Anda di halaman 1dari 4

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

TUGAS GEOLOGI BATUBARA

“SKEMA PEMBENTUKAN BATUBARA”

OLEH

ISTIHSAN KAMIL

R1C1 15 050

KENDARI

2018
SKEMA PEMBENTUKAN BATU BARA

Berdarakan gambar di atas dapat kita lihat bahwa, material asal pembentuk rawa
gambut ada dua, yaitu Autochton (Material yang tidak mengalami transportasi) dan
Allochton (material yang mengalami transportasi). Autochton terbentuk merupakan
endapan-endapan sisa tumbuhan yang berasal dari tumbuhan itu berada serta belum
mengalami proses transportasi dan langsung ditutupi oleh lapisan sedimen halus. Berasal
dari tempat yang berbeda dengan demikian bahan-bahan pembentuk batubara tersebut
sudah mengalami proses transportasi dimana setelah terendapkan kemudian langsung
tertutupi oleh lapisan sedimen.
Material rawa gambut tersebut mengalami proses peatification atau proses
penggambutan. Dalam proses tersebut mikroba memiliki peranan yang sangat penting,
seiring dengan proses penggambutan. Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap
dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah
rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5
– 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk
senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik
dan fungi diubah menjadi gambut.
Pembentukan peat (gambut) terjadi pada daerah yang depresi permukaan dan
memerlukan muka air yang relatif tetap sepanjang tahun diatas atau minimal sama dengan
permukaan tanah. Kondisi ini banyak muncul pada flat coastal area dimana banyak rawa
yang berasosiasi dengan persisir pantai.
Morfologi cekungan mempunyai arti penting di dalam menentukan penyebaran
rawa-rawa tempat batubara terbentuk. Pada daerah pantai datar dan tidak berbukit
merupakan lingkungan yang baik untuk pembentukan batubara, demikian juga di daerah
cekungan benua, tetapi jumlahnya terbatas. Pada dataran stabil, erosi akan mempengaruhi
ukuran dan bentuk lakustrin, asal dan luas pengaliran, aliran air, dan permukaan airtanah.
Faktor-faktor tersebut mempengaruhi pembentukan batubara. Jika air tanah cukup
tingginya dan berlangsung lama maka kadang – kadang iklim padang rumput tanpa adnya
pohon pun bisa jadi gambut. Ini hanya tergantung pada penurunan permukaan. Rawa bisa
juga terjadi pada bekas kawah gunung api. Rawa bisa tawar atau sudah tercampur dengan
air asin di tepi pantai atau di tepi danau besar.
Posisi geotektonik merupakan faktor yang umum, dominan, dan memegang
peranan penting. Posisi geotektonik mempengaruhi iklim, morfologi cekungan, kecepatan
sedimentasi, kecepatan penurunan dasar cekungan, jenis flora, dan pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap jenis batubara (coal type), derajat batubara (coal rank), dan
geometri lapisan batubara yang terbentuk (Gambar 3.2).
Pada daerah bertektonik kuat, penurunan cekungan akan berjalan cepat selama
pengendapan berlangsung. Akibatnya akan berpengaruh terhadap perbedaan petrografi
dan geometri lapisan batubara serta menambah kontaminasi mineral, seperti sulfida,
klorit, dan karbonat.
Cekungan batubara dapat terbentuk diberbagai posisi dari suatu tatanan tektonik
(lihat cekungan batubara, R.P. Koesoemadinata, Bab 2).
Mulai dari proses penggambutan sampai pada tahap Lignite disebut sebagai
tahapan diagenesa ( Fase Biokimia). Tingkatan biokimia (atau biogenetik) daripada
metamorfisme organik adalah aksi orgasnisme hidup, khususnya dominan bakteri. Bakteri
yang berperan yaitu bakteri aerob dan bakteri anaerob serta jamur, Bakteri aerob
menguraikan unsur karbon (C), nitrogen (N) dan karbon dioksida (CO2) pada material
tumbuhan, sedangkan bakteri anaerob menguraikan unsure hidrokarbon (CH), asam
(acid) serta alkohol (C2H5OH) pada material tumbuhan, proses ini berlangsung di bawah
permukaan.
Dalam pembentukan batubara, material tanaman mengalami proses penggambutan
dan proses pembentukan humin terhadap humic matter. Komposisi microbiologi tidak
dapat terjadi di atas temperatur tertentu (> ± 800C). Proses ini berlangsung pada
kedalaman satu sampai sepuluh meter dibawah permukaan.
Sedangkan pada Lignite sampai pada Anthrachite disebut sebagai tahapan
Metamorfosa (Fase Geokimia). Fase geokimia (fase ini tidak ada lagi aktivitas organism
seperti bakteri, tetapi didominasi oleh pengaruh peningkatan temperatur dan tekanan,
disebabkan oleh peningkatan kedalaman penimbunan unsur organik di bawah tutupan
sedimen (sedimentary overburden). Batas dari fase tersebut yaitu pada kedalaman lebih
dari sepuluh meter, tetapi bisa dikatakan reaksi berakhir pada tingkat gambut dan aksi
geokimia menjadi agen utama pada tingkat brown-coal dan hard-coal.
Pada tahapan geokimia, terjadi peningkatan rank pada batubara mulai dari lignite
sampai pada tahap anthracite, seiring dengan kenaikan rank, maka terjadi pula kenaikan
unsur karbon, nilai reflectan (Rmax) dan CV (Caloric Value) atau nilai kalori, serta
terjadi penurunan kandungan air (H2O), Vollatil Matter (VM), Hidrogen (H) dan Oksigen
(O). Nilai Kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat
batubara, semakin tinggi nilai kalorinya. Pada batubara yang sama Nilai kalori dapat
dipengaruhi oleh moisture dan juga Abu. Semakin tinggi moisture atau abu, semakin
kecil nilai kalorinya. Kandungan karbon secara sesuai pada rank batubara yaitu: Gambut
(55% C), Lignite (60% C), Sub-bituminous (70%), Bituminous (80% C) dan Anthracite
(95% C).

Anda mungkin juga menyukai