Anda di halaman 1dari 97

BAB I

GEOLOGI MINYAK BUMI

1.1 Pendahuluan
Pengertian minyak bumi dan gas bumi merupakan gabungan/campuran komposisi
dari Hydrogen dan karbon, oleh karena itu disebut juga sebagai hidrokarbon.Nama lain
dari hidrokarbon adalah Petroleum.Kata Petroleum berasal dari bahasa latin, dimana petra
berarti batuan dab oelum berarti minya.Berdasarkan arti tersebut di atas berarti minyak
dan gas bumi merupakan hasil yang didapat pada batuan didalam kerak bumi.Istilah lain
yang sering digunakan adalah minyak mentah (crude oil).
Minyak mentah berarti minyak yang belum dikilang, jadi masih terdapat dalam
kerak bumi.Gas bumi dalam bahasa inggris “Nature Gas”, yang dpat diartikan sebagai gas
alam.
Eksplorasi minyak dan gas bumi tidaklah mudah.Pertama harus dicari batuan
sedimen yang mengandung material organik yang disebut source rock dan batuan
induk.Material organik tersebut berasal dari darat (terrestrial) atau asal laut
(marine).Batuan yang dapat dijadikan sebagai batuan induk adalah batuan sedimen
klastik halus seperti batulempung, serpih, dan napal.Material organik yang dikandung
batulempung antara 1-2%.Batulempung yang mengandung material organik kurang dari
itu tidak dpat menjadi batuan hidrokarbon.
Senyawa hidrokarbon dihasilkan secara organik artinya berasal dari sisa-sisa
hewan dan tumbuhan yang telah mati dan mengalami proses kimia dan fisika.Bahan-
bahan organik tersebut tertimbun oleh sedimen seperti lempung, serpih dan
sebagainya.Oleh karena adanya proses-proses kimia dan fisika maka senyawa
hidrokarbon akan keluar dari sisa-sisa organisme tersebut.
Faktor-faktor yang diperlukan untuk terjadinya proses ini antara lain :
 Suhu (panas minimum 200o F, maka makin kebawah permukaan bumi
semakin panas)
 Tekanan (dari sedime di atasnya)
 Waktu (proses sampai jutaan tahun)
Tempat-tempat dengan penimbunan yang cukup hanya terjadi di cekungan-
cekungan kulit buni dan sayangnya lebih dari sebagian kulit bumi merupakan daerah
benua atau paparan yang tidak tertutup oleh sedimen yang tipis.Kalaupun material
organik itu mengalami kematangan, hanya sebagian kecil (30 % dapat berubah menjadi
minyak bumi dan gas bumi).
Syarat – syarat terjadinya minyak dan gas bumi adalah :
 Terdapat batuan induk, yaitu pada batuan sediment yang banyak
mengandung bahan – bahan organic sisa sisa hewan dan tumbuhun yang
mengalami pematangan sehingga terbentuk minyak dan gas bumi.
 Migrasi minyak dan gas bumi, proses ini merupakan perpindahan minyak
dan gas bumi dari batuan induk menuju ke lapisan reservoir untuk di
konsentrasikan di dalamnya.
 Batuan reservoir, merupakan batuan sediment yang berpori – pori sehingga
minyak dan gas bumi yang dihasilkan oleh batuan induk akan disimpan
disini.
 Perangkap atau trap, merupakan bentukan bentukan yang memungkinkan
minyak dan gas bumi tercetak atau terperangkap didalamnya.
 Batuan penutup, adalah suatu batuan sediment yang kedap air sehingga
minyak dan gas bumi yang ada di dalam batuian reservoir tidak dapat
keluar lagi.

1.2 Migrasi Hidrokarbon


Minyak bumi yang terbentuk sebagai tetes – tetes kecil atau mungkin
sebagai koloid di dalam batuan induk karena pengaruh tekanan atau Bouyancy
akan bergerak dan mengalir kedalam batuan reservoir, inilah yang disebut migrasi.
Dibedakan 2 cara migrasi minyak dan gas bumi, yaitu :
 Migrasi Primer : keluarnya minyak dan gas bumi dari batuan induk dan masuk
kedalam batuan lapisan penyalur.
 Migrasi Sekunder : Pergerakan minyak dan gas bumi dari lapisan penyalur ke
tempat akumulasi( tempat tetes – tetes atau gumpalan minyak yang terkumpul
dalam perangkap).

1.3 Batuan Reservoir


Batuan reservoir adalah wadah permukaan yang diisi dan dijenuhi oleh minyak
dan gas bumi. Ruangan penyimpanan minyak dalam batuan reservoir berupa rongga –
rongga atau pori yang rendah. Pada hakekatnya setiap batuan dapat berindak sebagai
batuan reservoir asal mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan melepaskan
minyak bumi. Dalam hal ini batuan reservoir harus menyandang dua sifat fisik penting,
yaitu harus memberikan porositas yang memberikan kemampuan untuk menyimpan dan
juga kelulusan atau permeabilitas. Jadi secara singkat dapat disebut bahwa batuan
reservoir harus berongga rongga atau berpori yang berhubungan. Porositas dan
permeabilitas sangat erat hubungannya, sehingga dapat dikatakan bahwa permeabilitas
tidak mungkin tanpa adanya porositas, walaupun sebaliknya belum tentu demikian.
Batuan dapat bersifat sarang tetapi tidak permeabel.
Menurut Payne (1942), perbedaan antara porisitas dan permeabilitas adalah bahwa
porositas menentukan jumlah cairan yang terdapat, sedangkan permeabilitas
menentukan jumlahnya yang dapat diproduksikan.Dilain pihak, suatu batuan reservoir
juga dapat bertindak sebagai lapisan penyalur aliran minyak dan gas bumi dari tempat
minyak bumi tersebut keluar dari batuan induk (migrasi primer) ke tempat
berakumulasinya dalam suatu perangkap.Bagian suatu perangkap yang mengandung
minyak atau gas disebut reservoir.Jadi reservoir merupakan bagian kecil dari pada
batuan reservoir yang berada dalam keadaan demikian sehingga membentuk suatu
perangkap.
Syarat-syarat untuk reservoir minyak dan gas bumi adalah :
 Batuan reservoir diisi dan dijenuhi oleh minyak dan gas bumi, biasanya
merupakan batuan yang berpori-pori.
 Lapisan penutup (cap rock), batuan yang tidak tembus minyak, terdapat di
atas reservoir.
 Perangkap reservoir, bentuk reservoir sedemikian rupa sehingga minyak
bumi dapta tertampung.
Batuan yang menyandang sifat porositas dan permeabilitas yang baik
adalah batupasir dan karbonat (batugamping dan dolomitan).Karena itu
minyak dan gas bumi 60 % di dapat reservoir batupasir, 39 % dari
batupasir karbonatan dan sisanya 1 % dari reservoir lain, misalnya
rekahan-rekahan pada batuan beku.

1.4 Perangkap Reservoir


Perangkap reservoir merupakan unsure penting dalam cara terdapatnya minyak
dan gas bumi.Usaha eksplorasi terutama diunjukkan untuk mencari perangkap-perangkap
reservoir ini.Istilah perangkap atau trap ialah bentuk geometri struktur atau lapisan
sedemikian rupa sehingga tubuh reservoir terkurung atau tersekat oleh batuan yang
impermeable (batuan penyekat).Jadi seolah-olah minyak terjebak atau tersangkut pada
batuan reservoir, tidak bisa lepas atau bermigrasi lebih lanjut.

Pada dasarnya terdapat banyak jenis perangkap minyak dan gas bumi, tetapi pada
umumnya dikategorikan pada 3 jenis :
 Perangkap struktur
 Perangkap stratigrafi
 Perangkap kombinasi struktur dan stratigrafi

BAB II
OPERASI PEMBORAN

2.1 DASAR TEORI


A. Pendahuluan

Operasi pemboran merupakan proses kelanjutan dari explorasi untuk


mengetahui lembih lanjut atas keterdapatan minyak atau gas bumi di bawah
permukaan. Dalam pelaksanaannya banyak hal yang perlu dipersiapkan dan
direncanakan. Persiapan yang perlu dilakukan antara lain mengenai tempat
pemboran, logistik, dan perangkat pemboran yang akan digunakan. Persiapan dan
perancaan secara detail akan memudahkan dan melancarkan proses pemboran
serta mengurangi kendala secara teknik yang mungkin timbul saat proses
pemboran berlangsung.
B. Jenis – Jenis Pemboran :
a. Pemboran Eksplorasi
Aktivitas ini bertujuan untuk membuktikan keterdapatan minyak
dan gas bumi pada suatu cekungan yang belum pernah dilakukan
pemboran sebelumya, sehingga memerlukan perencanaan matang yang
memperhiungkan segala kemungkinan kendala yang timbul selama proses
pemboran berlangsung. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan
pengamatan secara seksama dikarenakan kondisi dari lapisan batuan dan
sifat – sifatnya belum diketahui. Sehingga perencanaan penggunaan
casing, penyemenan, lumpur pemboran, dan bit yang akan digunakan
sangat berpengaruh kepada cost yang akan dikeluarkan. Sumur eksplorasi
seing disebut dengan sumuw “ Wild Cat “. Apabila setelah dilakukan
pemboran namun hasilnya tidak ditemukan kandungan minyak atau gas
bumi, maka kemudian sumur pemboran tersebut disebut dengan Dry Hole.

b. Pemboran Deliniasi
Aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui persebaran, batas, dan
ketebalan reservoir. Pemboran ii biasanya tidak terlalu banyak
menghabiskan biaya karena sudah ada data dari pemboran eksplorasi
sebelumnya. Untuk menentukan batas reservoir makan dilakukan
pemboran deliniasi untuk jarak – jarak tertentu dari sumur yang pertama.
c. Pemboran Pengembangan
Pemboran ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengurasan
terhadap reservoir sekaligus meningkatkan volume produksi. Aktivitas ini
mmerlukan biaya yang lebih murah dikarenakan lengkapnya data sumur
seperti kedalaman dan ketebalan reservoar serta jenis dan sifat batuan pada
formasi yang sudah ditembus oleh mata bor. Sumur eksplorasi dapat
diubah fungsinya menjadi sumur eksploitasi atau disebut juga sebagai
sumur produksi.
d. Pemboran Sumur – Sumur Sisipan
Kegiatan ini bertujuan untuk mengambil hidrokarbon dari area
yang tidak terambil oleh sumur – sumur sebelumnya. Pembuatan sumur
sisipan ini terletak diantara sumur – sumur yang telah ada sebelumnya.

C. Peran Geologist dalam Operasi Pemboran


a. Wellsite Geologist
Wellsite Geologist bertugas untuk mengontrol kualitas semua data
pemboran, baik data permukaan maupun data bawha permukaan. Dua jenis
data tersebut disediakan oleh beberpa perusahaan jasa pemboran dan
diambil selama pemboran berlangsung dan diberikan kepada wellsite
geologist sebagai wakil dari perusahaan minyak yang melakukn pemboran
sumur eksplorasi tersebut.
b. Mud Logger
Mud Logger mengambil data dan memonitor informasi selama
operasi pemboran, termasuk didalamnya data gas dan sampel selama
operasi pemboran. Teknik yang digunakan seperti analisis mikroskop
binokuler, fluorensasi ultraviolet, dan analisis sayatan tipis.
c. Mud Engineer
Mud Engineer bertanggung jawab memastikan kandungan dari
lumpur pemboran. Ketika berlangsungnya proses pemboran dengan
bertambahnya kedalaman, maka bertambah pula jumlah lumpur yang
dibutuhkan. Maka seorang mud engineer bertanggung jwab memastikan
komposisi lumpur pemboran yang akan digunakan sesuai dengan
kebutuhan. Komposisi kimia dari lumpur pemboran akan dipastikan secara
teliti agar kondisi sumur pemboran dalam satu sumur dikarenakan
perbedaan sifat lapisan batuan yang ditembus oleh mata bor.

D. Jenis – Jenis Rig

Gambar 2.1 Jenis – jenis rig

a. Rig Darat
Merupakan rig yang beropasi di daratan yang dibedakan atas rig
besar dan kecil. Pada rig kecil biasanya hanya digunan untuk pekerjaan
sederhana seperti well service atau work over. Sementara itu untuk rig
besar digunakan untuk operasi pemboran baik secara vertikal maupun
directional. Rig darat ini dirancang portable sehingga dapat dengan mudah
untuk dilakukan pembongkaran dan pemasangannya kerika berpindah
lokasi.

Gambar 2.2 Rig Darat


b. Rig Laut
Merukapakan rig yang dioperasikan diatas permukaan air seperti
laut, rawa – rawa, sungai, danau, maupun delta sungai.
Gambar 2.3 Rig Laut

E. Perangkat Pemboran
Operasi pemboran bertujuan untuk membuat lubang secara cepat, murah,
dn aman hingga menembus formasi produktif di bawah permukaan. Hasil
pemboran yang dinamakan lubang sumur tersebut dilanjutkan dengan
pemasangan pipa selubung berupa casing dan dilanjutkan dengan
penyemenan. Langkah selanjutnya adalah pemasangan peralatan prodksi
untuk mengeksploitasu minyak dan gas dari formasi produktif.

Gambar 2.4 Komponen utama dalam pemboran putas modern


Secara sistematik, terdapat 5 perangkat sistem utama dalam pemboran,
yaitu :
a. Sistem Tenaga
Fungsi utamanya adalah mendukung seluruh sistem dengan
menyediakan sumber tenaga yang diperlukan dalam operasi pemboran.
b. Sistem Pengangkatan
Tugas utamanya adalah membantu alat pemutar untuk
menyediakan perangkat yang dibutuhkan dalam operasi pemboran.
Sistem ini terdiri dari 2 komponen utama, yaitu :

 Rangka Penunjang, adalah konstruksi rangka baja yang dirakit


diladang pemboran. Tugasnya adalah mendukung rangkaian
peralatan yang digunakan oleh sistem pemutar. Terdiri dari menara
pemboran, struktur bawah, lantai rig.
 Sistem Pengangkat, adalah peralatan khusus yang mengangkat,
menurunkan, dan menggantung batang bor dan mata bor di dalam
lubang sumur.
c. Sistem Pemutar
Tugas uramanya adalah untuk memutar batang bor dan
memberikan beban pada mata bor.

Gambar 2.5 Lantai kerja pada rig

Gambar 2.6 Perangkat pemboran

d. Sistem Sirkulasi
Tugas utamnya sistem sirkulasi adalah membantu sistem pemutar
dalam kegiatan pengeboran dengan menyediakan perlengkapan –
perlengkapan, bahn – bahan, dan tempat kerja. Yang kemudian ditunjukan
untuk mempersiapkan, merawat, dan mengganti lumpur pemboran.
e. Sitem Pencegahan Semburan Liar
Sistem pencegahan semburan liar merupakan komponen utama yang
paling akhir dari rig. Fungsi utamanya adalah untuk mengendalikan
ancaman blow out, yaitu suatu aliran yang tak terkendali dari fluida
formasi menuju permukaan. Blow out biasnya dimulai dengan adanya
kick, yang merupakan suatu intrusi fluida bertekanan tinggi. Intrusi ini
dapat berkembang menjadi blow out apabila tidak ditangani. Fungsi dari
BOP sendiri yaitu menutup lubang bor ketika hal ini terjadi. Sistem ini
terdiri dari 2 komponen utama, yaitu :
 BOP stack and accumulator, adalah sistem instalasi yang terdiri
dari alat – alat penahan tekanan yang khusus dirancang untuk
menutuprapat sumur bor ( annulus ) bila ada ancaman kebocoran.
 Supporting system, terdiri dari komponen yang dirancang untuk
mengontrol untuk mengontrol fluida pemboran sehingga operasi
pemboran dapat berjalan lancar

Gambar 2.7 Blow Out Prevention System


F. Pipa Selubung
Casing adalah pipa yang dimasukan kedalam sumur bor dimana casing ini
memiliki beberapa fungsi yang penting baik dalam pekerjaan pemboran
maupun dalam pekerjaan penyelesaian sumur. Casing merupakan komponen
yang cukup mahal da harus diperhitungkan dalam pekerjaan pemboran karena
biasanya biaya untuk casing berkisar antara 25% sampai dengan 30% daei
keseluruhan biaya pemboran suatu sumur.

Beberapa fungsi casing adalah sebagai berikut :

a. Mencegah Gugurnya Dinding Sumur


Pada lapisan batuan yang tidak terkonsolidasi dengan baik, maka
pada saat pemboran menembus lapisan tersebut dapat menyebabkan
terjadinya pembesaran pada lubang bor. Pembesaran pada lubng bor ini
adalah akibat runtuhnya dinding sumur, lebih jauh apabila lapisan lunak
ini berselang – seling dengan lapisan keras maka akan memberikan efek
pembelokan terhadap drill string.
b. Mencegah Terkontaminasinya Air Tanah Oleh Lumpur Pemboran
Dalam suatu pemboran, untuk mengimbangi tekanan formasi
digunakan lumpur pemboran yang memiliki denistas tertentu. Lumpur
pemboran ini akan memberikan tekanan hidrostatik dari formasi. Pada
dinding sumur akan terbentuk mud cake sedangkan filtrat lumpur akan
masuk menembus formasi. Masuknya filtrat lumpur ke dalam formasi
dapat menyebabkan adanya air. Untuk mencegah terjadinya pencemaran
air formasi maka dipasanglah casing.

c. Menutup Zona Berteanan Abnormal dan Zona Loss


Zona bertekanan abnormal adalah zona yang dapat menyebabkan
terjadinya well kick yairu masuknya fluida formasi ke dalam lubang bor.
Terlebih apabila fluida ini berupa gas dan tidak segera ditanggulangi maka
akan terjadi semburan liar yang sangat membahayakan. Sedangkan zona
loss adalah zona dimana lumpur pemboran menghilang masuk ke formasi.

G. Analisis Cutting
Analisis cutting merupakan interpetasi serpihan batuan yang tersikulasi ke
permukaan bersamaan dengan lumpur bor. Serpihan tersebut berasal dari
gerusan batuan reservoir pada saat operasi pemboran berlangsung. Pada
analisis cutting,kandungan hidrokarbon dapat dideteksi dengan melihat
perubahan warna yang terjadi pada saat cutting tersebut dianalisis. Analisis
dilakukan melalui penyinaran sinar ultraviolet untuk mengetahui lithologi
batuannya meliputi jenis batuan, kandungan mineral, struktur batuan dan
kandungan fosil untuk menentukan ada tidaknya akumulasi hidrokarbon.
Indikasi adanya hidrokarbon dalam cutting dapat dilakukan dengan :

a. Penampakan noda / staining


Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan minyak di
dalam batuan dengan cara mengidentifiksi pada noda yang ditinggalkan.
Oleh kepingan batuan yang dicampurkan dengan larutan tertentu, seperti
etanol, kepingan batuan yang mengandung minyak akan meninggalkan
noda yang terlihat cukup jelas. Berikut ini adalah table klasifikasi staining.
Tabel 2.1 Klasifikasi Staining

% Stain Show Number


0 Tidak bernoda
0 – 40 Sedikit bernoda
40 – 85 Bernoda
85 – 100 Bernoda banyak
b. Bau / odur
Metode ini digunakan untuk mengetaui keberadaan minyak di dalam suatu
batuan tertentu dengan mengnalisis bau yang dihasilkan oleh kepingan
batuan tersebut setelah melalui proses pembakaran.
Cutting yang mengindikasikan keberadaan hidrokarbon akan memiliki bau
tertentu, berikut ini adalah klasifikasinya :
 None : tidak berbau
 Poor : agak berbau
 Fair : berbau
 Good : berbau kuat
c. Fluoroscopic
Metode ini merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengetahui keberadaan didalam batuan dengan mengidentifikasi cahaya
yang terbentuk akibat sinal utraviolet yang dipancarkan oleh minyak.
Warna yang dihailkan terkandung berat jenis yang dimiliki oleh minyak di
dalamnya, berikut ini adalah table klasifikasi flourenscence:

Tabel 2.2 Klasifikasi Fluoroscopic

Warna Flourencence Berat Jenis ( Gravity ) API


Coklat < 15
Orange 15 – 25
Kuning – Cream 25 – 35
Putih 35 – 45
Biru Putih sampai Violet > 45

Tabel 2.3 Jenis residu dan warna fluorensensi

Residu Warna Fluoresensi


Batu gamping / dolomite Kuing / kekuning – kuningan
Batu gamping pasiran Coklat – coklat tua
Paper shale Kuning – coklat kopi
Fosil Kuning putih – kuning coklat
Napal Kuning tua – abu-abu coklat
Grase atau Gemuk Putih susu
Solar Putih terang
Kulit kumbang Biru

Setelah dilakukan pendiskripsian litologi kemudian ditentukan batas –


batas litologi dengan metode.
 Metode Prosentase
Secara visual memperkirakan prosentase dari cutting dalam satu
kantong cutting.
 Metode pertamayang muncul
Metode ini didasarkan adanya litologi baru yang terlihat pertama kali
dari rangkaian sample cutting yang pertama kali dianalisis.

H. Mud Log
Mud log adalah pekerjn pemeriksaan dan analisis informasi geologi yang
terkandung dalam cutting dan lumpur pemboran untuk menentukan indikasi
minyak dan gas yang ditemukan selama proses pemboran sebuah sumur.

I. Lumpur Pemboran
Fluida pembora merupakan suatu campuran cairan dari beberapa
komponen yang dapat terdiri dari air, minyak, tnah liat,bahan – bahan kimia,
gas, udara, busa maupun detergent. Di lapangan fluida dikenal sebagai lumpur.
Lumpur pemboran merupakan faktor yang penting serta sangat menentukan
dalam mendukung kesuksesan suatu operasi pemboran. Kecepatan pemboran,
efisiensi, keselamatan dan biaya pemboran sangat tergantung pada kinerja
lumpur pemboran.
Jenis – jenis lumpur pemboran :
Sesuai dengan litologi dan stratigrafi yang berbeda – beda untuk setiap
lapangan, serta tujuan pemboran yang berbeda – beda kita mengenal type /
sistem lumput yang berbeda – beda pula, seperti :
 Sistem lumpur tak terdispersi, termasuk diantaranya lumpur
tajak untuk permukaan dan sumur dangkal treatment yang
sangat terbatas.
 Sistem lumpur terdispersi untuk sumur yang lebih dalam yang
membutuhkn berat jenis yang lebih tinggi atau kondisi lubang
yang problematis. Lumpur perlu didispersikan menggunakan
dispersant seperti senyawa Lignosulfonat, Lignite serta Tannin
 Sistem lumpur air garam yang mengendalikanlarutan garam
untuk pembasahan formasi oleh air.
 Lime Mud, sistem lumpur yang mengandalkan ion – ion
Calcium untuk melindungi lapisan formasi shale yang mudah
runtuh kaeran menyerap air.
J. Analisis Data Teknik Pemboran
Lag time adalah kecepatan pergerakan suatu benda dari dasar lubang
bor sampai ke permukaan oleh media lumpur. Penggunaa serta penghitungan
lag time sangat penting dalam pekerjaan mud logging, karena lumpur tersebut
akan membawa hasil cutting dari dasar sumur ke permukaan yang merupakan
suatu data pemboran.
Faktor – faktor yang mempengaruhi lag time :
a. Kecepatan aliran lumpur
Kecepatan aliran lumpur tergantung dari kecepatan pompa yang memompa
lupur dari pit masuk ke dalam pipa dan keluar dari bit lewat jets, kemudian
naik ke tas lewat annulus hingga kepermukaan.
b. Ukuran / diameter lubang bor
Lubang dengan diameter besaar akan mempunyai kecepatan aliran yang
lebih lambat daripada lubang dengan diamter kecil.
c. Penambahan kedalaman
Penambahan kedalaman suatu sumur, berarti menambah panjang annulus
dan volume lumpur.

Lag Total = Lag Down + Lag

Lag Total = Volume Inner Pipe + Volume Annulus


Pump Capacity x SPM
Dimana :
 Volume inner pipe = dalam bbl ( volume lumpur awal dari mud
pump )
 Volume annulus = dalam bbl ( annulus volume )
 Pump capacity = dalam bbl / stk
 SPM = dalam stroke / menit

Pump Capacity = 0,000243 x D ² x L x efisiensi pompa


Dimana :
 D = diameter liner dalam inchi
 L = panjang stroke dalam inchi
 Volume Annular Total adalah salah satu harga mendasar yang perlu
kita mengerti. Volume annular total merupakan penjumlahan dari
volume inner + volume annulus.
2.2 INTERPRETASI

BAB III
GEOKIMIA HIDROKARBON

3.1 DASAR TEORI

Geokimia Minyak dan Gas Bumi adalah penerapan prinsip-prinsip kimia yang
mempelajari tentang asal, migrasi, akumulasi dan alterasi dari petroleum (Hunt, 1979).
Selain itu menerapkan konsep-konsepnya dalam rangka eksplorasi petroleum yang lebih
efektif.

Dalam suatu kegiatan eksplorasi yang menggunakan metode Geokimia Minyak


dan Gas Bumi, metode yang digunakan berupa analisis-analisis terhadap batuan induk
maupun hidrokarbon. Analisis geokimia yang dimaksud merupakan studi khusus dalam
kegiatan eksplorasi yang mencakup aspek ilmu geologi untuk mengevaluasi potensi
sumber hidrokarbon dalam kegiatan ekplorasi. Tujuan dari analisis antara lain :

 Untuk mengetahui karakteristik dari batuan induk ataupun hidrokarbon.

 Untuk mengetahui lingkungan pengendapan batuan induk ataupun melihat


prazat dari hidrokarbon itu sendiri

 Untuk mendapatkan suatu korelasi antara batuan induk dan hidrokarbon.

 Memperkirakan bagaimana metode yang akan dilakukan dalam melakukan


EOR (Enhanced Oil Recovery)

Hasil analisis geokimia akan dipadukan dengan analisis geologi sehingga dapat
mengetahui seberapa besar potensi dari batuan induk ataupun hidrokarbon, selain itu
setelah dapat melihat korelasinya kita dapat melihat apakah berkorelasi positif yang
artinya berasal dari sumber yang sama atau berkorelasi negatif yang artinya tidak dari
sumber yang sama, selain itu memperkirakan jalur migrasi hidrokarbon pada suatu daerah
yang mana jalur migrasi merupakan penunjuk lokasi lapangan baru yang berpotensi
menjadi sumber hidrokarbon. Untuk sebuah perusahaan, hal ini sangat berguna untuk
menentukan lokasi baru yang dapat dieksplorasi lebih lanjut sehingga dapat memperkecil
risiko kegagalan eksplorasi.

Dalam melakukan analisis geokimia ini meliputi :

 Analisi Batuan Induk

 Analisis Biomarker

 Teknik Korelasi
3 hal diatas merupakan hal penting dalam melakukan analisis geokimia karena
jika salah satunya tidak dilakukan maka kegiatan analisis tidak akan berlangsung dengan
lancar dan akan memberikan hasil yang tidak memuaskan.

A. BATUAN INDUK

Menurut Waples (1985), batuan induk merupakan batuan sedimen berbutir halus
yang kaya akan material orgnik dan mampu menghasilkan hidrokarbon.
Waples(1985)membagi batuan induk menjadi tiga jenis,yaitu:

1. Batuan induk potensial (potential source rock), merupakan batuan yang


mengandung materi organik dalam jumlah yang cukup untuk menghasilkan
dan mengeluarkan hidrokarbon hanya jika kematangan atas kenaikan
temperatur terpenuhi.

2. Batuan induk efektif (effective source rock), merupakan batuan dengan


materi organik yang sedang menghasilkan dan mengeluarkan hidrokarbon
untuk membentuk akumulasi hidrokarbon dalam jumlah yang ekonomis.

3. Mungkin batuan induk (possible source rock), merupakan batuan sedimen


yang memiliki kemungkinan membentuk dan mengeluarkan hidrokarbon,
namun belum pernah dievaluasi potensinya.

Selain ketiga tipe ini. Law(1999) juga menambahkan tipe:

1. Sisa batuan induk efektif (reliceffective source rock),yaitu batuan induk


efektif yang berhenti menghasilkan dan mengeluarkan hidrokarbon akibat
perisitiwa pendinginan seperti pengangkatan atauerosi.

2. Batuan induk tidak ekonomis (spent source rock),yaitu batuan induk yang
menghasilkan dan mengeluarkan hidrokarbon secara aktif walaupun tidak
kaya akan materi organik ataupun telah mencapai fasa terlalu matang (over-
mature).

Dibawah ini adalah tabel yang berisi tentang metode untuk menentukan potensi
batuan induk menurut Law (1999).

Tabel 1.1 Potensi Batuan Induk Menurut Law (1999)


Penentuan Pengukuran
Kuantitas batuan induk TOC yang terdapat pada batuan induk.
Kualitas batuan induk 1. Proporsi kerogen.
2. Keberadaan hidrokarbon rantai
panjang.
Kematangan termal batuan 1. Reflektansi vitrinit.
induk
2. Pirolisis Tmaks.

Sebuah batuan dapat diidentifikasi sebagai batuan induk apabila syarat-syarat


sebagai batuan induk itu sendiri terpenuhi. Batuan induk yang baik harus mempunyai:

1. kuantitas material organik yang cukup,

2. kualitas untuk menghasilkan hidrokarbon, dan

3. mengalami kematangan secara termal.

Kuantitas material organik dan kualitas material organik sendiri merupakan


produk hasil pengendapan, sedangkan tingkat kematangan termal merupakan fungsi dari
sejarah struktur maupun tektonik pada suatu wilayah. Kuantitas material organik
umumnya dinilai dengan melakukan pengukuran terhadap karbon organik total (TOC)
yang terkandung dalam batuan. Kualitas material organik ditentukan dengan mengetahui
tipe kerogen yang terkandung dalam material organik. Kerogen secara singkat dapat
didefinisikan sebagai material organik dalam batuan induk yang menghasilkan minyak
ketika terpanaskan.

Sementara itu, tingkat kematangan termal material organik umumnya diperkirakan


dengan menggunakan pengukuran reflektansi vitrinit dandata dari analisis pirolisis yang
berupa data Tmax. Potensi batuan induk dalam menghasilkan hidrokarbon sendiri dapat
diketahui dengan melakukan evaluasi batuan induk. Evaluasi batuan induk yang umum
dilakukan meliputi penentuan kuantitas material organik, kualitas material organik, dan
tingkat kematangan material organik.

B. Kuantitas Batuan Induk

Kuantitas atau jumlah materia lorganik yang terdapat didalam batuan sedimen
dinyatakan sebagai karbon organik total atau dikenal dengan Total Organic Carbon
(TOC). TOC didefinisikan sebagai jumlah karbon organik yang dinyatakan sebagai persen
berat dari batuan kering(dryrock). Nilai TOC digunakan sebagai salah satu parameter
untuk tahap seleksi awal terhadap batuan sehingga dapat dipisahkan antara batuan yang
berpotensi dan tidak berpotensi sebagai batuan induk. Karbon organik yang dimaksud
merupakan karbon yang berasal dari zat organik dan bukan berasal dari karbonat
(misalnya batu gamping).TOC digunakan sebagai salah satu parameter karena pada
umumnya hidrokarbon mengandung 75-95% karbon berat molekul dengan rata-rata
mengandung 83% molekul karbon. Terdapat nilai TOC minimum untuk menyatakan suatu
batuan sedimen dapat menjadi batuan induk. Nilai TOC minimum ini pun tidak sama
menurut beberapa peneliti. Teknik yang biasanya digunakan untuk menganalisis
kandungan TOC pada batuan yaitu melalui analisis pirolisis Rock-Eval.

Tabel 1.2 Klasifikasi batuan induk berdasarkan TOC menurut Waples (1985)

NILAI TOC
IMPLIKASI SEBAGAI BATUAN INDUK
(%)
< 0,5 Kapasitas sebagai batuan induk kurang atau
memiliki potensi yang rendah.
0,5-1 Kapasitas sebagai batuan induk terbatas atau
kemungkinan sedikit berpotensi.
1-2 Kapasitas sebagai batuan induk sedang atau
kemungkinan cukup berpotensi.
>2 Kapasitas sebagai batuan induk baik atau
kemungkinan berpotensi baik sampai sangat baik.
Menurut Waples(1985),rentang nilai TOC minimum adalah 0,5-1,0%. Sampel
dengan kandungan TOC 0,5-1,0% biasanya dianggap tidak akan mampu membentuk
hidrokarbon yang komersial dan karenanya sampel semacam ini biasanya tidak dianalisis
lebih lanjut. Titik batas diskualifikasi biasanya tidak merata, tetapi umumnya antara 0,5
dan 1% TOC. Banyak kelompok yang menerapkan batas lebih tinggi untuk diskualifikasi.
Sampel yang terpilih akan dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui tipe material organik
yang dikandungnya.

Batuan yang mengandung TOC < 0,5% dapat dikatakan berpotensi rendah dan
miskin material organik. Jumlah hidrokarbon batuan ini tidak cukup untuk terekspulsi dan
kerogen yang ada cenderung akan teroksidasi.

Batuan dengan TOC antara 0,5% dan 1,0% berada pada batas antara berpotensi
rendah dan baik. Batuan ini kemungkinan besar tidak menjadi batuan induk yang sangat
efektif tapi tetap dapat menghasilkan hidrokarbon. Namun kerogen dalam batuan sedimen
dengan kandungan TOC < 1% umumnya akan teroksidasi.
Batuan sedimen dengan TOC > 1% secara umum memiliki potensi yang besar. Pada
beberapa batuan, TOC antara 1 dan 2% berasosiasi dengan lingkungan pengendapan
pertengahan antara oksidasi dan reduksi yang merupakan tempat terjadinya pengawetan
material organik yang kaya akan lemak dan berpotensi membentuk minyak bumi.
Sementara itu, TOC dengan nilai lebih dari 2% umumnya menandakan lingkungan
reduksi dengan potensi yang lebih baik lagi.

Faktor-faktor yang berpengaruh dan mengontrol kandungan dari jumlah karbon


organik dalam batuan yaitu lingkungan pengendapan dari batuannya itu sendiri. Batuan
induk umumnya berasosiasi dengan wilayah produktivitas organik tinggi yang
dikombinasikan dengan pengendapan dalam lingkungan anoksik, upwelling, dan adanya
aktivitas sedimentasi yang cepat. Proses-proses tersebutyang mengontrol material organik
dapat terendapkan.HargaTOC sendiri merupakan parameter awal untuk menentukan
analisis lebih lanjut. Namun demikian,kualitasnya harus menjadi parameter penentu
berikutnya, mengingat bahwa TOC yang tinggi boleh jadi merupakan akibat
terkandungnya material kekayuan (woody) yang telah teroksidasi. Jika kasus ini yang
terjadi, maka batuan tersebut tidak berpotensi menjadi batuan induk walaupun harga
TOC-nya tinggi.

Tabel 1.3 Kategori batuan induk berdasarkan kandungan karbon organik


total(Peters dan Cassa, 1994)

TOC (% berat) Kategori


<0,5 Rendah
0,5-1,0 Cukup
1,0-2,0 Baik
2,0-4,0 Sangat Baik
>4,0 Luar Biasa

C. Kualitas Batuan Induk

Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, kuantitas karbon organik tidak semata-


mata dapat menunjukkan potensi batuan induk menjadi batuan sedimen. Kualitas yang
dimaksud salah satunya adalah tipe material organik yang terkandung. Tipe material
organik merupakan penentu sifat dasar dari produk petroleumnya, minyak atau gas.

Seperti yang telah disebutkan bahwa material organik dalam batuan induk yang
menghasilkan minyak (pada keadaan yang memenuhi syarat) disebut dengan
kerogen.Waples (1985) mendefinisikan kerogen secara spesifik,yaitu bagian dari material
organik dalam batuan sedimen yang tidak larut dalam asam oksidasi,basa dan pelarut
organik biasa. Sifat tidak larut ini dipengaruhi oleh ukuran molekulnya.

Perbedaan tipe kerogen dapat di identifikasi dari konsentrasi lima unsur primer
yaitu karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Tidak semua tipe akan
menghasilkan minyak.

Tabel 1.4 menunjukkan Lingkungan pengendapan, tipe kerogen, asal material,


struktur kimia, dantipe hidrokarbon (Waples, 1985). Dari tabel tersebut dapat terlihat
bahwa dari empat tipe kerogen yang ada,hanya dua yang cenderung menghasilkan
minyak,yaitu tipe I dan tipe II. Tipe III cenderung menghasilkan gas, dan tipe IV
merupakan karbon yangtelah mati. Perbedaan tipe kerogen dapat diidentifikasi dari
konsentrasi lima unsur primer yaitu karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Tidak
semua tipe akan menghasilkan minyak.

Tabel 1.4 Empat tipe kerogen (Waples, 1985)

Untuk mengklasifikasikan tipe kerogen, metode yang digunakan adalah pembuatan


grafik antara atom indeks hidrogen dan indeks oksigen (dikenal dengan nama diagram van
Kravelen) yang mana didapatkan Berdasarkan hasil analisis pirolisis Rock-Eval dapat
diketahui nilai S1, S2, dan S3 yang dinyatakan dalam satuan miligram hidrokarbon.
Parameter S1 menunjukkan jumlah hidrokarbon yang sudah ada dalam batuan semenjak
pengendapan, S2 mencerminkan sisa kapasitas pembentukan hidrokarbon, dan S3
mencerminkan kandungan oksigen di dalam kerogen (Waples, 1985). Data mentah S 1, S2,
dan S3 selanjutnya dinormalisasi dengan kandungan karbon organik dari sampel sehingga
menghasilkan harga dalam satuan miligram per gram dari TOC. Nilai S 2 dan S3 yang telah
dinormalisasi selanjutnya disebut sebagai indeks hidrogen (HI) dan indeks oksigen (OI)
atau yang dikenal sebagai diagram van Krevelen dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Semakin besar nilai indeks hidrogen (HI) maka batuan induk memiliki tipe kerogen
I atau II, sedangkan semakin besar nilai indeks oksigen (OI) maka batuan induk memiliki
tipe kerogen III.

Gambar 1.1 Diagram modifikasi van Krevelen berupa perbandingan nilai HI dan OI
untuk mendapatkan klasifikasi tipe kerogen (Waples, 1985)

Tabel 1.5 Klasifikasi tipe kerogen berdasarkan indeks hidrogen (HI), perbandingan S2
dengan S3, serta perbandingan atom hidrogen (H) dengan karbon (C) (Peters
dan Cassa, 1994)

D. Kematangan Batuan Induk


Banyak metode yang dikembangkan akhir-akhir ini yang dapat dipergunakan
untuk menentukan kematangan material organik yang terkandung di dalam batuan induk.
Kematangan material organik dapat diidentifikasi melalui tiga cara yaitu metode
reflektansi vitrinit (Ro), warna spora atau indeks alterasi termal (TAI), dan temperatur
pirolisis (Tmaks).

1. Reflektansi Vitrinit (Ro)

Reflektansi vitrinit (Ro) merupakan salah satu parameter kematangan. Ini


didasarkan pada fakta bahwa kenaikan temperatur akan meningkatkan kilap atau
reflektansi dari maseral vitrinit. Reflektansi vitrinit adalah indikator kematangan
batuan induk yang paling sering digunakan, dilambangkan dengan Ro
(Reflectance in oil). Nilai Ro untuk mengukur partikel-partikel vitrinite yang ada
dalam sampel amat bervariasi. Untuk menjamin kebenaran pengukuran, maka
penentuan nilai Ro diperlukan secara berulang pada sampel yang sama. Bila
distribusi dari vitrinite reflectance adalah bimodal, maka ada kemungkinan telah
terjadi reworking. Skala vitrnite relectance yang telah dikalibrasikan oleh berbagai
parameter kematangan yang lain oleh studi minyak dan gas adalah sebagai
berikut:

 Ro < 0.55 belum matang (immature)

 0.55 < Ro < 0.8 telah menghasilkan minyak dan gas bumi

 0.8 < Ro < 1.0 minyak berubah menjadi gas bumi (zona kondensat gas)

 < Ro < 2.5 dry gas

Penentuan reflektansi vitrinit dimulai dengan pengisolasian kerogen dengan


menggunakan HCl dan HF, kemudian menempatkan partikel kerogen di dalam
suatu sumbat (plug). Setelah sumbat tersebut dipoles, maka dengan menggunakan
mikroskop refleksi dilakukan pengamatan partikel vitrinit secara individu. Sinar
yang dipantulkan dikumpulkan secara otomatis di dalam suatu komputer. Jika
mungkin, maka pengukuran antara 50 dan 100 partikel vitrinit dianggap baik.
Pada akhir analisis, suatu histogram dari data yang terkumpul akan dicetak,
bersama dengan data analisis statistik.
Gambar 1.2 Pengeplotan reflektansi vitrinit versus kedalaman. Plot pada semilog
menghasilkan garis lurus jika tidak ada ketidak selarasan atau peristiwa termal (Waples,
1985)

2. Temperatur Pirolisis (Tmaks)

Temperatur saat laju maksimum pirolisis tercapai (puncak S 2) dapat


dipergunakan sebagai indikator kematangan (Tabel 1.7). Dengan bertambahnya
kematangan, maka akan bertambah pula Tmaks. Tmaks diperoleh secara otomatis
bersama dengan data pirolisis lain pada waktu analisis Rock-Eval.

Tabel 1.6 Parameter


kematangan hidrokarbon
(Peters dan Cassa, 1994)

3. Thermal Alteration Index (TAI)


Indeks alterasi termal (TAI) merupakan indikator kematangan yang
dilakukan dengan melakukan analisis perubahan warna palinomorf.
Pertambahan gelap partikel kerogen dengan bertambahnya kematangan termal
dapat digunakan sebagai indikator kematangan. Kuantifikasi dengan metode
ini ditunjukkan pada Tabel 2.7 yang dikaitkan dengan kuantifikasi dengan
menggunakan metode lain.

Tabel 1.7Parameter kematangan (Peters dan Cassa, 1994)

Kematanga Maturation Generation

n Tmaks(° Bitumen(
Ro(%) TAI Bit/TOC PI
C) mg/g)
Belum
0,20-0,60 <435 1,5-1,26 <0,05 <50 <0.10
matang
Matang

Awal 0,60-0,65 435-445 2,6-2,7 0,05-0,10 50-100 0,10-0,15

Puncak 0,65-0,90 445-450 2,7-2,9 0,15-0,25 150-250 0,25-0,40

Akhir 0,90-1,35 450-470 2,9-3,3 - - >0,40


Terlalu >1,35 >470 >3,3 - - -
matang
Keterangan :

Ro:Reflektansi vitrinit

Bit/TOC: Bitumen /KarbonOrganik Total TAI: Indeks Alterasi Termal

Tmaks: Temperatur maksimum saat pirolisis PI: Indeks produksi


ROCK EVAL PYROLISIS

Rock Eval Pyrolisis digunakan untuk mengidentifikasi kuantitas, tipe dan


kematangan material organik serta untuk mendeteksi kandungan minyak/gas dalam
batuan sedimen. REP dilakukan dengan menggunakan Delsi-Nermag Rock Eval II Plus
TOC.

Sampel yang dipilih untuk analisis REP yaitu sampel yang sebelumnya dihancurkan
kemudian dikeringkan. Metode REP terdiri dari pemanas temperatur (oven) pada suhu
atmosfer inert (helium) dan sampel 100 mg untuk menentukan :

 Hidrokarbon bebas di dalam sampel


 Senyawa hidrokarbon dan oksigen yang menguap sejak proses cracking
material organik di dalam sampel (kerogen)

Program temperatur oven pada analisis Pyrolysis adalah sebagai berikut :

a. Selama 3 menit oven dipanasi pada suhu 300 degC, hidrokarbon bebas
menguap dan diukur sebagai puncak S1
b. Kemudian temperatur dinaikkan lagi dari 300 degC – 550 degC (pada 25
degC/min). Ini merupakan fase penguapan komponen hidrokarbon berat (>
C40) dan juga proses cracking material organik yang tidak menguap.
Hidrokarbon yang dikeluarkan tersebut diukur sebagai puncak S2
c. Temperatur pada puncak S2 tersebut merupakan temperatur pematangan
kerogen yang disebut T maximum.
d. CO2 yang dikeluarkan dari kerogen terperangkap pada temperatur (300-390)
degC. Perangkap tersebut dipanaskan dan CO2 dilepaskan dan dideteksi oleh
TCD sejak proses pendinginan oven pyrolysis (puncak S3).
 S1 = total hidrokarbon bebas (gas & minyak) di dalam sampel (dalam milligram
hidrokarbon per gram batuan). Jika S1 > 1 mg/g, kemungkinan mengindikasikan oil
show. S1 secara normal meningkat paralel terhadap kedalaman.
 S2 = total hidrokarbon yang dihasilkan melalui cracking termal material organik
yang tidak menguap. S2 merupakan indikasi kuantitas hidrokarbon batuan yang
memiliki potensial menghasilkan hidrokarbon melalui penguburan dan pematangan.
 S3 = total CO2 (dalam milligram CO2 per gram batuan) yang dihasilkan selama
pyrolysis kerogen. S3 merupakan indikasi total oksigen di dalam kerogen dan
digunakan untuk enghitung Oksigen Indeks. Kontaminasi sampel dideteksi jika nilai
S3 yang diperoleh tidak normal. Konsentrasi karbonat tinggi yang dirusak pada suhu
lebih rendah dari 390 degC juga akan menyebabkan nilai S3 yang lebih tinggi dari
yang diharapkan.
 Tmax = temperatur maksimum untuk melepas hidrokarbon dari proses cracking
kerogen yang terjadi selama pyrolisis (puncak S2). Tmax merupakan indikasi
tahapan pematangan material organik.
 Peralatan RE II juga dapat digunakan untuk menentukan TOC dari sampel oleh
proses oksidasi (pada suhu 600 degC) pada material sampel sisa setelah proses
pirolisis (carbon organik sisa). Tipe dan kematangan material organik dalam source
rock dapat diidentifikasi dari data REP.
 HI = hidrogen indeks ( HI = {100 x S2}/TOC}. HI merupakan parameter yang
digunakan untuk menjelaskan asal material organik. Organisme laut dan alga secara
umum adalah organik yang kaya lipid dan protein, dimana H/C lebih tinggi daripada
karbohidratnya tumbuhan darat. Nilai HI biasanya antara 100-600 pada satu sampel.
 OI = Oksigen Indeks ( OI = {100 x S3}/TOC}. OI adalah parameter yang
dikorelasikan dengan rasio O/C dimana nilainya tinggi pada tumbuhan darat dan
material organik inert sebagai penciri sedimen laut. Nilai OI berkisar antara 0-150.
 PI = produksi indeks ( PI = S1/{S1+S2}). PI digunakan untuk menjelaskan level
perkembangan material organik.

3.2 INTERPRETASI
BAB IV
LOG MEKANIK (WIRELINE LOG)

4.1. EVALUASI KUALITATIF


Evaluasi secara kualitatif bertujuan untuk identifikasi lapisan batuan

cadangan, lapisan hidrokarbon, serta perkiraaan jenis hidrokarbon. Untuk suatu

interpretasi yang baik, maka harus dilakukan dengan cara menggabungkan

beberapa log.

Untuk mengidentifikasi litologi, maka dapat dilakukan interpretasi dari log

GR atau log SP. Apabila defleksi kurva GRnya ke kiri atau minimum,

kemungkinan litologinya menunjukkan batupasir, batugamping atau batubara,

sedangkan untuk litologi shale atau organic shale, maka defleksi kurva GRnya ke

kanan atau maksimum.Batugamping mempunyai porositas yang kecil, sehingga


pembacaan ��� nya besar, dan harga ��� nya kecil, sedangkan untuk

litologi

batubara menunjukkan pembacaan sebaliknya

Untuk membedakan jenis fluida yang terdapat di dalam formasi, air,minyak

atau gas, ditentukan dengan melihat log resistivitas dan gabungan log Densitas-

Neutron. Zona hidrokarbon ditunjukkan oleh adanya separasi antara harga tahanan

jenis zona terinvasi (Rxo) dengan harga resistivitassebenarnya formasi pada zona

tidak terinvasi (Rt). Separasi tersebut dapat positif atau negatif tergantung pada

harga Rmf/Rw > 1, harga perbandingan Rxo dengan Rt akan maksimum dan

hampir sama dengan harga Rmf/Rw di dalam zona air. Nilai Rxo/Rt yang lebih

rendah dari harga maksimum menunjukkan adanya hidrokarbon dalam

formasi.Pada lubang bor keterangan harga Rmf lebih kecil daripada Rw (Rmf/Rw

kecil), zona hidrokarbon ditunjukkan harga Rxo/Rt lebih kecil dari satu.

Untuk membedakan gas atau minyak yang terdapat di dalam formasi dapat

dilihat pada gabungan log neutron- densitas. Zona gas ditandai dengan harga
porositas neutron yang jauh lebih kecil dari harga porositas densitas,

sehingga akan ditunjukkan oleh separasi kurva log neutron- densitas yang

lebih besar. Dalam zona minyak, kurva neutron atau kurva densitas

membentuk separasi positif yang lebih sempit daripada zona gas (dalam formasi

bersih).

Gambar 19. Well Log Response Chart (Pertamina, 2000)


4.1.1. DASAR TEORI
Wireline Logging

Log merupakan suatu grafik kedalaman/waktu dari suatu set data yang

menunjukkan parameter diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur

pemboran (Harsono, 1997). Prinsip dasar wireline log adalah mengukur

parameter sifat-sifat fisik dari suatu formasi pada setiap kedalaman secara

kontinyu dari sumur pemboran. Adapun sifat-sifat fisik yang diukur adalah

potensial listrik batuan/kelistrikan, tahanan jenis batuan, radioaktivitas, kecepatan

rambat gelombang elastis, kerapatan formasi (densitas), dan kemiringan lapisan

batuan, serta kekompakan formasi yang kesemuanya tercermin dari lubang bor.

Well Logging dapat dilakukan dengan dua cara dan bertahap yaitu:

1. Openhole Logging

Openhole logging ini merupakan kegiatan logging yang dilakukan pada

sumur/lubang bor yang belum dilakukan pemasangan casing. Pada umumnya

pada tahap ini semua jenis log dapat dilakukan.

2. Casedhole Logging

Casedhole logging merupakan kegiatan logging yang dilakukan pada

sumur/ lubang bor yang sudah dilakukan pemasangan casing. Pada tahapan

ini hanya log tertentu yang dapat dilakukan antara lain adalah log Gamma

ray,Caliper,NMR,danCBL.
Secara kualitatif dengan data sifat-sifat fisik tersebut kita dapat menentukan

jenis litologi dan jenis fluida pada formasi yang tertembus sumur. Sedangkan

secara kuantitatif dapat memberikan data-data untuk menentukan ketebalan,

porositas, permeabilitas, kejenuhan fluida, dan densitas hidrokarbon.

Gambar 6. Skematik diagram dari pengaturan wireline logging(Harsono,


1997).

19
1.Log Listrik

Log listrik merupakan alat rekaman paling tua yang dipakai dalam industri

perminyakan.Kurva-kurva SP dan resistivitas adalah merupakan rekaman standar

yang harus ada dalam setiap penampang stratigrafi sumur bor. Kegunaan log

listrik adalah untuk interpretasi litologi dan dapat juga digunakan untuk

mendeteksi zona yang mengandung minyak atau tidak.Log ini juga dapat

digunakan sebagai dasar dalam korelasi bawah permukaan.

A. Log Spontaneous Potensial (SP)

Log SP adalah rekaman perbedaan potensial listrik antara elektroda di

permukaan dengan elektroda yang terdapat di lubang bor yang bergerak naik

– turun.Supaya SP dapat berfungsi maka lubang harus diisi oleh lumpur

konduktif. Log SP digunakan untuk :

1) Identifikasi lapisan permeabel

2) Mencari batas-batas lapisan permeabel dan korelasi antar sumur

berdasarkan lapisan itu.

3) Menentukan nilai resistivitas air formasi (Rw)

4) Memberikan indikasi kualitatif lapisan serpih.

Pada lapisan serpih, kurva SP umumnya berupa garis lurus yang disebut garis

dasar serpih, sedangkan pada formasi permeabel kurva SP menyimpang dari

garis dasar serpih dan mencapai garis konstan pada lapisan permeabel yang

cukup tebal yaitu garis pasir. Penyimpangan SP dapat ke kiri atau ke kanan

tergantung pada kadar garam air formasi dan filtrasi lumpur (Rider, 2002).

20
Gambar 7. Karakteristik Log Sp (G. Asquith, 1976)

Log SP hanya dapat menunjukkan lapisan permeable, namun tidak dapat

mengukur harga absolute dari permeabilitas maupun porositas dari suatu

formasi.Log SP sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti

resistivitas formasi, air lumpur pemboran, ketebalan formasi dan parameter

lainnya. Sehingga jika salinitas komposisi dalam lapisan lebih besar dari

salinitas lumpur maka kurva SP akan berkembang negative, dan jika salinitas

komposisi dalam lapisan lebih kecil dari salinitas lumpur maka kurva SP

akan berkembang positif. Dan apabila salinitas komposisi dalam lapisan

sama dengan salinitas lumpur maka defleksi kurva SP akan menunjukkan

garis lurus sebagaimana pada shale (G. Asquith, 1976).

21
2. Log Resistivitas

Resistivitas atau tahanan jenis suatu batuan adalah suatu kemampuan

batuan untuk menghambat jalannya arus listrik yang mengalir melalui batuan

tersebut (Darling, 2005).Nilai resistivitas rendah apabila batuan mudah untuk

mengalirkan arus listrik, sedangkan nilai resistivitas tinggi apabila batuan

sulit untuk mengalirkan arus listrik.

Log Resistivity digunakan untuk mendeterminasi zona hidrokarbon dan

zona air, mengindikasikan zona permeabel dengan mendeteminasi porositas

resistivitas, karena batuan dan matrik tidak konduktif, maka kemampuan

batuan untuk menghantarkan arus listrik tergantung pada fluida dan pori

Alat-alat yang digunakan untuk mencari nilai resistivitas (Rt) terdiri dari dua

kelompok yaitu Laterolog dan Induksi. Yang umum dikenal sebagai log Rt

adalah LLd (Deep Laterelog Resistivity), LLs (Shallow Laterelog

Resisitivity), ILd ( Deep Induction Resisitivity), ILm (Medium Induction

Resistivity), dan SFL.

1) Laterolog

Prinsip kerja dari laterelog ini adalah mengirimkan arus bolak- balik

langsung ke formasi dengan frekuensi yang berbeda. Alat laterolog (DLT)

memfokuskan arus listrik secara lateral ke dalam formasi dalam bentuk

lembaran tipis. Ini dicapai dengan menggunakan arus pengawal (bucking

current), yang fungsinya untuk mengawal arus utama (measured current)

masuk ke dalam formasi sedalam-dalamnya. Dengan mengukur tegangan

listrik yang diperlukan untuk menghasilkan arus listrik utama yang besarnya
tetap, resistivitas dapat dihitung dengan hukum ohm.Alat ini biasanya

digunakan untuk resistivitas menengah-tinggi.

Gambar 8. Prinsip Kerja Alat Laterolog(Harsono, 1997)

2) Induksi

Prinsip kerja dari induksi yaitu dengan menginduksikan arus listrik ke

formasi. Pada alat memanfaatkan arus bolak-balik yang dikenai pada

kumparan, sehingga menghasilkan medan magnet, dan sebaliknya medan

magnet akan menghasilkan arus listrik pada kumparan.

Secara umum, kegunaan dari log induksi ini antara lain mengukur

konduktivitas pada formasi, mengukur resistivitas formasi dengan lubang

pemboran yang menggunakan lumpur pemboran jenis “oil base mud” atau

“fresh water base mud”.


Penggunaan Lumpur pemboran berfungsi untuk memperkecil pengaruh

formasi pada zona batu lempung/shale yang besar. Penggunaan Log Induksi

menguntungkan apabila :

a) Cairan lubang bor adalah insulator misal udara, gas, air tawar,atauoil base

mud.

b) Resistivity formasi tidak terlalu besar Rt < 100 Ω

c) Diameter lubang tidak terlalu besar.

Gambar 9. Prinsip Kerja Alat Induksi(Harsono, 1997)

Alat- alat mikro-resistivitas yang mampu memberikan resolusi lapisan

yang sangat baik, yang terbaik dari semua alat logging.Inilah kemampuan

yang digunakan dalam dipmeter dan alat pencitraan listrik.Pada skala yang

berbeda, alat induksi hanya memberikan gambaran dari lapisan- lapisan itu

sendiri, dan batas-batas lapisan sedikit diinterpretasikan.


Gambar 10. Kontras karakteristik resolusi lapisan dari alat resistivitas dan
aplikasi geologinya(G. Asquith &D. Krygowsky2004)

Untuk tujuan geologi, log resistivitas yang digunakan harus diketahui

kemampuan resolusinya.Log microtool memberikan resolusi sangat baik

untuk dapat digunakan dalam interpretasi lapisan geologi.Log microtool ini

paling baik digunakan untuk menginterpretasikan karakteristik lapisan

(gambar 10).Para-laterologs mampu menggambarkan lapisan pada skala

yang tepat untuk indikasi batas lapisan, tetapi penggunaannya harus

digunakan dan dikorelasikan dengan log lainnya. Log induksi memberikan

resolusi batas lapisan sangat buruk, tetapi pada saat yang sama semua efek

lapisan dirata- rata sedemikian rupa untuk membuat tren litologi menonjol.
Gambar 11. Format khas log resistivitas. (1) kombinasiDual Laterolog;
(2) induction, kombinasi spherically focused log. (Schlumberger, 1989)

Ketika suatu formasi di bor, air lumpur pemboran akan masuk ke dalam

formasi sehingga membentuk 3 zona yang terinvasi(gambar 12) dan

mempengaruhi pembacaan log resistivitas, yaitu :

a.Flushed Zone
Merupakan zona infiltrasi yang terletak paling dekat dengan lubang bor
serta terisi oleh air filtrat lumpur yang mendesak Komposisi semula (gas,
minyak ataupun air tawar).Meskipun demikian mungkin saja tidak seluruh
Komposisi semula terdesak ke dalam zona yang lebih dalam.
b.Transition Zone
Merupakan zona infiltrasi yang lebih dalam keterangan zona ini ditempati
oleh campuran dari air filtrat lumpur dengan Komposisi semula.
c. Uninvaded Zone
Merupakan zona yang tidak mengalami infiltrasi dan terletak paling jauh

dari lubang bor, serta seluruh pori-pori batuan terisi oleh Komposisi

semula.
Nomenclature:
Borehole:
Rm = Resistivity of mud.
Rmc = Resistivity of mud cake.
Flushed Zone:
Rmf = Resistivity of mud filtrate.
RXO = Resistivity of flushed zone.
SXO = Water Saturation of flushed
zone.
Uninvaded or Virgin Zone:
RT = True resistivity of formation.
RW = Resistivity of formation water.
SW = Formation Water Saturation.
RS = Resistivity of adjacent bed or
shoulder bed resistivity.

di = Diameter of invasion.
dh = Borehole diameter.
h = Bed thickness.

Gambar 12. Profil sumurbor terinvasi lumpur (www.petrolog.net)

3.Log Radioaktif

A. Log Gamma Ray (GR)

Log Gamma Ray merupakan suatu kurva dimana kurva tersebut

menunjukkan besaran intensitas radioaktif yang ada dalam formasi.Log ini

bekerja dengan merekam radiasi sinar gamma alamiah batuan, sehingga berguna

untuk mendeteksi / mengevaluasi endapan-endapan mineral radioaktif seperti

Potasium (K), Thorium (Th), atau bijih Uranium (U).

Pada batuan sedimen unsur-unsur radioaktif banyak terkonsentrasi dalam

serpih dan lempung, sehingga besar kecilnya intensitas radioaktif akan

menunjukkan ada tidaknya mineral-mineral lempung. Batuan yang mempunyai


kandungan lempung tinggi akan mempunyai konsentrasi radioaktif yang tinggi,

sehingga nilai gamma ray-nya juga tinggi, dengan defleksi kurva kekanan. Unsur

radioaktif yang utama adalah potassium yang umumnya ditemukan pada illite.

Pada lapisan permeabel yang bersih, kurva log GR akan menunjukkan intensitas

radioaktif yang sangat rendah, kecuali bila lapisan tersebut mengandung mineral-

mineral tertentu yang bersifat radioaktif, atau lapisan yang mengandung air asin

yang mengandung garam-garam potassium yang terlarutkan.

Unsur-unsur radioaktif banyak terkandung dalam lapisan serpih, sehingga

log GR sangat berguna untuk menentukan besar kecilnya kandungan serpih atau

lempung. Dengan menarik garis Gamma Ray yang mempunyai harga minimum

dan garis Gamma Ray maksimum pada suatu penampang log, maka kurva

tersebut merupakan indikasi adanya lapisan serpih. Gamma Ray log dinyatakan

dalam API Units (GAPI).

Kurva GR biasanya ditampilkan dalam kolom pertama, bersama kurva SP

dan Kaliper dengan skala dari kiri kekanan 0–100 atau 0–150 GAPI.Log GR

merupakan log yang sangat bagus untuk menentukan permeabilitas suatu batuan

karena mampu memisahkan dengan baik antara lapisan serpih dari lapisan

permeabel.

Kegunaan log GR ini antara lain adalah untuk menentukan kandungan

serpih (Vsh), kandungan lempung, menentukan lapisan permeabel, evaluasi

mineral bijih yang radioaktif, evaluasi lapisan mineral tidak radioaktif, dan

korelasi antar sumur.


Gambar 13. Respon Log Gamma Ray terhadap batuan(G. Asquith &D.
Krygowsky2004)

B. Log Densitas

Log densitas merupakan kurva yang menunjukkan besarnya densitas (bulk

3
density) dari batuan yang ditembus lubang bor dengan satuan gram / cm . Prinsip

dasar dari log ini adalah menembakkan sinar gamma kedalam formasi, dimana

sinar gamma ini dapat dianggap sebagai partikel yang bergerak dengan kecepatan

yang sangat tinggi. Banyaknya energi sinar gamma yang hilang menunjukkan

densitas elektron di dalam formasi, dimana densitas elektron merupakan indikasi

dari densitas formasi.

Bulk density (b)merupakan indikator yang penting untuk menghitung

porositas bila dikombinasikan dengan kurva log neutron, karena kurva log
densitas ini akan menunjukkan besarnya kerapatan medium beserta isinya. Selain

itu apabila log densitas dikombinasikan dengan Log netron, maka akan dapat

dipakai untuk memperkirakan kandungan hidrokarbon atau fluida yang terdapat di

dalam formasi, menentukan besarnya densitas hidrokarbon (h) dan membantu

dalam evaluasi lapisan shaly. Pada lapisan yang mengandung hidrokarbon, kurva

densitas akan cenderung mempunyai defleksi ke kiri (densitas total (Rhob) makin

kecil), sedangkan defleksi log netron ke kanan.

Pada batuan yang sangat kompak, dimana per satuan volume (cc)

seluruhnya atau hampir seluruhnya terdiri dari matrik batuan porositasnya adalah

mendekati atau nol. Dengan demikian batuan yang mempunyai densitas paling

besar, dimana porositas () adalah nol, dan ini disebut sebagai densitas matrik (ma).

Pada batuan homogen dengan porositas tertentu, jika mengandung air asin akan

mempunyai densitas lebih rendah dibanding dengan batuan yang seluruhnya

terdiri dari matrik. Untuk yang mengandung minyak, densitas batuan lebih rendah

daripada yang mengandung air asin, sebab densitas air asin lebih besar daripada

minyak. Pada batuan homogen yang mengandung fluida gas, densitas batuan lebih

rendah lagi daripada yang berisi minyak. Sedangkan yang mengandung batubara,

mempunyai densitas paling rendah diatara jenis batuan yang mengandung fluida.

Gambaran variasi harga densitas dari beberapa lapangan minyak dan gas bumi

dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Harga-harga pada tabel 3.1 besifat tidak mutlak tergantung dari karakteristik

batuan setempat, dan untuk meyakinkan adanya zona-zona air asin, minyak, dan

gas masih perlu ditunjang dengan data-data lain seperti kurva SP, resistivitas, dan
kurva neutron. Terkecuali lapisan batubara yang mempunyai harga densitas yang

khas yaitu sangat rendah,

Tabel 1.Variasi harga densitas batuan dengan kandungan fluida tertentu


dari beberapa lapangan minyak bumi (Harsono, 1997)

Batuan Kandungan Fluida Densitas (gram/ cc)

Shale - 2,20 – 2,50

Lapisan clean Air asin 2,25 – 2,45

Lapisan clean Minyak 2,20 – 2,35

Lapisan clean Gas 2,00 – 2,25

Lapisan batubara - 1,60 – 1,90

Gambar 14.Respon log densitas terhadap batuan(Malcolm Rider, 2002)


C. Log Neutron

Prinsip dasar dari log neutron adalah mendeteksi kandungan atom

hidrogen yang terdapat dalam formasi batuan dengan menembakan atom neutron

ke formasi dengan energi yang tinggi. Neutron adalah suatu partikel listrik netral

yang mempunyai massa hampir sama dengan atom hidrogen. Partikel-partikel

neutron memancar menembus formasi dan bertumbukan dengan material formasi,

akibat dari tumbukan tersebut neutron akan kehilangan energi. Energi yang hilang

saat benturan dengan atom di dalam formasi batuan disebut sebagai porositas

formasi (ф N). Hilangnya energi paling besar bila neutron bertumbukan dengan

sesuatu yang mempunyai massa sama atau hampir sama, contohnya atom

hidrogen. Dengan demikian besarnya energi neutron yang hilang hampir

semuanya tergantung banyaknya jumlah atom hidrogen dalam formasi.

Gambar 15.Respon Log Neutron(Malcolm Rider, 2002)


Kandungan air akan memperbesar harga porositas neutron. Jika pori-pori

didominasi oleh minyak dan air harga porositas neutron kecil. Apabila formasi

terisi oleh gas, maka nilai log netron kecil mendekati batuan sangat kompak

(2–

6%), karena konsentrasi atom hidrogen pada gas lebih kecil daripada minyak dan

air. Batuan yang kompak dimana porositas mendekati nol akan

menurunkan harga neutron. Lapisan serpih mempunyai porositas besar antara 30–

50% dalam kurva log, tetapi permeabilitas mendekati nol. Pengaruh serpih

dalam lapisan permeabel akan memperbesar harga porositas neutron. Kandungan

air asin atau air tawar dalam batuan akan memperbesar harga porositas neutron.

Kurva log neutron ini tidak dapat untuk korelasi karena tidak mewakili litologi

suatu batuan.

Log neutron dalam perekamannya langsung menunjukkan porositas batuan

dengan menggunakan standar matrik batugamping. Untuk batuan selain

porositas
batugamping, harga porositasnya dinyatakan dalam porositas

formasi.

Dengan demikian, pada lapisan hidrokarbon akan terjadi separasi

antara kedua kurva, dimana separasi disebut positif, sebaliknya pada lapisan shale

terjadi separasi negative.


Gambar 16. Log penentu jenis litologi (Bateman, 1985)

3.1.3Log Caliper

Log ini digunakan untuk mengukur diameter lubang bor yang sesungguhnyauntuk
keperluan poerencanaan atau melakukan penyemenan.dan dapat merefleksikan
lapisan permeable dan lapisan yang impermeable. Pada lapisan yang
permeable diameter lubang bor akan semakin kecil karena terbentukya
kerak lumpur (mud cake) pada dinding lubang bor. 1 Wireline Logging

Log merupakan suatu grafik kedalaman/waktu dari suatu set data yang

menunjukkan parameter diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur

pemboran (Harsono, 1997). Prinsip dasar wireline log adalah mengukur

parameter sifat-sifat fisik dari suatu formasi pada setiap kedalaman secara

kontinyu dari sumur pemboran. Adapun sifat-sifat fisik yang diukur adalah

potensial listrik batuan/kelistrikan, tahanan jenis batuan, radioaktivitas, kecepatan

rambat gelombang elastis, kerapatan formasi (densitas), dan kemiringan lapisan

batuan, serta kekompakan formasi yang kesemuanya tercermin dari lubang bor.

Well Logging dapat dilakukan dengan dua cara dan bertahap yaitu:

1. Openhole Logging
Openhole logging ini merupakan kegiatan logging yang dilakukan pada

sumur/lubang bor yang belum dilakukan pemasangan casing. Pada umumnya

pada tahap ini semua jenis log dapat dilakukan.

2. Casedhole Logging

Casedhole logging merupakan kegiatan logging yang dilakukan pada

sumur/ lubang bor yang sudah dilakukan pemasangan casing. Pada tahapan

ini hanya log tertentu yang dapat dilakukan antara lain adalah log Gamma

ray, Caliper, NMR, dan CBL.


Secara kualitatif dengan data sifat-sifat fisik tersebut kita dapat menentukan

jenis litologi dan jenis fluida pada formasi yang tertembus sumur. Sedangkan

secara kuantitatif dapat memberikan data-data untuk menentukan ketebalan,

porositas, permeabilitas, kejenuhan fluida, dan densitas hidrokarbon.

Gambar 6. Skematik diagram dari pengaturan wireline logging(Harsono,


1997).
3.1.1Log Listrik

Log listrik merupakan alat rekaman paling tua yang dipakai dalam industri

perminyakan.Kurva-kurva SP dan resistivitas adalah merupakan rekaman standar

yang harus ada dalam setiap penampang stratigrafi sumur bor. Kegunaan log

listrik adalah untuk interpretasi litologi dan dapat juga digunakan untuk

mendeteksi zona yang mengandung minyak atau tidak.Log ini juga dapat

digunakan sebagai dasar dalam korelasi bawah permukaan.

A. Log Spontaneous Potensial (SP)

Log SP adalah rekaman perbedaan potensial listrik antara elektroda di

permukaan dengan elektroda yang terdapat di lubang bor yang bergerak naik

– turun.Supaya SP dapat berfungsi maka lubang harus diisi oleh lumpur

konduktif. Log SP digunakan untuk :

1) Identifikasi lapisan permeabel

2) Mencari batas-batas lapisan permeabel dan korelasi antar sumur

berdasarkan lapisan itu.

3) Menentukan nilai resistivitas air formasi (Rw)

4) Memberikan indikasi kualitatif lapisan serpih.

Pada lapisan serpih, kurva SP umumnya berupa garis lurus yang disebut garis

dasar serpih, sedangkan pada formasi permeabel kurva SP menyimpang dari

garis dasar serpih dan mencapai garis konstan pada lapisan permeabel yang

cukup tebal yaitu garis pasir. Penyimpangan SP dapat ke kiri atau ke kanan

tergantung pada kadar garam air formasi dan filtrasi lumpur (Rider, 2002).
Gambar 7. Karakteristik Log Sp (G. Asquith, 1976)

Log SP hanya dapat menunjukkan lapisan permeable, namun tidak dapat

mengukur harga absolute dari permeabilitas maupun porositas dari suatu

formasi.Log SP sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti

resistivitas formasi, air lumpur pemboran, ketebalan formasi dan parameter

lainnya. Sehingga jika salinitas komposisi dalam lapisan lebih besar dari

salinitas lumpur maka kurva SP akan berkembang negative, dan jika salinitas

komposisi dalam lapisan lebih kecil dari salinitas lumpur maka kurva SP

akan berkembang positif. Dan apabila salinitas komposisi dalam lapisan

sama dengan salinitas lumpur maka defleksi kurva SP akan menunjukkan

garis lurus sebagaimana pada shale (G. Asquith, 1976).


B. Log Resistivitas

Resistivitas atau tahanan jenis suatu batuan adalah suatu kemampuan

batuan untuk menghambat jalannya arus listrik yang mengalir melalui batuan

tersebut (Darling, 2005).Nilai resistivitas rendah apabila batuan mudah untuk

mengalirkan arus listrik, sedangkan nilai resistivitas tinggi apabila batuan

sulit untuk mengalirkan arus listrik.

Log Resistivity digunakan untuk mendeterminasi zona hidrokarbon dan

zona air, mengindikasikan zona permeabel dengan mendeteminasi porositas

resistivitas, karena batuan dan matrik tidak konduktif, maka kemampuan

batuan untuk menghantarkan arus listrik tergantung pada fluida dan pori

Alat-alat yang digunakan untuk mencari nilai resistivitas (Rt) terdiri dari dua

kelompok yaitu Laterolog dan Induksi. Yang umum dikenal sebagai log Rt

adalah LLd (Deep Laterelog Resistivity), LLs (Shallow Laterelog

Resisitivity), ILd ( Deep Induction Resisitivity), ILm (Medium Induction

Resistivity), dan SFL.

1) Laterolog

Prinsip kerja dari laterelog ini adalah mengirimkan arus bolak- balik

langsung ke formasi dengan frekuensi yang berbeda. Alat laterolog (DLT)

memfokuskan arus listrik secara lateral ke dalam formasi dalam bentuk

lembaran tipis. Ini dicapai dengan menggunakan arus pengawal (bucking

current), yang fungsinya untuk mengawal arus utama (measured current)

masuk ke dalam formasi sedalam-dalamnya. Dengan mengukur tegangan

listrik yang diperlukan untuk menghasilkan arus listrik utama yang besarnya
tetap, resistivitas dapat dihitung dengan hukum ohm.Alat ini biasanya

digunakan untuk resistivitas menengah-tinggi.

Gambar 8. Prinsip Kerja Alat Laterolog(Harsono, 1997)

2) Induksi

Prinsip kerja dari induksi yaitu dengan menginduksikan arus listrik ke

formasi. Pada alat memanfaatkan arus bolak-balik yang dikenai pada

kumparan, sehingga menghasilkan medan magnet, dan sebaliknya medan

magnet akan menghasilkan arus listrik pada kumparan.

Secara umum, kegunaan dari log induksi ini antara lain mengukur

konduktivitas pada formasi, mengukur resistivitas formasi dengan lubang

pemboran yang menggunakan lumpur pemboran jenis “oil base mud” atau

“fresh water base mud”.


Penggunaan Lumpur pemboran berfungsi untuk memperkecil pengaruh

formasi pada zona batulempung/shale yang besar. Penggunaan Log Induksi

menguntungkan apabila :

a) Cairan lubang bor adalah insulator misal udara, gas, air tawar,atauoil base

mud.

b) Resistivity formasi tidak terlalu besar Rt < 100 Ω

c) Diameter lubang tidak terlalu besar.

Gambar 9. Prinsip Kerja Alat Induksi(Harsono, 1997)

Alat- alat mikro-resistivitas yang mampu memberikan resolusi lapisan

yang sangat baik, yang terbaik dari semua alat logging.Inilah kemampuan

yang digunakan dalam dipmeter dan alat pencitraan listrik.Pada skala yang

berbeda, alat induksi hanya memberikan gambaran dari lapisan- lapisan itu

sendiri, dan batas-batas lapisan sedikit diinterpretasikan.


Gambar 10. Kontras karakteristik resolusi lapisan dari alat resistivitas dan
aplikasi geologinya(G. Asquith &D. Krygowsky2004)

Untuk tujuan geologi, log resistivitas yang digunakan harus diketahui

kemampuan resolusinya.Log microtool memberikan resolusi sangat baik

untuk dapat digunakan dalam interpretasi lapisan geologi.Log microtool ini

paling baik digunakan untuk menginterpretasikan karakteristik lapisan

(gambar 10).Para-laterologs mampu menggambarkan lapisan pada skala

yang tepat untuk indikasi batas lapisan, tetapi penggunaannya harus

digunakan dan dikorelasikan dengan log lainnya. Log induksi memberikan

resolusi batas lapisan sangat buruk, tetapi pada saat yang sama semua efek

lapisan dirata- rata sedemikian rupa untuk membuat tren litologi menonjol.
Gambar 11. Format khas log resistivitas. (1) kombinasiDual Laterolog;
(2) induction, kombinasi spherically focused log. (Schlumberger, 1989)

Ketika suatu formasi di bor, air lumpur pemboran akan masuk ke dalam

formasi sehingga membentuk 3 zona yang terinvasi(gambar 12) dan

mempengaruhi pembacaan log resistivitas, yaitu :

a.Flushed Zone
Merupakan zona infiltrasi yang terletak paling dekat dengan lubang bor
serta terisi oleh air filtrat lumpur yang mendesak Komposisi semula (gas,
minyak ataupun air tawar).Meskipun demikian mungkin saja tidak seluruh
Komposisi semula terdesak ke dalam zona yang lebih dalam.
b.Transition Zone
Merupakan zona infiltrasi yang lebih dalam keterangan zona ini ditempati
oleh campuran dari air filtrat lumpur dengan Komposisi semula.
c. Uninvaded Zone
Merupakan zona yang tidak mengalami infiltrasi dan terletak paling jauh

dari lubang bor, serta seluruh pori-pori batuan terisi oleh Komposisi

semula.
Nomenclature:
Borehole:
Rm = Resistivity of mud.
Rmc = Resistivity of mud cake.
Flushed Zone:
Rmf = Resistivity of mud filtrate.
RXO = Resistivity of flushed zone.
SXO = Water Saturation of flushed
zone.
Uninvaded or Virgin Zone:
RT = True resistivity of formation.
RW = Resistivity of formation water.
SW = Formation Water Saturation.
RS = Resistivity of adjacent bed or
shoulder bed resistivity.

di = Diameter of invasion.
dh = Borehole diameter.
h = Bed thickness.

Gambar 12. Profil sumurbor terinvasi lumpur (www.petrolog.net)

3.1.2Log Radioaktif

A. Log Gamma Ray (GR)

Log Gamma Ray merupakan suatu kurva dimana kurva tersebut

menunjukkan besaran intensitas radioaktif yang ada dalam formasi.Log ini

bekerja dengan merekam radiasi sinar gamma alamiah batuan, sehingga berguna

untuk mendeteksi / mengevaluasi endapan-endapan mineral radioaktif seperti

Potasium (K), Thorium (Th), atau bijih Uranium (U).

Pada batuan sedimen unsur-unsur radioaktif banyak terkonsentrasi dalam

serpih dan lempung, sehingga besar kecilnya intensitas radioaktif akan

menunjukkan ada tidaknya mineral-mineral lempung. Batuan yang mempunyai


kandungan lempung tinggi akan mempunyai konsentrasi radioaktif yang tinggi,

sehingga nilai gamma ray-nya juga tinggi, dengan defleksi kurva kekanan. Unsur

radioaktif yang utama adalah potassium yang umumnya ditemukan pada illite.

Pada lapisan permeabel yang bersih, kurva log GR akan menunjukkan intensitas

radioaktif yang sangat rendah, kecuali bila lapisan tersebut mengandung mineral-

mineral tertentu yang bersifat radioaktif, atau lapisan yang mengandung air asin

yang mengandung garam-garam potassium yang terlarutkan.

Unsur-unsur radioaktif banyak terkandung dalam lapisan serpih, sehingga

log GR sangat berguna untuk menentukan besar kecilnya kandungan serpih atau

lempung. Dengan menarik garis Gamma Ray yang mempunyai harga minimum

dan garis Gamma Ray maksimum pada suatu penampang log, maka kurva

tersebut merupakan indikasi adanya lapisan serpih. Gamma Ray log dinyatakan

dalam API Units (GAPI).

Kurva GR biasanya ditampilkan dalam kolom pertama, bersama kurva SP

dan Kaliper dengan skala dari kiri kekanan 0–100 atau 0–150 GAPI.Log GR

merupakan log yang sangat bagus untuk menentukan permeabilitas suatu batuan

karena mampu memisahkan dengan baik antara lapisan serpih dari lapisan

permeabel.

Kegunaan log GR ini antara lain adalah untuk menentukan kandungan

serpih (Vsh), kandungan lempung, menentukan lapisan permeabel, evaluasi

mineral bijih yang radioaktif, evaluasi lapisan mineral tidak radioaktif, dan

korelasi antar sumur.


Gambar 13. Respon Log Gamma Ray terhadap batuan(G. Asquith &D.
Krygowsky2004)

B. Log Densitas

Log densitas merupakan kurva yang menunjukkan besarnya densitas (bulk

3
density) dari batuan yang ditembus lubang bor dengan satuan gram / cm . Prinsip

dasar dari log ini adalah menembakkan sinar gamma kedalam formasi, dimana

sinar gamma ini dapat dianggap sebagai partikel yang bergerak dengan kecepatan

yang sangat tinggi. Banyaknya energi sinar gamma yang hilang menunjukkan

densitas elektron di dalam formasi, dimana densitas elektron merupakan indikasi

dari densitas formasi.

Bulk density (b)merupakan indikator yang penting untuk menghitung

porositas bila dikombinasikan dengan kurva log neutron, karena kurva log
densitas ini akan menunjukkan besarnya kerapatan medium beserta isinya. Selain

itu apabila log densitas dikombinasikan dengan Log netron, maka akan dapat

dipakai untuk memperkirakan kandungan hidrokarbon atau fluida yang terdapat di

dalam formasi, menentukan besarnya densitas hidrokarbon (h) dan membantu

dalam evaluasi lapisan shaly. Pada lapisan yang mengandung hidrokarbon, kurva

densitas akan cenderung mempunyai defleksi ke kiri (densitas total (Rhob) makin

kecil), sedangkan defleksi log netron ke kanan.

Pada batuan yang sangat kompak, dimana per satuan volume (cc)

seluruhnya atau hampir seluruhnya terdiri dari matrik batuan porositasnya adalah

mendekati atau nol. Dengan demikian batuan yang mempunyai densitas paling

besar, dimana porositas () adalah nol, dan ini disebut sebagai densitas matrik (ma).

Pada batuan homogen dengan porositas tertentu, jika mengandung air asin akan

mempunyai densitas lebih rendah dibanding dengan batuan yang seluruhnya

terdiri dari matrik. Untuk yang mengandung minyak, densitas batuan lebih rendah

daripada yang mengandung air asin, sebab densitas air asin lebih besar daripada

minyak. Pada batuan homogen yang mengandung fluida gas, densitas batuan lebih

rendah lagi daripada yang berisi minyak. Sedangkan yang mengandung batubara,

mempunyai densitas paling rendah diatara jenis batuan yang mengandung fluida.

Gambaran variasi harga densitas dari beberapa lapangan minyak dan gas bumi

dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Harga-harga pada tabel 3.1 besifat tidak mutlak tergantung dari karakteristik

batuan setempat, dan untuk meyakinkan adanya zona-zona air asin, minyak, dan

gas masih perlu ditunjang dengan data-data lain seperti kurva SP, resistivitas, dan
kurva neutron. Terkecuali lapisan batubara yang mempunyai harga densitas yang

khas yaitu sangat rendah,

Tabel 1.Variasi harga densitas batuan dengan kandungan fluida tertentu


dari beberapa lapangan minyak bumi (Harsono, 1997)

Batuan Kandungan Fluida Densitas (gram/ cc)

Shale - 2,20 – 2,50

Lapisan clean Air asin 2,25 – 2,45

Lapisan clean Minyak 2,20 – 2,35

Lapisan clean Gas 2,00 – 2,25

Lapisan batubara - 1,60 – 1,90

Gambar 14.Respon log densitas terhadap batuan(Malcolm Rider, 2002)


C. Log Neutron

Prinsip dasar dari log neutron adalah mendeteksi kandungan atom

hidrogen yang terdapat dalam formasi batuan dengan menembakan atom neutron

ke formasi dengan energi yang tinggi. Neutron adalah suatu partikel listrik netral

yang mempunyai massa hampir sama dengan atom hidrogen. Partikel-partikel

neutron memancar menembus formasi dan bertumbukan dengan material formasi,

akibat dari tumbukan tersebut neutron akan kehilangan energi. Energi yang hilang

saat benturan dengan atom di dalam formasi batuan disebut sebagai porositas

formasi (ф N). Hilangnya energi paling besar bila neutron bertumbukan dengan

sesuatu yang mempunyai massa sama atau hampir sama, contohnya atom

hidrogen. Dengan demikian besarnya energi neutron yang hilang hampir

semuanya tergantung banyaknya jumlah atom hidrogen dalam formasi.

Gambar 15.Respon Log Neutron(Malcolm Rider, 2002)


Kandungan air akan memperbesar harga porositas neutron. Jika pori-pori

didominasi oleh minyak dan air harga porositas neutron kecil. Apabila formasi

terisi oleh gas, maka nilai log netron kecil mendekati batuan sangat kompak (2–

6%), karena konsentrasi atom hidrogen pada gas lebih kecil daripada minyak dan

air. Batuan yang kompak dimana porositas mendekati nol akan menurunkan

harga neutron. Lapisan serpih mempunyai porositas besar antara 30–50% dalam

kurva log, tetapi permeabilitas mendekati nol. Pengaruh serpih dalam lapisan

permeabel akan memperbesar harga porositas neutron. Kandungan air asin atau air

tawar dalam batuan akan memperbesar harga porositas neutron. Kurva log neutron

ini tidak dapat untuk korelasi karena tidak mewakili litologi suatu batuan.

Log neutron dalam perekamannya langsung menunjukkan porositas batuan

dengan menggunakan standar matrik batugamping. Untuk batuan selain

batugamping, harga porositasnya dinyatakan dalam porositas neutron atau

porositas formasi (��� ).

Dengan demikian, pada lapisan hidrokarbon akan terjadi separasi antara

kedua kurva, dimana separasi disebut positif, sebaliknya pada lapisan shale terjadi

separasi negative.
Gambar 16. Log penentu jenis litologi (Bateman, 1985)

D.Log Caliper

Log ini digunakan untuk mengukur diameter lubang bor yang

sesungguhnyauntuk keperluan poerencanaan atau melakukan penyemenan.dan

dapat merefleksikan lapisan permeable dan lapisan yang impermeable. Pada

lapisan yang permeable diameter lubang bor akan semakin kecil karena

terbentukya kerak lumpur (mud cake) pada dinding lubang bor. Sedangkan

pada
lapisan yang impermeable diameter lubang bor akan bertambah besar karena ada

dinding yang runtuh (vug).

Gambar 17.Tipikal Respon caliper untuk berbagai litologi (Malcolm


Rider, 2002)

D.Log Sonic

Sonic log merupakan log akustik dengan prinsip kerja mengukur waktu

tempuh gelombang bunyi pada jarak tertentu didalam lapisan batuan Prinsip kerja

alat ini adalah bunyi dengan interval yang teratur dipancarkan dari sebuah sumber

bunyi (transmitter) dan alat penerima akan mencatat lamanya waktu perambatan

bunyi di dalam batuan (∆t). Lamanya waktu perabatan bunyi tergantung kepada

litologi batuan dan porositas batuannya.Log sonik mengukur kemampuan formasi

untuk meneruskan gelombang suara.Secara kuantitatif, log sonik dapat digunakan


untuk mengevaluasi porositas dalam lubang yang terisi fluida, dalam interpretasi

seismik dapat digunakan untuk menentukan interval velocities dan velocity

profile, selain itu juga dapat dikalibrasi dengan penampang seismik. Secara

kualitatif dapat digunakan untuk mendeterminasi variasi tekstur dari lapisan

pasir-shaledan dalam beberapa kasus dapat digunakan untuk identifikasi rekahan

(fractures) (Rider, 1996).

Alat sonic yang sering dipakai pada saat ini adalah BHC(Borehole

Compensated Sonic Tool), dimana alat ini sangat kecil dipengaruhi oleh

perubahan-perubahan lubang bor maupun posisi alat sewaktu pengukuran

dilakukan.Faktor- faktor yang mempengaruhi pengukuran antara lain adalah

kepadatan, komposisi serpih, hidrokarbon, rekahan dan pori/gerohong, serta

pengaruh dari lubang bor.

Gambar 18. Sistem BHC(Harsono, 1997)


4.1.2. INTERPRETASI

4.2. EVALUASI KUANTITATIF


Interpretasi data wireline log secara kuantitatif dengan

menggunakan rumus perhitungan. Metode ini dapat digunakan untuk

menentukan porositas batuan, permeabilitas batuan, saturasi hidrokarbon maupun

kandungan shale dalam reservoar.

Parameter yang dihitung dalam analisis ini berupa Volume Shale, Porositas

(), Saturasi air (Sw), Permeabilitas (K).

a. Volume Shale (Vshale)

PerhitunganLapisan yang mempunyai sisipan berupa shale maupun

serpih menggunakan persamaan volume shaledapat diperoleh dari Log

Gamma Ray, Log SP dan Log Neutron :

Perhitungan Vshale menggunakan Log Gamma Ray:


�� − �����
��� =
...................�..�...�....�..�...−....�...�...�.(1�)�

Dimana :

GRlog : nilai GR pada lapisan tersebut

GRmax : nilai GR paling maksimum, sama dengan shale base line

GRmin : nilai GR saat defleksi paling minimum

Perhitungan Vshale menggunakan Log SP:

�𝑷 − � 𝑷 � � �
��� = . ... .. .... .. ................................(2)
������ − ������
Dimana :

SPlog : nilai SP pada lapisan tersebut

SPmax : nilai SP paling maksimum, sama dengan shale base line

SPmin : nilai SP saat defleksi paling minimum

Perhitungan Vshale menggunakan Log Neutron:

ØN −..Ø...N..�....�.�................................(3)
��� =
ØNShale − ØNmin

Dimana :

ØN : Porositas Neutron pada kedalaman Interpretasi

Ø NShale : Porositas rata rata zona 100% Lempung

ØNmin : nilai Porositas Neutron saat defleksi paling minimum

b. Porositas

Porositas suatu medium adalah bagian dari volume batuan yang tidak

terisi oleh benda padat (Harsono, 1997). Ada beberapa macam porositas

batuan :

1. Porositas Total

Porositas total merupakan perbandingan antara ruang kosong total yang

tidak terisi oleh benda padat yang ada diantara elemen-elemen mineral dari

batuan dengan volume total batuan. Porositas total meliputi :

Porositas primer, yaitu ruang antar butir atau antar kristal yang

tergantung pada bentuk dan ukuran butir serta pemilahan butirnya.

Porositas gerowong, terbentuk secara dissolusi dan porositas rekah yang

diperoleh secara mekanik dan membentuk porositas sekunder. Porositas

ini dikenal sebagai vuggy pada batugamping.


2. Porositas Efektif

Merupakan perbandingan volume pori-pori yang saling berhubungan dengan

volume total batuan. Porositas efektif bisa jauh lebih kecil dibandingkan

dengan porositas total jika pori-porinya tidak saling berhubungan.

Penentuan harga porositas pada lapisan reservoar menggunakan gabungan

harga porositas dari dua kurva yang berbeda, yaitu porositas densitas (ØD)

yang merupakan hasil perhitungan dari kurva RHOB dan porositas neutron

(ØN) yang dibaca dari kurva NPHI.

Kurva RHOB yang mengukur berat jenis matriks batuan reservoar biasanya

dikalibrasikan pada berat jenis matriks batuan (batugamping = 2.71 dan

batupasir = 2.65) serta diukur pada lumpur pemboran yang digunakan dalam

pemboran (f), setelah itu kurva ini baru bisa menunjukkan harga porositas.

Porositas Densitas

��� − ��
� =
..�...�....�...−....�..�..............................................(4)

Dimana :

ØD = porositas densitas

ma = densitas matriks batuan, batupasir 2.65; batugamping 2.71

b = densitas bulk batuan, dari pembacaan kurva log RHOB

f = Densitas Fluida (Fresh water 1.0 ; Salt water 1.1)

Kemudian Nilai porositas dikoreksi terhadap pengaruh Shale

......Ø...D...c.o..r.r..=...Ø...D....–...(.Ø...D..s..h...x..V...s.h(5))
Dimana :

ØDcorr = porositas densitas terkoreksi

ØD = porositas densitas

ØDsh = nilai porositas densitas pada shale (GRmax)

Vsh = volume shale

Porositas Neutron

................Ø...N....=...(..1..,.0..2...x...Ø...N...L(6o)g) + 0,0425

Dimana :

ØNlog = Porositas Neutron dari pembacaan Kurva

Kemudian nilai porositas dikoreksi terhadap pengaruh Shale

..................Ø...N..c..o..r..r..=...Ø...N....–...(.Ø(7N) sh x Vsh )

Dimana :

ØNcorr= porositas neutron terkoreksi

ØN = porositas neutron, dari pembacaan kurva log NPHI

Nsh = porositas neutron pada shale, dari harga NPHI pada GRmax

Vsh = volume shale

Kemudian pendekatan harga porositas batuan dilakukan melalui gabungan

antara porositas densitas dan porositas neutron dengan menggunakan

persamaan:

....................Ø...D...c.o..r..r..2...−.
..Ø...N...c.(o8r)r 2
Øe =
2

Dimana :
Øe = porositas efective
ØDCorr = porositas densitas koreksi
ØNCorr = porositas neutron koreksi

Porositas Sonic

Perhitungan Porositas menggunakan Sonic Log memerlukan tf dan

tma.Dimana fluida yang diselidiki adalah mud filtrate.Sehingga, Porositas

dapat dihitung sbb:


.......Ø....=...... ..
− � � �
.... .. ... ................................(9)
�� − ���

Dimana :
t = travel time batuan (nilai Log sonic)
tf = travel time fluida (Freshwater189 usec/ft; Saltwater185 usec/ft)
tma = travel time matriks batuan

Tabel 2.Klasifikasi porositas ( Koesoemadinata, 1978 )


Prosentase
Keterangan
Porositas

0% - 5% Dapat diabaikan ( Negligible)

5% - 10% Buruk ( poor )

10% - 15% Cukup ( Fair )

15% - 20% Baik ( Good )

20% - 25% Sangat Baik ( very Good )

> 25% Istimewa ( Excellent )

c. Faktor Formasi (F)


Kelayakan dan kesesuaian hasil analisa petrofisika sangat ditentukan oleh

penentuan factor formasi dan beberapa parameter lainnya.Penentuan

parameter itu didasarkan pada genesa reservoir, korelasi dengan lapangan

sekitar, dan/atau karakter reservoar dan fluida dalam reservoar.

Untuk harga harga porositas yang biasa ditemui dalam logging, formation

factor dihitung sebagai berikut:


� =
Pada Limestone : ...... .... ....Ø...�...............................(10)

�.
Pada Sandstone : ............................................(11)
��
�=

Ø

atau..............�....=.... �.....�..�................(12)
�.�
�

Dimana :

a = Koefisien litologi (batugamping a =1, batupasir a = 0.65)

m = Faktor sementasi (batugamping m = 2, batupasir m = 2.15)

d. PenentuanFormation Resistivity Water (Rw)

Determinasi harga Rw dapat ditentukan dengan berbagai metode

diantaranya dengan menggunakan metode crossplot resistivitas-neutron,

resistivitas-sonic dan resistivitas-densitas.Harga Rw juga dapat dihitung dengan

menggunakan rumus SSP (statik Sp) dan rumus Archie, serta dari percobaan di

laboratorium.
Rumus SSP dipakai jika terdapat lapisan mengandung air (water-bearing)

cukup tebal dan bersih, serta defleksi kurva SP yang baik. Keakuratan dari

penentuan harga Rw dengan metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor

sebagai berikut :

1. Komponen elekrokinetik dari Sp diabaikan.

2. Rmf kadang-kadang jelek (filtrasi lumpur tidak baik).

3. Hubungan antara Rwe-Rw dan Rmfe-Rmf, khususnya pada Rw yang

tinggi.

Berdasarkan hal tersebut serta rekaman penampang mekanik pada daerah

penelitian tidak mempunyai kurva defleksi SP yang cukup baik, maka didalam

formasi kandungan air, kejenuhan air adalah 1 didaerah murni dan

terkontaminasi Sw = Sxo = 1, sehingga rumus Archie menjadi :


Rt
���� = F .....................................................................................(13)

Keterangan :

Rwa = resistivitas formasi (apparent resistivity)

Rt = resistivitas dalam formasi kandungan air

F = faktor formasi

Menggunakan Rt/Rxo

.................................R...t......(14)
Rw = x R mf@Tf
Rxo

Dimana :
Rw = Resistivity water
Rxo = Resistivity water pada zona terinvasi
Rt = Nilai Resistivity
Rmf@Tf = Resistivitas lumpur pada formasi
Metoda SP
Dimana ��𝑷 = −� ��.�...(.........)...................

(15)
��

Pada Zona air (SW = 1)


Rxo = F x Rmf dan Ro = Fx Rw
Maka : �� ...................................(16)
�𝑷 = −� � ���

)
( ��

Dimana:
K = 60 + (0.133 x temperature formasi)
Rxo = Nilai resistivity dangkal dari Log
Ro = Nilai Resistivity pada zona 100% air (Ro=Rt ketika Sw = 100%)

Metode PickettPlot

Metode pickett plot didasarkan pada Observasi bahwa nilai Rt (true

resistivity) adalah fungsi dari nilai porositas (), saturasi air (Sw) dan

factor sementasi (m). Metode ini menggunakan crossplot nilai porositas

dan nilai resistivity dalam (ILD atau LLD).

Gambar 20.Pickett plot (www.petrolog.com)


e. Saturasi Air (Sw)

Saturasi atau kejenuhan air formasi adalah rasio dari volume pori yang terisi

oleh air dengan volume porositas total (Adi Harsono, 1997). Tujuan menentukan

saturasi air adalah untuk menentukan zona yang mengandung hidrokarbon, jika

air merupakan satu-satunya fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan,

maka nilai Sw = 1, tetapi apabila pori-pori batuan mengandung fluida

hidrokarbon maka nilai Sw< 1.

Archie menyusun persamaannya, yang kemudian kita kenal dengan Archie

formula

n � ���
Sw = � ���
..........................................(17)

Rumus ini dipakai sebagai dasar interpretasi data Log sampai

sekarang.Persamaan Archie tersebut biasanya digunakan pada cleansand

formation.Dari persamaan Archie tersebut, diturunkan menjadi beberapa

persamaan yang cocok digunakan pada Shalysand formation, antara lain :

Simandoux Equation

C 2
0.4
w R sh V V 2
Sw 2
sh
5 .........................(18)
Rc Rc Rt Rw

Indonesian Equation

m 1 0,5V sh )
1 Vc n
xS w 2 ........................(19)
Rt axRw Rsh
Dimana : Sw = Saturasi air formasi
F = Faktor formasi
Rw = Resistivitas air formasi
Rt = Resistivitas formasi, dibaca dari kurva resistivitas
Rsh = Resistivitas pada shale
C = Untuk batupasir 0.4 dan untuk batugamping 0.45
Penentuan jenis kandungan di dalam reservoar (gas, minyak dan air)

didapat dari hasil perhitungan kejenuhan air formasi (Sw) dalam hasil batasan

umum harga Sw untuk lapangan yang “belum dikenal” seperti di bawah ini :

Gas = Jika harga Sw adalah 0 – 35%


Minyak = Jika harga Sw adalah 35 – 65%
Air = Jika harga Sw adalah >65%
Menenentukan saturasi air sisa

Saturasi air sisa merupakan saturasi air yang tidak terangkat pada zona

terinvasi.Kandungan air pada suatu sumur terdapat 2 jenis air, yaitu free

water dan irreducible water. Air yang terangkat kepermukaan adalah frère

water, sedangkan air yang tidak terangkat adalah irreducible water.

( 1.../...Φ.....e..).............................(20)
Swirr = 1-Vshl

Dimana :
Swirr = saturasi air sisa
Øe = porositas efecktif
Vsh = volume shale
f.
Permeabilitas
(K)

Permeabilitas adalah suatu pengukuran yang menyatakan tingkat

kemudahan dari fluida untuk mengalir di dalam formasi suatu batuan

(Adi Harsono, 1997) satuannya adalah darcy. Satu darcy

didefinisikan sebagai permeabilitas dari fluida sebesar satu sentimeter

kubik per detik dengan kekentalan sebesar satu centipoises mengalir

dalam tabung berpenampang sebesar satu sentimeter persegi di

bawah gradien tekanan satu atmosfer per sentimeter persegi (Adi

Harsono, 1997). Kenyataan menunjukkan bahwa satuan satu Darcy

terlalu besar, sehingga digunakan satuan yang lebih kecil yaitu

milidarcy (mD). Berbeda dengan porositas, permeabilitas sangat

tergantung pada ukuran butiran batuan. Sedimen butiran besar dengan

pori- pori besar mempunyai permeabilitas tinggi, sedangkan batuan

berbutir halus dengan pori-pori kecil akan mempunyai permeabilitas

rendah.

4.2.1. DASAR TEORI


BAB V
KORELASI STRUKTUR GEOLOGI

5.1. DASAR TEORI

A. Pendahuluan

Korelasi dapat diartikan sebagai pnentuan unit stratigrafi dan


struktur yang mempunyai persamaan waktu, umur, posisi stratigrafi
(SSI,1996). Korelasi ini digunakan untuk kepertuan dalam pembuatan
penampang dan peta bawah permukaan.
Korelasi melibatkan aspek seni dan ilmu, yaitu memadukan
persamaan pola dan prinsip geologi, termasuk dalarn proses
pengendapannya dan lingkungannya, pengukuran log, dasar teknik
reservoar, serta analisis kuantitatif dan kualitatif. Data yang digunakan
dalam korelasi antar sumur adalah berupa wireline log (terutama log
spontaneous potential, log gamma ray, dan log resistivity) dan seismik.

B. Metode Korelasi
Dalam korelasi dikenal dua macam metode, yaitu korelasi organik
dan korelasi anorganik (koesoemadinata, 1971). Metode organik atau
paleontologi adalah metode korelasi dengan menggunakan fosil. Fosil
yang digunakan adalah fosil penunjuk yang mempunyai persamaan
evolusi. Sedangkan metode anorganik menggunakan kesamaan Iitologi
atau urutan dari starigrafinya, menurut North American Stratigrafi
Code (1983) ada tiga macam prinsip dari korelasi :
 Lithokorelasi, adalah korelasi yang menghubungkan unit yang
sama lithologi dan posisi stratigrafinya. Yang diamati pada korelasi
jenis ini merupakan adanya kesamaan karakteristik litologi yang
akan dikorelasi tanpa melihat perbedaan event ataupun waktu saat
batuan itu terbentuk.
 Kronostratigrafi, adalah korelasi yang secara cepat menyesuaikan
umur dan posisi kronostratigrafi. Yang diamati pada korelasi jenis
ini merupakan melihat kesamaan waktu pembentukan batuan serta
hubungan antar batuan.
 Biokorelasi, adalah korelasi yang secara cepat menyamakan fosil
dan posisi biostratigrafinya.
Untuk mendapatkan hasil korelasi yang lebih akurat jika
semua data tersedia maka sebaiknya korelasididasarkan pada
metode anorganik dan organik. Hubungan lateral yng diperlihatkan
dalam korelasi antar sumur antra lain :

1. Ketebalan
Suatu lapisan atau zona lapisan dibatasi oleh dua bidang perlpisan
dapat memperlihatkan ketebalan yang berbeda – beda. Hal ini jelas
disebabkan perbedaan kecepatan pengendapan dan penurunan dasar
cekungan.
2. Pembajian Iapisan atau pinch-out
Pembajian biasanya berhubungan dengan suatu ketidakselarasan
terutama dalam bentuk overlap – onlap.
3. Pengisian saluran atau channel fill
Dalam hal ini jelas bahwa sedimentasi terbatas pada suatu
cekungan, jadi lapisan menipis dengan jelas secara cepat dan
lateral.
4. Truncation
Dalam hal ini, lapisan dierosi dan menghilang, kemudian ditutupi
oleh lapisan-lapisan baru, hal ini terjadi pada suatu
ketidakselarasan.
5. Perubahan fasies-penyerpihan Perubahan fasies disebabkan oleh
perbedaan karakteristik litologi dan fauna atau fosil yang
dimanifestasikan oleh endapan bersamaan yang umum.

C. Jenis Korelasi :
1. Korelasi Struktur
Menempatkan kedalam sebagai datum sehingga akan memberikan
gambaran posisi batuan setelah aktivitas tektonik ( struktur sesar
dan lipatan ).
2. Korelasi Stratigrafi
Menempatkan lapisan petunjuk sebagai datum sehinga dapat
memberikan gambaran stratigrafi pada masa lampau.

D. Bidang Datum
Pemilihan bidang datum dilakukan sebelum pengoreksian antar
umur. Bidang datum ini akan dipakai untuk menguntungkan seluruh
penampng umur yang akan diteliti. Garis korelaso dapat digambarkan
dari posisi stratigrafi yang menyalakan pemunculan pertama suatu
taxon tertentu pada suatu penampang, atau yang biasa disebut sebagai
dayum pemunculan pertama. Bidang datum ini harus merupakan suatu
lapisan yang kita yakini kebenarannya dan dapat ditemui disetiap
sumur.
Setelah pemilihan bidang datum selesai dilakukan maka
selanjutnya adalah mencari lapisan – lapisan penciri yang ditemukan
pada tiap – tiap sumur.untuk kedalaman lapisan pada sumur tegak,
angka yang dirulis dengan tanda positif berarti masih dihitung dari
kelly bushing atupun derrick floor sehingga harus dikoreksi untuk
mendapatkan kedalaman sesungguhnya.
E. Korelasi Log Mekanik
Sebagian besar pekerjaan korelasi pada industri minyak dan gas
bumi menggunakan data dari log mekanik. Tipe-tipe log yang biasa
digunakan antara lain Iog penafsir litologi (log SP dan Log Gamma
Ray) yang dikombinasikan dengan log resistivitas dan log porositas
(densitas, sonik, neutron). Pemilihan tipe log untuk korelasi tergantung
pada kondisi geologi daerah yang bersangkutan, kombinasi log SP dan
log resistivitas biasa digunakan pada cekungan silisiklastik sementara
untuk cekungan karbonat digunakan untuk log GR plus Iog resistivitas
atau log GR plus log neutron.
Suatu korelasi dilakukan dengan menarik marker stratigrafi. Maker
inilah yang harus diidentifikasi pada log. Dalam korelasi stratigrafi,
yang umum dijadikan marker adalah maximum flooding surface dan
sequence boundary.
5.2. INTERPRETASI
BAB VI
PETA BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN
CADANGAN

6.1. DASAR TEORI


 PETA BAWAH PERMUKAAN
Pembuatan peta bawah permukaan dapat dilakukan dengan menggunakan
metode manual maupun dengan bantuan software ( surfer, rockwork, autocad
mad, dll ).
Pembuatan peta bawah permukaan menggunakan peta dasar (base map) yang
berupa :

1. Peta polos + koordinat serta informasi-informasi geografis yang penting

2. Skala dapat berrupa skala detail/ regional.

3. Titik kontrol berupa lokasi lubang sumur pemboran :

 Dry hole
 Producing Well

 Producing gas well

Selain itu, prinsip-prinsip dalam penggambaran garis kontur juga harus selalu
diperhatikan, antara lain :

1. Interpolasi / titik kontrol

2. Ekstrapolasi / keseragaman (bentuk &jarak)


3. Tidak boleh bercabang

4. Tidak boleh berpotongan

5. Satu garis kontur tidak bisa sebagai nilai max.

6. Ada kesan keseragaman bentuk.

7. bentuk kontur disesuaikan dengan gejala geologi.

LANGKAH KERJA

Parameter yang digunakan dalam pembuatan peta antara lain :

 Nilai X ( Easting )

 Nilai Y ( Northing )

 Nilai Z sesuai peta yang akan dibuat

Misal Peta Kontur Struktur Z = kedalaman lapisan top sand

Net sand Isopach map Z = tebal reservoar (clean sand)tiap sumur

Net Pay Isopach Map Z = tebal masing-masing reservoar yang mengandung fluida
hidrokarbon

A. Peta kontur Struktur

Menggambarkan geometri bawah permukaan lapisan reservoar, berguna untuk


interpretasi struktur bawah permukaan seperti antiklin, sesar, dsb.

 Dibuat berdasarkan kedalaman topsand lapisan reservoar


 Plot kedalaman tersebut dalam peta dasar (basemap) dalam bentuk
bilangan negatif, misal kedalaman lapisan 700 feet ditulis – 700

 Buat interval kontur kedalaman = 25 ft

B. Peta Gross sand


Menggambaarkan ketebalan total lapisan reservoar termasuk lapisan –
lapisan impermeable (shale) tipis diantara lapisan – lapisan reservoar pada tiap
sumur.

 Hitung tebal total batupasir kotor ( termasuk yang mengandung


lapisan shale), dihitung mulai lapisan batupasir teratas sampai
lapisan batupasir paling bawah dan dianggap sebagai ketebalan
satu lapisan
 Nilai ketebalan diplot sebagai bilangan positif.

C. Peta Net Sand

Merupakan peta ketebalan dari batupasir bersih (cleansand). Petakan


batupasir bersih yang mengandung hidrokarbon saja atau batupasir yang
perrmukaannya dipetakan sebelumnya. Tiap lapisan batupasir bersih dipetakan
sebagai satu peta, sehingga mungkin akan dihasilkan peta lebih dari satu.
Kegunaannya untuk mengetahui geometri batupasir, fasies, seaward-landward.

 Tentukan tebal batupasir bersih yang permukaannya telah


dipetakan pada semua sumur.
 Plot harga ketebalan pada peta dasar sesuai nomor sumurnya.
Harga ketebalan berupa nilai positif.
 Interval kontur 10 ft atau 25 ft, bagaimana sebaiknya
 Boleh diwarnai

D. Peta Net Pay Sand

Peta yang menggambarkan ketebalan batupasir yang mengandung


hidrokarbon. Akurasi peta ini tergantung pada ketepatan identifikasi hidrokarbon
pada log. Digunakan untuk perhitungan cadangan dengan mengetahui volumenya.

 Tentukan ketebalan batupasir (yang perrmukaanya telah dipetakan


sebelumnya) yang mengandung minyak pada tiap sumur.
 Plot nilai ketebalan pada peta dasar dalam bentuk bilangan positif.
 Interval kontur 10 atau 25 ft.
 Boleh diwarnai

 PERHITUNGAN CADANGAN HIDROCARBON


 Metode Volumetris
Metode volumetris digunakan untuk memperkirakan besarnya
cadangan reservoir pada suatu lapangan minyak atau gas yang baru,
dimana data-data yang tersedia belum lengkap. Data-data yang diperlukan
untuk perhitungan perkiraan cadangan secara volumetris, yaitu bulk
volume reservoir (Vb), porositas batuan (f), saturasi fluida (Sf), dan faktor
volume formasi fluida. Perhitungan perkiraan cadangan secara volumetris
dapat digunakan untuk mengetahui besarnya initial hidrocarbon in place,
ultimate recovery, dan recovery factor.

 Penentuan Initial Oil In Place (IOIP)

Pada batuan reservoir yang mengandung satu acre-feet pada kondisi awal, maka
volume minyak dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Sedangkan untuk sejumlah gas mula-mula (initial gas in place) dapat ditentukan
dengan persamaan:
Pada persamaan diatas, besaran yang perlu ditentukan terlebih dahulu
adalah volume bulk batuan (Vb). Penentuan volume bulk batuan (Vb) ini dapat
dilakukan secara analitis dan grafis.

 Penentuan Volume Bulk Batuan Secara Analitis

Langkah pertama yang dilakukan dalam menentukan volume bulk batuan


adalah membuat peta kontur bawah permukaan dan peta isopach. Peta kontur
bawah permukaan merupakan peta yang menggambarkan garis-garis yang
menghubungkan titik-titik dengan kedalaman yang sama pada setiap puncak
formasi. Sedangkan peta isopach merupakan peta yang menggambarkan garis-
garis yang menghubungkan titik-titik dengan ketebalan yang sama dari formasi
produktif.
Gambar.1.3. Peta Isopach

(a). Total Net Sand, (b). Net Oil Sand,

(c). Completed Isopach Map of Oil Reservoir

Setelah peta isopach dibuat, maka luas daerah setiap garis isopach dapat
dihitung dengan menggunakan planimeter dan diplot pada kertas, yaitu luas
lapisan produktif versus kedalaman.

Jika peta isopach telah dibuat, maka perhitungan volume bulk batuan
dapat dilakukan dengan menggunakan metode:

 Metode Pyramidal

Metode ini digunakan apabila perbandingan antara luas garis isopach yang
berurutan £ 0,5 yang secara matematis dituliskan:

 Metode Trapezoidal

Metode ini digunakan apabila perbandingan antara luas garis isopach yang
berurutan > 0,5 yang secara matematis dituliskan:
 Metode Simpson

Metode ini digunakan jika interval kontur dan isopach tidak sama (tidak
teratur) dan hasilnya akan lebih teliti jika dibandingkan dengan metode
trapezoidal yang secara matematis dituliskan:

1.1.1.2.

 Penentuan Volume Bulk Batuan Secara Grafis

Penentuan volume bulk batuan secara grafis dilakukan dengan cara


membuat plot antara ketebalan yang ditunjukkan oleh tiap-tiap garis kontur
terhadap luas daerah masing-masing, seperti terlihat pada Gambar 1.4. Dari
gambar tersebut terlihat bahwa volume bulk batuan merupakan luas daerah yang
ditunjukkan dibawah kurva.
Gambar.1.4. Contoh Grafik Penentuan Volume Bulk Batuan

 Ultimate Recovery (UR)

Ultimate recovery merupakan jumlah maksimum hidrokarbon yang


diperoleh dari reservoir dengan mekanisme pendorong alamiahnya. Ultimate
recovery ini biasanya dinyatakan dengan parameter unit recovery (UR), yang
merupakan hasil bagi antara ultimate recovery terhadap volume bulk batuan yang
dapat diproduksikan oleh beberapa pengaruh mekanisme pendorong sampai saat
abandonment. Untuk mengetahui besarnya ultimate recovery harus diketahui data-
data seperti mekanisme pendorong yang dominan, saturasi fluida mula-mula, dan
akhir dari masa produksi (tekanan abandonment), serta faktor volume formasi
minyak dan gas sebagai fungsi tekanan. Ultimate recovery ini dapat dinyatakan
dalam persamaan sebagai berikut:

UR = N x RF………………………………..………………….….(4-7)

Keterangan :

N : initial oil or gas in place, satuan volume

RF : recovery factor, fraksi


Secara volumetris, ultimate recovery ini ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut:

Unit recovery pada reservoir gas dengan mekanisme pendorong water drive yaitu:

 . Recovery Factor (RF)

Untuk jumlah cadangan yang dapat diperoleh dipermukaan, maka terlebih


dahulu perlu diketahui harga recovery factor (RF) yaitu perbandingan antara
recoverable reserve dengan initial oil in place (fraksi), atau dapat ditulis dengan
persamaan sebagai berikut:
6.2 INTERPRETASI
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan kesimpulan
secara umum, yaitu :
 Lag time bertujuan untuk memperkenalkan opersi pengeboran sumur
minyak, sedangkan tujuan dari acara ini adalah untuk mengenal sample
bawah permukaan, yamg meliputi antara lain: cara pengambilan sample,
menghitung volume dari casing, besarnya sample, serta waktu yang
dibutuhkan oleh sample “cutting” guna mencapai permukaan.
 Analisa batuan induk dan hidrakarbon merupakan analisa geokimia dalam
eksplorasi hidrokarbon pada dasarnya meliputi : menentukan potensi
batuan induk, menentukan tipe kerogen, dan kematangan batuan induk,
selain itu untuk memberikan gambaran dari arah mana migrasi minyak
bumi yang berguna untuk mengembangkan sumur pemboran dan
menentukan kelanjutan dari penyelidikan pemboran.
 Interprestasi struktur geologi dalam eksplorasi minyak dan gas bumi,
adalah untuk menentukan ketebalan suatu lapisan bantuan, struktur
geologi, stratigrafi dan penyebaran lapisan batuan, yang akhirnya
dipergunakan untuk menggambarkan struktur bawah permukaan dalam
bentuk peta struktur (struktur map) dan peta ketebalan (isopach map atau
isocohron map).
 Dengan data log dapat diketahui karakteristik fisik batuan, khususnya
batuan reservoir meliputi litologi, porositas, permeabilitas, kedalaman
zona produktifnya juga dengan data log mekanik dapat digunakan sebagai
salah satu cara dalam korelasi log antar sumur.
 Seiring dengan pusatnya kegiatan minyak dan gas bumi menurut manusia
untuk berusaha menciptakan berbagai teknologi untuk mencapai hasil
yang maksimal, diantaranya hasil ciptaan teknologi tersebut adalah EMI
dan FMI.
 Jumlah minyak atau gas terdapat didalam suatu volume merupakan fungsi
dari harga porositas dan kejenuhan hidrokarbonnya. Mengevaluasi
produktivitas suatu reservoir sangat penting untuk mengetahui bagaimana
cairan yang terdapat di dalamnya dapat keluar melalui sistem pori-pori.
 Korelasi dapat diartikan sebagai penentuan unit stratigrafi dan struktur
yang mempunyai persamaan waktu, umur dan posisi stratigrafi.Korelasi
ini digunaka untuk keperluan dalam pembuatan penampang dan peta
bawah permukaan (subsurface map and cross-section)
 Peta-Peta bawah permukaan adalah sifat kuantitatif dari peta-peta
tersebut.Sifat kuantitatif itu dinyatakan dengan apa yang dinamakan garis
iso atau secara popular disebut garis kontur
(countourlines,”tranches”untuk peta topografi).Garis ini menyatakan
titik-titik yang mempunyai nilai yang sama,terutama nilai kuantitatif dari
suatu gejala atau sifat tertentu yang terdapat pada suatu bidang permukaan
(perlapisan) atau dalam interval antar dua bidang permukaan / perlapisan.
7.2. SARAN
 Sebaiknya Assisten memberikan materi dengan pemahaman yang mudah
dimengerti dan sangat terkait dengan tugas yang diberikan, sehingga
dalam pengerjaan tugas praktikan tidak banyak menemukan perbedaan
dari yang diajarkan.
 Sebaiknya antar asisten memiliki persamaan persepsi sehingga tidak
membingungkan praktikan.
DAFTAR PUSTAKA

 Buku Panduan Praktium Geologi Minyak Bumi 2017


 Ali, S.S.,M.N.Nessa, dan A.Rahman, 1992. Rangkuman beberapa hasil
penelitian keairan. Prosiding Temu Karya Ilmiah Potensi Sumberdaya
Mineral Sulawesi Selatan dan Tenggara. 102 – 108
 Amirthalingan, C. 1932. Correlation of sex and shell structure in Mollucs
Trochus niloticus Linn. Current Science (1): 72 –73
 Asano, N. 1939. On the spawning saeason of top shell. Journal of
Fisheries vol 34(1): 36-38 1944. On the food of top shell from Palau
Island. Journal of fisheries 35(4): 8p
 Arafin, Z. 1993, Geographical distribution, habitat and fishery of top shel
(Trochus niloticus) in Maluku. Perairan Maluku dan Sekitarnya, Ambon :
93 – 101
 Eddy Soekendarsi,M Iqbal Djawal and Y.Paonganan.2001. Growth rate of
Trochus niloticus L.fed on four species of benthic marine macroalgae.
Phuket marine biological center special publication 25(1):135-137
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai