Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Keperawatan


2.2 Konsep EBN
2.2.1 Pengertian Evidence Based Nursing (EBN)
Evidence Based Nursing didefinisikan sebagai sintesis dan penggunaan
temuan ilmiah (hasil penelitian) dari suatu penelitian randomized control trial
(Estabrook, 2004 dalam Wood dan Haber, 2006). Menurut Sackeett, et al (2009)
EBN adalah sebagai suatu sintesis dan penggunaan temuan ilmiah dari berbagai jenis
penelitian termasuk randomized control trial, penelitian deskriptif, informasi dari
laporan kasus dan pendapat pakar. Pendapat lain dari Dharma (2011) mendefinisikan
EBN sebagai suatu integrasi (lebih dari 1 penelitian) dari bukti hasil penelitian
terbaik yang telah melalui tahapan telaah dan sintesis yang digunakan sebagai dasar
dalam praktik keperawatan dan memberikan manfaat bagi penerima layanan
keperawatan.

2.2.2 Tujuan Evidence Based Nursing (EBN)


Dharma (2011) berpendapat penggunaan hasil penelitian pada tatanan praktik
keperawatan bertujuan :
a. Memberikan landasan yang objektif dan rasional dalam praktik keperawatan
Fenomena yang didapat dari pengalaman klinik masih harus dibuktikan terlebih
dahulu kebenarannya secara ilmiah dan fakta ilmiah. Inilah yang kemudian
dijadikan dasar dalam praktik keperawatan (evidence based nursing practice).
Perawat yang memiliki pengalaman kemudian melakukan tindakan keperawatan
aatas dasar fakta ilmiah akan menghasilkan suatu asuhan keperawatan yang
berkualitas.
b. Memberikan bukti bahwa praktik keperawatan dilandasi oleh penerapan prinsip-
prinsip ilmiah (scientific method) yang relevan dan terkini (up to date). Dengan
menerapkan evidence base nursing practice atau praktik keperawatan dilandasi
bukti ilmiah, memberikan bukti bahwa praktik keperawatan dilandasi oleh dasar
ilmu pengetahuan yang kuat yang didapat melalui penelitian.
c. Melatih kemampuan perawat untuk berpikir kritis dan rasional terhadap suatu
fenomena/masalahpenerapan EBN secara tidak langsung akan melatih
kemampuan berpikir kritis dan rasional seorang perawat dalam menghadapi
suatu masalah/fenomena. Ketika menghadapi suatu masalah atau menemukan
suatu fenomena perawat mengeksplorasi berbagai sumber ilmiah untuk
mengetahui gambaran permasalahan/fenomena dan mencari solusi yang tepat
untuk mengatasi masalah tersebut.
d. Sebagai salah satu ciri dan praktik keperawatan professional
Evidence Based Nursing practice merupakan suatu cara untuk membuktikan
bahwa perawat adalah professional.
e. Meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan
Tujuan akhir dari penerapan EBN adalah meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan. EBN merupakan suatu cara untuk mencapai indicator-indikator
kualitas pelayanan keperawatan.
f. Sebagai dasar untuk menyusun pertanyaan penelitian berikutnya
Efektifitas penerapan hasil penelitian dalam praktik keperawatan diketahui
melalui evaluasi proses dan evaluasi hasil. Hasil evaluasi dijadikan landasan
untuk menyusun pertanyaan penelitian berikutnya untuk topik yang relevan

2.2.3 Tahapan Evidence Based Nursing (EBN)


Secara umum terdapat 4 komponen dalam penerapan EBN menurut Dharma
(2011) meliputi :
a. Telaah dan sintesis hasil penelitian
b. Implementasi
c. Evaluasi efektifitas penerapan EBN terhadap pelayanan pasien
d. Pertimbangan terhadap konteks dimana hasil penelitian diterapkan yang
mencakup keterlaksanaan berdasarkan aspek pembiayaan, sumber daya manusia
yang terlibat dalam penerapan EBN, ketersediaan fasilitas pendukung dan
kebijakan institusi
Banyak model yang dapat digunakan sebagai kerangka kerja untuk melakukan
EBN. Berikut tahapan dalam pelaksanaan EBN menurut model IOWA :
1. Memilih topik EBN
Dalam memilih topik EBN perlu mempertimbangkan kesesuaian antara topik
yang diajukan dengan kebutuhan dan kemampuan institusi. Topik EBN yang
relevan dengan kebutuhan dan kemampuan institusi akan mendapatkan
dukungan dari pimpinan dari pihak lain yang terkait. Dukungan dari penentu
kebijakan dan pihak yang terkait langsung dengan penerapan EBN sangat
diperlukan untuk keberhasilan kegiatan EBN. Beberapa criteria yang perlu
dipertimbangkan dalam menentukan topik EBN antara lain :
a) Prioritas masalah bagi profesi keperawatan dan institusi
Identifikasi terlebih dahulu skala prioritas bagi pengembangan profesi
keperawatan dan institusi, kemudian pertimbangkan topik EBN berdasarkan
skala prioritas ini.
b) Pentingnya masalah
Pentingnya masalah sangat relative, tergantung kepentingan dan maslah
yang dihadapi oleh institusi
c) Keterlaksanaan pada beberapa area keperawatan
Topik EBN akan semakin baik jika diterapkan pada berbagai area
keperawatan
d) Pengaruh terhadap peningkatan kualitas pelayanan keperawatan, penurunan
lama perawatan, biaya perawatan dan peningkatan kepuasan pasien
e) Peran multidisiplin terkait dengan topik dan kemampuan membentuk
kerjasama antar disiplin
f) Minat dan komitmen staf terhadap topik yang akan dipilih
g) Ketersediaan bukti penelitian dan referensi untuk mendukung topik yang
akan dipilih

Setelah topik EBN disepakati, dilanjutkan dengan memilih kelompok kerja


yang akan terlibat aktif dalam proses pelaksanaan EBN.
2. Membentuk TIM
Setelah penentuan topik EBN, tahap selanjutnya adalah membentuk
tim/kelompok kerja yang terlibat dalam pelaksanaan EBN. Tim ini bertanggung
jawab dalam mengembangkan, mengimplementasikan dan mengevaluasi
pelaksanaan EBN. Penentuan anggota tim yang terlibat dalam pelaksanaan EBN
sangat tergantung pada topik EBN. Berdasarkan topik EBN, tim dapat
beranggotakan berbagai disiplin (multidisplin) atau hanya beranggotakan
perawat professional pada suatu area keperawatan.
Tugas awal dari tim EBN adalah menyusun pertanyaan EBN. Topik yang
sebelumnya ditetapkan kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan klinik
(pertanyaan EBN). Pertanyaan yang jelas akan mempermudah tim dalam
menspesifikkan tipe pasien, jenis intervensi, outcome dan desain penelitian yang
relevan dijadikan sebagai rujukan (Alderson, Green dan Higgins, 2003 dalam
Wood dan Harber, 2006). Metode yang dapat digunakan untuk merumuskan
pertanyaan EBN adalah metode yang dikenal dengan istilah PICO (university
Of Illionis Chicago, 2003). Isitilah ini merujuk pada singkatan, yaitu :
P : Patient/population/problem (gambaran sekelompok pasien yang memiliki
masalah)
I : Intervention/treatment (Intervensi atau prosedur utama)
C : Comparasion Intervention/treatment (Intervensi alternative/ standar yang
dibandingkan dengan intervensi utama)
O : Outcome (hasil yang diharapkan)

3. Mengumpulkan hasil penelitian yang relevan


Untuk menjawab pertanyaan EBN dan menentukan intervensi yang paling tepat
diterapkan pada kasus, diperlukan eksplorasi berbagai referensi. Beberapa
referensi yang dapat digunakan sebagai sumber EBN antara lain : publikasi hasil
penelitian di jurnal elektronik (CINAHL, EBSCO, PROQUEST, MIDLINE).

4. Melakukan kritik jurnal (criticial appraisal)


Kritik jurnal merupakan tahapan penting dalam EBN. Pada tahap ini hasil
penelitian yang akan dijadikan rujukan ditelaah kelayakannya dan dianalisis
apakah menggambarkan fakta sebenarnya. Suatu hasil penelitian layak untuk
dijadikan EBN atas dasar pertimbangan berikut ini :
a) Kualitas evidence
Dinilai berdasarkan agregat peringkat kualitas suatu penelitian dan dalam
rentang mana bias dapat diminimalisir dari suatu penelitian.
b) Kuantitas evidence
Kuantitas evidence menunjukkan besarnya kemaknaan klinik (effect size)
dari suatu hasil penelitian, jumlah penelitian yang mendukung evidence,
jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian dan power penelitian
tersebut.
c) Konsistensi evidence
Konsistensi evidence mengukur sejauh mana tingkay kemiripan setiap hasil
penlitian yang dijadikan sebagai evidence. Semakin mirip hasil dari
beberapa penelitian, maka akan semakin baik hasil penelitian dijadikan
sebagai EBN.

5. Sintesis hasil penelitian


Sintesis penelitian adalah suatu proses mengintegrasikan beberapa hasil
penelitian yang dianggap memenuhi unsure validitas (validity), kepentingan
(importancy) dan kemampulaksanaan (applicability) untuk menghasil suatu
hasil temuan baru yang akan diterapkan sebagai evidence based nursing practice
(EBN). Ada dua faktor yang harus dipertimbangkan untuk menentukan hasil
penelitian yang akan disintesis, yaitu :
a) Kemiripian karakteristik sampel dengan populasi pasien dimana hasil
penelitian akan diterapkan. Pilih penelitian yang menggunakan sampel
dengan karakteristik menyerupai populasi pasien dimana EBN akan
diterapkan.

b) Relevansi penelitian dengan topik dan pertanyaan EBN


Pilih penelitian yang paling relevan dengan topik dan pertanyaan EBN
untuk disintesis. Pada dasarnya tahapan ini dapat dipersingkat pada tahap
mengumpulkan hasil penelitian dari jurnal.

6. Uji coba (pilot project) Intervensi/prosedur baru dalam praktik keperawatan


Setelah seluruh hasil penelitian yang mendukung ditelaah dan disintesis, tahap
selanjutnya adalah melakukan ujicoba intervensi/prosedur baru. Ujicoba sangat
penting dilakukan sebelum mengimplementasikan EBN sebagai suatu prosedur
tetap di institusi. Ketika memasuki tahap ini, tim EBN mulai menyusun
proposal pilot project yang mencakup: tujuan yang ingin dicapai, ruangan yang
akan dijadikan sebagai unit percontohan, instrument yang diperlukan, petunjuk
pelaksanaan prosedur baru, metode evaluasi dan rincian pembiayaan yang
diperlukan. Berikut ini beberapa kegiatan dalam tahap ujicoba EBN :
a) Menentukan tujuan
Tujuan penerapan EBN dalam unit percontohan mengacu pada tujuan umum
dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penerapan suatu prosedur berdasarkan
EBN adalah kepuasan pasien, jumlah hari rawat pasien, berkurangnya biaya
yang harus dikeluarkan dan efektifitas tindakan. Tujuan khusus mengacu
pada hasil spesifik yang ingin dicapai dari intervensi baru. Kriteria waktu
juga perlu dijelaskan dalam tujuan khusus sebagai salah satu criteria
pencapaian tujuan. Kriteria waktu pencapaian tujuan disesuaikan dengan
hasil penelitian yang mendukung.
b) Mengumpulkan data dasar
Sebelum menerapkan EBN dalam unit percontohan, tim perlu
mengumpulkan beberapa data dasar yang berhubungan dengan persiapan
penerapan EBN. Data dasar diperlukan untuk menyusun strategi yang tepat
guna mencapai keberhasilan EBN pada unit percontohan.
c) Membuat desain/petunjuk penerapan EBN
Petunjuk EBN memberikan arah dan pedoman dalam melaksanakan
intervensi/prosedur baru. petunjuk dibuat secara operasional berupa
instruksi/prosedur kerja, tahapan kegiatan, uraian tugas anggota tim yang
terlibat, metode pendokumentasian dan pelaporan. Desain dan petunjuk
EBN dikembangkan berdasarkan rekomendasi hasil penelitian.
d) Mengimplementasikan EBN pada unit percontohan
e) Setelah semua tahapan persiapan dilaksanakan , maka tahap selanjutnya
adalah mengimplementasikan EBN pada unit percontohan. Dalam tahap ini
seluruh standar operasional prosedur yang telah disusun diterapkan dibawah
kontrol dan evaluasi dari evaluator yang merupakan bagian dari tim EBN.
f) Memodifikasi pedoman praktik.
Berdasarkan hasil evaluasi kemudian dilakukan modifikasi terhadap
pedoman/petunjuk pelaksanaan EBN yang kurang sempurna. Modifikasi
dilakukan pada bagian-bagian tertentu yang sulit dilaksanakan dan
memberikan hasil yang kurang memuaskan.

7. Menetapkan perubahan baru


Setelah mengevaluasi hasil pilot project penerapan EBN, tahap selanjutnya
adalah menetapkan perubahan baru di institusi. Penetapan perubahan baru harus
diikuti dengan upaya untuk mempertahankan dan membudayakan intervensi
baru dalam praktik keperawatan (sustainability)

8. Desiminasi hasil
Tahap akhir adalah desiminasi hasil kepada seluruh unsure yag terlibat dalam
penerapan EBN (Dharma,2011).
2.3 Konsep Teori Terkait
2.3.1 Konsep Post operasi
Tahap post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif
yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan (recovery room) atau pasca
anastesi dan berakir pada tatanan klinik atau di rumah (Maryunani, 2014). Menurut
Wals (2008) pada pasien post operasi seringkali mengalami nyeri hebat meskipun
tersedia obat-obat analgesik yang efektif, namun nyeri post operasi tidak dapat diatasi
dengan baik, sekitar 50% pasien tetap mengalami nyeri sehingga dapat mengganggu
kenyamanan pasien.
Lama waktu pemulihan pasien post operasi normalnya terjadi hanya dalam satu
sampai dua jam (Potter dan Perry, 2005). Menurut Mulyono (2008) pemulihan pasien
post operasi membutuhkan waktu rata-rata 45 menit, sehingga pasien akan merasakan
nyeri yang hebat rata-rata pada dua jam pertama sesudah operasi karena pengaruh
obat anestesi sudah hilang, dan pasien sudah keluar dari kamar sadar.

2.3.2 Konsep Nyeri


A. Definisi
Nyeri merupakan fenomena yang multidimensi, karena itulah sulit untuk
memberikan batasan yang pasti terhadap nyeri. Sensasi nyeri yang dilaporkan tiap
individu berbeda-beda, hal inilah yang menyebabkan pengertian nyeri dari
masing-masing individu berbeda pula. Individu A yang tertusuk paku akan
melaporkan nyeri yang berbeda dibandingkan individu B yang merasakan nyeri
karena tersandunh batu, bahkan individu A dan B yang sama-sama tertusuk paku
akan menghasilkan respon dan persepsi yang berbeda pula terhadap nyeri
(Prasetyo, 2010). Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan
bersifat individual. Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap
sensasi nyeri beragam dan tidak disamakan satu dengan lainnya. Hal tersebut
dapat menjadi dasar bagi perawat dalam mengatasi nyeri pada pasien.
Scrumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf
dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis maupun emosional
(Hidayat, 2008).
Nyeri diartikan berbeda-beda antar individu, bergantung pada persepsinya.
Walaupun demikian, ada satu kesamaan mengenai persepsi nyeri. Secara
sederhana, nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidakmenyenangkan
baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu
kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita
yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain
(Asmadi, 2008).
Bagaimanapun, tidak mudah untuk memberikan batasan terhadap nyeri,
yang jelas nyeri merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan yang hanya dapat
diungkapkan oleh individu yang mengalaminya (bersifat subjektif) dan
persepsinya berbeda antara satu orang dengan yang lainnya (Prasetyo, 2010).

B. Teori Nyeri dan Proses Terjadi Nyeri


Ada empat macam teori nyeri yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Teori pemisahan (specificity theory). Menurut teori ini rangsangan sakit
masuk ke medula spinalis (spina cord) melalui karnu dorsalis yang bersinaps
di daerah posterior. Kemudian naik ken tractus lissur dan menyilang di garis
median ke sisi lainnya dan berakhir di korteks sensoris tempat rangsangan
nyeri tersebut diteruskan.
2. Teori pola (Pattern Theory) adalah rangsangan nyeri masuk melalui akar
gangliondorsal medulla spinalis dan rangsangan aktifitas sel T. Hal ini
mengakibatkan suatu respon yang merangsang kebagian yang lebih tinggi
yaitu korteks serebri dan menimbulkan persepsi, persepsi adalah hasil
rekonstruksi susunan saraf pusat tentang impuls nyeri yang diterima.
Rekonstrusi merupakan hasil interaksi sistem saraf sensoris, informasi
kognitif (korteks serebri) dan pengalaman emosional (hipokampus dan
amigdala), persepsi menentukan berat ringannya nyeri yang dirasakan, lalu
otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh
modalitas respons dari reaksi sel T.
3. Teori pengendalian gerbang (gate control theory) yang dikemukakan oleh
Melzak dan Wall. Teori ini lebih komprehensip dalam menjelaskan tranmisi
dan persepsi nyeri. Rangsangan atau impuls nyeri yang disampaikan oleh
syaraf perifer aferen ke korda spinalis dapat dimodifikasi sebelum tramisi ke
otak. Sinaps dalam dorsal medulla spinalis beraktifitas seperti pintu untuk
mengijinkan impuls masuk ke otak. Kerja kontrol gerbang ini menguntungkan
dari kerja serat saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalam rangsangan
akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat akan meningkatkan aktifitas
subtansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu sehingga katifitas
sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rasa nyeri terhambat juga.
Rangsangan serat besar ini dapat langsung merangsang ke korteks serebri dan
hasil persepsinya akan dikembalikan ke dalam medulla spinalis melalui serat
eferen dan reaksinya mempengaruhi aktifitas sel T. Rangsangan pada serat
kecil akan menghambat aktifitas substansi gelatinosa dan membuka pintu
mekanisme sehingga aktifitas sel T meningkat yang akan menghantarkan ke
otak.
4. Teori tranmisi dan inhibisi. Adanya stimulus pada nociceptor memulai
tranmisi impuls-impuls pada serabut-serabut besar yang memblok impuls-
impuls pada serabut lamban dan endogen opiate sistem supresif (Hidayat,
2008).

C. Fisiologi Nyeri
Nyeri selalu di kaitkan dengan adanya stimulus (rangsang nyeri) dan
receptor. Reseptor yang di maksud adalah nosiceptor,yaitu ujung-ujung saraf
bebas pada kulit yang berespon terhadap stimulus yang kuat. Munculnya nyeri
dimulai dengan adanya stimulus nyeri. Stimulu-stimulus tersebut dapat berupa
biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik (Prasetyo, 2010).
Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis
menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas, dingin.
Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan
jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan,jepitan,atau
metastase. Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf
reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
Dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan
dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri. Serabut saraf ini terletak dan
tersebar pada lapisan kulit dan pada jaringan tertentu. Nyeri yang disebabkan
faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena penyebab
organik, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik
(Asmadi, 2008).

D. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan, yaitu berdasarkan pada
tempat, sifat, berat ringannya, dan waktu (Asmadi, 2008).
1. Nyeri berdasarkan tempatnya
a) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya
pada kulit, mukosa.

b) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.

c) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit


organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah
yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.

d) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem
saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain-lain.

2. Nyeri berdasarkan sifatnya

a) Incidental pain, yaitu nyeri timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.

b) Stedy pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
waktu yang lama.
c) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit, lalu menghilang,
kemudian timbul lagi.

3. Nyeri berdasarkan berat ringannya:

a) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah

b) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi

c) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi


4. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
a) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka
operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri koroner.

b) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri
kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan
periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali lagi
nyeri, dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang konstan,
artinya rasa nyeri tersebut terus-menerus tersa makin lama semakin
meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan (Asmadi,
2010).
Tabel 1 Perbedaan Nyeri Akut Dan Nyeri Kronis

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis


Awitan Mendadak Terus
menerus/intermittent

Durasi Durasi singkat (kurang Durasi lama (lebih dari


dari enam bulan) enam bulan)

Respon otonom Takikardia,tekanan Tidak dapat respon


darah meningkat, pucat, otonom, penurunan
lembab, berkeringat, tekanan darah bradikardi,
dilatasi pupil meningkat, kulit kering, panas, dan
pupil kontriksi.

Respon psikologis Cemas, gelisah, dan Depresi, putus asa, muda


terjadi ketegangan otot tersinggung/marah
menarik diri
Sumber : Prasetyo, 2010

E. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Nyeri merupakan suatu keadaan yang kompleks yang dipengaruhi oleh faktor
fisiologi, spiritual, psikologis, dan budaya. Setiap individu mempunyai pengalaman
yang berbeda tentang nyeri. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri
adalah sebagai berikut :
1. Faktor Fisiologi
Berbagai Faktor fisiologi yang dapat mempengaruhi nyeri meliputi berbagai
faktor, yaitu umur, jenis kelamin dan kelelahan (Prasetyo, 2010)
a) Usia
Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada
individu. Usia juga mempengaruhi persepsi nyeri seseorang yaitu anak-
anak dan orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan
dengan orang dewasa muda karena mereka sering tidak dapat
mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan. Pada orang dewasa nyeri
yang mereka rasakan sangat kompleks, karena mereka umumnya
memiliki berbagai macam penyakit dengan gejala yang sering sama
dengan bagian tubuh yang lain. Oleh karena itu, perawat harus teliti
melihat di mana sumber nyeri yang dirasakan pasien.
b) Jenis kelamin
Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berespon terhadap nyeri (Gil, 1990). Diragukan apakah
hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam
pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis
kelamin (misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus
berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan
boleh menangis dalam situasi yang sama). Toleransi nyeri sejak lama
telah menjdi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita. Akan
tetapi, toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia
dan merupakan faktor yang unik bagi setiap individu, tanpa
memperhatikan jenis kelmain.
c) Kelelaan
Kelelahan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan
sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.

2. Faktor Sosial
Faktor sosial yang mempengaruhi nyeri terdiri dari perhatian, pengalaman
nyeri sebelumnya, serta keluarga dan dukungan keluarga.
a) Perhatian
Seseorang yang memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun (Gil, 1990). Konsep
ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan diberbagai
terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi
terbimbing (guided imagery), dan masase (Potter & Perry, 2005).
b) Pengalaman nyeri sebelumnya
Hal ini juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan
kepekaannya terhadap nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu
berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih
mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering
mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh dan
menderita nyeri yang berat, maka ansietas dan bahkan rasa takut dapat
muncul. Sebaliknya apabila individu mengalami nyeri dengan jenis yang
berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil
dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk
menginterpretasikan sensasi nyeri. Akibatnya, klien akan lebih siap
untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
menghilangkan nyeri (Potter & Perry, 2005).
c) Keluarga dan dukungan keluarga
Seorang yang merasakan nyeri sering bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk mendukung, menemani, atau
melindunginya. Walaupun nyeri masih ada, kehadiran keluarga atau
teman-teman dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan (Prasetyo,
2010). Misalnya, individu yang sendirian, tanpa keluarga atau teman-
teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri yang lebih berat
dibandingkan dengan individu yang mendapat dukungan dari keluarga
dan orang-orang terdekatnya (Mubarak & Chayatin, 2007).
d) Faktor Spiritual
Spiritual membuat seseorang mencari tahu makna atau arti dari nyeri
yang dirasakannya, seperti mengapa nyeri ini terjadi pada dirinya, apa
yang telah dia lakukan selama ini, dan lain-lain (Potter & Perry, 2009).

3. Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi nyeri terdiri dari kecemasan dan
koping individu.
a) Kecemasan
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas
seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas (Prasetyo, 2010).
b) Koping individu
Koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperlakukan
nyeri. Seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus internal merasa
bahwa diri mereka sendiri mempunyai kemampuan untuk mengatasi
nyeri. Sebaliknya, seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus
eksternal lebih merasa bahwa faktor-faktor lain di dalam hidupnya
seperti perawat merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap
nyeri yang dirasakanya. Oleh karena itu, koping apsien sangat penting
untuk diperhatikan (Potter & Perry, 2009).

4. Faktor Budaya
Faktor budaya yang mempengaruhi nyeri terdiri dari makna nyeri dan suku.
a) Makna Nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi
pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini
juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu
tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan berbeda-beda,
apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan,
hukuman, dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang sedang bersalin
akan mempersepsikan nyeri berbeda dengan seorang wanita yang
mengalami nyeri akibat cedera karena pukulan pasangannya (Prasetyo,
2010).

b) Kebudayaan
Begitu juga dengan kebudayaan, keyakinan dan nilai-nilai budaya
mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa
yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini
meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Prasetyo, 2010).

F. Pengukuran Intensitas Nyeri


Menurut Perry dan Potter (2006), nyeri tidak dapat diukur secara objektif
misalnya dengan X-Ray atau tes darah. Namun tipe nyeri yang muncul dapat
diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya. Kadang-kadang perawat hanya
bisa mengkaji nyeri dengan berpatokan pada ucapan dan prilaku klien. Klien
kadang-kadang diminta untuk menggambarkan nyeri yang dialaminya tersebut
sebagai nyeri ringan, nyeri sedang, atau berat. Perlu diingkat, bahwa kedalaman
dan kompleksitas cara-cara untuk penilaian nyeri ini bervariasi. Tujuan dari
pengkajian nyeri adalah mengidentifikasi penyebab nyeri, memaami persepsi
klien tentang nyerinya, mendapatkan karakteristik nyeri yang bisa ditoleransi
klien seihingga klien masih dapat memenuhi ADL nya sesuai batas toleransi
(Horlocker, 2006 ; Rospond, 2008). Idealnya cara-cara penilaian ini mudah
dimengerti oleh pasien, dan valid, serta dapat dipercaya (Rospond, 2008 ;
Jablonski & Ersek, 2009) dan pada akhir tujuan akan menentukan implementasi
tehnik manajemen nyeri tersebut (Smeltzer & Bare ; Black & Hawsk, 2009).
Skala pengukuran nyeri menurut Agency for Healt Care and Research
(AHCPR) untuk manajemen nyeri akut dan dikaji pada saat sekarang atas
indikasi operasi, prosedur medis, dan trauma (Smeltzer dan Bare, 2002) terdiri
dari :
1. Skala Anologue Visual / Visual Analogue Scale (VAS)
Visual Analogue Scale (VAS) adalah cara yang paling banyak
digunakan untuk menilai nyeri (Passero & MacCafferi, 2007 ; Nilsons, 2008
; Black & Hawks, 2009). Skala linier ini menggambarkan secara visual
gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami oleh pasien. Rentang nyeri
diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada setiap
sentimeternya. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau
pernyataan deskripsif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri “(no pain)”
sedangkan ujung yang lainnya mewakili rasa nyeri yang terpara yang
mungkin terjadi “(worst possible pain)”. Skala dapat dibuat vertical atau
horizontal. Manfaat utama VAS adala mudah dan sederhana dalam
penggunaan. VAS juga bisa diadaptasi menjadi skala hilangnya / redanya
nyeri. Namun pada nyeri post operasi VAS tidak banyak bermanfaat karena
pada VAS diperlukan koordinasi visual dan motorik serta kemampuan
konsentrasi (Rospond, 2008).

Gambar 1 Visual Analogue Scale (VAS)

2. Skala Penilaian Numerik / Numeric Rating Scale (NRS)


Skala ini menggunakan angka 0 - 10 untuk menggambarkan tingkat
nyeri (Black & Haws, 2009). Dua ujung ekstrim juga digunakan dalam skala
ini sama seperti pada VAS. NRS lebi bermanfaat pada periode post operasi
(Nilssons, 2008 ; Rospond, 2008) karena selain angka 0 – 10. Sama seperti
VAS, NRS juga sangat muda digunakan dan merupakan skala ukur yang
sudah valid (Brunelili, et.al, 2010). Penggunaan NRS direkomendasikan
untuk penilaian nyeri post operasi pada pasien berusia diatas 9 tahun. NRS
dikembangkan dari VAS dapat digunakan dan sangat efektif untuk pasien-
pasien pembedahan, post anastesi awal dan sekarang digunakan secara rutin
untuk pasien-pasien yang mengalami nyeri di unit post operasi (Rospond,
2008 ; Black & Hawsk, 2009 ; Brunelli, et.al, 2010).
Pada penelitian ini menggunakan NRS sebagai skala pengukuran
untuk menilai nyeri pasien post operasi. Reliabilitas NRS telah dilakukan
ujinya oleh Brunelli, et.al. (2010), dengan membandingkan instrument NRS,
VAS, dan VRS untuk mengkaji nyeri pada 60 pasien. Asil uji Cohen’s
Kappa untuk instrument NRS adala 0,86 (sangat baik). Instrument
pengukuran NRS adala seperti gambar di bawah ini :

Gambar 2 Numeric Rating Scale (NRS)

Keterangan :
a) Skala 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri
b) Skala 1 -3 dideskripsikan nyeri ringan (mulai terasa tapi masih dapat
ditahan)
c) Skala 4 – 6 dideskripsikan sebagai nyeri sedang yaitu ada rasa nyeri,
terasa mengganggu dengan usaha yang cukup kuat untuk menahannya
d) Skala 7 – 9 dideskripsikan sebagai nyeri berat terkontrol, yaitu ada nyeri,
terasa sangat mengganggu sehingga harus meringis atau menjerit tetapi
masih dapat dikontrol
e) Skala nyeri 10 dideskripsikan sebagai nyeri berat tak terkontrol
3. Skala Wajah Wong-Baker / Wong-Baker Faces Ratting Scale
Skala waja biasanya digunakan ole anak-anak yang berusia kurang
dari 7 tahun. Pasien diminta untuk memilih nyerinya. Pilian ini kemudian
diberi skor angka, skala waja Wong-Baker menggunakan 6 kartun wajah
yang menggunakan wajah tersenyum, wajah sedih, sampai menangis. Dan
pada setiap wajah ditandai dengan skor 0 sampai 5. Skala wajah Wong-
Baker bisa dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 3 Wong-Baker Faces Ratting Scale

G. Penatalaksanaan Nyeri
Penatalaksanaan nyeri berarti menentukan jenis nyeri yang dialami,
kemudian menentukan jenis pengobatan yang cocok, ini proses yang seharusnya
melibatkan pasien yang menderita nyeri beserta tenaga medis. Tujuan
penatalaksanaan rasa nyeri adalah agar memberdayakan orang untuk menangani
nyerinya sendiri. Metode penatalaksanaan nyeri mencakup pendekatan
farmakologi dan non-farmakologi. Pendekatan farmakologi lebih mahal, dan
berpotensi mempunyai efek yang kurang baik. Sedangkan metode
nonfarmakologi lebih murah, simple, efektif dan tanpa efek yang merugikan.
Relaksasi, pergerakan dan perubahan posisi, massage, hidroterapi, terapi
panas/dingin, musik akupresur, aromaterapi merupakan beberapa teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri (Arifin, 2008).
Metode nonfarmakologi dibagi menjadi tiga komponen yang saling
berinteraksi sehingga mempengaruhi respon terhadap nyeri menurut Melzack,
yaitu strategi motivasi-afektif (interpretasi setral dari pesan yang berada diotak
yang dipengaruhi oleh perasaan, memori, pengalaman dan kultur seseorang),
kognitif-evaluatif (interpretasi dari pesan nyeri yang dipengaruhi oleh
pengetahuan, perhatian seseorang, penggunaan strategi kognitif dan evaluasi
kognitif dari situasi) dan sensori-dikriminatif (pemberitahuan informasi keotak
menurut sensasi fisik) (Gadysa, 2009).

Bentuk-bentuk penatalaksanaan nonfarmakologi menurut Smeltzer & Bare


(2002) :
1. Stimulasi dan Massage
Massage adalah stimulasi tubuh secara umum, sering dipusatkan pada
pinggang dan bahu, massage menstimulasi reseptor tidak nyeri, massage
juga membantu pasien lebih nyaman karena membuat relaksasi otot.
2. Terapi Es dan Panas
Terapi Es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitifitas
reseptor nyeri. Agar efektif es harus diletakkan di area sekitar pembedahan.
Penggunaan panas dapat meningkatkan aliran darah yang dapat
mempercepat penyembuhan dan penurunan nyeri.
3. Stimulasi Syaraf Elektris Transkutan ( TENS)
TENS merupakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektrode yang
dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan atau menggetar
pada area nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori gate kontrol dimana
mekanisme ini akan menutup transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras
asenden sistem syaraf pusat untuk menurunkan intensitas nyeri.
4. Tehnik Distraksi
Dilakukan dengan memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri.
Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi
sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimulasi nyeri
yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan trasmisi tergantung pada
kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori
selain nyeri.
5. Tehnik Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress
yang mampu memberikan individu kontrol ketika terjadi rasa tidak nyaman
atau nyeri fisik dan emosi pada nyeri.
6. Hipnosis
Efektif menurunkan nyeri akut dan kronis. Teknik ini mungkin membantu
pereda nyeri terutama dalam periode sulit.

Berdasarkan uraian dari teori diatas ada 6 jenis metode nonfarmakologi


yang digunakan untuk mengurangi nyeri. Karena sesuai dengan judul, peneliti
mengambil 1 dari 6 jenis tersebut yaitu Teknik Distraksi.

2.3.3 Teknik Distraksi


A. Definisi
Distraksi adalah tehnik pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke
stimulasi yang lain. Distraksi diduga dapat menurunkan nyeri, menurunkan
persepsi nyeri dengan stimulasi sistem kontrol desendens, yang mengakibatkan
lebih sedikit stimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi
tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input
sensori selain nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Priharjo (1966 dalam Hartanti 2005) distraksi adalah metode
untuk mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal yang lain sehingga pasien akan
lupa terhadap yang dialami, salah satunya dengan cara mendengarkan musik.
Distraksi merupakan metode pengalihan perhatian klien ke hal lain dan
dengan demikian menurunkan kewaspadaan klien terhadap nyeri, bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri sehingga nyeri berkurang. Teknik distraksi
bekerja memberi pengaruh paling baik untuk jangka waktu yang singkat, serta
untuk mengatasi nyeri intensif yang hanya berlangsung beberapa menit (Potter &
Perry, 2006).
Distraksi dapat berkisar dari hanya pencegahan menonton sampai
menggunakan aktifitas fisik dan mental yang sangat kompleks. Kunjungan dari
keluarga dan teman- teman sangat efektif dalam meredakan nyeri. Orang lain
mungkin akan mendapatkan peredaan nyeri melalui permainan dan aktifitas yang
membutuhkan konsentrasi. Tidak semua pasien mencapai peredaan nyeri melalui
distraksi, terutama mereka yang mengalami nyeri hebat. Dengan nyeri hebat klien
mungkin tidak dapat berkonsentraksi cukup baik untuk ikut serta dalam aktivitas
mental atau fisik yang kompleks (Young & Koopsen, 2007).
B. Jenis Teknik Distraksi
1. Distraksi visual
Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat
pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual.
2. Distraksi pendengaran
Diantaranya mendengarkan musik yang disukai, individu dianjurkan untuk
memilih musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik dan
diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga
diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti
bergoyang, mengetukkan jari atau kaki.
3. Distraksi bernafas ritmik
Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu objek atau
memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan
hitungan satu sampai empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui
mulut secara perlahan dengan menghitungan satu sampai empat (dalam hati).
Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap
gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola
pernafasan ritmik. Bernafas ritmik dan massase, instruksikan klien untuk
melakukan pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan massase
pada bagian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau
gerakan memutar di area nyeri.
4. Distraksi intelektual
Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan
kegemaran (ditempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.
5. Distraksi imajinasi terbimbing
Adalah kegiatan klien membuat suatu bayangan yang menyenangkan dan
mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur
membebaskan diri dari perhatian terhadap nyeri (Young & Koopsen, 2007).
Berdasarkan uraian dari teori ada 5 jenis teknik Distraksi yang digunakan
untuk mengurangi nyeri, karna keterbatasan waktu peneliti hanya mengambil 1
dari 5 jenis teknik tersebut. Salah satu teknik distraksi adalah terapi
mendengarkan musik bertujuan untuk menurunkan nyeri pada post operasi.

C. Distraksi Pendengaran
1. Definisi Terapi Musik
Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik ,
seseorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan
kesehatan mental, fisik, emosional dan spiritual (Potter, 2005). Dalam
kedokteran, terapi musik disebut sebagai terapi pelengkap (Complementary
Medicine), Potter juga mendefinisikan terapi musik sebagai teknik yang
digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi
atau irama tertentu. Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat
disesuaikan dengan keinginan, seperti musik klasik, instrumentalia, dan slow
musik (Young dan Koopsen, 2007).
Musik merupakan salah satu teknik distraksi yang dapat menjadikan
nyaman dan tenang, memiliki tempo 60-80 beats per menit dan sangat tepat
digunakan karena selaras dengan detak jantung manusia yaitu musik klasik
(Suherman, 2010). Menurut Potter & Perry, (2006) salah satu teknik distraksi
yang efektif adalah mendengarkan musik, yang dapat menurunkan nyeri
fisiologis, stres, dan kecemasan dengan mengalihkan perhatian seseorang dari
nyeri.
Musbikin (2009) mengatakan bahwa musik mempunyai pengaruh besar
khususnya dalam proses pemulihan dan perilaku pada umumnya. Musik dapat
memancing emosi yang kuat kemudian mempengaruhi sistem otonom untuk
mengeluarkan hormon dan endorphin tertentu sebagai penahan rasa sakit
alamiah dari tubuh (Potter & Perry 2006).

2. Manfaat Terapi Musik


Terapi musik digunakan untuk beberapa alasan antara lain:
a. Untuk meredakan rasa sakit yang berkaitan dengan anasthesia atau
pengurangan sakit
b. Untuk menenangkan pasien
c. Untuk mengurangi kegelisahan selama melahirkan
d. Efek mozart, adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa dihasilkan
sebuah musik yang dapat meningkatkan intelegensia seseorang
e. Refresing, pada saat pikiran seseorang sedang kacau atau jenuh, dengan
mendengarkan musik walaupun sejenak, terbukti dapat menenangkan dan
menyegarkan pikiran kembali
f. Motivasi, hal yang hanya bisa dilahirkan dengan “feeling” tertentu.
Apabila ada motivasi, semangatpun akan muncul
g. Berbagai penelitian dan literatur menerangkan tentang mamfaat musik
untuk kesehatan, baik untuk kesehatan fisik maupun mental, beberapa
penyakit yang dapat ditangani dengan musik antara lain: kanker, stroke,
dimensi, nyeri, gangguan kemampuan belajar, dan bayi prematur (Young
dan Koopsen, 2007).

3. Karakteristik Terapi Musik


Menurut Robbert (2002), musik mempengaruhi persepsi dengan cara:
a. distraksi, yaitu pengalihan pikiran dari nyeri, musik dapat mengalihkan
konsentrasi klien pada hal-hal yang menyenangkan
b. Relaksasi, musik menyebabkan pernafasan menjadi lebih rileks dan
menurunkan denyut jantung, karena orang yang mengalami nyeri denyut
jantung meningkat
c. Menciptakan rasa nyaman, pasien yang berada pada ruang perawatan
dapat merasa cemas dengan lingkungan yang asing baginya dan akan
merasa lebih nyaman jika mereka mendengarkan musik yang mempunyai
arti bagi mereka.
Terapi musik adalah penggunaan musik untuk relaksasi, mempercepat
penyembuhan, meningkatkan fungsi mental dan menciptakan rasa sejahtera.
Musik dapat mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologis, seperti respirasi, denyut
jantung dan tekanan darah. Musik juga dapat menurunkan kadar hormon
kortisol yang meningkat pada saat stres. Musik juga merangsang pelepasan
hormon endorfin, hormon tubuh yang memberikan perasaan senang yang
berperan dalam penurunan nyeri (Young dan Koopsen, 2007).
Keunggulan terapi musik yaitu:
1) Lebih murah dari pada analgesia
2) Prosedur non-invasif, tidak melukai pasien
3) Tidak ada efek samping
4) Penerapannya luas, bisa diterapkan pada pasien yang tidak bisa diterapkan
terapi secara fisik untuk menurunkan nyeri (Young dan Koopsen, 2007).
Menurut Potter (2005), musik dapat digunakan untuk penyembuhan,
musik yang dipilih pada umumnya musik lembut dan teratur seperti
instrumentalia/musik klasik mozart.

4. Terapi Musik klasik Mozart


Musik klasik mozart adalah musik klasik yang muncul 250 tahun yang
lalu. Diciptakan oleh Wolgang Amadeus Mozart. Selain kemampuannya untuk
menyembuhkan penyakit, disamping itu beberapa penelitian oleh Alfred dan
Campbell sudah membuktikan bahwa musik klasik mozart bisa mengurangi
nyeri pasien. Dibandingkan musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi yang
tinggi pada musik klasik mozart mamapu merangsang dan memberdayakan
kreatifitas dan motivatif diotak. Namun, tidak berarti karya komposer klasik
lainnya tida dapat digunakan (Andreana, 2006).
Musik klasik Mozart merupakan salah satu musik yang memiliki
pengertian seperti musik klasik pada umumnya, namun musik klasik Mozart
memiliki nilai lebih dibandingkan dengan jenis musik klasik lainnya, yaitu
kemurnian dan kesederhanaan bunyi-bunyi yang dimunculkan. Musik klasik
Mozart mempunyai struktur musik sesuai dengan pola sel otak manusia
(Wirasti, 2011).

5. Proses Penurunan Nyeri Dengan Terapi Musik Klasik Mozart


Terapi musik klasik mozart dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori
Gate Control, bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme
pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahawa
impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat
saat sebuah pertahanan ditutup. Salah satu cara menutup mekanisme
pertahanan ini adalah dengan merangsang sekresi endorfin yang akan
menghambat pelepasan substansi P. Musik klasik mozart sendiri juga dapat
merangsang peningkatan hormon endorfin yang merupakan substansi sejenis
morfin yang disuplai oleh tubuh. Sehingga pada saat neuron nyeri perifer
mengirimkan sinyal ke sinaps, terjadi sinapsis antara neuron perifer dan
neuron yang menuju otak tempat seharusnya substansi p akan menghasilkan
impuls. Pada saat tersebut, endorfin akan memblokir lepasnya substansi P dari
neuron sensorik, sehingga sensasi nyeri menjadi berkurang (Andreana, 2006).

6. Menggunakan Musik Klasik Untuk Mengontrol Nyeri


Dalam pelaksanaan penggunaan musik untuk mengontrol nyeri dalam
meningkatkan kenyamanan, maka perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini
(Potter & Perry, 2006) :
a. Pilih musik klasik yang sesuai dengan selera klien. Pertimbangkan usia dan
latar belakang
b. Gunakan earphone supaya tidak menganggu klien atau staf yang lain dan
membantu klien berkonsentrasi pada musik.
c. Pastikan tombol-tombol kontrol di radio atau pesawat tape mudah ditekan.
Dimanipulasi dan dibedakan
d. Apabila nyeri klien rasakan akut, kuatkan volume musik. Apabila nyeri
berkurang, kurangi volume
e. Minta klien berkonsentrasi pada musik dan mengikuti irama dengan
mengetuk-ngetukkan jari atau menepuk-nepuk paha
f. Instruksikan klien untuk tidak menganalisa musik: ”Nikmati musik kemana
pun musik membawa anda”.
g. Musik harus didengarkan minimal 15 menit supaya dapat memberikan efek
terapeutik
2.4 Peran Perawat
Pada tahun 2006 di Rumah sakit Orebro University Swedia, untuk pertama kalinya
para perawat mulai menggunakan musik sebagai sala satu acara radio dengan
memperdengarkan lagu-lagu yang lembut dan rileks (Nilsson, 2009). Nilsson (2009)
mengemukakan bahwa terapi musik adala intervensi keperawatan yang menggunakan
manipulasi lingkungan dengan sumber pendukung stimulasi suara, dimana suara dari
musik yang bersifat relaksasi, manajemen distraksi. Musik dalam konteks keperawatan
bekerja sebagai audioanalgesia, audioanxiolytic, dan atau audiorelaxation.
Berdasarkan Middle Range Teory yang dikemukakan pakar teori keperawatan Marion
Good “Pain a balane between analgesia and side effect” partipasi klien bersama perawat
untuk mencapai tujuan mengontrol nyeri dengan meminimalkan efek samping analgetik
akan meningkatkan kepuasan pasien, mengurangi biaya perawatan, dan memperepat lama
ari rawat (Peterson & Bredow, 2004). Terapi musik adalah contoh terapi modalitas
keperawatan yang sangat dianjurkan untuk intervensi pada pasien post operasi, dimana
musik akan membantu pasien meningkatkan kemampuannya untuk mengontrol gejala-
gejala negatif akibat nyeri pembedaan (Arslan, Ozer & Ozyurt, 2007 ; Dunn 2004 ;
Engwall & Duppilis, 2009). Siedlecki dan Good (2006) menyatakan bawa mendengarkan
musik tela menunjukkan efek positif yang besar terhadap kualitas pelayanan keperawatan
terutama untuk menurunkan nyeri, kecemasan, dan dalam masa reabilitasi. Intervensi ini
sangat mudah, tidak mahal, non invasif, bisa dilakukan dimana dan kapan saja.
Dalam praktik klinik terapi musik, sangat penting bagi perawat untuk memperatikan
faktor-faktor yang bisa mempengarui respon individu terhadap musik. Hal yang tidak bisa
diabaikan adala usia, jenis kelamin, tingkat keparahan penyakit, fungsi kognitif, kesukaan
jenis musik, kebiasaan, budaya, dan al-al pribadi lainnya dari pasien yang terkait dengan
terapi musik (Campbell, 2006). Keunikan setiap pasien dalam berespon terhadap
intervensi terapi musik arus dipaami ole perawat. Untuk itu, tidak bisa selalu diasumsikan
musik akan selalu memberi efek yang sempurna bagi semua pasien, monitoring
berkelanjutan sangat diperlukan (Nilson, 2009). Penelitian tentang terapi musik sebagai
intervensi keperawatan arus terus dikembangkan di era kesehatan modern saat ini dan
masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai