Njgcgvyjn
Njgcgvyjn
ISI
KASUS
2.1 Pengertian
Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini
diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit atau nyeri
telan, pilek, batuk kering atau berdahak (RISKESDAS, 2013).
B. Prevalensi
Prevalensi adalah bagian dari studi epidemiologi yang membawa pengertian jumlah
orang dalam populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada
suatu tempoh waktu dihubungkan dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal.
Prevalensi memberitahukan tentang derajat penyakit yang berlangsung dalam populasi
pada satu titik waktu (Timmereck, 2001).
C. Insidensi
Insidensi merupakan jumlah kasus baru suatu penyakit yang muncul dalam satu
periode waktu dibandingkan dengan unit populasi tertentu dalam periode tertentu.
Insidensi memberitahukan tentang kejadian kasus baru (Timmereck, 2001).
D. Determinan Kesehatan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada
anak. ISPA yang berat jika masuk kejaringan paru-paru dapat menjadi pneumonia. WHO
memperkirakan insiden ISPA di negara berkembang dengan angka kematian balita diatas 40
per 1000 kelahiran hidup adalah 15-20% pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO
kurang lebih 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian
tersebut terdapat di negara berkembang, dimana ISPA merupakan salah satu penyebab utama
kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (Dongky dan Kadrianti, 2016)
Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam menentukan penyakit ISPA dan
pneumonia di Indonesia adalah masih terbatasnya data yang dapat dipercaya dan mutakhir.
Hal ini disebabkan penyakit ISPA merupakan kelompok penyakit yang dapat menginfeksi
pada berbagai lapisan masyarakat dan di berbagai daerah dengan letak geografis yang
berbeda. Indonesia sebagai daerah berpotensi menjadi daerah endemik dari beberapa penyakit
infeksi yang setiap saat dapat menjadi acaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh
geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kasus maupun kematian penderita akibat
ISPA, misalnya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh asap karena kebakaran hutan,
gas buangan yang berasal dari sarana transpotasi dan polusi udara dalam rumah karena asap
dapur, asap rokok, perubahan iklim global antara lain perubahan suhu udara, kelembaban,
dan curah hujan merupakan acaman kesehatan terutama pada penyakit ISPA (Endah et al,
2009).
Penyakit ISPA menduduki peringkat pertama pada pola penyakit pasien rawat di RS
awat di RS tahun 2005. Angka kesakitan penduduk tersebut diperoleh melalui studi
morbiditas, dan hasil pengumpulan data dari dinkes kabupaten/koota yang diperoleh dari
pencatatain dan pelaporan sarana kesehatan bahwa 10 penyakit terban alt pada pasien rawat
jalan di rumah sakit (Endah et al, 2009).
Pada umumnya penyakit ISPA banyali terjadi pada anak - analt diperkirakan Balita di
Indonesia rata - rata mengalami sakit batult dan pilek 3 sampai 6 kali pertahun. WHO
memperltirakan Kejadian pneumonia di Indonesia pada balita diperkiraltan 10 - 20 %
pertahun (Endah et al, 2009)
Kasus ISPA terbanyak terjadi di India 43 juta, China 21 juta, Pakistan 10 jutadan
Bangladesh, Indonesia, masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus yang terjadi di
masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. ISPA merupakan
salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit
(15%-30%) (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen
P2PL, 2011).
Di Indonesia kasus ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian bayi.
Sebanyak 36,4% kematian bayi pada tahun 2008 (32,1%) pada tahun 2009 (18,2%) pada
tahun 2010 dan38,8% pada tahun 2011 disebabkan karena ISPA. Selain itu, ISPA sering
berada pada daftar sepuluh penyakit terbanyak penderitanya di rumah sakit. Berdasarkan data
dari P2 program ISPA tahun 2009, cakupan penderita ISPA melampaui target 13,4%, hasil
yang diperoleh 18.749 penderita. Survei mortalitas yang dilakukan Subdit ISPA tahun 2010
menempatkan ISPA sebagai penyebab terbesar kematian bayi di Indonesia dengan persentase
22,30% dari seluruh kematian balita (Depkes RI, 2012).
Riskesdas 2013 prevalensi nasional ISPA adalah 25,0%. Sebanyak lima provinsi
dengan prevalensi ISPA tertinggi, yaitu Nusa Tenggara Timur 41,7%, Papua 31,1%, Aceh
30,0%, Nusa Tenggara Barat 28,3%, dan Jawa Timur 28,3%. Penduduk dengan ISPA yang
tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun 25,8%. Sedangkan Prevalensi ISPA di
provinsi Sulawesi Barat sebesar 20,9%. Kasus ISPA tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-
4 tahun Balita sebesar 35%. (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).
2.3 Prevalensi
Period prevalence ISPA dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir. Lima provinsi
dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh
(30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%) (RIKESDAS,
2013).
Pada Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi tertinggi
dengan ISPA (RIKESDAS, 2013).
Period prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25,0%) tidak jauh
berbeda dengan 2007 (25,5%) (RIKESDAS, 2013).
Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4
tahun (25,8%) (RIKESDAS, 2013).
Menurut jenis kelamin, tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan (RIKESDAS,
2013).
Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks
kepemilikan terbawah dan menengah bawah (RIKESDAS, 2013).
2.4 Insidensi
Propinsi Sumatera Barat menempati urutan 7 kejadian ISPA terbanyak. Pada tahun
2015 tercatat kasus ISPA pada balita sebanyak 11.326 kasus (22,94%), kemudian pada tahun
2016 kasus ISPA pada balita meningkat menjadi 13.384 (27,11%). Kabupaten Sijunjung
menduduki peringkat ke 6 sebagai daerah penderita ISPA balita terbanyak dari seluruh
Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Barat yaitu sebanyak 15.123 kasus (40,9%).
a. Berdasarkan Kesehatan
Tenaga kesehatan
o Ikut andil (Aktif) : Adanya kolaborasi tenaga kesehatan
o Pasif
Tempat tinggal
o Perdesaan : Berdasarkan sanitasi fasilitas kesehatan
o Perkotaan : Berdasarkan sanitasi fasilitas kesehatan
Promotif
o Secara langsung
o Secara tidak langsung
Fasilitas Kesehatan
o Jauh : Memerlukan waktu yang lama, sehingga malas berkunjung
o Dekat
o Lengkap
b. Berdasarkan Terapi
Terapi Non-Farmakologi
o Harga mahal
o Efek kerja cepat : Karena alat dan teknologi yang canggih
o Diet/asupan makanan
o Butuh fasilitas kesehatan untuk pengadaan
Farmakologi
o Butuh fasilitas kesehatan untuk pengadaan
o Butuh tenaga kesehatan
o Harus ada diagnosa dan pemeriksaan lanjutan
o Butuh kepatuhan dan pemantauan
c. Berdasarkan Individu
Pendidikan
o Tidak tau : Salah asupan gizi, salah pemahaman terhadap penyakit
sehingga menyebabkan salah tindakan dalam pengobatan
o Tau : Menjaga kesehatan
Kemauan
o Mau menjaga kesehatan
o Tidak mau menjaga kesehatan
Budaya dan agama
o Makan daging
o Makan sayur
Lingkungan
o Gaya hidup
o Pola makanan
d. Berdasarkan Fisiologis
Komorbiditas
o Pneumonia : Radang paru yang disebabkan oleh bakteri denngan gejala
panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat, sesak dan gejala lainnya.
2.6 Determinan
Variabel individu
Meliputi jenis kelamin, dan umur menurut literatur jenis kelamin dan umur perlu
diukur. Jenis kelamin ada hubungannya dengan teori genetik yang menyebutkan
adanya struktur perbedaaan gen laki - laki dan perempuan yang dapat
menyebabkan respon terhadap penyakit. Sedangkan faktor umur ada
hubungannya dengan resiko dan imunitas yang terjadi pada setiap kelompok umur
misalnya semakin tua imunitasnya semakin menurun (Endah et al, 2009).
Variabel pendidikan
Merupakan indikator pengetahuan dan perilaku yang berhubungan dengan
kesadaran individu terhadap kesehatan (Endah et al, 2009).
Variabel pekerjaan
Berhubungan dengan keterpaparan penyakit akibat pekerjaannya misalkan
kelompok pekerjaan tertentu akan berhubungan dengan keterpaparan akibat
pekerjaannya sehingga berhubungan dengan faktor risiko terhadap penyakit
tertentu misal pekerja pabrik baja akan berbeda keterpaparannya terhadap
penyakit dengan pekerja di peternakan ayam dan lain lain (Endah et al, 2009).
Variabel status ekonomi
Akan berhubungan dengan perilaku seseorang dalam menentukan prioritas
kebutuhan hidup dan mempertimbangkan persoalan kesehatan. Beberapa
kolompok ekonomi rendah banyak menderita penyakit tertentu (Endah et al,
2009).
Variabel akses pelayanan
Kesehatan berhubungan dengan kemudahan dan kecepatan indivudu dalam
mengantisipasi terjadinya penyakit untuk segera mendapat pengobatan (Endah et
al, 2009).
promosi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, dan kurangnya contoh teladan dari
kesehatan. Sebesar 69,6% tau lokasi rumah sakit dan puskesmas pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013, Riset Kesehatan Dasar 2013.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.