Anda di halaman 1dari 5

CRITICAL REVIEW IMPLEMENTASI PENGELOLAAN SUMBER

DAYA PESISIR BERBASIS PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR


SECARA TERPADU UNTUK KESEJAHTERAAN NELAYAN

Mata Kuliah : Perencanaan Pesisir

Disusun Oleh : Risnayanti arung (08161069).


I. Review Jurnal
Indonesia merupakan salah satu Negara maritime yang memiliki kekayaan laut yang
sangat melimpah. Namun dengan potensi dari kekayaan laut Indonesia yang demikian
masih belum dapat mensejahterakan masyarakat pesisir terutama para nelayan yang
kondisi perekonomiannya sangat memprihatinkan. Salah satu penyebab terjadinya hal
tersebut ialah adanya kesalahan interpretasi dari undang-undang yang senantiasa
mengabaikan hak-hak wilayah dan kepentingan penduduk local yang diambil alih oleh
penguasa pusat.Kebijakan produk perundang-undangan sebagai perangkat kelembagaan
meliputi non formal maupun formal, cara kerja, mekanisme hubungan, hukum dan
peraturan-peraturan perekonomian serta kaidah lain yang seharusnya menjadi dasar
pengembangan potensi sumber daya di wilayah pesisir tidak lagi ditujukan untuk
kepentingan daerah semata namun lebih diarahkan kepada pengembangan wilayah yang
meliputi wilayah lain yang saling berdekatan dan mempunyai kepentingan yang
sama.Mempertimbangkan karakteristik masyarakat pesisir, khususnya nelayan sebagai
komponen paling banyak, serta cakupan atau batasan pemberdayaan nelayan patut
dilakukan secara komprehensif. Sehingga permasalah yang di bahas pada artikel ini ialah
mengenai pengelolaan wilayah pesisir terpadu untuk mewujudkan kesejahteraan nelayan
di wilayah pesisir Kota Cirebon yang dilakukan dengan menggunakan metode penelitian
kualitatif, dengan pendekatan socio-legal research.
Kota Cirebon terletak di pantai Utara Provinsi Jawa Barat bagia Timur dan terletak
pada simpul strategis transportasi Jakata-Jawa Barat bagian Timur serta Jawa Tengah
melalui jalur utama lintas pantai utara (Pantura). Kegiatan perikanan laut di kota Cirebon
umumnya merupakan kegiatan penangkapan, kegiatan usaha budidaya udang dengan
pola budidaya yang masih bertaraf tradisional.Olehkarena aktifitas yang banyak
dilakukan di pesisir mulai dari menangkap dan mengelola ikan sehingga nelayan beserta
keluarganya memilih untuk tinggal yang menyebabkan beberapa titik kawasan pantai
Kota Cirebon menajadi kawasan permukiman nelayan dengan ciri khas kekumuhan dan
tidak sejahtera secara materi. Ketidak sejahteraan para nelayan ini kemudian
menimbulkan berbagai permasalahan krusial yaitu pertama, pergulatan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Kedua, tersendatnya pemenuhan kebutuhan pendidikan
anak-anak nelayan akibat keterbatasan ekonomi sehigga menyebabkan angka putus
sekolah pada kalangan keluarga nelayan semakin tinggi sehingga di masa mendatang
anak-anak tersebut akhirnya akan tetap mewarisi pekerjaan orang tua mereka karena
tidak adanya latar belakang pendidikan yang memadai.
Hampir seluruh dari perairan Kota Cirebon dipenuhi oleh nelayan tangkap yang
masih menggunakan alat tangkap tradisional baik itu alat tangkap pasif seper Bagan
tancap atau jaring bubu maupun tangkap aktif yang menggunakan kapal nelayan seperti
jarring arad, jaring Garok, jaring apolo dan lain sebagainya. Namun dengan alat tangkap
yang apa adanya tersebut menurut presepsi nelayan tidak dapat menangkap ikan secara
efisien sehingga diperlukan adanya pengembangan alat tangkap sehingga kreatifitas
sangat dibutuhkan serta pengetahuan tingkah laku ikan sasaran penangkap. Namun
kurangnya pengetahuan mengenai lingkungan serta dorongan kebutuhan menyebabkan
masih banyaknya nelayan Cirebon yang menggunakan jaring tidak ramah lingkungan
sehingga menyebabkan timbulnya masalah terhadap lingkungan laut serta kelestarian
sumberdaya ikan.Di tambah dengan keadaan dimana nelayan Cirebon masih tergantung
pada musim barat-timur sehingga nelayan membutuhkan paling tidak 4 jenis alat tangkap
yang masing-masing jaring bisa digunakan untuk musim-musim ikan tertentu sehingga
nelayan tidak hanya mengandalkan satu jaring saja. Namun hal tersebut memparah
keadaan pesisir Cirebon yang semakin hari semakin mengalami degradasi lingkungan
baik dari limbah permukiman, alat tangkap yang tidak ramah lingkungan hingga
pencemaran dari bahan bakar yang digunakan dari kapal-kapal nelayan.
Sehingga untuk mencegah semakin parahnya degradasi lingkungan yang terjadi pada
perairan Cirebon di butuhkan regulasi yang jelas dan tegas, dari regulasi yang sudah ada
dengan penerapan sanksinya terhadap nelayan yang masih menggunkan jaring tidak
ramah lingkungan, hanya saja persoalannya ialah karakter nelayan yang sulit untuk
diatur,kesadaran hukum yang minim dan masalah yang paling pelik ialah kemiskinan
nelayan.
II. Critical Review
Rendahnya taraf hidup masyarakat pesisir terutama nelayan bukan lagi hal baru di
Indonesia. Keterbatasan ekonomi, rendahnya pendidikan serta rendahnya kesadaraan
akan pengetahuan menyebabkan keluarga nelayan hanya berputar pada lingkaran
kemiskinan. Dalam hal ini perlu adanya “perbaikan” nasib bagi masyarakat nelayan.
Perlu ada peningkatan taraf hidup yang hanya dapat dilakukan dengan meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan sehingga masyarakat nelayan bisa
mengejar ketertinggalan mereka dalam hal pengetahuan dan dapat mengembangkan
usaha tangkap mereka tidak hanya menggunakan metode tradisonal. Dalam artikel
Pengelolaan sumber daya pesisir berbasis pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu
untuk kesejahteraan nelayan
Menekankan pada regulasi dari pemerintah sehingga implemntasi secara yuridis sangat
di perhatikan. regulasi merupakan salah satu hal yang sangat mutlak ada guna membatasi
dan mengatur semua aspek kehidupan masyarakat tidak terkecuali masyarakat yang
tinggal di pesisir. Namun dalam implementasinya masyarakat tidak bisa hanya dilarang
namun membutuhkan solusi yang nyata terutama dalam hal ini ialah nelayan.
Pengelolaan sumber daya pesisir berbasis pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu
untuk kesejahteraan nelayan bisa dilakukan dengan memberikan solusi terkait
kemsikinan, metode tangkap serta informasi alat tangkap yang harus digunakan. Para
nelayan perlu di beri pengetahuan mengenai hal yang akan berdampak jika menggunakan
alat tangkap yang salah kemudian perlu dilakukan pendampingan kemudian pengawasan
terhadap nelayan yang telah diberikan pengarahan. Sanksi merupakan hal yang wajib
diberikan kepada pelanggar yang sudah mengetahui bahwa hal yang dilakukan
merupakan hal yang salah, sehingga bagi nelayan yang sebelumnya tidak pernah
diberikan pengedukasian mengenai alat tangkap yang tidak ramah lingkunga serta
kerusakan yang dapat ditumbulkan tidak dapat disalahkan secara sepihak karena hal
tersebut merupakan mutlak karena kurangnya pengetahuan. Sehingga pemerintah tidak
hanya bertugas sebagai pemberi regulasi namun juga bertugas sebagai pengedukasi dan
pendamping. Selain pemerintah pusat juga dibutuhkan kerjasama yang untuk pemerintah
setempat mengingat karakter masyarakat nelayan yang cenderung sulit diatur sehingga
dibutuhkan bantuan untuk memiliki kesepahaman.
III. Rekomendasi
Adapun rekomendasi yang perlu dilakukan pada pesisir Cirebon ialah perlu adanya
pengedukasian terhadap pentingnya menajaga lingkungan pesisir yang juga merupakan
tempat para nelayan mencari ikan untuk penghidupan keluarga masing-masing.
Kemudian perlu ada solusi jenis alat tangkap yang lebih ramah lingkungan seperti bubu
rajungan, pancing ulur, rawai dasar,rawai hanyut, pancing tonda serta pole and
line.Selain alat tangkap dan kesadaran mengenai lingkungan perlu adanya penataan
ulang permukiman kumuh nelayan agar menajdi permukiman yang layak huni sesuai
standard yang telah ditetapkan pemerintah, dan dukungan penuh dari pemerintah untuk
anak-anak nelayan melanjutkan pendidikan mereka sehingga dapat menurunkan angka
putus sekolah di kalangan masyarakat pesisir yang dapat memutus lingkar kemiskinan
pada masayarakat pesisir.
DAFTAR PUSTAKA
Sutrisno, Endang. 2014. “Implementasi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Berbasis
Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu Untuk Kesejahteraan Nelayan. Jawa
Barat : Universitas Swadaya Gunung Jati
https://news.detik.com/berita/d-3488026/ini-9-alat-tangkap-pengganti-cantrang-yang-lebih-
ramah-lingkungan diakses pada 14 Oktober 2018

Anda mungkin juga menyukai