Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastik
dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras dan juga
sangat bergantung pada lokasi tubuh (Djuanda, 2005).
Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas
ukurannya, yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,50 – 1,75 m². Rata-rata tebal
kulit 1-2 mm (Harahap, 2000).
Penyakit kulit di Indonesia pada umumnya lebih banyak disebabkan oleh
infeksi bakteri, jamur, parasit, dan penyakit dasar alergi. Hal ini berbeda dengan
negara Barat yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor degeneratif. Disamping
perbedaan penyebab, faktor lain seperti iklim, kebiasaan dan lingkungan juga ikut
memberikan perbedaan dalam gambar klinis penyakit kulit (Siregar, 2005).
Iritasi kulit adalah masalah kulit yang dapat disebakan karena udara terlalu
lembab atau karena kulit bersentuhan langsung dengan bahan kimia. Urtikaria
merupakan istilah klinis untuk suatu kelompok kelainan yang di tandai dengan
adanya pembentukan bilur-bilur pembengkakan kulit yang dapat hilang tanpa
meninggalkan bekas yang terlihat (Brown Robin Graham halaman 2205).
Luka tekan (pressure ulcer) adalah kerusakan jaringan akibat adanya
penekanan antara jaringan lunak tipis dengan daerah tulang menonjol pada
permukaan yang keras, dalam jangka waktu yang panjang dan terus menerus
(tempat tidur/ kursi roda). Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan
jaringan dibawah kulit yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area
tersebut (Ratna Kalijana, 2008).
Trauma pada kulit adalah kondisi dimana kulit atau beberapa lapisan
jaringan epithelial mengalami trauma atau lesi fisik, dapat berupa open cut,
terbakar, rupture, nyeri, dan lain-lain. Luka bakar adalah kerusakan atau

1
kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air
panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. (Smeltzer, suzanna, 2002)

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Iritasi Kulit?
2. Bagaimana konsep penyakit dari Urtikaria?
3. Apa yang dimaksud dengan Pressure Ulcer?
4. Bagaimana konsep penyakit dari Dekubitus?
5. Apa yang dimaksud dengan Trauma pada Kulit?
6. Bagaimana konsep penyakit dari Combustio (luka bakar)?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari penyakit combustio (luka bakar)?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari iritasi kulit, pressure ulcer dan trauma pada
kulit
2. Untuk mengetahui definisi dari penyakit urtikaria, dekubitus, dan luka bakar
3. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit urtikaria, dekubitus, dan luka bakar
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit urtikaria, dekubitus, dan luka
bakar
5. Untuk mengetahui manifestasi Klinis dari penyakit urtikaria, dekubitus, dan
luka bakar
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari penyakit urtikaria, dekubitus,
dan luka bakar
7. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit urtikaria, dekubitus, dan luka
bakar
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit urtikaria, dekubitus, dan luka
bakar
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari penyakit combustio (luka bakar)

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. IRITASI KULIT
Iritasi adalah Iritasi adalah suatu jenis penyakit infeksi pada organ tubuh
yang disebabkan oleh suatu bahan yang dapat terjadi pada setiap orang, tidak
melibatkan system imun tubuh dan ada beberapa faktor tertentu yang memegang
peranan, yang biasa ditemui pada kulit dan mata. Pada kulit contohnya seperti
pemakaian deterjen, pemutih wajah, sabun. Penyebab lainnya yaitu karena
lamanya bahan bersentuhan dengan kulit, keadaan permukaan kulit, usia pasien
dan adanya oklusi dan konsentrasi dari bahan.
Adakalanya suatu bahan kimiawi mempunyai kedua sifat ini yaitu dapat
menyebabkan reaksi alergis dan suatu respon iritasi pada kulit. Sebagai contoh :
sabun yang berisi zat warna atau parfum sebagai allergen jika disertai dengan
mencuci berulang-ulang dapat menyebabkan iritasi kulit.
Iritasi kulit adalah masalah kulit yang dapat disebakan karena udara terlalu
lembab atau karena kulit bersentuhan langsung dengan bahan kimia.
Beberapa penyebab iritasi pada kulit yang sering ditemukan adalah:
a. Pembersih rumah tangga
Kebanyakan orang menyadari bahwa pembersih rumah tangga tidak
dimaksudkan untuk kulit. Bahan kimia yang digunakan di dalamnya dapat
memiliki efek iritasi pada kulit. Ini termasuk pembersih all in one, deterjen
piring, deterjen, pembersih jendela, furniture polish dan desinfektan toilet.
Mengenakan sarung tangan pelindung sebelum menangani zat-zat tersebut
dianjurkan untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit saat pemakaian bahan-
bahan kimia tersebut.
b. Pewangi atau pelembut pakaian
Pemakaian pewangi atau pelembut yang mengandung pakaian pada
pakaian Anda juga bisa mengakibatkan yang tertutup oleh pakaian Anda.
Solusinya jangan lagi gunakan pewangi atau pelembut pakaian tersebut untuk
menghindari pada kulit.

3
c. Pakaian
Bahan pakaian kasar seperti wol, dapat menjadi masalah bagi orang yang
menderita kelainan kulit yang disebut dermatitis atopik, bentuk paling umum
dari eksim. American Academy of Dermatology memperkirakan bahwa 10%
sampai 20% dari anak-anak dan 1% hingga 3% dari orang dewasa
mengembangkan kondisi ini. Jika Anda menduga bahwa kain pakaian Anda
yang menyebabkan gatal-gatal, pada kulit atau ruam, Kami menyarankan
gunakan pakaian yang berbahan katun.
d. Panas
Cuaca panas, terutama selama musim kemarau, dapat memperburuk
masalah kulit yang berhubungan dengan berkeringat. Anda mungkin melihat
kondisi iritasi pada kulit dengan gejala kemerahan atau lecet di daerah tertentu,
seperti ketiak, lipatan perut dan pangkal paha, karena bagian tersebut adalah
bagian tubuh yang rentan terhadap kelembaban yang ditimbulkan karena cuaca
yang panas.
e. Makanan
Alergi makanan tentu dapat menyebabkan reaksi iritasi pada kulit mulai
dari gatal-gatal dan ruam. Hal ini dikenal dengan istilah atopi dermatitis.
Makanan yang sering menyebabkan alergi tersebut adalah dimaksud adalah
seafood, telur dan susu sapi.
f. Nikel
Nikel adalah bahan alergen yang sering menjadi penyebab . Hal ini dapat
ditemukan dalam perhiasan kostum, watchbands, ritsleting, dan barang-barang
sehari-hari lainnya. Solusinya adalah secepatnya lepas kan bahan tersebut dari
tubuh Anda.
g. Sabun
Pemakaian sabun yang tidak berpelembab pada wajah dan tubuh dapat
mengikis minyak dari kulit. Apalagi jika hal itu dilakukan lebih dari 2 kali
sehari, tak ayal dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Padahal minyak pada
wajah dan tubuh berguna untuk menjaga kelembaban. Solusinya gunakan
sabun yang mengandung pelembab yang aman digunakan kapan saja dan
sesering mungkin untuk menjaga kelembaban kulit.

4
 KONSEP PENYAKIT URTIKARIA
1. Definisi
Urtikaria merupakan istilah klinis untuk suatu kelompok kelainan yang di
tandai dengan adanya pembentukan bilur-bilur pembengkakan kulit yang dapat
hilang tanpa meninggalkan bekas yang terlihat (Brown Robin Graham halaman
2205).
Urtikaria adalah penonjolan di atas permukaan kulit akibat edema
setempat dan dapat hilang perlahan-lahan, misalnya pada dermatitis
medikamentosa, dan gigitan serangga (Saripati Penyakit Kulit halaman 3).
Urtikaria (biduran) merupakan suatu reaksi pada kulit yang timbul
mendadak (akut) karena pengeluaran histamin yang mengakibatkan pelebaran
pembuluh darah dan kebocoran dari pembuluh darah. Secara imunologik, dari
data yang ada sejak tahun 1987, urtikaria merupakan salah satu manifestasi
keluhan alergi pada kulit yang paling sering dikemukakan oleh penderita,
keadaan ini juga didukung oleh penelitian ahli yang lain (Hodijah, 2009).

2. Etiologi
Faktor pencetus terjadinya urtikaria, antara lain: makanan tertentu, obat-
obatan, bahan hirupan (inhalan), infeksi, gigitan serangga, faktor fisik, faktor
cuaca (terutama dingin tapi bisa juga panas berkeringat), faktor genetik, bahan-
bahan kontak (misalnya: arloji, ikat pinggang, karet sandal, karet celana dalam,
dan lain-lain) dan faktor psikis.
a. Jenis makanan yang dapat menyebabkan alergi misalnya : telur, ikan,
kerang, coklat, jenis kacang tertentu, tomat, tepung, terigu, daging sapi,
udang, dan lain-lain. Zat pewarna, penyedap rasa atau bahan pengawet juga
dapat menimbulkan urtikaria.
b. Jenis obat-obatan yang dapat ,menimbulkan alergi biasanya penisilin,
aspirin, bronide, serum, vaksin, dan opium.
c. Bahan-bahan protein yang masuk melalui hidung seperti serbuk kembang,
jamur, debu dari burung, debu rumah, dan ketombe binatang.

5
d. Faktor lingkungan yang terpapar dengan debu rumah, jamur, serbuk sari
bunga, pengaruh cuaca yang terlalu dingin atau panas sinar matahari,
tekanan atau air juga dapat menimbulkan urtikaria.
e. Pada urtikaria yang berulang, faktor emosional perlu diperhatikan. Stress
emosional dapat secara langsung dan tidak langsung menyebabkan
seseorang meningkat kemungkinan terjadi urtikaria.
f. Penyakit sistemik. Beberapa penyakit dan keganasan dapat menimbulkan
urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria antara
lain limfoma, hipertiroid, Lupus Eritematosus Sistemik, dll.
g. Gigitan serangga. Gigitan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat.
Nyamuk, lebah dan serangga lainnya menimbulkan urtikaria bentuk papul di
sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh sendiri.

3. Anatomi Fisiologi
Kulit terdiri dari 3 lapisan :
a. Epidermis
Hampir seluruh lapisan epidermis terdiri dari sel lapisan epidermis dari
bagian yang terluar ke dalam, susunannya sebagai berikut :
1) Stratum Korneum
Lapisan ini merupakan hasil akhir dari proses keratinisasi dan merupakan
sel yang mati, tidak mempunyai inti sel dan mengandung zat keratin.
2) Stratum Lucidum
Selnya tidak berinti, protoplasma bening dan mengandung hyaline
(eleidin).
3) Stratum Granulosum
Terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan dan mengandung butiran-
butiran keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin
oleh karena banyaknya butir-butir stratum granulosum.
4) Stratum Spinosum
Bentuk selnya polygonal, protoplasmanya jernih, nukleus terletak di
tengah, dalam keadaan normal selnya selalu mengalami mitosis, sehingga
bentuknya berbeda-beda setiap lapisan.

6
5) Stratum Basal
Bentuknya silinder (tabung) dengan inti yang lonjong. Didalamnya
terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin warna.
b. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan
epidermis dilapisi oleh membran basalis dan disebelah bawah berbatasan
dengan subkutis. Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri dari serat-serat
kolagen dan elastin. Dilapisan dermis ini terdapat pembuluh darah,
pembuluh limfe, jaringan saraf, kelenjar, folikel rambut. Dermis terdiri dari
2 lapisan :
1) Papilaris, lapisan ini tipis. Di dalam papilla dermis terdapat kapiler
pembuluh darah serta serabut saraf sensorik.
2) Pars retikularis, lebih tebal dan lebih banyak mengandung jaringan ikat.
Komponen yang terdapat pada dermis :
1) Serabut/jaringan ikat
 Kologen : Merupakan serabut yang terbanyak yaitu kurang dari 90 %
terdiri dari skleroprotein, warnanya putih dan tidak bercabang pada
pars papilaris serabut ini tersusun vertikal, sedangkan pada pars
retikularis tersusun horisontal.
 Elastin : Tersusun paralel atau menyilang terhadap serabut kolagen.
Warnanya kuning, halus dan bercabang.
 Retikulin : Halus dan bercabang-cabang.
2) Bahan dasar ( matriks = ground substance )
3) Sel
c. Subcutis
Merupakan jaringan ikat yang longgar yang terdiri dari sel-sel
lemak atau limposit. Sitoplasma mengandung banyak lemak sehingga inti
sel terdesak ketepi. Selnya membentuk kelompok. Fungsinya sebagai
pelindung terhadap trauma, penahan panas dan cadangan makanan.

7
4. Patofisiologi
Urtikaria timbul akibat masuknya antigen ke area kulit yang spesifik dan
menimbulkan reaksi setempat yang mirip reaksi anafilaksis. Histamin yang
dilepaskan setempat akan menimbulkan vasodilatasi yang menyebabkan
timbulnya red flare (kemerahan) dan peningkatan permeabilitas kapiler
setempat sehingga dalam beberapa menit kemudian akan terjadi pembengkakan
setempat yang berbatas jelas (Guyton, 2008).
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang
meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan
pengumpulan cairan lokal. Sehingga secara klinis tampak edema lokal disertai
eritem. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat
pelepasan mediator misalnya histamine, kinin, serotonin, slow reacting
substance of anafilacsis (SRSA) dan prostaglandin oleh sel mast dan atau
basofil (Asta Qauliyah, 2007).
Sel mast merupakan sel yang berperan dalam pelepasan mediator vasoaktif
seperti histamin yaitu agen utama dalam urtikaria. Mediator lain seperti
leukotrin dan prostaglandin juga mempunyai kontribusi baik dalam respon
cepat maupun lambat dengan adanya kebocoran cairan dalam jaringan
(Hodijah, 2009).
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang
meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan
pengumpulan cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat
disertai kemerahan.

8
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator, misalnya histamin, kinin, serotonin, slow
reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan
atau basofil. Selain itu terjadi inhibisiproteinase oleh enzim proeolotik,
misalnya kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam sel mast. Baik
faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau
basofil untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik
mungkin sekali siklik AMP (adenosin mono phosphate) memegang peranan
penting pada pelepasan mediator.
Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-
obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan
pada keadaan ini. Bahan kolinergik, misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf
kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui, langsung dapat
mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Faktor fisik, misalnya
panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan, dapat langsung
merangsang sel mast. Beberapa keadaan, misalnya demam, panas, emosi, dan
alkohol dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga
terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas. Faktor imunologik lebih
berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik dimana biasanya Ig. E
terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc,
bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan Ig. E, maka terjadi degranulasi
sel, sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada
reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan.
Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun
secara alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3aC5a) yang mampu
merangsang sel mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin
bakteri. Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi
sitotoksik dan kompleks imun, pada keadaan ini juga dilepaskan zat
anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak dapat juga terjadi misalnya setelah
pemakaian bahan penangkis serangga, bahan kosmetik, dan sefalosporin.
Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema
angioneurotik yang herediter (Irga, 2009).

9
Gangguan Citra
Tubuh

10
5. Manifestasi Klinis
Gejala atau tanda-tanda urtikaria mudah dikenali, yakni bentol atau bercak
meninggi pada kulit, tampak eritema (kemerahan) dan edema (bengkak)
setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat.
Urtika biasa terjadi dalam berkelompok. Satu urtika sendiri dapat bertahan dari
empat sampai 36 jam. Bila satu urtika menghilang, urtika lain dapat muncul
kembali. Keluhan utama biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.
Penampakan urtikaria beragam, mulai yang ringan berupa bentol merah
dan gatal hingga yang agak heboh yakni bengkak pada kelopak mata (bisa satu
mata atau keduanya), bibir membengkak, daun telinga menebal dan adakalanya
disertai perut mulas serta rasa demam. Gejala mungkin tidak terjadi setiap saat.
Untuk beberapa orang, kondisi tertentu seperti panas, dingin atau stress akan
menyebabkan perburukan gejala.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan imunologis seperti pemeriksaan kadar Imunoglobulin E,
eosinofil dan komplemen.
b. Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang
dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu per satu.
c. Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi
yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Cryoglobulin dan cold
hemolysin perlu diperiksa pada dugaan urtikaria dingin.
d. Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina perlu
untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.
e. Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.
f. Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan untuk
membantu diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test), serta
tes intradermal dapat dipergunakan untuk mencari alergen inhalan,
makanan, dermatofit dan kandida.
g. Pemeriksaan histopatologik, walaupun tidak selalu diperlukan, dapat
membantu diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di
papilla dermis, geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen membengkak.

11
Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi seluler dan pada tingkat
lanjut terdapat infiltrasi leukosit, terutama disekitar pembuluh darah.
h. Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosis urtikaria
kolinergik.
i. Tes dengan es (ice cube test) pada urtikaria dingin.
j. Tes dengan air hangat pada urtikaria panas. (Irga, 2009).

7. Komplikasi
Lesi-lesi urtikaria bisa sembuh tanpa komplikasi. Namun pasien dengan
gatal yang hebat bisa menyebabkan purpura dan excoriasi yang bisa menjadi
infeksi sekunder. Penggunaan antihistamin bisa menyebabkan somnolens dan
bibir kering. Pasien dengan keadaan penyakit yang berat bisa mempengaruhi
kualitas hidup (Asta Qauliyah, 2007).

8. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan dari urtikaria itu sendiri meliputi :
a. Identifikasi dan pengobatan adalah menghindari faktor resiko
Ini yang paling penting dan hanya ini yang efektif untuk terapi jangka
panjang. Menghindari aspirin atau zat-zat aditif pada makanan, diharapkan
dapat memperbaiki kondisi sekitar 50% pasien dengan urtikaria kronik
idiopatik.
b. Pengobatan lokal
1) Kompres air es atau mandi air hangat dengan mencampurkan koloid
Aveeno oatmeal yang bisa mengurangi gatal.
2) Lotion anti pruritus atau emulsi dengan 0,25% menthol bisa membantu
dengan atau tanpa 1% fenol dalam lotion Calamine.
c. Pengobatan sistemik
1) Anti histamine dengan antagonis H1 adalah terapi pilihan.
2) Doxepin, yaitu anti depresan trisiklik dengan efek antagonis H1 dan H2.
3) Kombinasi antihistamin H1 dan H2, misalnya simetidin.

12
4) Cyproheptadin, mungkin lebih efektif daripada antihistamin.
5) Korticosteroid, biasanya digunakan untuk mengontrol vascukitis
urtikaria.
6) Profilaksis dengan steroid anabolic, misalnya : danazol, stanozolol.
7) Hormon tyroid juga dilaporkan dapat meringankan urtikaria kronis dan
angioderma.
8) Terapi antibiotic juga dilaporkan bisa pada pasien yang terinfeksi
Helicobacter pylory dengan urtikaria kronis. (Asta Qauliyah, 2007).
Pada tahun-tahun terakhir ini dikembangkan pengobatan yang
baru, hasil pengamatan membuktikan bahwa dinding pembuluh darah
manusia juga mempunyai reseptor H2. Hal ini apat menerangkan, mengapa
antihistamin H1 tidak selalu berhasil mengatasi urtikaria. Kombinasi
antihistamin H1 dan H2 masih dalam penelitian lebih lanjut. Tetapi pada
dermografisme yang kronik pengobatan kombinasi ternyata lebih efektif
daripada antihistamin H1 saja.
Pada edema angioneurotik kematian hampir 30% disebabkan oleh
karena obstruksi saluran nafas. Biasanya tidak responsif terhadap
antihistamin, epinefrin, maupun steroid. Pada gigitan serangga akut
mungkin dapat diberikan infus dengan plasma fresh frozen, yang obyektif
tentu saja pemberian plasma yang mengandung C1 esterase inhibitor, C2,
dan C4. Hal yang penting ialah segera dilakukan tindakan mengatasi edema
larins. Pengobatan dengan cara desensitasi, misalnya dilakukan pada
urtikaria dingin, dengan melakukan sensitisasi air pada suhu 10oC (1-2
menit) dua kali sehari selama 2-3 minggu. Pada alergi debu, serbuk sari
bunga jamur, desensitasi mula-mula dengan alergen dosis kecil 1 minggu
2x; dosis dinaikkan dan dijarangkan perlahan-lahan sampai batas yang dapat
ditolerir oleh penderita. Eliminasi diet dicobakan pada yang sensitif
terhadap makanan. Pengobatan lokal di kulit dapat diberikan secara
simptomatik, misalnya anti-pruritus di dalam bedak atau bedak kocok.

13
B. PRESSURE ULCER
Luka tekan (pressure ulcer) adalah kerusakan jaringan akibat adanya
penekanan antara jaringan lunak tipis dengan daerah tulang menonjol pada
permukaan yang keras, dalam jangka waktu yang panjang dan terus menerus
(tempat tidur/ kursi roda).
Penyebab utama dari luka tekan adalah tekanan dan toleransi jaringan.
Tekanan yang berkepanjangan merupakan penyebab utama luka tekan karena
tekanan dapat menyebabkan iskemia jaringan lunak. Banyak faktor yang ikut
berperan dalam terjadinya luka tekan seperti shear (geseran), friction (gesekan),
kelembaban yang berlebihan, dan mungkin juga infeksi.
Immobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka
tekan dalam waktu 24-72 jam sudah dapat terjadi. Luka tekan bisa terjadi paling
sedikit dalam 2 hari pada pasien tirah baring. Beberapa diagnosa medis yang
menyebabkan tirah baring lama adalah perdarahan intra kranial, aneurisma, infark
kranial (stroke), kontusio serebri, abses otak, hidrosefalus, paraplegi, kuadriplegi,
kolostomi, multiple fracture dan ensepalopati hati.
Upaya pencegahan luka tekan menurut EPUAP (European Pressure Ulcer
Advisory Panel), NPUAP (National Pressure Ulcer Advisory Panel), PPPIA (Pan
Pacific Pressure Injury Alliance) meliputi: pengkajian faktor risiko, pengkajian
kulit dan jaringan, perawatan kulit, emerging therapies, nutrisi, reposisi dan
mobilisasi dini, reposisi tumit, dukungan permukaan, dan pemakaian alat medis.
Massage adalah suatu perbuatan melulut tubuh dengan tangan
(manipulasi) pada bagian-bagian yang lunak, dengan prosedur manual atau
mekanik yang dilaksanakan secara metodis dengan tujuan menghasilkan efek
fisiologis, profilaktif, dan terapeutik bagi tubuh. Pada pencegahan luka tekan
teknik massage yang diperbolehkan hanya efflurage, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan dilakukan dengan teknik lain. Selama masagge tidak dilakukan pada
jaringan diatas tulang yang menonjol maupun yang telah menunjukkan kemerahan
ataupun pucat. Lama waktu massage yang digunakan masih bervariasi antara 15
menit, dan 4 – 5 menit.

14
 KONSEP PENYAKIT DEKUBITUS
1. Definisi
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan
terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu
sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit
yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna
Kalijana, 2008).
Ulkus dekubitus adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan
alirandarah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana
kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips,
pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang (Susan L, dkk.
2005).
Menurut NPUAP (1995 dalam Potter & Perry, 2005) ada perbandingan
luka dekubitus derajat I sampai derajat IV yaitu:
a. Derajat I
Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi luka kulit yang diperbesar. Kulit
tidak berwarna, hangat, atau keras juga dapat menjadi indikator
b. Derajat II
Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan dermis. Luka
superficial dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau lubang yang
dangkal.
c. Derajat III
Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau nekrotik
yang mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melampaui fascia yang
berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam
dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Derajat IV
Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis
jaringan; atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya
kerusakan jaringan epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan kapsul sendi.

15
2. Etiologi
Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik
pada pasien.
a. Faktor Ekstrinsik
1) Tekanan
Kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan
permukaan keras lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan
ringan dalam waktu yang lama sama bahayanya dengan tekanan besar
dalam waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian
menyebabkan hipoksi dan nekrosis. tekanan antar muka ( interface
pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh
dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar
daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan
mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya
iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg.
2) Gesekan dan pergeseran
Gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas
jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi
gangguan mikrosirkulasi lokal.
3) Kelembaban
Akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain
dan keringat. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami
erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena
pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi
lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia
urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak
permukaan kulit.
4) Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau
peralatan medik yang menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap
tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.

16
b. Fase Intrinsik
1) Usia
Pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan
vaskularisasi. Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk
terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan
penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar
serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas
kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini
berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi
berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang
merobek. Selain itu, akibat dari penuaan adalah berkurangnya jaringan
lemak subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. menurunnya
efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis
dan rapuh.
2) Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami
penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang
yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan
mudah terkena luka tekan. karena nyeri merupakan suatu tanda yang
secara normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf
(misalnya akibat cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa menyebabkan
berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri.
3) Penurunan kesadaran
Gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik.
4) Malnutrisi
Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak
memiliki lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami
pemulihan sempurna karena kekurangan zat-zat gizi yang penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita
ulkus dekubitus. Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan
luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin. Hipoalbuminemia,
kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai

17
faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian
Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua
berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin,
dan intake makanan yang tidak mencukupi.
5) Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi
tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien
yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk
merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Orang-orang
yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah, dipasung).
Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka
tekan.
6) Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan
memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil
penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok
dengan perkembangan terhadap luka tekan.
7) Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur
merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
8) Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit
menurun.
9) Anemia
10) Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat
penyembuhannya.
11) Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah
terkena dekubitus dan memperburuk dekubitus.

3. Patofisiologi
Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu:
a. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler
b. Durasi dan besarnya tekanan

18
c. Toleransi jaringan
Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan
(Stortts, 1988 dalam Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan
durasinya maka semakin besar pula insidensinya terbentuknya luka ( Potter &
Perry, 2005).
Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi
pada tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan
menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya.
Jaringan ini menjadi hipoksia sehinggan terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini
lebih besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami
hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan trombosis (Maklebust, 1987 dalam
Potter & Perry, 2005).
Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan
akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena
kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari
otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan
dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995 dalam
Potter & Perry, 2005).
Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek
yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan
tumit merupakan area yang paling rentan (Maklebust, 1987 dalam Potter &
Perry, 2005). Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan
yang tidak merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari
permukaan tempatnya berada karena adanya gravitasi (Berecek, 1975 dalam
Potter & Perry, 2005). Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh
maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat dan
metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan.

19
Patway

Faktor tekanan, toleransi tekanan eksterna > tekanan


jaringan durasi dan besar dasar
tekanan.

Hipoksia Aliran darah menurun atau


menghilag

Tidak mendapat suplai nutrisi & Resiko infeksi


leukosit yg cukup

Iskemik jaringan dan infeksi Kematian jaringan

Perubahan temperature kulit

Hilang sebagian lap kulit,


terjadi luka

Keterbatasan Lap kulit hilang secara Tingkat kesakitan


gerak lengkap, meluas dan tinggi
luka dalam

Penurunan
peristaltic usus Anoreksia

20
4. Manifestasi Klinis
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multiple
sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, faktor lain perlu
diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan
sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan
perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta
keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya
antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri
(Arwaniku, 2007).
Menurut NPUAP (National Pressure Ulcer Advisory Panel), luka tekan dibagi
menjadi empat tadium, yaitu :
a. Stadium Satu
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila
dibandingkan dengan kulit yang ormal, maka akan tampak salah satu
tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit ( lebih dingin atau lebih
hangat), perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak),
perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka
mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada
yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang
menetap, biru atau ungu.
b. Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau
keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau
membentuk lubang yang dangkal.
c. Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau
nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada
fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam
d. Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang
luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya

21
lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV
dari luka tekan.

Menurut stadium luka tekan diatas, luka tekan berkembang dari


permukaan luar kulit ke lapisan dalam (top-down). Namun menurut hasil
penelitian saat ini, luka tekan juga dapat berkembang dari jaringan bagian
dalam seperti fascia dan otot walapun tanpa adanya adanya kerusakan pada
permukaan kulit. Ini dikenal dengan istilah injuri jaringan bagian dalam (Deep
Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena jaringan otot dan jaringan subkutan
lebih sensitif terhadap iskemia daripada permukaan kulit. Kejadian DTI sering
disebabkan karena immobilisasi dalam jangka waktu yang lama, misalnya
karena periode operasi yang panjang. Penyebab lainnya adalah seringnya
pasien mengalami tenaga yang merobek (shear).

Jenis luka tekan ini lebih berbahaya karena berkembang dengan cepat
daripada luka tekan yang dimulai dari permukaan kulit. Kebanyakan DTI juga
lebih sulit disembuhkan walaupun sudah diberikan perawatan yang adekuat.
NPUAP dan WOCN (2005) menyimpulkan bahwa DTI masuk ke dalam
kategori luka tekan, namun stadium dari DTI masih diperdebatkan karena
stadium yang selama ini ada merepresentasikan luka tekan yang dimulai dari
permukaan menuju kedalam jaringan (top-down), sedangkan DTI dimulai dari
dalam jaringan menuju ke kulit superficial (bottom-up).

Selama ini perawat sulit untuk mengidentifikasi adanya DTI karena


kerusakan pada bagian dalam jaringan sulit untuk dilihat dari luar[15]. Yang
selama ini sering digunakan sebagai tanda terjadinya DTI pada pasien yaitu
adanya tanda trauma yang dalam atau tanda memar pada jaringan. Pada orang
yang berkulit putih, DTI sering nampak sebagai warna keunguan atau kebiruan
pada kulit. Saat ini terdapat metode yang reliabel untuk mengenali adanya DTI,
yaitu dengan menggunakan ultrasonografi. Bila hasil ultrasonografi
menunjukan adanya daerah hypoechoic, maka ini berarti terdapat kerusakan
yang parah pada jaringan bagian dalam, meskipun tidak ada kerusakan
dipermukaan kulit atau hanya minimal. Gambar 4 menunjukan adanya daerah

22
hypoechoic (lingkaran merah) pada pemeriksaan dengan menggunakan
ultrasonografi.

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kultur dan analisis urin
Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk melihat apakah
ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama pada
trauma medula spinalis.
b. Kultur Tinja
Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat
leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous
colitis.
c. Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan
pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat
apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi
bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus.
Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
d. Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih
dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan
sepsis.
e. Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses
penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin
level, prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level.
f. Radiologis: Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang
akibat osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan
tulang atau MRI.

23
6. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun
dapat terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi
yang dapat terjadi antara lain:
a. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik.
b. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis,
osteomielitis, dan arthritis septik.
c. Septikimia
d. Hipoalbuminea, Anemia
e. Kematian.
7. Penatalaksanaan
a. Perawatan luka decubitus
b. Terapi fisik, dengan menggunakan pusaran air untuk menghilangkan
jaringan yang mati.
c. Terapi obat :
 Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri
 Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi.
d. Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus
adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air.

Pada pengobatan ulkus dekubitus ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain:

a. Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Pengurangan tekanan


sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh selama masih ada tekanan
yang berlebihan dan terus menerus.
b. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan
tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan
baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan,
pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan
NaC10,9%, larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan
Burowi serta larutan antiseptik lainnya.

24
c. Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan
Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres
dan hidroterapi)
d. Menurunkan dan mengatasi infeksi.

25
C. TRAUMA KULIT
Trauma pada kulit adalah kondisi dimana kulit atau beberapa lapisan
jaringan epithelial mengalami trauma atau lesi fisik, dapat berupa open cut,
terbakar, rupture, nyeri, dan lain-lain.
Yang diklasifikasikan sebagai trauma primer pada kulit adalah erupsi
kulit; misal pada papula, vesikel, pustule, herpes, bulla, macula, nodul, ptechiae,
ekimosis, eritema, furunkel, maupun tumor.
Sementara yang diklasifikasikan sebagai trauma sekunder adalah jenis-
jenis erupsi kulit, dimana dapat disebabkan oleh trauma.
1. Abrasi luka akibat gesekan, dapat sembuh spontan dengan sedikit jaringan
parut. Lapisan kulit robek, meninggalkan lapisan jaringan ikat yang lunak dan
tak terlindungi. Disebut juga strawberry injury.
2. Insisi merupakan tipe clean cut, dapat hanya memotong lapisan kulit, namun
harus diperiksa apakah sampai memotong tendo dan saraf.
3. Laserasi luka luas, namun tipe clean cut seperti insisi, meski bisa juga
diakibatkan oleh trauma tumpul yang membentuk hematoma pada jaringan
lunak. Umumnya lebih dalam dan menembus jaringan vascular.
4. Kontusio terdapat nyeri, perubahan warna, bengkak/memar, namun tanpa
disertai luka koyak pada lapisan kulit. Meski lapisan kulit superfisial tidak
terluka, trauma jenis ini bisa melukai lapisan dalam seperti otot, jaringan ikat,
dan vascular.
5. Blisters/lecet luka akibat gesekan dengan tekanan tinggi, seperti jenis luka
yang didapat pada palmar apabila jatuh dari sepeda sambil menahan bobot
tubuh sehingga sebagian lapisan kulit dan jaringan di bawahnya akan terlepas.
6. Frostbite (Dermatitis Congelation) destruksi lapisan kulit dan jaringan di
bawahnya akibat bekunya jaringan kulit. Tingkat keparahannya dinilai dari
sampai lapisan mana yang mengalami kebekuan dan mati.

26
 KONSEP PENYAKIT COMBUSTIO
1. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan
radiasi. (Smeltzer, suzanna, 2002).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi
electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Kusumaningrum, 2008).
Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi dan
perawatan, luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka,
dan keseriusan luka, yakni:
a. Berdasarkan penyebab:
1) Luka bakar karena api
2) Luka bakar karena air panas
3) Luka bakar karena bahan kimia
4) Luka bakar karena listrik
5) Luka bakar karena radiasi
6) Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
b. Berdasarkan kedalaman luka bakar:
1) Luka bakar derajat I (super ficial partial-thickness)
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam
proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar
derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna
kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah
putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi
oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan
biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka

27
tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas
setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.
2) Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness)
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis,
berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar
luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan
kulit normal, nyeri karena ujungujung saraf teriritasi. Luka bakar
derajat II ada dua:
a) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis,
apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
b) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian
masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises
kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu
lebih dari satu bulan.
3) Luka bakar derajat III ( Full Thickness)
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang
lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu
atau coklat, kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar
karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak
timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses
epitelisasi spontan.
c. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
1) Luka bakar ringan/ minor
a) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum.

28
2) Luka bakar sedang (moderate burn)
a) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar
derajat III kurang dari 10 %
b) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau
dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
c) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa
yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
3) Luka bakar berat (major burn)
a) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di
atas usia 50 tahun
b) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada
butir pertama
c) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar
e) Luka bakar listrik tegangan tinggi
f) Disertai trauma lainnya
g) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
4) Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh yang Terbakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan
beberapa metode yaitu :
a) Rule of Nine
(1) Kepala dan leher : 9%
(2) Lengan masing-masing 9% : 18%
(3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
(4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
(5) Genetalia/perineum : 1%
(6) Total : 100%
b) Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan
diagram Lund dan Browder sebagai berikut :

29
2. Etiologi
Disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh melalui
konduksi atau radiasi elektromagnetik.
Berdasarkan perjalan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
a. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal
penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas),
brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan
airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar,
namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera
inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab
kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang
berdampak sistemik.

30
b. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
1) Proses inflamasi dan infeksi.
2) Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang
atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ - organ
fungsional.
3) Keadaan hipermetabolisme.
c. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut
akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang
muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid,
gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur
Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
a. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,
dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami
memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik
cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan
berupa cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang
mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok
dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
b. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan
berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya
menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit

31
sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan
keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
c. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas
yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila
terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran
napas distal di paru.
d. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian
atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
e. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan
tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan
luka bakar tambahan.
f. Zat kimia (asam atau basa)
g. Radiasi
h. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

3. Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh adanya pengalihan energi
dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat adanya
hantaran atau sebuah radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat
koagulasi, denaturasi protein/ionisasi isi sel. Kulit & mukosa saluran nafas atas
merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yg dalam termasuk organ
visceral akan mengalami kerusakan dikarenakan luka bakar elektrik/kontak yg
cukup lama dengan burning agent. Nekrosis & keganasan organ dapat terjadi.
Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar &
lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air
panas dengan suhu sekitar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yg

32
serupa. Perubahan patofisiologik yg disebabkan oleh luka bakar yg berat
selama awal periode syok luka bakar dapat mencakup hipoperfusi jaringan &
hipofungsi organ yg terjadi sekunder akibat adanya penurunan curah jantung
dengan diikuti oleh adanya fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian
sistemik awal sesudah luka bakar yg berat ialah ketidakstabilan hemodinamika
akibat dari hilangnya integritas kapiler & kemudian terjadi perpindahan suatu
cairan, natrium serta protein dari sebuah ruang intravaskuler kedalam ruang
interstisial.
Curah jantung dapat menurun sebelum perubahan yg signifikan
pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan
cairan & berkurangnya sebuah volume vaskuler, sehingga curah jantung akan
terus turun & terjadi sebuah penurunan tekanan darah. Sebagai respon, sebuah
sistem syaraf simpatik nantinya akan melepaskan ketokelamin yg
meningkatkan vasokontriksi 7 frekuensi denyut nadi. Kemudian vasokontriksi
pembuluh darah perifer dapat menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yg tersebar terjadi dalam
waktu 24 hingga 36 jam pertama setelah luka bakar & mencapai puncaknya
dalam jangka waktu 6-8 jam. Dengan terjadinya sebuah pemulihan integritas
kapiler, syok luka bakar dapat menghilang & cairan dapat mengalir kembali
kedalam kompartemen vasculer, dan volume darah dapat saja meningkat.
Lantaran edema akan bertambah berat pada luka bakar yg melingkar. Tekanan
terhadap pembuluh darah kecil & syaraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi sebuah iskemia. Komplikasi ini
umumnya dinamakan syndrom kompartemen.
Volume darah yg beredar akan menurun secara dramatis pada saat
terjadi sebuah syok luka bakar. Kehilangan cairan akan mencapai 3-5 liter
dalam per 24 jam sebelum luka bakar telah ditutup. Selama terjadinya syok
luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap resusitasi
cairan memiliki variasi. Umumnya hipnatremia terjadi secara cepat setelah
terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan ditemukan sebagai akibat adanya
destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terjadi selanjutnya dengan
berpeindahnya cairan & tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga

33
terjadi anemia akibat adanya kerusakan sel darah merah menyebabkan nilai
hematokrit meninggi disebabkan kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi
yg mencakup adanya trombositopenia & sebuah masa pembekuan serta waktu
protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai adanya hipoksia. Pada luka bakar
berat, konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat
adanya hipermetabolisme & respon lokal. Fungsi dari renal dapat berubah
sebagai akibat dari kurangnya volume darah. Destruksi beberapa sel darah
merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin.
Bila aliran darah disaat melewati tubulus renal tidak memadai, hemoglobin &
mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga menimbulkan adanya nekrosis
akut tubuler & gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan adanya
pelepasan factor-factor inflamasi yg abnormal, perubahan immunoglobulin
serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia.
Imunosupresi membuat pasien luka bakar memiliki risiko tinggi untuk
menglami sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan untuk
mengatur suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu
tubuh dalam kondisi rendah, namun pada beberapa jam berikutnya
menyebabkan hipertermi yg diakibatkan oleh hipermetabolisme

34
Pathway

Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/petir

Masalah Keperawatan:
Biologis LUKA BAKAR Psikologis
 Gangguan Citra Tubuh
 Defisiensi pengetahuan
 Anxietas
Pada Wajah Di ruang tertutup Kerusakan kulit

Kerusakan mukosa Keracunan gas CO Penguapan meningkat


Masalah Keperawatan:

Oedema laring CO mengikat Hb Peningkatan pembuluh  Resiko infeksi


darah kapiler  Nyeri akut
 Kerusakan integritas kulit
Obstruksi jalan nafas Hb tidak mampu
mengikat O2 Ektravasasi cairan (H2O,
Elektrolit, protein) Masalah Keperawatan:
Gagal nafas
Hipoxia otak  Hambatan mobilitas fisik
MK: ketidak Tekanan onkotik menurun.
efektifan pola nafas Tekanan hidrostatik
meningkat
tidak efektif

Cairan intravaskuler
menurun
Masalah Keperawatan:
Hipovolemia dan
hemokonsentrasi  Kekurangan volume cairan
 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

Gangguan sirkulasi

makro

Gangguan perfusi organ penting Gangguan


sirkulasi seluler

Otak Kardiovaskuler Ginjal Hepar GI Neurologi Imun Gangguan


perfusi
Traktus
Hipoxia Kebocoran Hipoxia Pelepasan Gangguan Daya
kapiler katekolamin Dilatasi Neurologi tahan Laju
sel ginjal lambun tubuh metabolisme
Sel otak g menurun meningkat
Penurunan Fungsi Hipoxia Hambahan
mati curah jantung ginjal pertumbuhan
menurun hepatik Glukoneogenesis
Gagal glukogenolisis
Gagal Gagal ginjal Gagal
fungsi jantung hepar
sentral MK:

Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari


MULTI SISTEM ORGAN FAILURE
kebutuhan tubuh

35
4. Manifestasi Klinis

Kedalaman dan Penyebab Bagian Kulit Gejala Penampilan Luka Perjalanan


Luka Bakar Yang terkena Kesembuhan
Derajat Satu Epidermis Kesemuta Memerah;menjadi Kesembuhan
Tersengat matahari Hiperestesia putih jika ditekan lengkap dalam
Terkena Api dengan (super Minimal atau waktu satu minggu
intensitas rendah sensitive) tanpa edema Pengelupasan kulit
Rasa nyeri
mereda jika
didinginkan
Derajat Dua Epidermis dan Nyeri Melepuh, dasar Kesembuhan luka
Tersiram air mendidih Bagian Hiperestesia luka berbintik – dalam waktu 2 – 3
Terbakar oleh nyala api Dermis Sensitif bintik minggu
terhadap udara merah,epidermis Pembentukan
yang dingin retak, permukaan parutdan
luka basah depigmentasi
Edema Infeksi dapat
mengubahnya
menjadi derajat tiga
Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa Kering ;luka Pembentukan eskar
Terbakar nyala api Keseluruhan nyeri bakarberwarna Diperlukan
Terkena cairan Dermis dan Syok putih seperti pencangkokan
mendidihdalam waktu kadang – Hematuri dan badan kulit atau Pembentukan parut
yang lama kadang kemungkinan berwarna gosong. dan hilangnya
Tersengat arus listrik jaringan hemolisis Kulit retak kountur serta fungsi
subkutan Kemungkin dengan bagian kulit.
terdapat luka kulit yang tampak Hilangnya jari
masuk dan edema tangan atau
keluar (pada ekstermitas dapat
luka bakar terjadi
listrik)a

American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori :


a. Luka bakar mayor
 Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih
dari 20% pada anak-anak
 Luka bakar fullthickness lebih dari 20%
 Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum
 Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan
derajat dan luasnya luka

36
 Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi
b. Luka bakar moderat
 Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada
anak-anak
 Luka bakar fullthickness kurang dari 10%
 Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum
c. Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan
Griklak (1992) adalah :
 Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan
kurang dari 10% pada anak-anak
 Luka bakar fullthikness kurang dari 2%
 Tidak terdapat luka luka bakar di daerah wajah, tangan, kaki
 Luka tidak sirkumfer
 Tidak terdapat trauma infeksi, elektrik, fraktur

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium :
1) Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang
banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya
cedera
2) Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan
cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan
yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
3) Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi
4) GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan
cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan
tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.

37
5) Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi
saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
6) Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
7) Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
8) BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
9) Ureum
10) Protein
11) Hapusan Luka
b. Urine Lengkap, dllRontgen : Foto Thorax, dll
c. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
d. CVP : Untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar
lebih dari 30% dewasa dan lebih dari 20% pada anak

6. Komplikasi
a. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
b. Sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya
pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang
melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi
iskemia.
c. Adult Respiratory Distress Syndrome. Akibat kegagalan respirasi terjadi
jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa
pasien.
d. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling. Berkurangnya peristaltic usus dan bising
usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi

38
lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang
terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam
lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi
muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus
curling.
e. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat.
Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status
respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah
janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
f. Gagal ginjal akut. Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan
resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin
terdektis dalam urine.

7. Penatalaksanaan
Pengoabatan luka bakar diberikan berdasarkan luas dan beratnya luka
bakar serta pertimbangan penyebabnya.Resusitasi cairan penting dalam
menangani kehilangan cairan intravascular.Oksigen diberikan melalui masker
atau ventilasi buatan.Luka bakarnya sendiri dapat di tutupi balutan steril basah
atau kering.Penambahan obat topkal dapat juga diindikasikan.Luka baka berat
memerlukan debridement luka dan transpalasi.
Menurut R. Sjamsuhidajat, (2010) Penatalaksanaan medis pada penderita
luka bakar sebagai berikut:
a. Mematikan sumber api
b. Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada seluruh tubuh
(menyelimuti, menutup bagian yang terbakar, berguling, menjatuhkan diri
ke air).
c. Merendam atau mengaliri luka
d. Setelah sumber panas hilang adalah dengan merendam luka bakar dalam air
atau menyiram dengan air mengalir selama kurang lebih 15 menit. Pada
luka bakar ringan tujuan ini adalah untuk menghentikan proses koagulasi
protein sel jaringan dan menurunkan suhu jaringan agar memperkecil

39
derajat luka dan mencegah infeksi sehingga sel-sel epitel mampu
berfoliferasi.
e. Rujuk ke Rumah Sakit
f. Pada luka bakar dalam pasien harus segera di bawa ker Rumah Sakit yang
memiliki unit luka bakar dan selama perjalanan pasien sudah terpasang
infus.
g. Resusitasi
h. Pada luka bakar berat penanganannya sama seperti diatas .namun bila terjadi
syok segera di lakukan resusitasi ABC.
1) Airway Management
a) Bersihkan jalan napas dengan tangan dan mengangkat dagu pada
pasien tidak sadar.
b) Lindungi jalan napas dengan nasofarigeal.
c) Pembedahan (krikotiroldotomi) bila indikasi trauma silafasial/gagal
intubasi.
2) Breathing/Pernapasan
a) Berikan supplement O2.
b) Nilai frekuensi napas dan pergerakkan dinding toraks.
c) Pantau oksimetri nadi dan observasi.
3) Circulation
a) Nilai frekuensi nadi dan karakternya
b) Ambil darah untuk cross match, DPL, ureum dan elektrolit.
c) Perawatan local
Untuk luka bakar derajat I dan II biasa dilakukan perawatan lokal
yaitu dengan pemberian obat topical seperti salep antiseptic contoh
golongan: silver sulfadiazine, moist exposure burn ointment, ataupun
yodium providon.
i. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
j. Resusitasi cairan
Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan
mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Prinsip
pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air

40
yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel tubuh. Pemberian cairan
paling sering adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam setelah terkena luka
bakar. Output urine yang adekuat adalah 0.5-1.5 mL/kgBB/jam
Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah Formula Parkland: 24
jam pertama: cairan Ringer laktat: 4ml/kgBB/%luka bakar
 Contohnya pria dengan berat 80kg dengan luas luka bakar 25%
membutuhkan cairan : (25) × (80 kg) × ( 4 ml) = 8000 ml dalam 24 jam
pertama
 ½ jumlah cairan 4000 ml diberikan 8 jam, ½ jumlah cairan sisanya
4000 ml diberikan 16 jam berikutnya
k. Monitor urine dan CVP.
l. Topikal dan tutup luka
1) Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan
nekrotik.
2) Tulle.
3) Silver sulfa diazin tebal.
4) Tutup kassa tebal.
5) Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.

41
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Kasus
Ny.T (25 tahun) berjenis kelamin perempuan,suku jawa,beragama
islam,pendidikan terakhir SD dan perkerjaan sebagai IRT. Pada tanggal 01
Oktober 2018 terjadi ledakan kompor yang menyebabkan luka bakar pada pasien,
luka bakar pada daerah leher bagian dada, perut lengan kanan dan kiri dan paha.
Pada saat itu pasien sedang memasak sate di dapur, lalu minyak didalam kompor
habis, ketika itu pasien ingin menambah minyak kedalam kompor namun ketika
pasien memasukkan minyak kedalam kompor tiba-tiba kompor meledak dan
mengenai tubuh dan wajah pasien, lalu keluarga pasien langsung membawa
pasien ke rumah sakit umum pusat haji Adam Malik Medan dan setelah tiba di
IGD, pasien langsung ditangani dan dilakukan pencucian luka (debridemen). Lalu
setelah luka pasien dibersihkan pasien dibawa keruang RB2B. Pasien dirawat dan
dilakukan pencucian luka (debridemen) hingga beberapa kali hampir setiap hari,
hingga sampai saat dilakukan pengkajian pada tanggal 02 Oktober 2018 terlihat
luka pasien sudah mulai mengering namun pasien masih mengeluh nyeri dan
panas pada daerah luka yang dirasakan terus-menerus. TD : 120/80 mmHg RR :
36 x/i Suhu : 36,7o C RR : 82 x/i. Pasien didiagnosa medis luka bakar derajat II.

B. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Status perkawinan : kawin
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Alamat : Kamp. Skip, Gang Ampera, Lubuk Pakam
Golongan darah :B

42
Tanggal masuk : 01 Oktober 2018
No. RM : 44 – 53- 98
Diagnosa : luka bakar derajat II
Tanggal pengkajian : 02 Oktober 2018

Penanggung Jawab
Nama : Tn. S
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Suku : Jawa
Agama : Islam
Hubungan dengan pasien : suami
Pekerjaan : wiraswasta
Alamat : Kamp. Skip, Gang Ampera, Lubuk Pakam

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Masuk RS
Pada tanggal 01 Oktober 2018 terjadi ledakan kompor yang
menyebabkan luka bakar pada pasien, luka bakar pada daerah leher bagian
dada, perut lengan kanan dan kiri dan paha. Pada saat itu pasien sedang
memasak sate di dapur, lalu minyak didalam kompor habis, ketika itu pasien
ingin menambah minyak kedalam kompor namun ketika pasien
memasukkan minyak kedalam kompor tiba-tiba kompor meledak dan
mengenai tubuh dan wajah pasien, lalu keluarga pasien langsung membawa
pasien ke rumah sakit umum pusat haji Adam Malik Medan dan setelah tiba
di IGD, pasien langsung ditangani dan dilakukan pencucian luka
(debridemen). Lalu setelah luka pasien dibersihkan pasien dibawa keruang
RB2B. Pasien dirawat dan dilakukan pencucian luka (debridemen) hingga
beberapa kali hampir setiap hari, hingga sampai saat dilakukan pengkajian
pada tanggal 02 Oktober 2018 terlihat luka pasien sudah mulai mengering
namun pasien masih mengeluh nyeri dan panas pada daerah luka.
b. Keluhan Utama

43
P : luka bakar pada daerah leher bagian dada, perut lengan kanan dan kiri
dan paha
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : luka bakar pada daerah leher bagian dada, perut lengan kanan dan kiri
dan paha
S : skala nyeri sedang ( 3-4)
T : terus-menerus
3. Riwayat Kesehatan yang lalu
Pasien tidak pernah menderita penyakit serius dapat DM, hipertensi dan
lainnya. Pasien hanya pernah menderita penyakit demam, pusing dan pasien
hanya membeli obat diwarung. Pasien tidak pernah melakukan operasi dan
tidak ada alergi terhadap makanan atau obat-obatan.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga pasien tidak pernah menderita penyakit serius. Anggota
keluarga yang meninggal adalah ibu pasien tidak ada penyebab yang serius dan
abang pasien juga meninggal karena sakit demam.

Genogram

: Laki – laki : Pasien

: Perempuan

44
5. Riwayat psikologi dan spiritual
a. mekanisme koping terhadap stress : dengan tidur dan minum obat
b. persepsi pasien terhadap penyakit
 Hal yang dipikirkan saat ini : sembuh dan pulang ke rumah
 Harapan setelah menjalani perawatan : aktivitas kembali normal
 Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit : badan lemas dan tak
berdaya
c. sistem nilai keprcayan
 Aktivitas agama : beribadah
 Nilai yang bertentangan : tidak ada

6. Pola kebiasaan sehari-hari


a). Pemenuhan nutrisi dan cairan
 Sebelum sakit
• Makan 3x sehari
• jenis nasi biasa, tidak ada kesulitan dalam makan
• minum : ± 2000-2500 cc/hari , jenis air putih, berat badan 63 kg -
Pemenuhan nutrisi cairan
 Saat sakit
• Makan 3x sehari
• Jenis : MB, TKTP, nafsu makan menurun, jenis makanan pantangan
tidak ada makanan yang disajikan habis ½ porsi
• Minum : 2000 – 2500 CC/hari
Jenis : air putih
Berat badan : 57 kg

b). Eliminasi

 Sebelum sakit
- BAK : ± 1500 CC
Warna kuning jernih, tidak ada kesulitan
- BAB : frekuensi 1 kali/hari
Warna kuning, konsistensi lunak, tidak ada kesulitan Eliminasi

45
 Saat sakit
- BAK : ± 1500 CC
Warna kuning jernih, tidak ada kesulitan, berbau khas
- BAB : frekuensi 1 kali/hari
Warna kuning, konsistensi lunak, tidak ada kesulitan

c). Pada istirahat tidur

 Sebelum sakit
Tidur malam 6 – 7 jam
Tidur siang 1 – 2 jam
Tidak ada kesulitan Pada istirahat tidur
 Saat sakit
Tidur malam 4 – 6 jam
Tidur siang 1 jam
Ada kesulitan yaitu adanya luka bakar pada tubuh

d). Aktivitas fisik dan personal hygiene

 Sebelum sakit
- Duduk – duduk dirumah Aktivitas
- Keadaan umum lemah, tidak ada melakukan aktivitas
Kebersihan diri
- Mandi 2x sehari, menggosok gigi 2x sehari, pemeliharaan kuku
teratur, mencuci rambut setiap hari Kebersihan diri/personal hygiene
 Saat sakit
- Mandi tidak pernah
- Menggosok gigi 1 x sehari
Pemeliharaan kuku tidak teratur, mencuci rambut 1x seminggu
dengan bantuan perawat dan keluarga

7. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien lemah dan kesadaran compos mentis.
Tanda-tanda vital

46
TD : 120/80 mmHg RR : 36 x/i
Suhu : 36,7o C RR : 82 x/i
Pemeriksaan struktur organ dan fungsi
1) Kepala dan rambut
 Kepala berbentuk bulat, ubun-ubun simetris, kulit kepala sedikit terlihat
kotor, warna rambut hitam.
 Wajah berbentuk oval dan warna kulit sawo matang
2) Penginderaan
 Mata
Pupil isokor, refleks cahaya positif, konjungtiva tampak merah muda,
dan sklera putih, palpebra tidak ada oedem, pergerakan bola mata
normal, stabismus tidak ada, ketajaman penglihatan normal, pasien
tidak menggunakan alat bantu.
 Hidung
Bentuk hidung normal, ketajaman penciuman normal, yaitu klien dapat
membedakan bau wangi dan busuk.
 Telinga
Bentuk telinga normal, ketajaman pendengar normal, klien dapat
mendengar gesekan rambut, sekret tidak ada, serum dalam batas
normal.
3) Pencernaan
 Mulut
Mulut bersih, mukosa lembab, bentuk bibir normal, tidak ada kelainan,
lidah tampak kotor, gigi kotor dan ada caries
 Tenggorokan
Tidak ada kesulitan menelan dan tidak dijumpai pembesaran tonsil
 Abdomen
Bentuk abdomen normal simetris kanan/kiri, tidak dijumpai massa,
peristaltik 10 – 12 x/i
 Respirasi
Bentuk dada normal tidak ada kelainan, pola nafas teratur, retraksi otot
bantu nafas tidak ada, dan tidak ditemukan adanya nyeri ketok

47
 Vokal fremitus normal, diafragma normal, dan suara pernafasan
vesikuler.
4) Kardiovaskuler
Tidak ada nyeri dada, irama jantung teratur, dan tidak ada cyanosis dan
clubbing finger
5) Endoktrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar parotis
6) Genitaurinaria
Bentuk alat kelamin normal, tidak ada kelainan
7) Persyarafan
Keadaan composmentis, GCS 15, dapat berorientasi dengan orang, nyeri
kepala tidak ada
8) Muskuloskletal dan integumen
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot 4
Keadaan kulit basah pada daerah luka bakar, pada kulit tampak merah dan
ada kekauan sendi pada :
a. Leher
b. Ektremitas atas
c. Ektremitas bawah
 Pada saat melakukan pergerakan
 Pada bagian abdomen terdapat luka bakar luas 9%

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Normal 02/10/2018
Darah lengkap 11,7 – 15,5
Hemoglobin (HGB) 4,20 – 4,87
Eritrosit (RBC) 4,50 – 11,0
Leukosit (WBC) 38 - 44
Hematokrit 150 – 450
Trombosit Lk :<38, Pr:<32
SGOT (AST) Lk :<40, Pr:<31
SGPT (ALT) 3,5 – 5,0

48
Albumin 135 – 155
Natrium 3,6 – 5,5
Kalium 96 – 106
Clorida < 50
Ureum 0,50 – 0,90
Kreatinin

9. Therapy
a. Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam Anti infeksi Tukak lambung
b. Inj. Ketorolac 1 gr/8 jam Anti nyeri Luka lambung, GGA, gagal hati
c. Tramadol 50 mg/8 jam Anti nyeri akut dan kronik yang berat Gangguan
fungsi ginjal
d. Mebo salep
e. Supratul

10. Woc

Bahan Kimia Ledakan kompor gas

LUKA BAKAR

Biologis

Kerusakan kulit

Masalah Keperawatan:
 Nyeri akut
 Kerusakan integritas kulit

Masalah Keperawatan:
 Hambatan mobilitas fisik

49
C. Analisa data
No Data Etiologi Masalah
1. DS: Pasien mengatakan Bahan Kimia Nyeri akut
nyeri pada daerah luka
bakar Luka bakar

DO: - Adanya luka bakar Biologis


pada daerah leher bagian
dada, perut lengan kanan Kerusakan kulit
dan kiri dan paha
P : luka bakar pada daerah Nyeri akut
leher bagian dada, perut
lengan kanan dan kiri dan
paha
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : luka bakar pada daerah
leher bagian dada, perut
lengan kanan dan kiri dan
paha
S : skala nyeri sedang ( 3-4)
T : terus-menerus
TTV:
TD : 120/80 mmHg RR : 36
x/i
Suhu : 36,7 ºC RR : 82 x/i
2. DS : Pasien mengatakan Bahan Kimia Kerusakan
terkena ledakan kompor saat integritas kulit
memasak Luka bakar

DO : Adanya luka pada Biologis


bagian badan, lengan kanan
dan kiri, paha sudah mulai Kerusakan kulit

50
tumbuh jaringan baru
kemerah-merahan Kerusakan integritas kulit

TTV:
TD : 120/80 mmHg RR : 36
x/i
Suhu : 36,7 ºC RR : 82 x/i
3 DS : Pasien mengatakan Bahan Kimia Hambatan
leher dan ekstermitas atas mobilitas fisik
dan bawah sulit digerakkan Luka bakar
DO : Adanya kaku sendi
pada daerah : Biologis
• Leher
• Ekstremitas atas Kerusakan kulit
• Ekstremitas bawah
• Axsila Nyeri akut
• Skala otot 4 Hambatan mobilitas fisik

TTV:
TD : 120/80 mmHg RR : 36
x/i
Suhu : 36,7 ºC RR : 82 x/i

D. Diagnose keperawatan
1. Nyeri akut b.d saraf yang terbuka
2. Kerusakan integritas kulit b.d luka bakar terbuka
3. Gangguan mobilitas fisik b.d agen cedera

51
E. Intervensi keperawatan
Nama pasien : Ny.T
No RM : 44 – 53- 98
Diagnosa Medis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut b.d saraf yang Noc Nic
terbuka - pain level dan control - atur posisi yang nyaman bagi
- comfront level pasien
Kriteria hasil - observasi ttv
- mampu mengontrol nyeri - kaji skala nyeri
- melsporkan bahwa nyeri - ajarkan teknik nonfarmakologi
brerkurang dengan menggunakan ( rileksasi atau pengalihan
manajemen nyeri perhatian )
- mampu mengenali nyeri - berikan lingkungan yang
- menyatankan rasa nyaman setelah nyaman dan tenang
nyeri berkurang - kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik untuk
mengatasi nyeri

Kerusakan integritas kulit Noc Nic


b.d luka bakar terbuka - tissue integrity : skin and mucous - anjurkan pasien untuk
- membranes menggunakan pakaian yang
- hemodyalis akses longgar
Kriteria hasil - hindari kerutan pada tempat
- integritas kulit yang baik bisa tidur
dipertahankan - anjurkan untuk menjaga
- perfusi jaringan baik kebersihan kulit agar tetap bersih
- menunjukan pemahaman dalam dan kering
proses perbaikan kulit dan mencegah - mobilisasi pasien
cedera berulang - monitor kulit akan adanya
- mampu melindungi kulit dan kemerahan
mempertahankan kelembaban kulit - oleskan lotion atau minyak /
dan perawatan alami baby oil pada daerah yang

52
tertekan
- monitor status nutrisi pasien
Monitor danda dan gejala infeksi
pada area insisi
-monitor kesembuhan area insisi
- bersihan area sekitar luka
- ganti balutan pada interval
waktu yang sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka ( tidak
dibalut) sesuai program

Gangguan mobilitas fisik Noc Nic


b.d agen cedera - joint movement : active -monitor ttv pasien sebelum dan
- mobility level sesudah melakukan aktivitas
- self care : adls -kaji kemampuan pasien dalam
- transfer performance mobilisasi
Kriteria hasil Berikan latihan rom
- Klien meningkat dalam aktivitas -ajarkan pasien bagaimnana
fisik merubah posisi dan berikan
- mengerti tujuan dari peningkatan bantuan jika diperlukan
mobilitas - ajarkan pasien tentang teknik
- memverbalisasikan perasaan dalam ambulasi
meningkatkan kekuatan dan - monitor tonus otot
kemampuan berpindah - anjurkan keluarga untuk
- memperagakan penggunaan alat memberikan dukungan dan
- bantu untuk mobilisasi ( walker motivasi serta perhatian pada
pasien
- konsultasi dengan terapi fisik
tentag rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan

53
F. Catatan perkembangan
Hari / Tanggal : rabu / 02 oktober 2018
Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi
Nyeri akut b.d saraf -mengkaji nyeri secara S : DS: Pasien mengatakan
yang terbuka komperhensif (P : luka bakar nyeri pada daerah luka bakar
pada daerah leher bagian dada, O: - Adanya luka bakar pada
perut lengan kanan dan kiri dan daerah leher bagian dada, perut
paha ,Q : seperti ditusuk-tusuk, R lengan kanan dan kiri dan paha
: luka bakar pada daerah leher P : luka bakar pada daerah
bagian dada, perut lengan kanan leher bagian dada, perut lengan
dan kiri dan paha, S : skala nyeri kanan dan kiri dan paha
sedang Q : seperti ditusuk-tusuk
( 3-4), T : terus-menerus) R : luka bakar pada daerah
- mengatur posisi nyaman bagi leher bagian dada, perut lengan
pasien kanan dan kiri dan paha
- mengobservasi TTV S : skala nyeri sedang ( 3-4)
TD : 120/80 mmHg RR : 36 x/i T : terus-menerus
Suhu : 36,7 ºC RR : 82 x/i
- mengajarkan teknik rileksasi TTV:
atau dengan mengalihkan TD : 120/80 mmHg RR : 36 x/i
perhatian Suhu : 36,7 ºC RR : 82 x/i
- kolaborasi dengan dokter untuk A : masalah belum teratasi
pemberian analgetik untuk P : intervensi dilanjutkan
mengatasi nyeri
Kerusakan integritas - menganjurkan pasien untuk S : DS : Pasien mengatakan
kulit b.d luka bakar menggunakan pakaian yang terkena ledakan kompor saat
terbuka longgar memasak
- menghindari kerutan pada O : Adanya luka pada bagian
tempat tidur badan, lengan kanan dan kiri,
- menganjurkan untuk menjaga paha sudah mulai tumbuh
kebersihan kulit agar tetap bersih jaringan baru kemerah-
dan kering merahan

54
- Memobilisasi pasien
- monitor kulit akan adanya TTV:
kemerahan TD : 120/80 mmHg RR : 36 x/i
- mengoleskan lotion atau minyak Suhu : 36,7 ºC RR : 82 x/i
/ baby oil pada daerah yang A : masalah belum teratasi
tertekan P : intervensi dilanjutkan
- memonitor status nutrisi pasien
-Memonitor tanda dan gejala
infeksi pada area insisi
-memonitor kesembuhan area
insisi
- membersihkan area sekitar luka
- mengganti balutan pada interval
waktu yang sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka ( tidak dibalut)
sesuai program
Gangguan mobilitas fisik - memonitor TTV pasien sebelum S : Pasien mengatakan leher
b.d agen cedera dan sesudah melakukan aktivitas dan ekstermitas atas dan bawah
- mengkaji kemampuan pasien sulit digerakkan
dalam mobilisasi O : Adanya kaku sendi pada
- memberikan latihan ROM daerah :
- mengajarkan pasien bagaimnana • Leher
merubah posisi dan berikan • Ekstremitas atas
bantuan jika diperlukan • Ekstremitas bawah
- mengajarkan pasien tentang • Axsila
teknik ambulasi • Skala otot 4
- memonitor tonus otot
-menganjurkan keluarga untuk TTV:
memberikan dukungan dan TD : 120/80 mmHg RR : 36 x/i
motivasi serta perhatian pada Suhu : 36,7 ºC RR : 82 x/i
pasien A : masalah belum teratsi
P : intervensi dilanjutkan

55
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Iritasi kulit adalah masalah kulit yang dapat disebakan karena udara terlalu
lembab atau karena kulit bersentuhan langsung dengan bahan kimia. Urtikaria
adalah penonjolan di atas permukaan kulit akibat edema setempat dan dapat
hilang perlahan-lahan, misalnya pada dermatitis medikamentosa, dan gigitan
serangga (Saripati Penyakit Kulit halaman 3).
Luka tekan (pressure ulcer) adalah kerusakan jaringan akibat adanya
penekanan antara jaringan lunak tipis dengan daerah tulang menonjol pada
permukaan yang keras, dalam jangka waktu yang panjang dan terus menerus
(tempat tidur/ kursi roda). Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan
jaringan dibawah kulit yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area
tersebut (Ratna Kalijana, 2008).
Trauma pada kulit adalah kondisi dimana kulit atau beberapa lapisan
jaringan epithelial mengalami trauma atau lesi fisik, dapat berupa open cut,
terbakar, rupture, nyeri, dan lain-lain. Luka bakar adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api,
air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. (Smeltzer, suzanna, 2002).

B. Saran
Diharapkan perawat dapat meningkatkan pelayanan kesehatan, dengan
memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga pasien tentang
penyakit pada sistem integumen anatara lain iritasi pada kulit, pressure ulcer dan
trauma pada kulit, cara pencegahan penularan oleh keluarga, dan cara merawat
pasien dirumah, sehingga diharapkan keluarga mendapatkan wawasan lebih baik
tentang penyakit pada sistem integumen.

56

Anda mungkin juga menyukai