Anda di halaman 1dari 4

Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik merupakan suatu keadaan penurunan curah jantung dan perfusi sistemik pada
kondisi volume intravaskular yang adekuat, sehingga menyebabkan hipoksia jaringan jantung
(shock of cardiac origin)”. Gambaran yang esensial dari syok kardiogenik adalah adanya
hipoperfusi sistemik yang menyebabkan hipoksia jaringan dengan bukti volume intravaskular
yang adekuat. Kriteria hemodinamik syok kardiogenik adalah adanya hipotensi yang
berkepanjangan dengan batasan/cut-off points tekanan darah sistolik untuk syok kardiogenik
adalah < 90 mmHg selama sekurangnya 30-60 menit.

Manifestasi Klinis

1. Nyeri dada yang berkelanjutan


2. Hipoperfusi jaringan
3. Anggota gerk teraba dingin
4. Aritmi Karena high-grade heart block
5. Nadi teraba lemah dan cepat
6. Hipotensi
7. Diaforesis
8. Poor capillary refill
9. Distensi vena jugularis
10. Pulmonary edema pada setting hipotensi merupakan highly suggestive untuk syok
kardiogenik. Edema permukaan dapat mensugesti gagal jantung kanan (Sukandar, 2008)

Patofisiologi

Syok kardiogenik merupakan akibat dari gangguan dari keseluruhan system sirkulasi baik yang
besifat temporer maupun permanen. Kegagalan ventrikel kiri atau ventrikel kanan (akibat
disfungsi miokardium) memompakan darah dalam jumlah yang adekuat merupakan penyebab
primer syok kardiogenik pada infark miokard akut. Akibatnya adalah hipotensi, hipoperfusi
jaringan, serta kongesti paru atau kongesti vena sistemik. Kegagalan ventrikel kiri merupakan
bentuk yang paling sering dari syok kardiogenik, namun bagian lain dari sistem sirkulasi juga ikut
bertanggung jawab terhadap gagalnya mekanisme kompensasi. Hipotensi terjadi akibat
menurunnya volume sekuncup/stroke volume serta menurunnya indeks kardiak. Turunnya tekanan
darah dapat dikompensasi oleh peningkatan resistensi perifer yang diperantarai oleh pelepasan
vasopresor endogen seperti norepinefrin dan angiotensin II. Namun demikian gabungan dari
rendahnya curah jantung dan meningkatnya tahanan perifer dapat menyebabkan berkurangnya
perfusi jaringan. Sehubungan dengan itu, berkurangnya perfusi pada arteri koroner dapat
menyebabkan suatu lingkaran setan iskemik, perburukan disfungsi miokardium, dan disertai
dengan progresivitas hipoperfusi organ serta kematian. Hipotensi dan peningkatan tahanan perifer
yang disertai dengan peningkatan PCWP terjadi jika disfungsi ventrikel kiri merupakan kelainan
jantung primernya. Meningkatnya tekanan pengisian ventrikel kanan terjadi jika syok akibat
kegagalan pada ventrikel kanan, misalnya pada gagal infark luas ventrikel kanan. Namun pada
kenyataannya sebuah penelitian SHOCK trial menunjukkan pada beberapa pasien post MI, syok
malahan disertai oleh vasodilatasi. Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya respon inflamasi
sistemik seperti yang terjadi pada sepsis. Respon inflamasi akut pada infark miokard berkaitan
dengan peningkatan konsentrasi sitokin. Aktivasi sitokin menyebabkan induksi nitrit oksida (NO)
sintase dan meningkatkan kadar NO sehingga menyebabkan vasodilatasi yang tidak tepat dan
berkurangnya perfusi koroner dan sistemik. Sekuens ini mirip dengan yang terjadi pada syok septik
yang juga ditandai dengan adanya vasodilatasi sistemik. (Antman, 2008)

Penatalaksanaan

 Penanganan Suportif (Resusitasi dan Ventilasi)


Manajemen awal berupa resusitasi cairan bila dijumpai hipovolemia dan hipotensi, kecuali
dijumpai adanya edema paru. Pemasangan jalur vena sentral dan arteri, katetrisasi SwanUniversitas
Sumatera Utara 16 Ganz, serta pulse oksimeter perlu dilakukan.3 Oksigenasi dan proteksi jalan
nafas merupakan hal yang penting di awal penanganan khususnya pada kondisi hipoksemia (SpO2
< 60 mmHg), oksigen dapat diberikan mulai dari 40-60% selanjutnya dapat dititrasi sampai SpO2
> 90%. Jika diperlukan, intubasi jalan nafas dan ventilasi mekanik dapat dilakukan. Selain itu
monitoring tekanan darah juga harus dilakukan
 Terapi farmakologi
Pada Pasien dengan status perfusi jaringan tidak adekuat dan volume intravaskular yang adekuat,
inisiasi permberian obat inotropik dan atau vasopresor dapat mulai diberikan. Yang termasuk obat
vasopresor adalah dopamin, norepinefrin, epinefrin dan levosimendan Dosis reguler dopamine
adalah 5-10 mcg/kg/min namun dapat ditingkatkan hingga 20 mcg/kg/min. Dosis norepinefrin
adalah 8-12 mcg/min dapat ditingkatkan dan dalam keadaan sepsis dapat ditingkatkan hingga 3,3
mcg/kg/min. obat-obat inotropik antara lain : dobutamin dan fosfodiesterasi inhibitor (PDIs). Dosis
dobutamin adalah 2,5-10 mcg/kg/min. Dalam keadaan hipotensi ringan (TDS > 70-100 mmHg
tanpa klinis syok), Dobutamin dapat digunakan, namun dalam kondisi hipotensi berat dengan klinis
syok yang nyata, pilihan yang terbaik adalah dopamin (TDS 70-100 mmHg dengan klinis syok)
dan norepinefrin (TD < 70 mmHg)
Pemberian insulin dapat meningkatkan angka Universitas Sumatera Utara 18 keselamatan pada
pasien kritis yang mengalami hiperglikemia. Pemberian ventilasi mekanik perlu dipertimbangkan
baik melalui sungkup ataupun pipa endotrakeal. Hal ini bermanfaat untuk menurunkan preload dan
afterload serta mengurangi kerja pernafasan.
 Reperfusi
Reperfusi koroner dapat dilakukan dengan fibrinolisis, PCI (percutaneous coronary intervention),
atai CABG (coronary artery grafting baypass). Semakin cepat reperfusi dilakukan, maka hasil yang
didapat semakin baik. Keuntungan tindakan revaskularisasi dini pada syok kardiogenik jelas
terlihat pada beberapa studi observasional terutama pada SHOCK trial yakni sebesar peningkatan
angka keselamatan pada 1 tahun pertama sebesar 13% pada pasien syok kardiogenik yang
menjalani reperfusi dini. ACC/AHA merekomendasikan dalam guideline agar revaskularisasi
dilakukan pada pasien syok kardiogenik dengan usia
 Bantuan sirkulasi total
Bantuan sirkulasi total mencakup pemasangan LVADs (Left ventricular assist devices) dan ECLS
(Extra corporeal life support). Prinsip kerja kedua alat ini adalah mengalirkan darah keluar dari
ventrikel kiri dan memompakannya ke sistemik sehingga memungkinkan jantung untuk istrahat,
memulihkan miokard, memperbaiki kondisi neurohormonal, mencegah hipotensi, iskemik dan
disfungsi miokard. Namun pada prakteknya, aplikasi dari alat ini sangat terbatas karena komplikasi
yang disebabkan oleh alat itu sendiri serta adanya kerusakan organ yang ireversibel. (Sukandar,
2008)

DAFTAR PUSTAKA
Sukandar, E. Y, dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan
Antman EM, ST-Elevation Myocard Infarc Management. In Libby P et al. Braunwald's Heart
Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th ed. Saunders. Philadelphia ; 2008

Anda mungkin juga menyukai