagai ketua komisi ini akhirnya
melaporkan hasil penyelidikannya sebagai berikut : Masyarakat hidup di suatu kondisi
sanitasi yang jelek, sumur penduduk berdekatan dengan aliran air kotor dan pembuangan
kotoran manusia. Air limbah yang mengalir terbuka tidak teratur, makanan yang dijual di
pasar banyak dirubung lalat dan kecoa. Disamping itu ditemukan sebagian besar
masyarakat miskin, bekerja rata-rata 14 jam per hari, dengan gaji yang dibawah
kebutuhan hidup. Sehingga sebagian masyarakat tidak mampu membeli makanan yang
bergizi.
Laporan Chadwich ini dilengkapi dengan analisis data statistik yang bagus dan sahih.
Berdasarkan laporan hasil penyelidikan Chadwich ini, akhirnya parlemen mengeluarkan
undang-undang yang isinya mengatur upaya-upaya peningkatan kesehatan penduduk,
termasuk sanitasi lingkungan, sanitasi tempat-tempat kerja, pabrik dan sebagainya. Pada
tahun 1848, John Simon diangkat oleh pemerintah Inggris untuk menangani masalah
kesehatan penduduk (masyarakat).
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 mulai dikembangkan pendidikan untuk
tenaga kesehatan yang profesional. Pada tahun 1893 John Hopkins, seorang pedagang
wiski dari Baltimore Amerika mempelopori berdirinya universitas dan didalamnya
terdapat sekolah (Fakultas) Kedokteran.
Mulai tahun 1908 sekolah kedokteran mulai menyebar ke Eropa, Canada dan sebagainya.
Dari kurikulum sekolah-sekolah kedokteran tersebut terlihat bahwa kesehatan masyarakat
sudah diperhatikan. Mulai tahun kedua para mahasiswa sudah mulai melakukan kegiatan
penerapan ilmu di masyarakat.
Pengembangan kurikulum sekolah kedokteran sudah didasarkan kepada suatu asumsi
bahwa penyakit dan kesehatan itu merupakan hasil interaksi yang dinamis antara faktor
genetik, lingkungan fisik, lingkungan sosial (termasuk kondisi kerja), kebiasaan
perorangan dan pelayanan kedokteran / kesehatan.
Dari segi pelayanan kesehatan masyarakat, pada tahun 1855 pemerintah Amerika telah
membentuk Departemen Kesehatan yang pertama kali. Fungsi departemen ini adalah
menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penduduk (public), termasuk perbaikan dan
pengawasan sanitasi lingkungan.
Departemen kesehatan ini sebenarnya merupakan peningkatan departemen kesehatan
kota yang telah dibentuk di masing-masing kota, seperti Baltimor telah terbentuk pada
tahun 1798, South Carolina tahun 1813, Philadelphia tahun 1818, dan sebagainya.
Pada tahun 1872 telah diadakan pertemuan orang-orang yang mempunyai perhatian
kesehatan masyarakat baik dari universitas maupun dari pemerintah di kota New York.
Pertemuan tersebut menghasilkan Asosiasi Kesehatan Masyarakat Amerika (American
Public Health Association).
.

1.2. PERKEMBANGAN KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA

Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak pemerintahan


Belanda pada abad ke-16. Kesehatan masyarakat di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan
adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu
itu.
Kolera masuk di Indonesia tahun 1927 dan tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor di
Indonesia kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai
berkembang di Indonesia. Sehingga berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah
Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.

Namun demikian di bidang kesehatan masyarakat yang lain pada tahun 1807 pada waktu
pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam
praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka penurunan angka kematian bayi yang
tinggi pada waktu itu.

Akan tetapi upaya ini tidak berlangsung lama karena langkanya tenaga pelatih kebidanan
kemudian pada tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para dukun bayi sebagai
penolong dan perawatan persalinan. Selanjutnya baru pada tahun 1952 pada zaman
kemerdekaan pelatihan secara cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi.

Pada tahun 1851 sekolah dokter Jawa didirikan oleh dr. Bosch, kepala pelayanan kesehatan
sipil dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia. Kemudian sekolah ini terkenal dengan nama
STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter
pribumi. Setelah itu pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya
dengan nama NIAS (Nederland Indische Arsten School).

Pada tahun 1927, STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak
berdirinya Universitas Indonesia tahun 1947 berubah menjadi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Kedua sekolah tersebut mempunyai andil yang sangat besar dalam
menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan masyarakat
Indonesia.

Tidak kalah pentingnya dalam mengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah


berdirinya Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888. Kemudian pada
tahun 1938, pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman dan selanjutnya
disusul didirikan laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan
Yogyakarta.

Laboratorium-laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka


menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar dan sebagainya bahkan
untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan sanitasi.

Pada tahun 1922 pes masuk Indonesia dan pada tahun 1933, 1934 dan 1935 terjadi epidemi
di beberapa tempat, terutama di pulau Jawa. Kemudian mulai tahun 1935 dilakukan program
pemberantasan pes ini dengan melakukan penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah
penduduk dan juga vaksinasi massal. Tercatat pada tahun 1941, 15.000.000 orang telah
memperoleh suntikan vaksinasi.

Pada tahun 1925, Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda melakukan
pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas-
Purwokerto pada waktu itu. Dari hasil pengamatan dan analisisnya tersebut ini
menyimpulkan bahwa penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan ini adalah karena
jeleknya kondisi sanitasi lingkungan.

Masyarakat pada waktu itu membuang kotorannya di sembarang tempat, di kebun, selokan,
kali bahkan di pinggir jalan padahal mereka mengambil air minum juga dari kali. Selanjutnya
ia berkesimpulan bahwa kondisi sanitasi lingkungan ini disebabkan karena perilaku
penduduk.

Oleh sebab itu, untuk memulai upaya kesehatan masyarakat, Hydrich mengembangkan
daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan.
Sampai sekarang usaha Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di
Indonesia.

Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak penting perkembangan kesehatan


masyarakat di Indonesia adalah diperkenalkannya Konsep Bandung (Bandung Plan) pada
tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah, yang selanjutnya dikenal dengan Patah-
Leimena.

Dalam konsep ini mulai diperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek
kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan, baik di rumah sakit
maupun di puskesmas.

Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan sebagai bagian dari
upaya pengembangan kesehatan masyarakat. Pada tahun 1956 ini oleh dr. Y. Sulianti
didirikan Proyek Bekasi (tepatnya Lemah Abang) sebagai proyek percontohan atau model
pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai
pusat pelatihan tenaga kesehatan.

Proyek ini disamping sebagai model atau konsep keterpaduan antara pelayanan kesehatan
pedesaan dan pelayanan medis, juga menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan
program kesehatan.
Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini terpilih 8 desa wilayah
pengembangan masyarakat yaitu Inderapura (Sumatera Utara), Lampung, Bojong Loa (Jawa
Barat), Sleman (Jawa Tengah), Godean (Yogyakarta), Mojosari (Jawa Timur), Kesiman
(Bali) dan Barabai (Kalimantan Selatan). Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal
sistem puskesmas sekarang ini.

Pada bulan November 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program
kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia. Pada
waktu itu dibahas konsep puskesmas yang dibawakan oleh dr. Achmad Dipodilogo yang
mengacu kepada konsep Bandung dan Proyek Bekasi. Kesimpulan seminar ini adalah
disepakatinya sistem puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C.

Dengan menggunakan hasil-hasil seminar tersebut, Departemen Kesehatan menyiapkan


rencana induk pelayanan kesehatan terpadu di Indonesia. Akhirnya pada tahun 1968 dalam
rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas adalah merupakan sistem
pelayanan kesehatan terpadu yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen
Kesehatan) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan
kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau dalam wilayah kerja
kecamatan atau sebagian kecamatan, di kotamadya atau kabupaten.

Kegiatan pokok puskesmas mencakup :


1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencana
3. Gizi
4. Kesehatan lingkungan
5. Pencegahan penyakit menular
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Pengobatan
8. Perawatan kesehatan masyarakat
9. Usaha kesehatan gizi
10 Usaha kesehatan sekolah
11 Usaha kesehatan jiwa
12 Laboratorium
13 Pencatatan dan pelaporan

Pada tahun 1969, sistem puskesmas hanya disepakati 2 saja, yakni tipe A dan B dimana tipe
A dikelola oleh dokter sedangkan tipe B hanya dikelola oleh paramedis. Dengan adanya
perkembangan tenaga medis maka akhirnya pada tahun 1979 tidak diadakan perbedaan
puskesmas tipe A atau tipe B, hanya ada satu tipe puskesmas yang dikepalai oleh seorang
dokter.

Pada tahun 1979 juga dikembangkan 1 piranti manajerial guna penilaian puskesmas yakni
stratifikasi puskesmas sehingga dibedakan adanya :
1. Strata 1 : puskesmas dengan prestasi sangat baik
2. Strata 2 : puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar
3. Strata 3 : puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata

Selanjutnya puskesmas juga dilengkapi dengan 2 piranti manajerial yang lain, yakni micro
planning untuk perencanaan dan lokakarya mini (Lokmin) untuk pengorganisasian kegiatan
dan pengembangan kerjasama tim. Akhirnya pada tahun 1984 tanggung jawab puskesmas
ditingkatkan lagi dengan berkembangnya program paket terpadu kesehatan dan keluarga
berencana (Posyandu).

Program ini mencakup :


1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencana
3. Gizi
4. Penanggulangan penyakit diare
5. Imunisasi

Puskesmas mempunyai tanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan Posyandu di


wilayah kerjanya masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai