Anda di halaman 1dari 7

KEWASPADAAN UNIVERSAL

Dewasa ini Indonesia telah memasuki epidemi HIV/AIDS gelombang kelima yang ditandai
dengan munculnya kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga/para isteri, bahkan ibu dengan
janin yang sedang dikandungnya. Data sampai 2001 tercatat 2000 kasus HIV/AIDS yang
dilaporkan di Indonesia dan sepertiga diantaranya adalah wanita. Ternyata kasus infeksi HIV
bertambah lebih cepat diantara wanita dan dalam waktu yang tidak terlalu lama akan
menyusul jumlah infeksi pada laki-laki.
Kasus HIV (+) tidak menampilkan gejala dan tanda klinik yang spesifik, tetapi dapat
menularkan penyakit sebagaimana kasus Hepatitis B (+). Sementara itu dalam melakukan
pengelolaan kasus HIV/AIDS, petugas kesehatan dapat terinfeksi bila terjadi kontak dengan
cairan tubuh/darah pasien. Dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil,
bersalin dan nifas, ataupun diluar masa itu, petugas kesehatan selalu memiliki risiko terinfeksi
oleh mikroorganisme melalui darah/cairan tubuh. Maka setiap petugas pelaksana pelayanan
kesehatan perlu memegang prinsip-prinsip pencegahan infeksi, khususnya prinsip
Kewaspadaan Universal (KU).
Bagian ini membahas prinsip kewaspadaan universal mulai dari pengertian, pelaksanaan
hingga upaya yang perlu dilakukan bila petugas terpapar darah/cairan tubuh dalam
melaksanakan tugasnya.

DEFISI
Kewaspadaan Universal adalah pedoman yang ditetapkan untuk mencegah penyebaran
berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh di lingkungan rumah sakit atau
sarana kesehatan lainnya. Konsep yang dianut adalah bahwa semua darah/cairan tubuh harus
dikelola sebagai sumber yang dapat menularkan HIV, Hepatitis B dan berbagai penyakit lain
yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh.

PELAKSANAAN KEWASPADAAN UNIVERSAL


 Petugas kesehatan harus secara rutin memakai sarana yang dapat dipakai untuk mencegah
kontak kulit/selaput lendir dengan darah/cairan tubuh lainnya dari pasien yang dilayaninya.
Setiap petugas kesehatan harus:
- Menggunakan sarung tangan bila:
Menyentuh darah/cairan tubuh, selaput lendir atau kulit yang tidak utuh
- Mengelola peralatan dan sarana kesehatan yang tercemar darah/cairan tubuh
- Mengerjakan fungsi vena atau prosedur lain yang menyangkut pembuluh darah
Sarung tangan harus selalu diganti setiap selesai kontak dengan seorang pasien
- Memakai masker/pelindung mata/pelindung wajah bila mengerjakan prosedur yang
memungkinkan terjadinya cipratan darah/cairan tubuh guna mencegah terpaparnya
selaput lendir pada mulut, hidung dan mata.
- Memakai pakaian kerja khusus selama melakukan tindakan yang mungkin
menimbulkan cipratan darah/cairan tubuh
 Tangan dan bagian tubuh lainnya harus segera dicuci dengan sabun dan air mengalir
sebersih mungkin bila terpapar darah/cairan tubuh. Cuci tangan juga harus dilakukan setiap
kali melepas sarung tangan.
 Petugas kesehatan harus selalu waspada terhadap kemungkinan tertusuk jarum, pisau dan
benda/alat tajam lainnya selama membersihkan/mencuci peralatan, membuang sampah
atau membenahi peralatan setelah berlangsungnya prosedur/tindakan.
 Untuk mencapai tujuan ini, maka jangan menutup kembali jarum suntik setelah dipakai,
jangan sengaja membengkokkan jarum suntik dengan tangan, jangan melepas jarum suntik
dari tabungnya atau melakukan apapun pada jarum suntik dengan menggunakan tangan
terbuka. Setelah semua benda tajam selesai dipergunakan, maka harus ditaruh dalam
wadah khusus yang tahan/anti tusukan. Kemudian wadah kumpulan benda tajam harus
terjamin aman untuk dibawa ke tempat pemrosesan alat atau dalam proses pengeyahannya.
 Walaupun air liur belum terbukti menularkan HIV, tindakan resusitasi dari mulut ke mulut
harus dihindari. Jadi disetiap tempat dimana terdapat kemungkinan resusitasi, perlu
tersedia alat resusitasi.
 Petugas kesehatan yang mengalami luka atau lesi yang mengeluarkan cairan, misalnya
dermititis basah, harus menghindari tugas yang bersifat kontak langsung dengan peralatan
bekas pakai pasien.
 Petugas kesehatan yang hamil tidak mempunyai resiko lebih besar untuk tertular HIV.
Namun demikian, bila terjadi infeksi HIV selama kehamilan, janin yang dikandungnya
berisiko untuk mengalami transmisi perinatal. Karena itu, petugas kesehatan yang sedang
hamil harus lebih memperhatikan segala prosedur yang dapat menghindari penularan HIV.

Dengan menerapkan KU, setiap petugas kesehatan akan terlindung secara maksimal dari
kemungkinan terkena infeksi penyakit yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh, baik dari
kasus yang terdiagnosis maupun yang tidak terdiagnosis.

BEBERAPA PETUNJUK DALAM PELAKSANAAN KEWASPADAAN UNIVERSAL


Disadari bahwa diagnosis dini adanya infeksi oleh mikroorganisme pada pasien penting
peranannya dalam keberhasilan penanganan kasus. Akan tetapi berdasarkan berbagai
pertimbangan saat ini, penapisan terhadap berbagai infeksi virus tidak mungkin dilakukan
secara rutin. Bahkan pada infeksi HIV terdapat “window period” dimana pada masa tersebut
darah/cairan tubuh sudah dapat menularkan infeksi, walaupun adanya HIV belum dapat
terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium. Karena itu prinsip KU dalam pencegahan
infeksi merupakan kunci utama keberhasilan memutuskan rantai transmisi penyakit yang
ditularkan melalui darah/cairan tubuh lainnya.
Dibawah ini disampaikan langkah yang perlu sebagai pencegahan infeksi, walaupun perlu
diingat bahwa langkah ini tidak mengabaikan pentingnya prosedur standar dalam pemrosesan
alat/instumen secara tepat, pembuangan sampah/limbah secara aman dan menjamin
kebersihan ruangan serta lingkungan sekitarnya.

Kewaspadaan dalam tindak medik


Semua prosedur pembedahan yang membuka jaringan organ, pembuluh darah dan
pertolongan persalinan atau tindakan abortus, termasuk tindakan medik invasif berisiko tinggi
menularkan HIV bagi tenaga kesehatan.
Untuk memutus rantai penularan, perlu pembatas berupa:
 Kacamata pelindung untuk menghindari percikan cairan tubuh ke mata
 Masker pelindung hidung/mulut untuk mencegah percikan pada mukosa hidung/mulut
 Plastik penutup badan (apron) untuk mencegah kontak dengan darah/cairan tubuh pasien
 Sarung tangan yang sesuai untuk pelindung tangan yang aktif melakukan tindakan medik
invasif
 Penutup kaki untuk melindungi kaki dari cairan yang infektif

Kegiatan di gawat darurat


Unit gawat darurat yang pada umumnya melayani kasus gawat darurat awal di suatu rumah
sakit, harus menyediakan peralatan yang berkaitan dengan plaksanaan KU. Sarana seperti
sarung tangan, masker dan gaun khusus harus selalu ada, mudah dicapai dan mudah dipakai.
Alat resusitasi harus tersedia dan harus ada petugas terlatih yang siap menggunakannya.
Di setiap tempat perlayanan gawat darurat harus tersedia wadah khusus untuk mengelola
peralatan tajam.

Kegiatan di kamar operasi


 Dalam prosedur operasi
Selain kontak langsung dengan darah, tertusuknya bagian tubuh oleh benda tajam
merupakan kejadian yang harus dicegah. Oleh karena itu bagian instrumen yang tajam
jangan diberikan ke dan dari operator oleh asisten atau ahli instrumen. Untuk memudahkan
hal ini dipakai nampan guna menyerahkan instrumen tajam atau mengembalikannya.
Operator bertanggung jawab menempatkan benda tajam secara aman.
 Pada saat menjahit
Pada saat menjahit lakukan prosedur sedemikian rupa sehingga jari/tangan terhindari dari
tusukan
 Memisahkan jaringan
Jangan gunakan tangan untuk memisahkan jaringan, karena hal itu akan menambah risiko
pemaparan infeksi melalui tangan operator
 Operasi sulit
Untuk operasi yang membutuhkan waktu lebih dari 60 menit dan ruang kerjanya sempit,
dianjurkan untuk menggunakan sarung tangan ganda
 Melepaskan baju operasi harus dilakukan sebelum membuka sarung tangan agar tidak
terpapar darah/cairan tubuh dari baju operasi
 Pencucian instrumen bekas pakai sebaiknya secara mekanik. Bila mencuci instrumen
secara manual, petugas harus menggunakan sarung tangan rumah tangga dan instrumen
sebelumnya telah di dekontaminasi dengan merendam dalam larutan klorin 0,5% selama
10 menit.
 Seorang dokter yang melakukan prosedur pembedahan sebaiknya telah diuji kelayakannya
untuk melakukan pembedahan secara khusus tersebut.

Kegiatan di kamar bersalin


Selain memperhatikan kebutuhan pembatas yang telah disebutkan di atas, perlu diingatkan
bahwa:
 Kegiatan di kamar bersalin yang membutuhkan lengan/tangan untuk manipulasi intrauterin
harus menggunakan apron dan sarung tangan yang mencapai siku
 Menolong bayi baru lahir harus menggunakan sarung tangan
 Cara pengisapan lendir bayi dengan mulut harus ditinggalkan
 Potong tali pusat diantara dua klem setelah diurut kearah ibu untuk menghindari percikan
darah.
 ASI dari ibu yang terinfeksi HIV berisiko untuk bayi baru lahir, tetapi tidak berisiko untuk
tenaga kesehatan.

Prosedur anestesi
Prosedur anestesi merupakan aktivitas yang dapat memaparkan infeksi virus pada tenaga
kesehatan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
 Perlu disediakan nampan/troli untuk alat yang telah selesai digunakan
 Jarum harus dibuang segera setelah pemakaian ke wadah yang aman
 Pakailah obat sedapat-dapatnya untuk dosis satu kali pemberian
 Menutup spuit adalah prosedur berisiko tinggi
 Sangat dianjurkan bahwa petugas anestesi melalui uji kelayakan terlebih dahulu untuk
meminimalkan risiko terluka oleh jarum suntik/alat tajam lain yang tercemar darah/cairan
tubuh.

Lokasi kegiatan lain yang harus diperhatikan adalah mobil ambulan, laboratorium dan kamar
jenasah.

MANAJEMEN UNTUK TENAGA KESEHATAN YANG TERPAPAR


DARAH/CAIRAN TUBUH
 Paparan secara parenteral melalui tusukan jarum, kena potong dan lain-lain
Keluarkan darah sebanyak mungkin, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
 Paparan pada selaput lendir melalui percikan pada:
Mata – cucilah mata dalam keadaan terbuka menggunakan air atau cairan NaCI
Mulut – keluarkan cairan mengandung infeksi dengan cara berludah kemudian kumur
dengan air beberapa kali
Kulit yang utuh, kulit yang sedang luka, lecet atau dermatitis – cuci sebersih mungkin
dengan sabun dan air mengalir

Selanjutnya, mereka yang terpapar ini perlu mendapatkan pemantauan HIV yang sesuai dan
perhatian terhadap kondisi kesehatannya. Selama pemantauan tenaga kesehatan yang terpapar
memerlukan konseling mengenai risiko infeksi dan pencegahan transmisi selanjutnya. Harus
diingatkan untuk tidak menjadi donor darah atau jaringan, selalu melakukan hubungan
seksual yang aman dan mencegah terjadinya kehamilan. Dibeberapa negara seperti Australia,
diberikan Zidovudine (AZT) profilaksis 200mg oral 5 kali sehari selama 6 minggu.

PENANGANAN ALAT-ALAT YANG TERKONTAMINASI


Proses dasar pencegahan infeksi yang harus digunakan untuk mengurangi transmisi penyakit
dari peralatan, sarung tangan dan bahan-bahan lain yang terkontaminasi adalah:
 Pembuangan sampah dan dekontaminasi
 Pencucian dan pembilasan
 Sterilisasi, atau
 Desinfeksi Tingkat Tinggi
Tanpa memperhatian tindakan pelayanan kesehatan atau prosedur pembedahan yang
dilakukan, apakah minilaparotomi atau pemeriksaan panggul, proses pencegahan infeksi yang
digunakan adalah sama (Tabel 6.1).

Gambar 11.1: Pemrosesan sterilisasi dan desinfeksi peralatan bekas pakai

Sumber: JHPIEGO IP Manual, Chapter 4: 29-31, 1992. Spaulding EH. Studies on Chemical
Sterilization of Surgical Instruments. Surg Gyne Obstete 69:738-744, 1939.

Setelah prosedur selesai dikerjakan, dengan masih memakai sarung tangan dokter atau
asistennya membuang benda-benda yang terkontaminasi (kasa, kapas, pembalut dll). Ke
dalam kantong/tas plastik yang tidak tembus air. Jangan membiarkan benda-benda/bahan
yang terkontaminasi tersebut menyentuh bagian luar dari kantong.
Setelah itu, peralatan yang telah digunakan termasuk jarum suntik dan sarung tangan yang
akan digunakan lagi, yang telah kontak dengna darah atau cairan tubuh lainnya, harus di
dekontaminasi dengan cara merendam selama 10 menit di dalam larutan desinfektan (cairan
klorin 0.5%, langkah ini akan membunuh virus hepatitis B dan AIDS)
Permukaan meja operasi atau permukaan meja periksa yang mungkin terkontaminasi dengan
cairan tubuh juga harus di dekontaminasi sebelum digunakan kembali.

Kemudian, peralatan dan sarung tangan yang akan digunakan kembali dicuci menggunakan
deterjen dan air dan dibilas dengan air bersih sebelum diproses lebih lanjut.
Akhirnya, peralatan dan benda-benda yang akan digunakan lagi, seperti sarung tangan yang
kontak dengan darah atau jaringan dalam tubuh di bawah kulit, harus disterilkan untuk
membunuh semua mikroorganisme (termasuk bakteri endospora). Jika sterilisasi tidak
memungkinkan atau alat sterilisasi tidak ada, desinfeksi tingkat tinggi dengan perebusan atau
perendaman dalam desinfektan tingkat tinggi adalah alternatif terbaik. Karena perebusan
biarpun dengan mempermanjang waktu (misalnya selama 90 menit) atau perendaman selama
20 menit dalam desinfektan tingkat tinggi tidak dapat membunuh bakteri endospora, petugas
kesehatan harus mengetahui keterbatasan desinfeksi tingkat tinggi (DTT) ini.

PEMBUANGAN SAMPAH SECARA AMAN


Tujuan pembuangan sampah klinik secara benar adalah:
 Mencegah penyebaran infeksi kepada petugas klinik yang menangani sampah dan kepada
masyarakat
 Melindungi orang-orang yang menangani sampah dari luka karena kecelakaan

Sampah yang tidak terkontaminasi tidak memberikan resiko infeksi kepada orang yang
menangani sampah tersebut. Contoh sampah yang tidak terkontaminasi termasuk kertas,
kardus, botol dan wadah-wadah plastik yang merupakan produk rumah-tangga biasa yag
digunakan di dalam klinik. Biar bagaimanapun, kebanyakan sampah suatu fasilitas kesehatan
adalah sampah terkontaminasi.

Sampah terkontaminasi dapat membawa mikroorganisme dalam jumlah besar yagn


mempunyai potensi menularkan infeksi kepada orang yang kontak atau menangani sampah
terkontaminasi termasuk darah, nanah, air seni, tinja dan cairan tubuh lainnya dan juga
termasuk bahan-bahan habis pakai yang terkena/kontak dengan darah, nanah dan sebagainya.
Sampah yang berasal dari ruang operasi harus dikategorikan sebagai sampah terkontaminasi.
Sebagai tambahan sampah terkontaminasi, juga termasuk barang-barang yang mungkin dapat
menyebabkan luka (mis. Jarum suntuk, scalpel) atau dapat menyebarkan penyakit melalui
darah (blood-borne disease) seperti Hepatitis B dan AIDS.
Penanganan yang benar terhadap sampah akan mengurangi penyebaran infeksi kepada
petugas klinik dan kepada masyarakat setempat. Jika memungkinkan, sampah yang tidak
terkontaminasi harus di transportasikan ke tempat pembuangan sampah dalam wadah
tertutup. Petugas yang menangai sampah harus menggunakan sarung tangan tebal. Sampah
terkontaminasi harus dibakar dalam insinerator atau dikubur. Incinerator memberikan suhu
yang tidak dan membunuh mikroorganisme, karena itu merupakan pilihan utama untuk
menangani sampah terkontaminasi. Insinerator juga mengurangi volume sampah yang perlu
dikubur. Jika tidak terdapat insinerator, semua sampah terkontaminasi harus dikubur untuk
mencegah sampah tersebut berhamburan (Sumber: JHPIEGO IP Manual, Chapter 9:97, 1992)

PEMELIHARAAN LINGKUNGAN YANG AMAN


Pemeliharaan lingkungan yang aman, dalam hal ini bebas dari infeksi, merupakan proses yang
berlangsung terus-menerus dan memerlukan pelatihan dan supervisi yang ketat, yang diulang
secara berkala bagi staf klinik. Bila praktek pencegahan infeksi diterapkan sebaik-baiknya,
sesuai apa yang dianjurkan, infeksi yang mungkin terjadi sebagai kelanjutan atau akibat
pelayanan Keluarga Berencana dan penyebaran penyakit seperti hepatitis B (HBV) dan
HIV/AIDS dapat dihindari. Namun demikian seluruh praktek pencegahan infeksi sesuai
anjuran yang telah dijelaskan di atas harus diterapkan secara tepat sebelum, selama dan
sesudah tiap prosedur dilakukan. Keteledoran pada setiap langkah dalam pelayanan rutin
dapat mengakibatkan hasil yang buruk bagi tingkat keamanan prosedur selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai