Anda di halaman 1dari 14

1.

2. Mekanisme Bernapas
1. Kontrol oleh saraf (Pernapasan Ritmik)
Medullary respiratory center (dorsal respiratory group dan ventral repiratory group) >
pengaturan ritme (pre Botzinger complex) > spinal motor neuron > respiratory
muscles (intercostal muscles) dan diafragma > inspirasi, dst

2. Kontrol oleh tekanan O2 dan CO2


Referensi:
1. Widmaier EP, Raff H, Strang KT. Vander’s human physiology: the mechanisms of
body function. 13th edition. New York: The McGraw-Hill Companies; 2014.
3. Ekstrasistole adalah denyut jantung prematur sebelum denyut jantung kembali
normal.
Mengapa terjadi ekstrasistole ? karena ...
- otot-otot jantung tidak bisa bekerja optimal, sehingga memgakibatkan ventrikel tidak
dapat memompa darah secara maksimal. Hal ini mengakibatkan isi sekuncup
menurun.
- Curah janutng ditentukan oleh kecepatan jantung dan isi sekuncup. Apabila kedua hal
ini menurun dapat mengakibatkan jantung menurun.

3. Kurang Tidur Meningkatkan Tekanan Darah

Tidur adalah kondisi untuk mengembalikan kesegaran tubuh, semua orang pasti sudah
tahu hal ini. Ritme sirkadian tidur mengatur sistem saraf dan aksis hipotalamus-hipofisis-
adrenal, yang merupakan dua sistem tubuh penting yang menjaga tubuh kita dalam kondisi
keseimbangan yang sehat. Selama tidur, orang normal harus mengalami penurunan rata-rata
tekanan darah sekitar 15 poin. Ini akan mengurangi kerja jantung Anda dan membiarkannya
beristirahat.

Tidur mengatur sistem saraf otonom, yang merupakan bagian dari sistem saraf yang
mengatur respon fight or flightalias “melawan atau lari.”Jika aktivasi respon ini berada dalam
keadaan siap sedia terus menerus, ini menyebabkan adanya hormon stres yang berbahaya
pada tubuh.

Ketika sistem saraf simpatik dirangsang, pembuluh darah mengerut untuk


memberikan darah ke organ vital seperti otak dan jantung sehingga meningkatkan tekanan
darah. Respon “melawan atau lari” ini juga berhubungan dengan perubahan metabolisme
glukosa dan peningkatan risiko diabetes yang resisten terhadap insulin.

Hormon-hormon utama yang diatur oleh hipofisis dan hipotalamus selama tidur
adalah adrenalin dan kortisol, yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal. Adrenalin adalah
hormon yang memiliki efek langsung pada tekanan darah, dimediasi oleh penyempitan arteri.
Ketika tingkat adrenalin Anda tetap tinggi pada malam hari, ini dapat menyebabkan
hipertensi berkelanjutan.
Kortisol adalah “hormon stres” yang konsentrasinya tertinggi di pagi hari dan
mencapai titik nadir antara tengah malam hingga jam 4 pagi. Kurang tidur dapat
menyebabkan gangguan signifikan dari siklus ini, menyebabkan tubuh Anda merespon stres
yang tidak perlu dan menyebabkan kelelahan yang dapat merusak kesehatan Anda dan
diperparah dengan pola makan yang buruk atau kurangnya latihan.

Ketika Anda terbangun di pagi hari, tubuh Anda biasanya mengalami kenaikan
tingkat kortisol 50% seiring tubuh Anda mempersiapkan untuk menghadapi stres baru. Studi
menunjukkan bahwa bangun pagi meningkatkan respon kortisol, efek yang terjadi pada orang
yang menghadapi stres kronis dan khawatir berlebihan. Kadar kortisol biasanya menurun
sepanjang hari, tapi pada orang yang menderita kurang tidur, kadar kortisol meningkat di sore
hari, mencegah pemulihan alami saat siang hari dan persiapan untuk kondisi tubuh malam
yang tenang. Selain menurunkan kekebalan tubuh, gangguan toleransi glukosa, dan
meningkatkan keinginan untuk konsumsi karbohidrat, kurang tidur dikaitkan dengan tingkat
estrogen yang tinggi, penurunan kewaspadaan, dan konsentrasi yang buruk.

Referensi:

1. Apakah Kekurangan Tidur Bisa Menyebabkan Tekanan Darah Tinggi? [Internet]. 15


April 2016 [cited 19 September 2016]. Available from:
https://hellosehat.com/penyakit/hipertensi-tekanan-darah-tinggi/apakah-kekurangan-
tidur-bisa-menyebabkan-tekanan-darah-tinggi/
4. Stres

Kondisi stress akan meningkatkan produksi hormone stress yaitu kortiosol yang diproduksi
oleh kelenjar adrenal. Kadar hormone kortisol yang tinggi akan meningkatkan pelepasan
kalsium ke dalam peredaran darah. Pelepasan kalsium dalam kadar tinggi akan menyebabkan
tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan resiko osteoporosis. Di sisi lain,
meningkatnya hormone kortisol berpengaruh menekan hormon DHEA dan progesterone, juga
menekan kerja hormone tiroid. Padahal hormon-hormon tersebut penting dalam proses
metabolisme tulang. Karena itu dapat dimengerti jika metabolisme tulang menurun dan
terjadi gangguan dalam pembentukan tulang yang bias berakibat tulang rapuh dan mudah
keropos (Tandra, 2009).

Patogenesis osteoporosis Tipe I

Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah
menopause ,sehingga insiden fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal
meningkat.Penurunan densitas tulang terutama pada tulang trabekular,karena memiliki
permukaan yang luas dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen. Petanda resorpsi
tulang dan formasi tulang,keduanya meningkat menunjukkan adanya peningkatan bone
turnover. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow
stromal cell dan sel-sel mononuklear,seperti IL-1, IL 6, TNF α, yang berperan meningkatkan
kerja osteoklas.Dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan
meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivtas osteoklas meningkat.
Selain itu, menopause juga menurunkan absorbsi kalsium di usus dan meningkata ekskresi
kalsium diginjal. Menopause juga menurunkan sintesis berbagai protein yang membawa 1,25
(OH)2D,sehingga pemberian estrogen akan meningkatkan konsentrasi 1,25 (OH)2D di dalam
plasma.Tetapi, pemberian estrogen transdermal tidak akan meningkatkan sintesis protein
tersebut,karena estrogen transdermal tidak diangkut melewati hati. Walaupun demikian,
estrogen transdermal tetap dapat meningkatkan absorpsi kalsium diusus secara langsung
tanpa dipengaruhi vitamin D. Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat
menopause,maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause,sehingga
osteoporosis akan semakin berat.
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku saku patofisiologi. Edisi revisi ke-3 hal 414-428.
Jakarta:EGC.
Price Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi. Ed. 6. Jakara : EGC.

Patofisiologi :
Kesehatan tulang dipertahankan melalui keseimbangan proses remodeling tulang, dimana
terjadi pergantian secara berkesinambungan dari komponen2 tulang lama dengan yang baru.
Hal ini terjadi melalui proses yang melibatkan resorpsi tulang oleh osteoclast dan
pembentukan massa tulang baru oleh osteoblast. Gagalnya pencapaian puncak massa tulang
atau ketidakseimbangan proses remodeling dapat menimbulkan fragilitas tulang sehingga
mudah terjadi patah tulang. Walaupun estrogen merupakan hormon seks utama yang berperan
dalam mempertahankan homeostasis tulang, namun regulator utama dari remodeling tulang
yang saat ini diketahui adalah sistem RANK/RANKL/OPG yang merupakan sistem
osteoimunologik yang menentukan keberhasilan atau kegagalan homeostasis tulang. Sel-sel
yang berperan dalam meresorpsi tulang yaitu osteoclast dan sel-sel sistem imun, keduanya
berasal dari sel-sel hematopoietik didalam sumsum tulang. Osteoclast tumbuh dari prekursor2
sel makrofag setelah distimulasi oleh macrophage colony-stimulating factor (M-CSF) dan
receptor for activated nuclear factor kappa B ligand (RANKL). Sel-sel pembentuk tulang
yaitu osteoblast berasal dari sel punca mesenkimal yaitu fibroblast colony-stimulating factor
(F-CSF). Selama proses remodeling tulang normal, sel-sel stroma sumsum tulang dan
osteoblast memproduksi RANKL yang berikatan dengan reseptor RANK transmembran pada
prekursor osteoclast dan merangsang differensiasi dan aktivasi osteoclast. Proses ini terjadi
melalui faktor transkripsi, nuclear factor kappa B (NFkB), yang tidak hanya bertanggung
jawab terhadap aktivasi osteoclastogenesis, melainkan juga dalam respons inflamasi.
Differensiasi osteoclast dan proses inflamasi terjadi melalui regulasi interleukin-6 (IL-6).
Peran utama sitokin dalam proses remodeling tulang ditunjukkan oleh fakta bahwa reseptor
untuk sitokin pro inflamasi IL-1, IL-6 dan TNF-a ditemukan baik pada sel-sel prekursor
osteoclast maupun osteoclast yang matang. Estrogen memiliki efek regulasi inti melalui
hambatan terhadap aktivasi IL-6 dari NFkB selama proses remodeling tulang. Osteoblast juga
memproduksi osteoprotegerin (OPG) yang memblok RANKL dan mempertahankan kendali
proses remodeling. OPG sangat vital dalam memfasilitasi sistem RANK/RANKL/OPG.
Menurunnya kadar estrogen dan aktivasi imun yang kronik atau berulang akibat proses yang
terjadi secara sistemik atau dari saluran cerna dapat menyebabkan penurunan kemampuan
alamiah tubuh untuk menghambat produksi RANKL. Akibatnya akan terjadi peningkatan
aktifitas osteoclast. Aktifitas osteoclast diinduksi oleh sitokin-sitokin pro inflamasi dan sel T
yang teraktivasi oleh RANKL, yang diduga dimodulasi oleh aksi interferon gamma (IFN γ)
pada TNF receptor-associated factor 6 (TRAF-6). TRAF-6 adalah protein adaptor RANK
yang memediasi aktivasi NFκB. Kemampuan modulasi IFN γ terhadap RANKL dipengaruhi
oleh vitamin D dan estrogen. Proses menua tidak hanya menyebabkan penurunan produksi
hormon seks tetapi juga meningkatkan kadar sitokin2 pro inflamasi dan menurunkan fungsi
sistem imun.
Secara in vivo, radikal2 bebas terbukti meningkatkan resorpsi tulang sedangkan stres
oksidatif menurunkan kepadatan massa tulang pada manusia. Bila terjadi defisiensi estrogen,
kadar RANKL akan meningkat, sehingga kemampuan alamiah tubuh untuk membatasi faktor
transkripsi TRAF-6 dan NFκB menurun, yang akan mengakibatkan IFNγ memiliki efek pro-
osteoclastogenik, yang akan meningkatkan resorpsi tulang.
Dalam keadaan normal estrogen membantu mempertahankan massa tulang melalui
peningkatan produksi TGF-β oleh makrofag dan hambatan aktivasi sel T CD4+. Menurunnya
kadar estrogen menyebabkan peningkatan antigen presenting cell (APC) dan penurunan
TGFβ serta sel T regulator (Tregs). Keadaan ini akan menyebabkan aktivasi sel T dan
produksi sitokin proinflamasi serta RANKL yang akan menstimulasi osteoclastogenesis.
RANKL tidak hanya mengatur fungsi osteoclast, melainkan juga sel-sel dentritik
(professional antigen presenting cell). Pada inflamasi kronik, RANKL mempromosi daya
tahan hidup sel dendritik dan ekspresi sitokin pro inflamasi. Toleransi oral yang merupakan
respons imunologik terhadap antigen usus, dipertahankan oleh adanya mikroorganisme
komensal dan dinding usus yang utuh. Integritas sel epitel dipertahankan oleh adanya
organisme yang menguntungkan seperti Lactobacillus dan Bifidobacteria yang tidak
mengeluarkan respons inflamasi. Bila flora usus normal dipertahankan, maka toleransi
mandiri (self tolerance) imunologik melalui aktivasi sel T regulator (T regs) memungkinkan
dominasi aktivasi sel T helper 2 (Th2) non inflamasi untuk merespons mikroba usus.
Pertumbuhan bakteri2 patogen dan jamur dapat menyebabkan inflamasi dan meningkatkan
permeabilitas usus, sehingga akan menurunkan toleransi oral. Penjelasan tradisional osteo-
endokrin tentang homeostasis tulang, tidak dapat menerangkan peran penting sistem imun
dalam proses remodeling dan peranan toleransi oral dalam mempertahankan kesehatan
tulang. Saat ini telah diketahui bahwa beban antigen sistemik dari bakteri atau virus yang
tinggi dan atau hilangnya toleransi oral akibat pertumbuhan mikroba patogen yang berlebihan
mempunyai andil besar dalam patofisiologi penurunan massa tulang. Jaringan limfoid usus
secara fisiologik merupakan penyekat imunologik (immunological barrier) terhadap berbagai
penyakit. Bila keutuhan penyekat ini terganggu akibat hiperpermeabilitas endotel karena
alergi makanan atau pertumbuhan bakteri patogen, maka penyerapan makanan akan
berkurang. Akibatnya akan terjadi penurunan toleransi oral yang akan memicu terbentuknya
stressor imunologik gastrointestinal yang berpengaruh pada proses remodeling tulang. Pada
saat usus mengalami invasi bakteri2 patogen, professional APC, melalui aktivasi Toll-like
receptors dan C-type lectin receptors, tidak dapat menekan aktivasi imun dan melepaskan
sitokin proinflamasi yang akan mengaktivasi sel T helper dan menurunkan T regulator. Stres
antigenik ini akan menyebabkan dominasi Thelper 1, peningkatan RANKL dan penurunan
IFN-γ, sehingga akan terjadi gangguan remodeling tulang.
Toll-like receptors merupakan reseptor transmembran yang ditemukan pada makrofag, sel-sel
dendritik dan beberapa sel epitel yang memainkan peranan integral dalam mempertahankan
toleransi oral.
Reseptor ini akan mengenali pola molekuler bakteri dan mengeluarkan respons inflamasi
yang bersifat destruktif terhadap bakteri patogen dan respons tolerogenik terhadap bakteri2
komensal. Menurunnya toleransi oral mungkin terjadi bersamaan dengan involusi kelenjar
thymus (diikuti dengan penurunan sel T naïf) dan penurunan massa tulang pada manusia,
yang mulai terjadi pada pertengahan usia 30 tahun. Walaupun kepadatan massa tulang tidak
selalu menurun secara bermakna setelah menopause, namun percepatan kehilangan massa
tulang dapat terjadi pada usia yang lebih muda.
Menurunnya jumlah sel-sel T naïf akibat inflamasi sistemik kronik atau kelebihan antigen
dari usus halus akan menyebabkan ekspansi sel T oligoklonal dan penurunan aktifitas sel T
helper. Penurunan aktifitas sel T helper ini akan mengurangi kemampuannya memproduksi
IFNγ , dimana hal ini merupakan salah satu tanda proses menua dari sistem imun. Dengan
terjadinya involusi kelenjar thymus, saluran cerna merupakan sumber dari hampir 75% sel-sel
imun tubuh. Pada saat seseorang mengalami proses menua, beban antigen mengalami
peningkatan dan toleransi oral mengalami penurunan, sehingga menurunkan kadar IL-2 (yang
diperlukan untuk proliferasi sel T dan differensiasinya menjadi sel-sel efektor) dan IFNγ yang
pada akhirnya meningkatkan ekspresi RANKL didalam sumsum tulang.
1. Lane NE. Epidemiology, etiology, and diagnosis of osteoporosis. Am J Obstet Gynecol
2006;194:S3-11.
2. McCornick RK. Osteoporosis: Integrating Biomarkers and other Diagnostic correlates into
the Management of Bone Fragility. Altern Med Rev 2007;12(2):113-145.
3. Lash KW,Nicholson JM,Velez L,Van Harrison R,McCost J. Diagnosis and Management of
Osteoporosis. Prim Care Clin Office Pract 2009;36:181-198
4. Sweet MG,Sweet JM,Jeremiah MP,Galazka Sim S. Diagnosis and Treatment of
Osteoporosis.Am Fam Physician 2009;79(3):193-202.
5. Didalam usus besar terjadi penyerapan air dan elektrolit. Diare kebanyakan disebabkan
oleh beberapa inveksi virus tetapi juga seringkali akibat racun bakteria. Pada waktu ada
bakteri atau racun yang masuk bersama makanan, maka usus besar akan mensekresi
air ke lumen usus sehingga terjadi pengenceran. Dalam sigmoid akan memberi distensi
walaupun jumlah feses hanya sedikit sehingga akan masuk ke rectum dan menimbulkan
rangsangan defekasi.

- Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, edisi 2 penerbit EGC

6. Hukum LaPlace Pada Masuknya Oksigen di Paru-paru

Pada pleura, terdapat cairan intrapleura yang memiliki kohesivitas tinggi sehingga
bersifat mengembangkan paru dan menyatukan paru dengan rongga dada. Hal yang serupa
terjadi apabila terdapat molekul air di paru. Gaya-gaya kohesif antara molekul-molekul air
sedemikian kuatnya, sehingga apabila alveolus hanya dilapisi oleh air, tegangan permukaan
akan menjadi besar, dan paru akan kolaps. Gaya recoil yang ditimbulkan oleh serat-serat
elastin dan tingginya tegangan permukaan akan mengalahkan gaya regang yang ditimbulkan
oleh gradien tekanan transmural (gradien tekanan antara udara bebas-kavum intrapleura-
intrapulmonal). Selain itu, compliance paru menjadi sangat rendah, sehingga diperlukan kerja
otot yang melelahkan untuk meregangkan dan mengembangkan alveolus.

Besarnya tegangan permukaan yang ditimbulkan oleh air murni dalam keadaan
normal dilawan oleh surfaktan paru yang disekresikan oleh sel-sel alveolus Tipe II. Surfaktan
paru yang terselip di antara molekul-molekul air dalam ciaran yang melapisi alveolus akan
menurunkan tegangan permukaan alveolus karena gaya kohesif antara sebuah molekul air
dengan sebuah molekul surfaktan sangat rendah. Dengan menurunkan tegangan permukaan
alveolus, surfaktan paru memberi kedua keuntungan penting: (1) meningkatkan compliance
paru, sehingga mengurangi kerja yang dibutuhkan untuk mengembangkan paru; dan (2)
menurunkan kecenderungan paru untuk menciut, sehingga paru tidak mudah kolaps. Hal ini
penting untuk menjaga stabilitas paru.

Dilain hal, pembagian paru yang berisi banyak kantung udara memberikan
keuntungan berupa peningkatan luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas, tetapi
hal ini juga menimbulkan masalah pemeliharaan stabilitas semua alveolus tersebut.
Sebabnya, tekanan yang dihasilkan tegangan permukaan alveolus memiliki arah ke dalam dan
memeras udara yang terdapat di dalam alveolus. Apabila alveolus dipandang sebagai
gelembung sferis, menurut hukum LaPlace, kekuatan tekanan ke arah dalam yang
menyebabkan kolapsnya alveolus tersebut berbanding lurus dengan tegangan permukaan dan
berbanding terbalik dengan jari-jari gelembung (P = 2T/R; P adalah tekanan ke arah dalam
yang menyebabkan kolaps, T adalah tegangan permukaan, R adalah jari-jari gelembung atau
alveolus).

Karena tekanan ke arah dalam berbanding terbalik dengan jari-jari, semakin kecil
alveolus, semakin kecil jari-jarinya dan semakin besar kecenderungan alveolus tersebut untuk
kolaps pada ketegangan tertentu. Dengan demikian, apabila dua alveolus yang ukurannya
berbeda tetapi tegangan permukaannya sama berhubungan dengan saluran pernapasan yang
sama, alveolus yang lebih kecil memiliki kecenderungan kolaps dan mengalirkannya ke
alveolus yang lebih besar. Namun, alveolus kecil dalam keadaan normal tidak kolaps dan
meniupkan udaranya ke alveolus besar, karena surfaktan paru lebih mengurangi tegangan
permukaan pada alveolus kecil dibanding yang besar. Hal ini disebabkan karena molekul-
molekul surfaktan lebih berdekatan satu sama lain pada alveolus kecil. Jika molekul surfaktan
semakin menyebar, semakin rendah pula efeknya terhadap tegangan permukaan.

Faktor lain yang mampu mempengaruhi stabilitas alveolus adalah interdependensi


alveolus yang berdekatan. Setiap alveolus dikelilingi oleh alveolus lain yang berhubungan
melalui jaringan ikat. Jika sebuah alveolus mulai kolaps, alveolus di sekitarnya akan teregang
karena dinding mereka tertarik ke arah alveolus yang kolaps tersebut. Akibatnya, alveolus-
alveolus itu menahan regangan yang terjadi sehinggga menahan kondisi alveolus kolaps
dengan menjaganya tetap terbuka.

Referensi:

1. Dinamika Pernapasan dan Sirkulasi Paru [Internet]. 24 Juni 2011 [cited 19 September
2016]. Available from: http://www.medicinesia.com/kedokteran-
dasar/respirasi/dinamika-pernafasan-dan-sirkulasi-paru/
2. Widmaier EP, Raff H, Strang KT. Vander’s human physiology: the mechanisms of
body function. 13th edition. New York: The McGraw-Hill Companies; 2014.
7. Pengaturan kardiovaskuler

A. Mekanisme Pengaturan Lokal


1. Autoregulasi
Autoregulasi adalah kapasitas jaringan untuk mengatur aliran darahnya sendiri. Kebanyakan
pembuluh darah memiliki kapasitas intrinsik untuk mengompensasi perubahan moderat pada
tekanan perfusi dengan mengubah tahanan pembuluh sehingga aliran darah relatif konstan.
2. Metabolit Vasodilator
Perubahan metabolit yang menghasilkan vasodilatasi pada kebanyakan adalah rsfingter
prakapiler. Peningkatan CO2 dan osmolalitas juga mendilatasikan pembuluh. Peningkatan
suhu menimbulkan efek vasodilator langsung, dan peningkatan suhu di jaringan aktif turut
membantu terjadinya vasodilatasi. K+ dan laktat berperan pada dilatasi.
3. Vasokonstriksi Setempat
Arteri dan arteriol yang cidera berkonstriksi secara kuat. Konstriksi sebagian disebabkan oleh
pembebasan serotonin setempat dari trombosit yang melekat pada dinding pembuluh yang
cidera.
B. Zat yang Disekresi Oleh Endotel
Sel-sel endotel membentuk organ yang mengeluarkan zat vasoaktin, antara lain adalah
prostaglandin dan tromboksan, nitrat oksida, dan endotelin.
1. Prostasiklin dan Tromboksan A2
Prostasiklin dihasilkan oleh sel endotel dan Tromboksan A2dihasilkan oleh trombosit.
Tromboksan A2 meningkatkan agregasi trombosit dan vasokonstriksi, sedangkan prostasiklin
menghambat agregasi trombosit dan meningkatkan vasodilatasi. Keseimbangan antara
tromboksan A2 dan prostasiklin trombosit meningkatkan agregasi trombosit local dan
menimbulkan pembentukan bekuan sekaligus mencegah perluasan bekuan yang berlebihan
dan mempertahankan aliran darah sekitarnya.
2. Nitar Oksida
Nitar Oksida (NO) disintesis dari arginin yang dikatalis oleh nitrat oksida sintase. Saat ini
terdapat 3 bentuk iso NO sintase terdapat 3, yaitu NOS 1 (di system saraf), NOS 2 (di
makrofag dan sel imun lain), NOS 3 (di sel endotel). NOS 1 dan 3 diaktifkan oleh zat yang
meningkatkan konsentrasi Ca2+ intrasel, termasuk vasodilator asetikolin dan bradikinin. NO
yang dihasilkan oleh sel endotel berdifusi ke dalam sel otot polos, dan bertindak sebagai
perantara relaksasi otot polos vaskular. NO juga berperan dalam remodeling vaskular dan
angiogenesis. Ereksi penis juga dihasilkan oleh pelepasan NO yang menyebabkan
vasodilatasi.
3. Endotelin
Sel endotel menghasilkan endotelin-1, endotelin-2, dan endotelin-3. Ketiga endotelin tersebut
adalah anggota famili 3 polipeptida yang mengandung 21 asam amino.
endotelin-1
Di sel endotel, produk gen endotelin-1 diproses untuk menjadi suatu prahormon 39-asam
amino, yaitu big endotelin-1 yang memiliki aktivitas endotelin-1 sekitar 1%. Prahormon
diputus di ikatan Trp-val converting enzyme.
C. Pengaturan Sistemik Oleh Hormon
Hormon vasodilator antara lain adalah kinin, VIP, dan ANP. Hormone vasokonstriktor dalam
darah adalah vasopresin, norepinefrin, epinefrin, angitensin II.
Kinin
Di tubuh terdapat dua peptide yang berkaitan yang disebut kinin, diantaranya adalah
nonapeptida bradikinin dan dekapeptida lisilbradikinin (kalidin). Kedua peptida ini dibentuk
dari dua protein precursor, high-molekuler-weight kininogen dan low-molekuler-weight
kininogen melalui alternative splicing. Kinin menyebabkan kontraksi otot polos visseral,
tetapi menyebabkan relaksasi otot polos vascular melalu NO, yang menurunkan tekanan
darah. Kinin juga meningkatkan permeabilitas kapiler, menarik leukosit, dan menyebabkan
nyeri apabila disuntikkan di bawah kulit.
Hormon natriuretik
Peptida natriuretik atrium yang disekresi oleh jantung mengantagonisasi kerja berbagai agen
vasokonstriktor dan menurunkan tekanan darah.
Vasokonstriktor dalam darah
Vasopressin adalah suatu vasokonstriktor kuat, tetapi apabila disuntikkan pada individu
normal akan menimbulkan kompensasi penurunan curah jantung sehingga terjadi sedikit
perubahan pada tekanan darah. Norepinefrin memiliki efek vasokonstriktor umum,
sedangkan epinefrin mendilatasikan pembuluh di otot rangka dan hati. Oktapeptida
angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi umum, yang dibentuk dari angiotensin I yang
dibebaskan oleh kerja rennin dari ginjal pada angiotensinogen dalam darah.
D. Pengaturan Sistemik Oleh Sistem Saraf
1) Mekanisme Pengaturan Oleh Saraf
Semua pembuluh darah kecuali kapiler dan venula mengandung otot polos dan menerima
serabut saraf motorik dari divisi simpatis susunan saraf otonom. Serabut yang mensarafi
pembuluh tahanan mengatur aliran darah jaringan dan tekanan arteri. Serabut yang mensarafi
pembuluh kapasitans vena mengubah-ngubah volume darah yang dismpan di vena.
Konstriksi vena dihasilkan oleh ransang yang juga mengaktifkan saraf vasokonstriktor yang
menuju arteriol. Akibatnya, penurunan kapasitas vena meningkatkan arus balik vena, dan
menggeser darah ke arah arteri di sirkulasi.
2) Persarafan Pembuluh Darah
Serabut noradrenergik berfungsi sebagai vasokonstriktor. Selain persarafan vasokonstriktor,
pembuluh tahanan pada otot rangka di persarafi oleh serabut vasodilator yang bersifat
kolinergik. Berkas serabut noradrenergic dan kolinergik membentuk suatu fleksus pada
lapisan adventisia arteriol. Transmitter mencapai bagian dalam media dengan cara difusi , dan
arus menyebar dari satu sel otot polos ke sel yang lain melalui taut celah. Serabut
vasokonstriktor yang menuju kebanyakan pembuluh darah memiliki sejumlah aktivitas tonik,
sedangkan pada vasodilatasi tidak terdapat pelepasan impuls tonik. Sebagian saraf kolinergik
juga mengandung VIP yang menimbulkan vasodilatasi.
3) Persarafan Jantung
Impuls di saraf simpatik noradrenergik yang menuju jantung meningkatkan frekuensi denyut
jantung dan kekuatan kontraksi jantung, serta menghambat stimulasi vagus.
4) Pengaturan vasomotor
Aktivitas reflex spinal mempengaruhi tekanan darah , tetapi kendali utama tekanan darah
dilakukan oleh kelompok neuron di medulla oblongata yang disebut sebagai daerah
vasomotor atau pusat vasomotor. Impuls yang sampai ke medulla juga mempengaruhi denyut
jantung melalui pelepasan impuls vagus ke jantung. Bila pelepasan impuls vasokonstriktor
meningkat, kontraksi arteriol dan tekanan darah juga meningkat.
5) Serabut aferen yang menuju daerah vasomotor

Ganong W.F. 2005. Review of medical physiology. 22nd ed. Singapore : Mc Graw Hill

Anda mungkin juga menyukai