Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi ini,segala bidang kehidupan sedang mengalami perkembangan
bahkan kemajuan.Salah satunya adalah bidang pelayanan kesehatan.bidang pelayanan
kesehatan tidak hanya sarana dan prasarana yang mengalami kemajuan,tetapi juga
profesionalisme dari tenaga kesehatan.
Lingkungan kesehatan seperti rumah sakit,perawat akan berhadapan dengan klien
dan tenaga kesehatn lainnya.Oleh karena itu,Perawat harus terus meningkatkan
profesionalismenya, yaitu meningkatkan perilaku caring.
Caring bukan semata-mata perilaku. Caring adalah cara yang memiliki makna dan
memotivasi tindakan. Caring juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan
memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan
keselamatan klien (Carruth et all, 1999).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian caring consept secara umum dalam keperawatan ?
2. Bagaimana perbedaan antara caring dan curing consept ?
3. Apa saja prilaku caring yang dapat ditemui dalam tatanan pelayanan kesehatan?
4. Apa pengertian transkultural nursing ?
5. Apa saja contoh-contoh aplikasi traskultural nursing pada beberapa masalah
kesehatan ?
6. Bagaimana penerapan caring pada klien dengan HIV-AIDS?
1.3 Tujuan
Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah keperawatan
HIV-AIDS, menambah wawasan tentang Konsep Caring di Sepanjang Rentang
Kehidupan, agar kami mahasiswa mengerti tentang bagaimana perilaku caring dalam
proses dan praktik keperawatan, dan sebagai salah satu sarana belajar mahasiswa

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Caring Secara Umum
Secara bahasa, istilah caring diartikan sebagai tindakan
kepedulian. Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, serta suatu perasaaan
empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi.
Pengertian caring berbeda dengan care. Care adalah fenomena yang
berhubungan dengan orang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku kepada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian
untuk memenuhi kebutuhan aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan
kualitas kehidupan manusia. Sedangkan caring adalah tindakan nyata dari care yang
menunjukkan suatu rasa kepedulian.
Terdapat beberapa pengertian caring menurut beberapa ahli, antara lain :
1. Florence nightingale (1860) : caring adalah tindakan yang menunjukkan
pemanfaatan lingkungan pasien dalam membantu penyembuhan, memberikan
lingkungan bersih, ventilasi yang baik dan tenang kepada pasien.
2. Delores gaut (1984) : caring tidak mempunyai pengertian yang tegas, tetapi ada
tiga makna dimana ketiganya tidak dapat dipisahkan, yaitu perhatian, bertanggung
jawab, dan ikhlas.
3. Crips dan Taylor (2001) : caring merupakan fenomena universal yang
mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku dalam
hubungannya dengan orang lain.
4. Rubenfild (1999) : caring yaitu memberikan asuhan, tanggunggung jawab, dan
ikhlas.
5. Crips dan Taylor (2001) : caring merupakan fenomena universal yang
mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku dalam
hubungannya dengan orang lain.
6. Rubenfild (1999) : caring yaitu memberikan asuhan, dukungan emosional pada
klien, keluarga, dan kerabatnya secara verbal maupun nonverbal.
7. Jean watson (1985) : caring merupakan komitmen moral untuk melindungi,
mempertahankan, dan meningkatkan emosional pada klien, keluarga, dan
kerabatnya secara verbal maupun nonverbal.

2
8. Jean watson (1985) : caring merupakan komitmen moral untuk melindungi,
mempertahankan, dan meningkatkan martabat manusia.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dipersingkat bahwa pengertian caring
secara umum adalah suatu tindakan moral atas dasar kemanusiaan, sebagai suatu
cerminan perhatian, perasaan empati dan kasih sayang kepada orang lain, dilakukan
dengan cara memberikan tindakan nyata kepedulian, dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas dan kondisi kehidupan orang tersebut. Caring merupakan inti
dari keperawatan.
A. Persepsi Klien Tentang Caring
Penelitian tentang persepsi klien penting karena pelayanan kesehatan
merupakan fokus terbesar dari tingkat kepuasan klien. Jika klien merasakan
penyelenggaraan pelayanan kesaehatan bersikap sensitif, simpatik, merasa kasihan,
dan tertarik terhadap mereka sebagai individu, mereka biasanya menjadi teman
sekerja yang aktif dalam merencanakan perawatan ( Attree, 2001 ). Klien dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa mereka semakin puas saat perawat melakukan
caring.
Biasanya klien dan perawat melakukan persepsi yang berbeda tentang caring (
Mayer, 1987; Wolf, Miller, dan Devine, 2003 ). Untuk alasan tersebut, fokuskan pada
membangun suatu hubungan yang membuat perawat mengetahui apa yang penting
bagi klien. Contoh, perawat mempunyai klien yang takut untuk dipasang kateter
intravena, perawat tersebut adalah perawat yang belum terampil dalam memasukkan
kateter intravena. Perawat tersebut memutuskan bahwa klien akan lebih diuntungkan
jika dibantu oleh perawat yang sudah terampil daripada memberikan penjelasan
prosedur untuk mengurangi kecemasan. Dengan mengetahui siapa klien, dapat
membantu perawat dalam memilih pendekatan yang paling sesuai dengan kebutuhan
klien.
B. Etika Pelayanan
Watson ( 1988 ) menyarankan agar caring sebagai suatu sikap moral yang
ideal, memberikan sikap pendirian terhadap pihak yang melakukan intervensi seperti
perawat. Sikap pendirian ini perlu untuk menjamin bahwa perawat bekerja sesuai
standar etika untuk tujuan dan motivasi yang baik. Kata etika merujuk pada kebiasaan
yang benar dan yang salah. Dalam setiap pertemuan dengan klien, perawat harus
mengetahui kebiasaan apa yang sesuai secara etika. Etika keperawatan bersikap unik,

3
sehingga perawat tidak boleh membuat keputusan hanya berdasarkan prinsip
intelektual atau analisis.
Etika keperawatan berfokus pada hubungan antara individu dengan karakter
dan sikap perawat terhadap orang lain. Etika keperawatan menempatkan perawat
sebagai penolong klien, memecahkan dilema etis dengan cara menghadirkan
hubungan dan memberikan prioritas kepada klien dengan kepribadian khusus.

C. Nurse Caring Behavior


1. Persepsi klien wanita ( Riemen, 1986 )
a. Berespon terhadap keunikan klien
b. Memahami dan mendukung perhatian klien
c. Hadir secara fisik
d. Memiliki sikap dan menunjukkan prilaku yang membuat klien merasa dihargai
sebagai manusia
e. Kembali ke klien dengan sukarela tanpa diminta
f. Menunjukkan perhatian yang memberi kenyamanan dan merelaksasi klien
g. Bersuara halus dan lembut
h. Memberi perasaan nyaman
2. Persepsi klien pria ( Riemen, 1986 )
a. Hadir secara fisik sehingga klien merasa dihargai
b. Kembali ke klien dengan sukarela tanpa diminta
c. Membuat klien merasa nyaman, relaks, dan aman
d. Hadir untuk memberi kenyamanan dan memenuhi kebutuhan klien sebelum
diminta
e. Menggunakan suara dan sikap yang baik, halus, lembut dan menyenangkan
3. Persepsi klien kanker dan keluarga ( Mayer, 1986 )
a. Mengetahui bagaimana memberikan injeksi dan mengelola peralatan
b. Bersikap ceria
c. Mendorong klien untuk menghubungi perawat bila klien mempunyai masalah
d. Mengutamakan atau mendahulukan kepentingan klien
e. Mengantisipasi pengalaman pertama adalah yang terberat
4. Persepsi klien dewasa yang dirawat ( Brown, 1986 )
a. Kehadirannya menentramkan hati
b. Memberikan informasi

4
c. Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan profesional
d. Mampu menangani nyeri atau rasa sakit
e. Memberi waktu yang lebih banyak dari yang dibutuhkan
f. Mempromosikan otonomi
g. Mengenali kualitas dan kebutuhan individua
h. Selalu mengawasi klien

5. Persepsi dari keluarga


a. Jujur
b. Memberikan penjelasan dengan jelas
c. Selalu menginformasikan keluarga
d. Mencoba untuk membuat klien nyaman
e. Menunjukkan minat dalam menjawab pertanyaan
f. Memberikan perawatan emergensi bila perlu
g. Menjawab pertanyaan anggota keluarga secara jujur, terbuka dan ikhlas
h. Mengijinkan klien melakukan sesuatu untuk dirinya sebisa mungkin
i. Mengajarkan keluarga cara memelihara kondisi fisik yang lebih nyaman

2.2 Perbedaan Caring dan Curing


Keperawatan sebagai suatu profesi dan berdasarkan pengakuan masyarakat
adalah ilmu kesehatan tentang asuhan atau pelayanan keperawatan atau The Health
Science of Caring (Lindberg,1990:40). Secara bahasa, caring dapat diartikan sebagai
tindakan kepedulian dan curing dapat diartikan sebagai tindakan pengobatan. Namun,
secara istilah caring dapat diartikan memberikan bantuan kepada individu atau
sebagai advokasi pada individu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
Sedangkan curing adalah upaya kesehatan dari kegiatan dokter dalam prakteknya
untuk mengobati klien. Dalam penerapannya, konsep caring dan curing mempunyai
beberapa perbedaan, diantaranya:
1. Caring merupakan tugas primer perawat dan curing adalah tugas sekunder.
Maksudnya seorang perawat lebih melakukan tindakan kepedulian terhadap klien
daripada memberikan tindakan medis. Oleh karena itu, caring lebih identik dengan
perawat.

5
2. Curing merupakan tugas primer seorang dokter dan caring adalah tugas sekunder.
Maksudnya seorang dokter lebih melibatkan tindakan medis tanpa melakukan
tindakan caring yang berarti. Oleh karena itu, curing lebih identik dengan dokter.
3. Dalam pelayanan kesehatan klien yang dilakukan perawat, ¾ nya
adalah caring dan ¼ nya adalahcuring.
4. Caring bersifat lebih “Healthogenic” daripada curing. Maksudnya caring lebih
menekankan pada peningkatan kesehatan daripada pengobatan. Di dalam
praktiknya, caring mengintegrasikan pengetahuan biofisik dan pengetahuan
perilaku manusia untuk meningkatkan derajat kesehatan dan untuk menyediakan
pelayanan bagi mereka yang sakit.
5. Tujuan caring adalah membantu pelaksanaan rencana pengobatan/terapi dan
membantu klien beradaptasi dengan masalah kesehatan, mandiri memenuhi
kebutuhan dasarnya, mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan dan
meningkatkan fungsi tubuh sedangkan tujuan curing adalah menentukan dan
menyingkirkan penyebab penyakit atau mengubah problem penyakit dan
penanganannya.
6. Diagnosa dalam konsep curing dilakukan dengan mengungkapkan penyakit yang
diderita sedangkan diagnosa dalam konsep caring dilakukan dengan identifikasi
masalah dan penyebab berdasarkan kebutuhan dan respon klien.
2.3 Perilaku Caring Yang Dapat Ditemui Dalam Tatanan Keperawatan
Caring bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan, tetapi merupakan hasil dari
kebudayaan, nilai-nilai, pengalaman, dan dari hubungan dengan orang lain. Sikap
keperawatan yang berhubungan dengancaring adalah kehadiran, sentuhan kasih
sayang, mendengarkan, memahami klien, caring dalam spiritual, dan perawatan
keluarga.
1. Kehadiran
Kehadiran adalah suatu pertemuan antara seseorang dengan seseorang lainnya
yang merupakan sarana untuk mendekatkan diri dan menyampaikan manfaat caring.
Menurut Fredriksson (1999), kehadiran berarti “ada di” dan “ada dengan”. “Ada di”
berarti kehadiran tidak hanya dalam bentuk fisik, melainkan juga komunikasi dan
pengertian. Sedangkan “ada dengan” berarti perawata selalu bersedia dan ada untuk
klien (Pederson, 1993). Kehadiran seorang perawat membantu menenangkan rasa
cemas dan takut klien karena situasi tertekan.
2. Sentuhan
6
Sentuhan merupakan salah satu pendekatan yang menenangkan dimana
perawat dapat mendekatkan diri dengan klien untuk memberikan perhatian dan
dukungan. Ada dua jenis sentuhan, yaitu sentuhan kontak dan sentuhan non-kontak.
Sentuhan kontak merupakan sentuhan langsung kullit dengan kulit. Sedangkan
sentuhan non-kontak merupakan kontak mata. Kedua jenis sentuhan ini digambarkn
dalam tiga kategori :
a. Sentuhan Berorientasi-tugas
Saat melaksanakan tugas dan prosedur, perawat menggunakan sentuhan
ini. Perlakuan yang ramah dan cekatan ketika melaksanakan prosedur akan
memberikan rasa aman kepada klien. Prosedur dilakukan secara hati-hati dan atas
pertimbangan kebutuhan klien.

b. Sentuhan Pelayanan (Caring)


Yang termasuk dalam sentuhan caring adalah memegang tangan klien,
memijat punggung klien, menempatkan klien dengan hati-hati, atau terlibat dalam
pembicaraan (komunikasi non-verbal). Sentuhan ini dapat mempengaruhi
keamanan dan kenyamanan klien, meningkatkan harga diri, dan memperbaiki
orientasi tentang kanyataan (Boyek dan Watson, 1994).
c. Sentuhan Perlindungan
Sentuhan ini merupakan suatu bentuk sentuhan yang digunakan untuk
melindungi perawat dan/atau klien (fredriksson, 1999). Contoh dari sentuhan
perlindungan adalah mencegah terjadinya kecelakaan dengan cara menjaga dan
mengingatkan klien agar tidak terjatuh.
Sentuhan dapat menimbulkan berbagai pesan, oleh karena itu harus
digunakan secara bijaksana.
3. Mendengarkan
Untuk lebih mengerti dan memahami kebutuhan klien, mendengarkan
merupakan kunci, sebab hal ini menunjukkan perhatian penuh dan ketertarikan
perawat. Mendengarkan membantu perawat dalam memahami dan mengerti maksud
klien dan membantu menolong klien mencari cara untuk mendapatkan kedamaian.
4. Memahami klien
Salah satu proses caring menurut Swanson (1991) adalah memahami klien.
Memahami klien sebagai inti suatu proses digunakan perawat dalam membuat
keputusan klinis. Memahami klien merupakan pemahaman perawat terhadap klien

7
sebagai acuan melakukan intervensi berikutnya (Radwin,1995). Pemahaman klien
merupakan gerbang penentu pelayanan sehingga, antara klien dan perawat terjalin
suatu hubungan yang baik dan saling memahami.
5. Caring Dalam Spiritual
Kepercayaan dan harapan individu mempunyai pengaruh terhadap kesehatan
fisik seseorang. Spiritual menawarkan rasa keterikatan yang baik, baik melalui
hubungan intrapersonal atau hubungan dengan dirinya sendiri, interpersonal atau
hubungan dengan orang lain dan lingkungan, serta transpersonal atau hubungan
dengan Tuhan atau kekuatan tertinggi.
Hubungan caring terjalin dengan baik apabila antara perawat dan klien
dapat memahami satu sama lain sehingga keduanya bisa menjalin hubungan yang
baik dengan melakukan hal seperti, mengerahkan harapan bagi klien dan
perawat; mendapatkan pengertian tentang gejala, penyakit, atau perasaan yang
diterima klien; membantu klien dalam menggunakan sumber daya sosial, emosional,
atau spiritual; memahami bahwa hubungan caring menghubungkan manusia dengan
manusia, roh dengan roh.
6. Perawatan Keluarga
Keluarga merupakan sumber daya penting. Keberhasilan intervensi
keperawatan sering bergantung pada keinginan keluarga untuk berbagi informasi
dengan perawat untuk menyampaikan terapi yang dianjurkan. Menjamin kesehatan
klien dan membantu keluarga untuk aktif dalam proses penyembuhan klien
merupakan tugas penting anggota keluarga. Menunjukkan perawatan keluarga dan
perhatian pada klien membuat suatu keterbukaan yang kemudian dapat membentuk
hubungan yang baik dengan anggota keluarga klien.
2.4 Pengertian Transcultural Nursing
Transcultural Nursing adalah suatu keilmuwan budaya pada proses belajar dan
praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara
budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya
manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan
asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia
(Leininger, 2002).
A. Konsep Transcultural Nursing
Keperawatan transkultural adalah ilmu dan kiat yang humanis yang
difokuskan pada prilaku individu atau kelompok, serta proses untuk mempertahankan

8
atau meningkatkan perilaku sehat dan perilaku sakit secara fisik dan psikokultural
sesuai latar belakang budaya. (Leininger, 2002).
Konsep Utama Transcultural Nursing:
1. Care : perawat memberikan bimbingan dukungan kepada klien à untuk
meningkatkan kondisi klien
2. Caring : tindakan mendukung, berbentuk aksi atau tindakan
3. Culture : perawat mempelajari, saling share/berbagi pemahaman tentang
kepercayaan dan budaya klien
4. Cultural care : kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, norma/ kepercayaan
5. Nilai kultur : keputusan/kelayakan untuk bertindak
6. Perbedaan kultur : berupa variasi-variasi pola nilai yang ada di masyarakat
mengenai keperawatan
7. Cultural care university : hal-hal umum dalam sistem nilai, norma dan budaya
8. Etnosentris : keyakinan ide, nilai, norma, kepercayaan lebih tinggi dari yang lain
9. Cultural Imposion : kecenderungan tenaga kesehatan memaksakan kepercayaan
kepada klien
B. Peran dan Fungsi Transkultural
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu . Oleh
sebab itu , penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang
dirawat ( Pasien ) . Misalnya kebiasaan hidup sehari – hari , seperti tidur , makan ,
kebersihan diri , pekerjaan , pergaulan social , praktik kesehatan , pendidikan anak
ekspresi perasaan , hubungan kekeluargaaan , peranan masing – masing orang
menurut umur . Kultur juga terbagi dalam sub – kultur .
Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur yang tidak seluruhnya
mengaanut pandangan keompok kultur yang lebih besar atau memberi makna
yang berbeda . Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan cultural.
Nilai – nilai budaya Timur , menyebabkan sulitnya wanita yang hamil mendapat
pelayanan dari dokter pria . Dalam beberapa setting , lebih mudah menerima
pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan . Hal ini menunjukkan
bahwa budaya Timur masih kental dengan hal – hal yang dianggap tabu.
Dalam tahun – tahun terakhir ini , makin ditekankan pentingknya pengaruh
kultur terhadap pelayanan perawatan . Perawatan Transkultural merupakan bidang
yang relative baru ; ia berfokus pada studi perbandingan nilai – nilai dan praktik
budaya tentang kesehatan dan hubungannya dengan perawatannya . Leininger (

9
1991 ) mengatakan bahwa transcultural nursing merupakan suatu area kajian
ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai – nilai budaya (
nilai budaya yang berbeda ras , yang mempengaruhi pada seseorang perawat saat
melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Perawatan transkultural adalah
berkaitan dengan praktik budaya yang ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan
rakyat (tradisional) . Caring practices adalah kegiatan perlindungan dan bantuan
yang berkaitan dengan kesehatan.
Menurut Dr. Madelini Leininger , studi praktik pelayanan kesehatan
transkultural adalah berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku
manusia dalam kaitan dengan kesehatannya . Dengan mengidentifikasi praktik
kesehatan dalam berbagai budaya ( kultur ) , baik di masa lampau maupun zaman
sekarang akan terkumpul persamaan – persamaan . Lininger berpendapat ,
kombinasi pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan kemajuan
teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya pelayanan perawatan dan
kesehatan orang banyak dan berbagai kultur.
2.5 contoh-contoh aplikasi traskultural nursing pada beberapa masalah kesehatan
1. Aplikasi transkultural pada masalah penyakit kronik
Penyakit kronik adalah penyakit yang timbul bukan secara tiba-tiba,
melainkan akumulasi dari sesuatu penyakit hingga akhirnya menyebabkan
penyakit itu sendiri. (Kalbe medical portal) Penyakit kronik ditandai banyak
penyebab. Contoh penyakit kronis adalah diabetes, penyakit jantung, asma,
hipertensi dan masih banyak lainnya. Ada hubungan antara penyakit kronis dengan
depresi. Depresi adalah kondisi kronis yang mempengaruhi pikiran seseorang,
perasaan dan perilaku sehingga sulit untuk mengatasi peristiwa kehidupan sehari-
hari
Seseorang yang menderita depresi memiliki kemungkinan lebih tinggi
menderita penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung atau asma. Penyebab
depresi itu sendiri kompleks, terkait dengan lingkungan interaksi seseorang
maupun kepribadiaannya sendiri.
Berbagai jenis depresi memerlukan cara yang berbeda dalam jenis
pengobatannya. Untuk depresi ringan, dapat dianjurkan untuk melakukan kegiatan-
kegiatan tertentu. Dalam kasus depresi parah, dianjurkan untuk mengkonsumsi
obat dan psikoterapi. Salah satu pendekatan yang muncul menjadi lebih umum
untuk segala bentuk depresi adalah manajemen diri. Manajemen diri mengacu pada

10
strategi orang menggunakan untuk berurusan dengan kondisi mereka. Dimana
seseorang melibatkan tindakan, sikap atau tujuan dalam mengambil atau membuat
keputusan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.
Pengobatan terhadap penyakit kronik yang telah dilakukan di masyarakat
saat ini amat beragam. Tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pengobatan
tradisional juga merupakan sub unsur kebudayaan masyarakat sederhana yang
telah dijadikan sebagai salah satu cara pengobatan. Pengobatan inilah yang juga
menjadi aplikasi dari transkultural dalam mengobati suatu penyakit kronik.
Pengobatan tradisional ini dilakukan berdasarkan budaya yang telah diwariskan
turun-temurun. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:
a. Masyarakat negeri Pangean lebih memilih menggunakan ramuan dukun untuk
menyembuhkan penyakit TBC, yaitu daun waru yang diremas dan airnya
dimasak sebanyak setengah gelas.
b. Masyarakat di Papua percaya bahwa penyakit malaria dapat disembuhkan
dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan lalu memetik daun untuk
dibuat ramuan untuk diminum dan dioleskan ke seluruh tubuh.
c. Masyarakat Jawa memakan pisang emas bersamaan dengan kutu kepala (Jawa:
tuma) tiga kali sehari untuk pengobatan penyakit kuning.
Pengobatan tradisional yang sering dipakai berupa pemanfaatan bahan-
bahan herbal. Herba sambiloto menjadi sebuah contoh yang khasiatnya dipercaya
oleh masyarakat dapat mengobati penyakit-penyakit kronik, seperti hepatitis,
radang paru (pneumonia), radang saluran nafas (bronchitis), radang ginjal
(pielonefritis), radang telinga tengah (OMA), radang usus buntu, kencing nanah
(gonore), kencing manis (diabetes melitus). Daun lidah budaya dan tanaman pare
juga dijadikan sebagai pengobatan herbal. Tumbuhan tersebut berkhasiat
menyebuhkan diabetes melitus.
Tidak hanya di Indonesia, di luar negeri pun masih ada negara yang
meyakini bahwa pengobatan medis bukan satu-satunya cara mengobati penyakit
kronik. Misalnya, di Afrika, penduduk Afrika masih memiliki keyakinan
tradisional tentang kesehatan dan penyakit. Mereka menganggap bahwa obat-
obatan tradisional sudah cukup untuk mengganti produk yag akan dibeli, bahkan
mereka menggunakan dukun sebagai penyembuh tradisional. Hal seperti ini juga
terjadi di Amerika, Eropa, dan Asia.

11
2. Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama
seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Selanjutnya, definisi nyeri
menurut keperawatan adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan
individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya. Peraturan
utama dalam merawat pasien nyeri adalah bahwa semua nyeri adalah nyata, meskipun
penyebabnya belum diketahui. Keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada
laporan pasien bahwa nyeri itu ada.
Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri baik yang dilakukan oleh pasien
berdasarkan apa yang dipercaya olehnya atau yang dilakukan oleh perawat setelah
melakukan pengkajian tentang latar belakang budaya pasien adalah sebagai berikut:
a. Dengan membatasi gerak dan istirahat. Seorang pasien yang mengalami nyeri
diharuskan untuk tidak banyak bergerak karena jika banyak bergerak dapat
memperparah dan menyebabkan nyeri berlangsung lama. Menurut pandangan
umat Islam, seseorang yang menderita nyeri untuk mengurangi tau meredakannya
dengan posisi istirahat atau tidur yang benar yaitu badan lurus dan dimiringkan ke
sebelah kanan. Hal ini menurut sunah rasul. Dengan posisi tersebut diharapkan
dapat meredakan nyeri karena peredaran darah yang lancer akibat jantung yang
tidak tertindih badan sehingga dapat bekerja maksimal.
b. Mengkonsumsi obat-obatan tradisional. Beberapa orang mempercayai bahwa ada
beberapa obat tradisional yang dapat meredakan nyeri bahkan lebih manjur dari
obat yang diberikan oleh dokter. Misalnya, obat urut dan tulang ‘Dapol Siburuk’
dari burung siburuk yang digunakan oleh masyarakat Batak.
c. Dengan dipijat atau semacamnya. Kebanyakan orang mempercayai dengan dipijat
atau semacamnya dapat meredakan nyeri dengan waktu yang singkat. Namun,
harus diperhatikan bahwa apabila salah memijat akan menyebabkan bertambah
nyeri atau hal-hal lain yang merugikan penderita. Dalam budaya Jawa ada yang
disebut dukun pijat yang sering didatangi orang banyak apabila mengalami
keluhan nyeri misalnya kaki terkilir.
d. Dalam menerapkan transkultural pada gangguan nyeri harus tetap
mempertahankan baik buruknya bagi si pasien. Semua aplikasi transkultural
sebaiknya dikonsultasikan kepada pihak medis agar tidak menimbulkan hal yang
tidak diinginkan

12
3. Aplikasi transkultural pada gangguan kesehatan mental
Berbagai tingkahlaku luar biasa yang dianggap oleh psikiater barat sebagai
penyakit jiwa ditemukan secara luas pada berbagai masyarakat non-barat. Adanya
variasi yang luas dari kelompok sindroma dan nama-nama untuk menyebutkannya
dalam berbagai masyarakat dunia, Barat maupun non-Barat, telah mendorong para
ilmuwan mengenai tingkahlaku untuk menyatakan bahwa penyakit jiwa adalah suatu
‘mitos’, suatu fenomena sosiologis, suatu hasil dari angota-anggota masyarakat yang
‘beres’ yang merasa bahwa mereka membutuhkan sarana untuk menjelaskan,
memberi sanksi dan mengendalikan tingkahlaku sesama mereka yang menyimpang
atau yang berbahaya, tingkahlaku yang kadang-kadang hanya berbeda dengan
tingkahlaku mereka sendiri. Penyakit jiwa tidak hanya merupakan ‘mitos’, juga bukan
semata-semata suatu masalah sosial belaka. Memang benar-benar ada gangguan
dalam pikiran, erasaan dan tingkahlaku yang membutuhkan pengaturan pengobatan.
Nampaknya, sejumlah besar penyakit jiwa non-barat lebih dijelaskan secara
personalistik daripada naturalistik.
Sebagaimana halnya dengan generalisasi, selalu ada hal-hal yang tidak dapat
dimasukkan secara tepat ke dalam skema besar tersebut. Kepercayaan yang tersebar
luas bahwa pengalaman-pengalaman emosional yang kuat seperti iri, takut, sedih,
malu, dapat mengakibatkan penyakit, tidaklah tepat untuk diletakkan di dalam salah
satu dari dua kategori besar tersebut. Mungkin dapat dikatakan bahwa tergantung
situasi dan kondisi, kepercayaan-kepercayaan tersebut boleh dikatakan cocok untuk
dikelompokkan ke dalam salah satu kategori. Misalnya, susto, penyakit yang
disebabkan oleh ketakutan, tersebar luas di Amerika Latin dan merupakan angan-
angan. Seseorang mungkin menjadi takut karena bertemu dengan hantu, roh, setan,
atau karena hal-hal yang sepele, seperti jatuh di air sehingga takut akan mati
tenggelam. Apabila agen-nya berniat jahat, etiologinya sudah tentu bersifat
personalistik. Namun, kejadian-kejadian tersebut sering merupakan suatu kebetulan
atau kecelakaan belaka bukan karena tindakan yang disengaja. Dalam ketakutan akan
kematian karena tenggelam, tidak terdapat agen-agen apa pun.
Kepercayaan-kepercayaan yang sudah dijelaskan di atas menimbulkan
pemikiran-pemikiran untuk melakukan berbagai pengobatan jika sudah terkena agen.
Kebanyakan pengobatan yang dilakukan yaitu mendatangi dukun-dukun atau tabib-
tabib yang sudah dipercaya penuh. Terlebih lagi untuk pengobatan gangguan mental,
hampir seluruh masyarakat desa mendatangi dukun-dukun karena mereka percaya

13
bahwa masalah gangguan jiwa/mental disebabkan oleh gangguan ruh jahat. Dukun-
dukun biasanya melakukan pengobatan dengan cara mengambil dedaunan yang
dianggap sakral, lalu menyapukannya ke seluruh tubuh pasien. Ada juga yang
melakukan pengobatan dengan cara menyuruh pihak keluarga pasien untuk membawa
sesajen seperti, berbagai macam bunga atau binatang ternak.
Para ahli antropologi menaruh perhatian pada ciri-ciri psikologis shaman.
Shaman adalah seorang yang tidak stabil dan sering mengalami delusi, dan mungkin
ia adalah seorang wadam atau homoseksual.namun apabila ketidakstabilan jiwanya
secara budaya diarahkan pada bentuk-bentuk konstruktif, maka individu tersebut
dibedakan dari orang-orang lain yang mungkin menunjukkan tingkahlaku serupa,
namun digolongkan sebagai abnormal oleh para warga masyarakatnya dan merupakan
subyek dari upacara-upacara penyembuhan. Dalam pengobatan, shaman biasanya
berada dalam keadaan kesurupan (tidak sadar), dimana mereka berhubungan dengan
roh pembinanya untuk mendiagnosis penyakit. para penganut paham kebudayaan
relativisme yang ekstrim menggunakan contoh shamanisme sebagai hambatan utama
dalam arguentasi mereka bahwa apa yang disebut penyakit jiwa adalah sesuatu yang
bersifat kebudayaan.
Dalam banyak masyarakat non-Barat, orang yang menunjukkan tingkahlaku
abnormal tetapi tidak bersifat galak maka sering diberi kebebasan gerak dalam
masyarakat mereka, kebutuhan mereka dipenuhi oleh anggota keluarga mereka.
Namun, jika mereka mengganggu, mereka akan dibawa ke sutu temapt di semak-
semak untuk ikuci di kamrnya. Sebuah pintu khusus (2 x 2 kaki) dibuat dalam rumah,
cukup untuk meyodorkan makanan saja bagi mereka dan sebuah pintu keluar untuk
keluar masuk komunitinya.
Usaha-usaha untuk membandingkan tipe-tipe gangguan jiwa secara lintas-
budaya umumnya tidak berhasil, sebagian disebabkan oleh kesulitan-kesulitan pada
tahapan penelitian untuk membongkar apa yang diperkirakan sebagai gejala primer
dari gejala sekunder. Misalnya, gejala-gejala primer yaitu yang menjadi dasar bagi
depresi. Muncul lebih dulu dan merupakan inti dari gangguan. Gejala-gejala sekunder
dilihat sebagai reaksi individu terhadap penyakitya ; gejala-gejala tersebut
berkembang karena ia berusaha untuk menyesuaikan diri dengan tingkahlakunya yang
berubah .

14
2.6 Penatalaksanaan Caring Pada Klien HIV-AIDS
Reaksi spontan masyarakat (termasuk kalangan kedokterannya sendiri) pada
masa pertama kali menghadapi penyakit AIDS ini adalah menjauhkan diri dari
penderita, berusaha tidak menyentuh penderita, menggunakan obat-obat pensuci hama
dan bila perlu membakar kasur atau pakaian yang bekas dipakai penderita. Reaksi
awal yang bernada panik inilah yang terlanjur tersebar keseluruh dunia melalui media
massa Barat, sehingga sekarang ini di banyak negara di dunia masih berlaku
kepercayaan yang salah tentang AIDS ini, sementara di negara-negara Barat sendiri
sikap masyarakat sudah jauh lebih tenang dan rasional sehubungan dengan
ditemukannya berbagai sifat dari penyakit ini.
Pada awal mula penyakit ini berkembang di Indonesia, kelompok pengidap
penyakit ini adalah orang-orang yang memiliki perilaku berganti-ganti pasangan
dalam berhubungan seks. Kebanyakan penderita AIDS adalah mereka yang
melakukan perilaku seks tidak sehat, yang dalam hal ini melanggar norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat. Kemudian, AIDS juga banyak diderita oleh pemakai
narkoba yang menggunakan jarum suntik karena adanya kebiasaan menggunakan
jarum suntik secara bergantian. Kenyataan ini menimbulkan stigma pada masyarakat
yang menyebutkan bahwa HIV/AIDS muncul sebagai akibat penyimpangan perilaku
seks dari nilai, norma, dan agama, penyakit pergaulan bebas, atau penyakit kaum
perempuan nakal. Bahkan lebih parah lagi adanya stigma bahwa HIV/AIDS
merupakan kutukan Tuhan karena perbuatan-perbuatan menyimpang itu.
Adanya stigma dalam masyarakat ini menimbulkan masalah psikososial yang
rumit bagi penderita AIDS. Pengucilan penderita dan diskriminasi tidak jarang
membuat penderita AIDS tidak mendapatkan hak-hak asasinya. Begitu luasnya
masalah sosial yang berkaitan dengan stigma ini, karena diskriminasi terjadi di
berbagai pelayanan masyarakat bahkan tidak jarang dalam pelayanan kesehatan
sendiri.
Stigma-stigma negatif pada masyarakat ini membuat penderita atau keluarga
menjadi malu dan takut. Keluarga jadi malu untuk memeriksakan anggota keluarga
yang menderita AIDS diri ke rumah sakit atau pusat-pusat pelayanan kesehatan,
begitu pula dengan penderitanya sendiri, jadi malu untuk memeriksakan dirinya
sendiri. Imbasnya, mereka yang berpotensi tertular virus ini pun menjadi enggan
memeriksakan diri pula, merasa lebih baik tidak tahu sama sekali daripada tahu dan
kemudian dipandang negatif dan dikucilkan oleh masyarakat.

15
Beban psikososial yang dialami seorang penderita AIDS adakalanya lebih
berat daripada beban fisiknya. Beban yang diderita pasien AIDS baik karena gejala
penyakit yang bersifat organik maupun beban psikososial dapat menimbulkan rasa
cemas, depresi, kurang percaya diri, putus asa, bahakn keinginan untuk bunuh diri.
Kalau sudah begini, upaya mengantisipasi perkembangan HIV/AIDS mengalami
kendala yang cukup berat dan tentunya menghambat upaya-upaya pencegahan dan
perawatan.
Keterlibatan berbagai pihak diharapkan mampu mengatasi permasalahan
psikososial. Pemahaman yang benar mengenai AIDS perlu disebarluaskan. Kenyataan
bahwa dalam era obat antiretroviral, AIDS sudah menjadi penyakit kronik yang dapat
dikendalikan juga perlu dimasyarakatkan karena konsep tersebut dapat memberi
harapan pada masyarakat dan penderita HIV/AIDS bahwa penderita AIDS dapat
menikmati kualitas hidup yang lebih baik dan berfungsi di masyarakat.
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan konseling dan
pendampingan (tidak hanya psikoterapi tetapi juga psikoreligi), edukasi yang benar
tentang HIV/AIDS baik pada penderita, keluarga dan masyarakat. Sehingga penderita,
keluarga maupun masyarakat dapat menerima kondisinya dengan sikap yang benar
dan memberikan dukungan kepada penderita. Adanya dukungan dari berbagai pihak
dapat menghilangkan berbagai stresor dan dapat membantu penderita meningkatkan
kualitas hidupnya sehingga dapat terhindar dari stress, depresi, kecemasan serta
perasaan dikucilkan.
Peran seorang perawat dalam mengurangi beban psikis seorang penderita
AIDS sangatlah besar. Lakukan pendampingan dan pertahankan hubungan yang
sering dengan pasien sehinggan pasien tidak merasa sendiri dan ditelantarkan.
Tunjukkan rasa menghargai dan menerima orang tersebut. Hal ini dapat
meningkatkan rasa percaya diri klien.
Perawat juga dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan melakukan
rujukan untuk VCT (Voluntarily, Counseling and Testing) atau tes HIV. VCT penting
untuk mengurangi beban psikis. Pada konseling dibahas mengenai risiko penularan
HIV, cara tes, interpretasi tes, perjalanan penyakit HIV serta dukungan yang dapat
diperoleh pasien. Konsekuensi dari hasil tes postif maupun negatif disampaikan dalam
sesi konseling. Dengan demikian orang yang akan menjalani testing telah
dipersiapkan untuk menerima hasil apakah hasil tersebut positif atau negatif.

16
Mengingat beban psikososial yang dirasakan penderita AIDS akibat stigma
negatif dan diskriminasi masyarakat adakalanya sangat berat, perawat perlu
mengidentifikasi adakah sistem pendukung yang tersedia bagi pasien. Perawat juga
perlu mendorong kunjungan terbuka (jika memungkinkan), hubungan telepon dan
aktivitas sosial dalam tingkat yang memungkinkan bagi pasien. Partisipasi orang lain,
batuan dari orang terdekat dapat mengurangi perasaan kesepian dan ditolak yang
dirasakan oleh pasien. Perawat juga perlu melakukan pendampingan pada keluarga
serta memberikan pendidikan kesehatan dan pemahaman yang benar mengenai AIDS,
sehingga keluarga dapat berespons dan memberi dukungan bagi penderita.
Aspek spiritual juga merupakan salah satu aspek yang tidak boleh dilupakan
perawat. Bagi penderita yang terinfeksi akibat penyalahgunaan narkoba dan seksual
bebas harus disadarkan agar segera bertaubat dan tidak menyebarkannya kepada
orang lain dengan menjaga perilakunya serta meningkatkan kualitas hidupnya. Bagi
seluruh penderita AIDS didorong untuk mendekatkan diri pada Tuhan, jangan
berputus asa atau bahkan berkeinginan untuk bunuh diri dan beri penguatan bahwa
mereka masih dapat hidup dan berguna bagi sesama antara lain dengan membantu
upaya pencegahan penularan HIV/AIDS.

17
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
A. Identitas klien : Meliputi nama, umur jenis kelamin, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, dan lain-lain.
B. Riwayat Kesehatan/ Keperawatan
1. Keluhan Utama / alasan masuk RS
Klien sering mengalami diare, demam berkepanjangan dan nafsu makan
berkurang dan klien merasa tidak terima dengan keadaannya.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Faktor pencetus HIV/ AIDS adalah sex bebas (seseorang yang terinfeksi
hiv/aids), alat / jarum suntik yang terinfeksi darah seorang pengidap hiv)Sifat
Keluhan ( Mendadak /perlahan-lahan/terus menerus/hilang timbul atau
berhubungan dengan waktu) : Terus-menerus, yaitu demam berkepanjangan,
sariawan tak kunjung sembuh-sembuh, diare kronik selama 1 bulan terus-
menerus.
Lokalisasi dan sifatnya ( menjalar/ menyebar/ berpindah-pindah/ menetap)
: berpindah-pindah tergantung daerah yang terinfeksi.Berat ringannya keluhan
(menetap/cenderung bertambah/berkurang) : keluhan cenderung bertambah yaitu
demam semakin sering, berat badan jadi semakin berkurang, dan sariawan
semakin bertambah.Lamanya keluhan : demam berkepanjangan,diare kronik,
batuk menetap dan berate badan menurun terjadi selama lebih dari 1 bulan.
Upaya yang telah dilakukan : hanya menggunakan obat generic sesuai
penyakit yang dialami
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit yang pernah dialami ( jenis penyakit, lama dan upaya untuk
mengatasi, riwayat masuk RS) : klien merupakan pecandu narkoba ( pengguna
jarum suntik bebas), klien suka merokok dan klien sering melakukan free sex.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit menular atau keturunan dalam keluarga :Keluarga klien tidak ada
penyakit keturunan maupun penyakit menular

18
C. Data dasar pengkajian
1. Aktifitas /istirahat :
a. Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhdp aktifitas, kelelahan yang
progresif
b. Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhdp aktifitas

2. Sirkulasi
a. Proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama bila cedera
b. takikardia, perubahan tekanan darah postural, volume nadi periver menurun,
pengisian kapiler memanjang
3. Integritas ego
a. Faktor stress yang berhubungan dgn kehilangan: dukungan keluarga,
hubungan dgn org lain, pengahsilan dan gaya hidup tertentu
b. Menguatirkan penampilan: alopesia, lesi , cacat, menurunnya berat badan
c. Merasa tdk berdaya, putus asa, rsa bersalah, kehilangan control diri, dan
depresi
d. Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak
mata kurang
4. Eliminasi.
a. Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih
b. Faeces encer disertai mucus atau darah
c. Nyeri tekan abdominal, lesi pada rectal, perubahan dlm jumlah warna urin.
5. Makanan/cairan :
a. Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
b. Penurunan BB yang cepat
c. Bising usus yang hiperaktif
d. Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan
warna mucosa mulut
e. Adanya gigi yang tanggal.
6. Hygiene

Tidak dapat menyelesaikan ADL, memeperlihatkan penampilan yang tidak rapi.

19
7. .Neurosensorik
a. Pusing,sakit kepala.
b. Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi
c. Kelemahanotot, tremor, penurunan visus.
d. Bebal,kesemutan pada ekstrimitas.
e. Gayaberjalan ataksia.
8. Nyeri/kenyamanan
a. Nyeri umum/local, sakit, rasaterbakar pada kaki.
b. Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
c. Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan ROM,
pincang.
9. Pernapasan

Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non,sesak


pada dada, takipnou, bunyi napas tambahan, sputum kuning.

10. Keamanan
a. Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, lauka lambat proses penyembuhan
b. Demam berulang
11. Seksualitas

Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan


kondom yang tidak konsisten, lesi pd genitalia, keputihan.

12. Interaksi social

Isolasi, kesepian,, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tdk terorganisir

3.2 DIAGNOSA
1. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh
2. Harga diri rendah situasional berhubungn dengan purubahan pada citra tubuh,
perubahan peran soial dan ketidakadekuatan pemahaman

20
3.3 INTERVENSI

NO Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Gangguan harga diri Setelah dilakukan tindakan  Peningkatan harga diri
rendah berhubungan Keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Memonitor pernyataan
dengan perubahan Didapatka hasil dengan pasien mengenai harga
fungsi tubuh kriteria: diri
 Citra Tubuh 2. Tentukan kepercayaan
1. Gambaran internal diri diri pasien dalam hal
2. Kesesuaian antara penilaian diri
realitas tubuh dan ideal 3. Dukung pasien untukbisa
tubuh dengan mengidentifikasi
penampilan tubuh kekuatan
3. Deskripsi bagian tubuh 4. Bantu pasien untuk
yang terkena dampak menemukan penerimaan
4. Sikap terhadap diri
menyentuh bagian tubuh 5. Dukung (melakukan)
yang terkena dampak kontak mata pada saat
5. Sikap terhadap berkomunikasi dengan
penggunaan strategi orang lain
untuk meningkatkan 6. Dukung pasien untuk
penampilan terlibat dalam
6. Kepuasan dengan memberikan afirmasi
penampilan tubuh positif melalui
7. Sikap terhadap pembicaraan pada diri
penggunaan strategi sendiri dan secara verbal
untuk meningkatkan terhadap diri setiap hari
fungsi tubuh 7. Berikan pengalaman yang
8. Kepuasan dengan fungsi akan meningkatkan
tubuh otonomi pasien dengan
9. Penyesuaian terhadap tepat
perubahan tampilan fisik 8. Bantu pasien untuk
10. Penyesuaian terhadap mengidentifikasi respon

21
perubahan fungsi tubuh positif dari orang lain
11. Penyesuaian terhadap 9. Jangan megkritis pasien
perubahan status secara negatif
kesehatan 10. Bantu pasien untuk
12. Penyesuaian terhadap megatasi bullying atau
perubahan tubuh akibat ejekan
cidera 11. Sampaikan atau
ungkapkan kepercayaan
diri pasien dalam
mengatasi situasi
12. Bantu untuk mengatur
tujuan yang realistik
dalam rangka mencapai
harga diri yang lebih
tinggi
13. Fasilitasi lingkungan dan
aktivitas-aktivitas yang
akan meningkatkan harga
diri
14. Monitor tigkat harga diri
dari waktu ke waktu
dengan tepat
2. Harga diri rendah Setelah dilakukan tindakan  Peningkatan koping
situasional Keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Bantu pasien untuk
berhubungan dengan Didapatkan hasil dengan menyelesaikan maslah
perubahan pada citra kriteria: dengan cara yang
tubuh, perubahan  Harga diri konstruktif
peran sosial dan 1. Gambaran diri 2. Berikan penilaian
ketidakadekuatan 2. Mempertahankan mengenai dampak dari
pemahaman penampilan dan situasi kehidupan pasien
kebersihan diri terhadap peran dan
3. Tingkat kepercayaan diri hubugan yang ada
4. Penerimaan terhadap 3. Dukung pasien untuk

22
kritik yang membangun mengidentifikasikan
5. Perasaan tentang nilai deskripsi yang realistik
diri terhadap adanya
perubahan dalam peran
4. Berikan penilaian
mengenai pemahaman
pasien terhadap proses
penyakit
5. Bantu pasien dalam
mengembangkan
penilaian terkait dengn
kejadian dengan lebih
objektif

3.4 IMPLEMENTASI
Menurut Nursalam (2001) pelaksanaan keperawatan adalah inisiatif dari
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Lyer et al, 1996). Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
kepada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan
dengan harapan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan klien mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

3.5 EVALUASI
Menurut Nursalam (2001) evaluasi adalah tindakan intelektual untuk
melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor”kealpaan” yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan.

23
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Pelayanan esensial yang diberikan oleh perawat terhadap individu, keluarga ,
kelompok dan masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan meliputi promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan menggunakan proses keperawatan untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Keperwatan adalah suatu bentuk pelayanan
professional sebagai bagian integral pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan
biologi, psikologi, social dan spiritual secara komprehensif, ditujukan kepada individu
keluarga dan masyarakat baik sehat maupun sakit mencakup siklus hidup manusia.
Asuhan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik maupun
mental, keterbatasan pengetahuan serta kurang kemauan menuju kepada kemampuan
melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Kegiatan ini dilakukan dalam
upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta
pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama
(Primary Health care) untuk memungkinkan setiap orang mencapai kemampuan hidup
sehat dan produktif.

4.2 SARAN
Dalam penyusunan kurikulum pendidikan perawatan seyogyanya
memasukkan unsur caring dalam setiap mata kuliah. Penekanan pada humansitik,
kepedulian dan kepercayaan, komitmen membantu orang lain dan berbagai unsur
caring yang lain harus sudah dibangun sejak perawat dalam masa pendidikan. Selain
itu perlu dilakukan sosialisasi konsep caring pada perawat guna memberikan
pemahaman yang mendalam tentang apa yang harus dilakukan perawat agar bersikap
caring dalam setiap kontak dengan pasien. Indikator-indikator caring harus dikenal
dan diaplikasikan dalam perawatan serta dievaluasi secara terus menerus

24
DAFTAR PUSTAKA

http://andaners.wordpress.com/2009/04/28/konsep-keperawatan-komunitas/
Watson, Jean. (2004). Theory of human Caring. Http: //www2.uchse.edu/son/caring
Meidiana Dwidiyanti. 2008. Keperawatan Dasar. Semarang. Hasani
http://usfinit-engky.blogspot.com/2011/12/makalah-konsep-caring.html
http://teguhyudi-teguhyudi.blogspot.com/2011/07/aplikasi-konsep-caring-dalam-praktek.html

25

Anda mungkin juga menyukai