Anda di halaman 1dari 2

Pihak Bea Cukai menahan 113 kontainer asal Inggris dan Belanda yang memuat limbah beracun.

Masuknya limbah-limbah B3 itu makin memperkuat dugaan bahwa Indonesia menjadi negara tujuan
akhir pembuangan limbah B3 dari negara-negara Eropa, Asia, dan Amerika Serikat yang dikoordinasi
mafia internasional. Dampaknya terhadap kerusakan lingkungan sudah nyata.

Dengan suara lantang, Menteri Keuangan Agus Martowardojo memerintahkan seorang petugas Bea
Cukai membuka sebuah kontainer yang mencurigakan. "Coba ceritakan ada apa dengan kontainer ini,"
katanya. Sang petugas pun membuka segel kontainer dimaksud. Perlahan pintu kontainer terbuka dan
tampaklah potongan-potongan besi beraneka bentuk.

Masalahnya, potongan-potongan besi itu tampak kotor dan terlumuri sisa-sisa tanah, zat kimia berupa
serbuk warna putih, dan cairan pekat kehitaman seperti aspal. Tercium bau menyengat. Agus segera
mengenakan masker. Kecurigaan pun semakin menebal. Isi kontainer berkapasitas 20 feet yang
jumlahnya mencapai 113 unit itu adalah limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun).

Sesuai dengan isi dokumen impor, pemilik kontainer yang berisi limbah B3 itu adalah PT Hwang Hook
Steel (HHS). Perusahaan yang beralamat di Kawasan Industri Modern Cikande, Serang, Banten, ini
memang bergerak di bidang impor logam-logam bekas. Perusahaan ini mengantongi izin impor limbah
dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Lingkungan Hidup. "Hanya saja, izin itu untuk
mengimpor limbah non-B3," kata Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya, kepada GATRA.

PT HHS mendatangkan limbah-limbah metal untuk diolah menjadi berbagai jenis barang kebutuhan.
Limbah besi itu dipasok dari perusahaan bernama W.R Fibers Inc, yang beralamat di 1330 Valley Vista
DR, Diamond Bar, California, Amerika Serikat. Namun barang itu tak dikirim langsung dari Amerika,
melainkan lewat Pelabuhan Rotterdam, Belanda, dan Felixstowe di Inggris. Rinciannya, 24 kontainer
masuk dari Rotterdam dan 89 kontainer dari Inggris.

Barang-barang itu masuk Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, pada 10 Januari lalu. Namun dokumen
impornya sejak awal menimbulkan kecurigaan. Diduga, W.R Fibers Inc adalah perusahaan fiktif dan
kerap dipakai untuk mengirim limbah B3 ke negara-negara berkembang. Karenanya, pihak Bea Cukai
segera mengarahkan kontainer itu ke jalur merah untuk diperiksa.

Dari pemeriksaan itu diketahui, scrap logam yang diimpor ternyata mengandung limbah B3. Masnellyarti
Hilman, Deputi IV Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Bidang Pengelolaan B3, Limbah, dan Sampah,
mengatakan bahwa di antara potongan-potongan logam yang diimpor itu terdapat beberapa bahan
yang diduga berbahaya. Selain sampah kayu, plastik, ban bekas, juga terdapat cairan hitam seperti aspal
dan serbuk warna putih.

Bahan-bahan itu, terutama aspal dan serbuk putih, menurut Masnellyarti, dikhawatirkan berbahaya bagi
kesehatan. "Diduga mengandung zat yang bersifat karsinogenik yang bisa menyebabkan kanker,"
katanya kepada GATRA. Zat-zat itu kini masih diteliti pihak KLH, bekerja sama dengan Badan Pengawas
Tenaga Nuklir.
Balthazar Kambuaya memastikan, jika ditemukan pelanggaran, pihak-pihak yang terbukti bersalah akan
dikenai tindakan tegas. "Penegakan hukum terkait limbah B3 harus tegas," katanya. Pihak-pihak yang
terkait impor limbah B3 itu diduga melanggar beberapa peraturan, antara lain Undang-Undang (UU)
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah, dan Pasal 53 ayat 4 jo Pasal 102 huruf h jo Pasal 103 huruf a UU
Kepabeanan.

Menurut Balthazar Kambuaya, jika terbukti, importir bisa terkena hukuman penjara maksimal 15 tahun
dan denda maksimal Rp 15 milyar. Selain itu, izinnya juga terancam tak diperpanjang. Ia mengaku masih
mendalami keterlibatan PT HHS dalam masalah ini. "Kemarin, ketika ditanya, mereka mengaku kaget,
tetapi akan diperiksa apakah betul tidak tahu atau pura-pura tidak tahu," ujanya.

Anda mungkin juga menyukai