Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis bersifat berulang, kronik dan sebagian besarmenyerang parutetapi
dapat juga menyerang organ tubuh lainnya.1

Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular tuberkulosis paru dengan


sebagian besar penderita adalah berusia 15-55 tahun yang berpotensi
menularkan kepada orang lain. WHO memperkirakan adanya 9,5% juta kasus
baru dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat tuberkulosis diseluruh
dunia.Laporan WHO tentang insidensi tuberkulosis secara global tahun 2010
menyebutkan bahwa lima negara dengan insidensi terbesar tuberkulosisIndia
(1,6-2,4 juta), China (1,1-1,5 juta), dan Afrika Selatan (0,4-0,59 juta), Nigeria
(0,37-0,55 juta) dan Indonesia (0,35-0,52 juta).1,2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


basil Mycobacterium tuberculosis.Sebagian besar basil tuberkulosis menyerang
paru, tetapi dapat menyerang paru, tetapi dapat menyerang organ tubuh lain.
Tuberkulosis milie adalah penyakit limfohematogen sistemik akibat penyebaran
kuman Myobacterium Tuberculosis dari kompleks primer, yang biasanya terjadi
dalam waktu 2-6 bulan pertama, setelah infeksi awal.Tuberkulosismillier
mengenai 1 organ (sangat jarang < 5 %) namun yang lazim terjadi pada
beberapa organ (seluruh tubuh > 90 %), termasuk otak.Tuberkulosis millier
klasik diartikan sebagai kuman basil tuberkulosis berbentuk millet (padi)
ukuran rata-rata 2 mm, lebar 1-5 mm diparu , terlihat pada Rontgen. Pola ini
terlihat pada 1-3 % kasus TB.5,6

2.2 Etiologi

Mycobacterium tuberculosis adalah penyebab utama penyakit


tuberkulosis pada manusia berupa basil tidak membentuk spora, bersifat tahan
asam, tidak bergerak, panjang1-10 mikron dan lebar 0,2-0,6 mikron, sangat
peka terhadap panas, sinar matahari, dan sinar ultra violet, dan kuman bersifat
dormant. Obligat aerob yang tumbuh dalam media kultur Loweinstein-jensen,
tumbuh baik pada 37-41°C, dinding sel yang kaya lemak menyebabkan tahan
terhadap efek bakterisidal antibodi dan komplemen, tumbuh lambat dengan
waktu generasi 12-24 jam.Kuman ini menyebar melalui inhalasi droplet nuklei.
Kemudian masuk ke saluran napas dan bersarang di jaringan paru hingga
membentuk afek primer7

2.3 Klasifikasi

1. Berdasarkan Hasil Bakteri Tahan Asam (BTA)


a. BTA (+)
 Sekurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak memberikan hasil
(+);
 Atau 1 kali pemeriksaan spesimen hasilnya (+) disertai
gambaran radiologi yang menunjukkan tuberkulosis aktif;
 Atau 1 spesimen BTA (+) dan kultur (+);
 Atau 1 lebih spesimen dahak (+) setelah 3 pemeriksaan dahak
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) pemeriksaan sebelumnya BTA
(-) dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non
Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
b. BTA (-)
 Hasil sputum BTA 3 kali (-).
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT
pada pasien HIV (-).8
2. Berdasarkan Tipe Pasien
a. Kasus baru yaitu pasien yang belum pernah meminum OAT
sebelumnya atau pernah mengkonsumsi OAT kurang dari 1
bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
 Pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT telah
selesai pengobatan dan dikatakan sembuh. Namun didapatkan
BTA (+) atau kultur (+) kembali dan kembali konsumsi OAT.
 Bila BTA (-) tetapi radiologi menunjukkan lesi
aktif/perburukan dan gejala klinis (+) kemungkinannya, yaitu
lesi non tuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, dll).
c. Kasus default (setelah putus berobat), yaitu pasien yang telah
berobat dan putus berobat selama ≥ 2 bulan dengan BTA (+).
d. Kasus gagal, yaitu pasien dengan BTA (+) sebelumnya, tetap (+)
atau kembali lagi menjadi (+) pada akhir bulan ke 5 atau akhir
pengobatan OAT.
e. Kasus kronik yaitu pasien dengan hasil sputum BTA tetap (+)
setelah selesai pengobatan ulang dengan pengawasan ketat.
f. Kasus bekas tuberkulosis
 BTA (-) radiologi lesi tidak aktif atau foto serial gambaran
sama, dan riwayat minum OAT adekuat.
 Radiologi gambarannya meragukan, menadapatkan OAT 2
bulan dengan foto toraks ulang gambaran sama.8
3. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
a. Tuberkulosis minimal
Terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu paru
maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus
paru.
b. Moderately advanced tuberkulosis
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah
infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila
bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
c. Far advanced tuberkulosis
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada
Moderately advanced tuberkulosis.9
4. WHO 1991 berdasarkan terapi
a. Kategori I, ditujukan terhadap:
 Kasus baru dengan sputum positif.
 Kasus baru dengan bentuk tuberkulosis berat.
b. Kategori II, ditujukan terhadap:
 Kasus kambuh.
 Kasus gagal dengan sputuk BTA (+).
c. Kategori III, ditujukan terhadap:
 Kasus BTA(-) dengan kelainan paru yang tidak luas.
 Kasus tuberkulosis ekstra paru selain dari yang disebut dalam
kategori I.
d. Kategori IV, ditujukan terhadap:
 Tuberkulosis kronik.9
2.3 Patogenesis

TUBERKULOSIS PRIMER

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di


jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian
mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer
akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis
regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan
mengalami salah satu nasib sebagai berikut :

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad

integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,

garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara :

a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya

Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian


penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran
napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis
akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun
ke paru sebelahnya atau tertelan
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini
berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini
akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier,
meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini
juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya,
misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.
Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :

- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan


terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis
primer.

TUBERKULOSIS POSTPRIMER

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah


tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis
postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan
sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan
masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer
dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus
superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang
pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai
berikut :

1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat


2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan
akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif
kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan
keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Kaviti tersebut akan menjadi:

- meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang


pneumoni ini akan
mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas
- memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi

bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh
dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai
kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate
shaped).

7
Gambar 2.Alur infeksi tuberculosis

2.5 Diagnosis

A. GAMBARAN KLINIK

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,


pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya

Gejala klinik

8
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah
gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)

1. Gejala respiratorik
- Batuk > 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya


pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak
nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan
kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

Pemeriksaan Jasmani

9
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1
dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

Pemeriksaan Bakteriologik

a. Bahan pemeriksasan

Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis


mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS)

10
- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi ( keesokan harinya )
- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan


dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm
atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila
ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek
(difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.

Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di


gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat
ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.

Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan
ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan
telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan formulir permohonan
pemeriksaan laboratorium.

Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan


pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.

Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease)

 Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif


 Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
 Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
 Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
 Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

11
Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran
radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus


atas paru dan segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed Lung ) :

- Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang


berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru
terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk
menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut.
- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti
proses penyakit

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :

- Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas

12
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra
torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti

- Lesi luas

Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

2.5 Penatalaksanaan

Dahulu tuberculosis sukar sekali disembuhkan karena belum dikenal obat


yang dapat memusnahkan Mycobacterium tuberculosis.Basil ini lambat sekali
pertumbuhannya dan sangat ulet, karena dinding selnya mengandung kompleks
lipida-glikolipida serta lilin (wax), yang sulit ditembus zat kimia.Mycobacterium
tuberculosis tidak mengeluarkan enzim ekstraseluler maupun toksin.Penyakit
biasanya berkembang karena kuman mampu memperbanyak diri di dalam sel-sel
fagosit dan tahan terhadap enzim-enzim pencernaan2. Tujuan pengobatan TB
adalah untuk:

1) Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas produktivitas,

2) Mencegah kematian karena penyakit TB aktif dan lanjutannya,

3) Mencegah kekambuhan,

4) Mengurangi transimisi atau penularan kepada yang lain,

5) Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya1.

Pengobatan antituberkulosis dikelompokkan menjadi 2 fase:

1. Fase intensif (awal), yang bertujuan membunuh dengan cepat


sebagian besar kuman dan mencegah resistensi obat. Diberikan
empat macam obat yaitu : Rifampisin, Isoniazide, Pirazinamide dan
Etambutol atau Streptomisin selama 2 bulan.

13
2. Fase lanjutan, yang bertujuan membunuh kuman yang dormant.
Diberikan Rifampisin dan Isoniazide selama 4 bulan sesuai
perkembangan klinis.5,6

Obat antituberculosis (OAT) yang dipakai yaitu:

1. Jenis obat lini pertama, yaitu: Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid,


Etambutol dan Streptomisin
2. Jenis obat lini kedua, yaitu: Kanamisi, Amikasin, Kapreomisin, Kuinolon,
Silkoserin, Etionamide dan Para Aminosaliksilat (PAS).

Panduan OAT yang digunakan oleh Nasional Pengendalian Tuberkulosis di


Indonesia8
1. Kategori I
Panduan ini diberikan untuk pasien baru:

- Pasien baru dengan BTA Positif


- Pasien TB paru BTA (-), gambaran radiologi (+)
- Pasien TB ekstra paru.
Pada kategori I ini regimen yang digunakan adalah 2RHZE/4RH, 2RHZE/6HE,
2RHZE/4H3R3.

2. Kategori II
Panduan ini untuk pasien BTA (+) dan telah diobati sebelumnya.
- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien default
Pada kategori II ini regimen yang digunakan adalah 2RHZES/1RHZE untuk
fase intensif selama menunggu uji resistensi, Jika hasil sudah ada untuk fase
lanjutan mengikuti hasil uji resistensi tersebut.Bila tidak ada uji resistensi,
diberikan 5RHE.Untuk kasus gagal pengobatan paling baik sebelum uji resistensi
keluar diberikan OAT lini 2.

14
3. Kategori Anak
Kategori anak 2HRZ/4HR.
4. Penatalaksanaan pasien TB resistensi obat
Obat yang digunakan di Indoensia yang termasuk OAT lini ke 2 yaitu
kanamisin, cepromisin, levofloksasin, etionamid, sikloserin, dan PAS; serta OAT
lini 1, yaitu pirazinamid dan Etambutol. Prinsip pengobatan kasus TB dengan
MDR, yaitu minimal mengkonsumsi 4 macam OAT yang masih efektif. Jangan
konsumsi obat yang kemungkinan akan menjadi resisten silang dan membatasi
penggunaan obat yang tidak aman. Lama pengobatan minimal adalah 18 bulan
setelah konversi biakan, yang dilakukan 2 kali berturut-turut dengan jarak.1,2,3

Regimen OAT untuk tuberkulosis millier sama seperti tuberkulosis paru.


Pada keadaan yang berat atau diduga ada keterlibatan meningen, pericard atau ada
sesak nafas, tanda/gejala toksik, demam tinggi maka dianjurkan pemberian
kortikosteroid. Pada keadaan khusus (sakit berat yaitu tergantung keadaan klinis,
radiologis dan evaluasi pengobatan) maka pengobatan fase lanjutan dapat
diperpanjang sampai 12 bulan.3

Kortikosteroid yang sering digunakan adalah Prednison yang diberikan


dengan dosis 2mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu selanjutnya diturunkan secara
perlahan-lahan (tapering off) selama 2-6 minggu. Dan semua pasien dengan
tuberculosis milier harus dirawat di rumah sakit hingga keadaan klinis stabil.3

15
Gambar 6: Dosage schedule for FDCs of WHO recommended strengths.

Efek samping dari OAT adalah sebagai berikut2:

a. Etambutol
Efek samping yang terpenting adalah neuritis optika (radang saraf
mata) yang mengakibatkan gangguan penglihatan, antara lain kurang
tajamnya penglihatan dan buta warna terhadap warna merah-hijau. Reaksi
toksis ini baru timbul pada dosis besar (di atas 50 mg/kg/hari) dan bersifat
reversible bila pengobatan segera dihentikan, tetapi dapat menimbulkan
kebutaan bila pemberian obat dilanjutkan. Jangan diberikan pada anak
kecil, karena kemungkinan gangguan penglihatan sulit dideteksi.
Dianjurkan unruk memeriksa mata secara periodic, terutama kepekaannya
terhadap warna. Etambutol juga meningkatkan kadar asam urat dalam
plasma akibat penurunan ekskresinya oleh ginjal.

b. Isoniazid

16
Pada dosis normal (200-300 mg sehari) jarang dan ringan (gatal-
gatal, ikterus), tetapi lebih sering terjadi bila dosis melebihi 400 mg. yang
terpenting adalah polyneuritis, yakni radang saraf dengan gejala kejang
dan gangguan penglihatan. Penyebabkanya adalah persaingan piridoksin
yang rumus kimiawinya mirip INH. Perasaan tidak sehat, letih, lemah,
serta anoreksia adalah lazim pula. Guna menghindari reaksi toksis ini
biasanya diberikan piridoksin (vitamin B6) 10 mg sehari bersama vitamin
B1 (aneurin) 100mg.
Kadang-kadang terjadi kerusakan hati dengan hepatitis dan icterus
yang fatal, khususnya pada orang pengasetilir-lambat (slow-acetylators)
terutama bila dikombinasi dengan rifampisin. Kecepatan proses asetilasi
yang mempengaruhi kadar obat dalam plasma dan masa-paruhnya,
tergantung dari banyaknya asetiltransferase yang pada masing-masing
orang berbeda secara genetis. Antasida yang mengandung aluminium
dapat mengganggu absorbs INH.

c. Pirazinamid
Efek samping yang seringkali terjadi dan berbahaya adalah
kerusakan hati dengan icterus (hepatotoksis), terutama pada dosis di atas
2g sehari. Pengobatan harus segera dihentikan bila ada tanda-tanda
kerusakan hati. Pada hampir semua pasien, pirazinamid menghambat
pengeluaran asam urat sehingga meningkatkan kadarnya dalam darah
(hiperuremia) dan menimbulkan serangan encok (gout). Obat ini dapat
pula menimbulkan gangguan lambung-usus, fotosensibilisasi dengan
reaksi kulit (menjadi merah, coklat), arthralgia, demam, malaise dan
anemia, juga menurunkan kadar gula darah.

d. Rifampisin
Efek sampingnya yang terpenting tetapi tidak sering terjadi adalah
penyakit kuning (ikterus), terutama bila dikombinasi dengan INH yang
juga agak toksis bagi hati. Pada penggunaan lama dianjurkan untuk

17
memantau fungsi hati secara periodik. Obat ini agak sering juga
menyebabkan gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, sakit ulu
hati, kejang perut, dan diare, begitu pula gejala gangguan SSP dan reaksi
hipersensitasi.

e. Streptomisin
Strepromisin memiliki efek neurotoksis terhadap saraf cranial ke-8
dapat menimbulkan ketulian permanen.

Obat Efek Samping

INH Neuropati perifer dapat dicegah dengan pemberian vitamin


B6, hepatotoksik

Rifampisin Sindrom flu, hepatotoksik

Streptomisin Nefrotoksik, gangguan nervus VIII kranial

Etambutol Neuritis optika, nefrotoksik, skin rash/dermatitis

Etionamid Hepatotoksis, gangguan pencernaan

PAS Hepatotoksis, gangguan pencernaan

Cycloserin Seizure/kejang, depresi, psikosis

Gambar 7: Efek samping OAT

2.6 Komplikasi

Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan


menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi
lanjut:

18
a. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empyema, laryngitis, usus,
Poncet’s arthropathy.
b. Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan napas, SOPT (Sinrom Obstruksi
Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, kor
pulmonal, amyloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas
dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier.Berbagai komplikasi
neurologis telah dicatat dapat terjadi pada pasien tuberkulosis miliar
yaitu meningitis tuberkulosis dan tuberkulosis serebral yang paling
sering terjadi. Namun, sebagian besar pasien membaik setelah
menjalani pengobatan antituberkulosis.

2.7 Prognosis
Prognosis pasien tuberkulosis milier adalah baik bila diagnosa dini dapat
diketahui dan dilakukan pengobatan yang tepat. Jika tidak diobati, tuberkulosis
milier hampir selalu fatal. Meskipun kebanyakan kasus TB milier dapat diobati,
tingkat kematian di antara anak-anak dengan TB milier tetap 15 sampai 20% dan
untuk orang dewasa 25 sampai 30%. Salah satu penyebab utama tingginya angka
kematian ini meliputi deteksi dini penyakit yang disebabkan oleh gejala yang
tidak spesifik. Gejala yang tidak spesifik meliputi: batuk, penurunan berat badan,
atau disfungsi organ. Gejala ini mungkin berimplikasi pada banyak kelainan,
sehingga menunda diagnosis. Misdiagnosis dengan meningitis tuberkulosis juga
merupakan kejadian umum ketika pasien diuji tuberkulosis, karena dua bentuk
tuberkulosis memiliki tingkat kejadian koherensi yang tinggi.Komplikasi yang
sering adalah meningitis tuberkulosa terutama pada dewasa muda.5

19
BAB III

STATUS ORANG SAKIT

Anamnesis Pribadi

Nama : Sarpen

Umur : 65 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Batang Kuis Dusun III, Medan

Anamnesa Penyakit

Keluhan Utama : Batuk

Telaah : Batuk sudah dialami os kurang lebih 6 bulan yang lalu.


Batuk memberat kurang lebih 7 hari ini. Batuk disertai dengan dahak
berwarna kehijauan. Riwayat batuk berdahak disertai dengan darah dijumpai.
Demam (+) dialami 1 minggu ini. Demam bersifat naik turun. Os juga
mengeluhkan tidak nafsu makan, dan terjadi penurunan berat badan secara
drastic. Dalam kurang lebih 2 bulan os mengalami penurunan berat badan
sebanyak 20kg. Riwayat menderita TB disangkal. Riwayat minum obat
selama 6 bulan disangkal. Os juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati yang
menjalar ke perut kanan atas. Sesak nafas (+). Mual (+), muntah (-). BAB
dalam batas normal, BAB hitam, berlendir, berdarah disangkal. BAK dalam
batas normal. BAK berdarah, dan berpasir disangkal. Nyeri saat BAK tidak
dijumpai. Riwayat merokok dijumpai, tetapi sudah beberapa tahun ini os

20
sudah berhenti merokok. Riwayat konsumsi obat batuk dijumpai tapi tidak
ada perbaikan. Riwayat sakit gula dan darah tinggi disangkal.

Vital Sign (Status Presens)


Keadaan Umum:
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 100 x/i
Pernafasan : 28 x/i
Temperatur : 37,5 oC
Anemia : +/+
Ikterus : +/+
Cyanosis : Tidak dijumpai
Dyspnoe :+
Oedema :-
Pancaran Wajah : lemas
Refleks fisiologis : +/+
Refleks patologis :-
BB : 50kg
TB : 170cm
IMT : 17,3
Kesannya : berat badan kurang

Pemeriksaan Fisik
Kepala:
Mata: conjungtiva palpebral inferior pucat +/+, sclera ikterik:+/+, Refleks cahaya
(+/+)
T/H/M: Dalam batas normal

Leher: dalam batas normal


Inspeksi : trakea medial
Palpasi: pembesaran KGB : - ; TVJ R-2 cmH2O, Pembesaran struma: -

Thorak:
Inspeksi: Normochest, simetrisfusiformis
Palpasi: Stemfrenitus ka:ki sama
Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru.

21
Auskultasi:

- Sp : bronkial
- St : Tidak ada

Abdomen:
Inspeksi : simetris
Palpasi: soepel H/L/R tidak teraba
Perkusi: timpani
Auskultasi: perilstatik (+) normal

Ekstremitas Superior: oedema (-/-), akral hangat


Ekstremitas Inferior: oedema (-/-), akral hangat

Pemeriksaan Laboratorium:
14 Agustus 2017
PARAMETERS: NILAI NORMAL:
Hasil Satuan Nilai Normal

WBC 16,53 103 ul 4,0 – 11,0

Neutrofil 12,51 103 ul 5,0 – 7,0

Limfosit 1,94 103 ul 1,0 – 4,0

Monosit 1,88 103 ul 0,10 – 0,80

Eosinofil 0,15 103 ul 0,00 – 0,50

Basofil 0,03 103 ul 0,0 – 0,10

RBC 3,51 106 ul 4,00 – 5,40

HGB 8,6 g/dl 12-16

Hematokrit 26,5 % 36,0-48,0

PLT 730 103 ul 150-400

Elektrolit :Natrium 129,00 mmol/L, Kalium 5,00 mmol/L

22
Chlorida 100,00 mmol/L

KGD ad random : 150 mg/dL

RFT : Ureum 85,00 mg/dl, Creatinin 1,57 mg/dl

LFT : SGOT 120,00 u/l, SGPT 146,00 u/l, Alkaline


Phosphatase 626,00 u/l

ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan


Edema - -
Arteri femoralis - -
Arteri tibialis posterior - -
Arteri dorsalispedis - -
Refleks KPR + +
Refleks APR + +
Refleks fisiologis + +
Refleks patologis - -
Lain-lain - -

Differensial diagnose (Diagnosa banding)

1. Pneumonie + Anemia ec Penyakit Kronik + Hepatitis Viral


2. TB paru + Anemia ec Penyakit Kronik + Hepatitis Viral

Diagnosa sementara : Pneumonie + Anemia ec Penyakit Kronik + Hepatitis Viral

Terapi

1. Aktivitas = Bed rest


2. Diet (jumlah, jenis dan jadwal) = Diet MBTP
3. Medikamentosa
 O2 2-4 l/I Nasal Kanul

23
 IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/I - mikro
 IVFD Clinimix 1 fls /i
 Inj. Ceftriaxone 2gr/ 24j
 Inj. Gentamisin 240mg/ 24j
 Inj. Ranitidine 50mg/ 12j
 Ambroxol syr 3xCI

4. Pemeriksaan anjuran / usul:


 Urinalisa, feses rutin
 BTA 3DS
 USG Abdomen
 Viral Marker (HbSAg, Anti HCV)
 D-dimer, albumin, HST (PT, APTT, INR)

24
BAB IV

FOLLOW-UP PASIEN

Tanggal S O A P

18 Oktober Batuk (+) Sensorium : ComposMentis  TB paru dd  Bed rest


2017 Dahak(+) TD: 90/60 mmHg, pneumonia
 Diet MBTKTP
HR: 88x/i,  Anemia ec
penyakit  O2 2-4 l/I via nc
RR: 18x/i,
T: 37C
kronik  IVFD Nacl 0,9% 20
 Hiponatre
gtt/i
KEPALA mia(129)
 Hepatitis  Inj ranitidin 50 mg/12j
Mata : viral dd  Ambroxol syr 3xCI
non viral
 N Asetylsistein 3x500
 Konjungtiva anemis (+/+)  Susp
 Sclera ikterik (-/-) hipertiroid mg
 Eksoptalmus (+)

Thorax :

 SP : Bronkial
 ST : Ronki (+) di kedua
lapangan atas.
 Abdomen :
Soepel,simetris
 H/L/R : TTB
 BU : peristaltik (+) normal

Extremitas :

-Edema
Superior :(-/-)
Inferior: (-/-)

Lab:

25
Hb/leukosit/rbc/mcv/mch/
mchc/plt:
8,6/16.53/3.51/
75.5/24,5/32,5/730
Sensorium : ComposMentis
21 oktober Sesak TD: 120/60 mmHg,  TB paru
2017 nafas(+) , HR: 100x/i, dd
pneumoni  Bed rest
batuk (+), RR: 32x/i,
demam T: 37,9C a (cap)  Diet MBTKTP
(+)  Anemia  O2 2-4 l/I via nc
KEPALA ec
 IVFD Nacl 0,9% 20
penyakit
Mata : gtt/i
kronik
 Konjungtiva anemis (+/+)  Hiponatre  IVFD clinimix 1
 Sclera ikterik (-/-) mia(129) fls/hari
 Eksoptalmus (+)  Vertigo  Inj ranitidin 50 mg/12j
 Hepatitis
 Inj ceftriaxon 2gr/24
Thorax : viral dd
non viral jam
 SP : Bronkial
 Trombosit  Ambroxol syr 3xCI
 ST : Ronki (+) di kedua
lapangan atas. osis  Mestigo 3x1
 Abdomen : reaktif  Inj novalgin 1 amp/8
Soepel,simetris (730.000)
jam
 H/L/R : TTB
 BU : peristaltik (+) normal  Threeway

Extremitas :

-Edema
Superior :(-/-)
Inferior: (-/-)
Foto thorax :
Tb kiri/kanan
Albumin :2,60 mg/ml
D-Dimer : 660,00 mg/ml

Sensorium : ComposMentis
24 oktober Batuk (+)  Bed rest
TD: 120/60 mmHg,

26
2017 Lemas (+) HR: 100x/i,  TB paru  Diet MBTKTP
RR: 32x/i, dd  O2 2-4 l/I via nc
T: 37,9C pneumoni
 IVFD Nacl 0,9% 20
a (cap)
KEPALA  Anemia gtt/i
ec  4 FDC 1x3 tab
Mata :
penyakit (malam)
 Konjungtiva anemis (+/+) kronik
 Ranitidine 150 gr tab
 Sclera ikterik (-/-)  Hiponatre
 Eksoptalmus (+) 2x1
mia(129)
 Vertigo  Vit b6 tab 2x1
Thorax :  Hepatitis  IVFD clinimix 1
viral dd
 SP : Bronkial fls/hari
 ST : Ronki (+) di kedua non viral
 Inj ranitidin 50 mg/12j
lapangan atas.  Trombosit
 Inj ceftriaxon 2gr/24
 Abdomen : osis
Soepel,simetris reaktif jam
 H/L/R : TTB (730.000)  Inj gentamicin 240
 BU : peristaltik (+) normal  High risk mg/24 jam
thrombosi
Extremitas :  Inj novalgin 1 amp/8
s
jam.
-Edema  Kista
ginjal  Tranfusi PRC 2 bag
Superior :(-/-)
Inferior: (-/-) kana

Fibrinogen : 535,00 mg/dl


Natrium : 109,00 mmol/dl

27 oktober Demam(+) Sensorium : ComposMentis


 TB paru  Bed rest
2017 Lemas (+), TD: 140/90 mmHg, dd
Batuk (+), HR: 80x/i,  Diet MBTKTP
pneumoni
RR: 20x/i,  O2 2-4 l/I via nc
a (cap)
Nafsu T: 38,9C
 Anemia  IVFD Nacl 0,9% 20
makan
KEPALA ec gtt/i
menurun
penyakit
 4 FDC 1x3 tab
Mata : kronik
(malam)
 Hiponatre
 Konjungtiva anemis (+/+)  Ranitidine 150 gr tab
mia(109)
 Sclera ikterik (-/-)

27
 Eksoptalmus (+)  Vertigo 2x1
 Hepatitis  Vit b6 tab 2x1
Thorax : viral dd  Ambroxol syr 3xCI
non viral
 SP : Bronkial  Substitusi natrium:
 ST : Ronki (+) di kedua  Trombosit
osis IFVD Nacl 3% 2 fls
lapangan atas.
 Abdomen : reaktif (mikro) gandeng
Soepel,simetris (730.000) dengan IFVD nacl
 H/L/R : TTB  High risk 0,9% (makro)
 BU : peristaltik (+) normal thrombosi
 IVFD clinimix 1
s
fls/hari
Extremitas :  Kista
ginjal  Inj ranitidin 50 mg/12j
-Edema
Superior :(-/-)
kana  Inj ceftriaxon 2gr/24
Inferior: (-/-) jam
 Inj novalgin 1 amp/8

Hb/leukosit/rbc/mcv/mch/ jam.
mchc/plt:  Substitusi albumin
9,6/14.09/3.73/ 20 %  1 fls
74.0/25,7/34,8/504000
D-Dimer :760,00 mg/ml
Waktu protombin :11,9 ,
c:11,0
TT:51,0, c:25,0
Albumin: 2,40 mg/ml

28
29
BAB V

DISKUSI KASUS
Teori Pasien

Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular Pasien laki-laki usia 60 tahun datang dengan
langsung yang disebabkan oleh basil keluhan batuk, hal ini telah di alami os sejak
Mycobacterium tuberculosis.Sebagian besar satu bulan smrs dan memberat 7 hari ini.
basil tuberkulosis menyerang paru, tetapi Dahak (+) bewarna kehijauan, batuk darah
dapat menyerang paru, tetapi dapat (+) penurunan berat badan dalam 2 bulan,
menyerang organ tubuh lain. keringat malam(+)

Etiologi

. Mycobacterium tuberculosis adalah Hasil pemeriksaan foto thorax:


penyebab utama penyakit tuberkulosis pada
manusia berupa basil tidak membentuk spora, Jantung ukurannya dalam batas normal
bersifat tahan asam, tidak bergerak, panjang1-
Sinus costophrenicus dan diaphragm normal
10 mikron dan lebar 0,2-0,6 mikron, sangat
peka terhadap panas, sinar matahari, dan sinar Tanpak infiltrate diparu kiri
ultra violet, dan kuman bersifat dormant.
Kuman ini menyebar melalui inhalasi droplet Juga tampak infiltrate dilapangan atas paru
nuklei. kanan

Kesan : TB kiri/kanan

Gejala Klinis

Adanya riwayat kontak dengan penderita TB Pasien mengeluhkan


dewasa yang infeksius (BTA +). Ditandai
adanya gejala local (respiratorik), yaitu batuk - keluhan batuk, hal ini telah di alami os
≥ 2 minggu, hemoptisis, sesak nafas dan nyeri sejak satu bulan smrs dan memberat 7 hari
dada. Gejala sistemik yaitu demam, malaise, ini. Dahak (+) bewarna kuning kehijauan,
keringat malam, anoreksia, dan berat badan batuk darah (+) penurunan berat badan

30
menurun. dalam 2 bulan, keringat malam(+). Riwayat
minum obat selama 6 bulan tidak dijumpai

Penatalaksanaan

Kategori I Pada pasien diberikan 4 FDC 1x3 tab pada


malam hari. Dimana 4-FDC tablet mengandung
Panduan ini diberikan untuk pasien
kombinasi rifampicin, isoniazid, pyrazinamide,
baru:
dan ethambutol.
- Pasien baru dengan BTA Positif
- Pasien TB paru BTA (-), gambaran
radiologi (+)
- Pasien TB ekstra paru.
Pada kategori I ini regimen yang digunakan
adalah 2RHZE/4RH, 2RHZE/6HE,
2RHZE/4H3R3.

31
BAB VI

KESIMPULAN

Berdasarkan penjabaran dalam paper ini maka kesimpulan yang dapat


ditarik adalah:

Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosi. Mycobacterium tuberculosis adalah penyebab utama
penyakit tuberkulosis pada manusia berupa basil tidak membentuk spora, bersifat
tahan asam, tidak bergerak, panjang1-10 mikron dan lebar 0,2-0,6 mikron, sangat
peka terhadap panas, sinar matahari, dan sinar ultra violet, dan kuman bersifat
dormant. Kuman ini menyebar melalui inhalasi droplet nuklei.

Dengan gejala klinis adanya riwayat kontak dengan penderita TB dewasa yang
infeksius (BTA +). Ditandai adanya gejala local (respiratorik), yaitu batuk ≥ 2
minggu, hemoptisis, sesak nafas dan nyeri dada. Gejala sistemik yaitu demam,
malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat badan menurun. Penatalaksanaan
yang dapat dilakukan adalah :
Kategori I
Panduan ini diberikan untuk pasien baru:

- Pasien baru dengan BTA Positif


- Pasien TB paru BTA (-), gambaran radiologi (+)
- Pasien TB ekstra paru.
Pada kategori I ini regimen yang digunakan adalah 2RHZE/4RH, 2RHZE/6HE,
2RHZE/4H3R3.

5. Kategori II
Panduan ini untuk pasien BTA (+) dan telah diobati sebelumnya.
- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien default

32
Pada kategori II ini regimen yang digunakan adalah 2RHZES/1RHZE untuk
fase intensif selama menunggu uji resistensi, Jika hasil sudah ada untuk fase
lanjutan mengikuti hasil uji resistensi tersebut.Bila tidak ada uji resistensi,
diberikan 5RHE.Untuk kasus gagal pengobatan paling baik sebelum uji resistensi
keluar diberikan OAT lini 2.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2,cetakan


pertama. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007

2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.

3. Dr.R. Darmayanto Djojodibroto, Respirologi ( Respiratory Medicine).


EGC : Jakarta, 2009

4. Starke JR. Tuberculosis. Dalam : Behrman RE, Kliegman R, Jenson H.


Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke 19. Philadhelpia;Saunders; 2011.
h. 960-71

5. Kartasasmita CB, Basir D. Tuberkulosis. Dalam : Rahajoe NN, Supriyatno


B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama. Jakarta.
IDAI ; 2008 h. 162-261

6. WHO. Anti Tuberculosis Treatment. Dalam : Guidance for national


tuberculosis programmes on the management of tuberculosis. Geneva.
WHO. 2011.

7. Maltezau HO, Spyridis P, Kafetzis DA. Extra Pulmonari tuberculosis.


Arch Dis Child.2010.

8. Tanto, C., et al.2014. Kapita Selekta Kedokteran Essential Medicine.


Jakarta: Media Aesulapius.

34
9. Sudoyo A.W, Amin Z, dkk. Tuberkulosis. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid III. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2014

10. Wastonjhon. Diagnostic of Tuberculosis. Update : 2012 January 01.


Available from : www.tbalert.org/resource/paper_pub

11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014


tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer.

35

Anda mungkin juga menyukai