Pengertian Populasi
Sugiyono (2001) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.
Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain.
populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang
dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh objek
atau subjek itu.
Menurut Margono (2004), populasi adalah seluruh data yang menjadi
perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Jadi
populasi berhubungan dengan data, bukan manusianya. Kalau setiap manusia
memberikan suatu data maka, maka banyaknya atau ukuran populasi akan
sama dengan banyaknya manusia. Populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian (Arikunto, 2002: 108).
Kerlinger (Furchan, 2004) menyatakan bahwa populasi merupakan semua
anggota kelompok orang, kejadian, atau objek yang telah dirumuskan secara
jelas. Nazir (2005) menyatakan bahwa populasi adalah kumpulan dari individu
dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Kualitas atau ciri tersebut
dinamakan variabel. Sebuah populasi dengan jumlah individu tertentu
dinamakan populasi finit sedangkan, jika jumlah individu dalam kelompok
tidak mempunyai jumlah yang tetap, ataupun jumlahnya tidak terhingga,
disebut populasi infinit. Misalnya, jumlah petani dalam sebuah desa adalah
populasi finit. Sebaliknya, jumlah pelemparan mata dadu yang terus-menerus
merupakan populasi infinit.
Pengertian lainnya, diungkapkan oleh Nawawi (Margono, 2004). Ia
menyebutkan bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri
dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes,
atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karaktersitik
tertentu di dalam suatu penelitian. Kaitannya dengan batasan tersebut, populasi
dapat dibedakan berikut ini:
1. Populasi terbatas atau populasi terhingga, yakni populasi yang memiliki
batas kuantitatif secara jelas karena memilki karakteristik yang terbatas.
Misalnya 5.000.000 orang guru SMA pada awal tahun 1985, dengan
karakteristik; masa kerja 2 tahun, lulusan program Strata 1, dan lain-lain.
2. Populasi tak terbatas atau populasi tak terhingga, yakni populasi yang
tidak dapat ditemukan batas-batasnya, sehingga tidak dapat dinyatakan
dalam bentuk jumlah secara kuantitatif. Misalnya guru di Indonesia, yang
berarti jumlahnya harus dihitung sejak guru pertama ada sampai sekarang
dan yang akan datang. Dalam keadaan seperti itu jumlahnya tidak dapat
dihitung, hanya dapat digambarkan suatu jumlah objek secara kualitas
dengan karakteristik yang bersifat umum yaitu orang-orang, dahulu,
sekarang dan yang akan menjadi guru. populasi seperti ini disebut juga
parameter.
Selain itu, menurut Margono (2004) populasi dapat dibedakan ke dalam
hal berikut ini:
1. Populasi teoretis (teoritical population), yakni sejumlah populasi yang
batas-batasnya ditetapkan secara kualitatif. Kemudian agar hasil
penelitian berlaku juga bagi populasi yang lebih luas, maka ditetapkan
terdiri dari guru; berumus 25 tahun sampai dengan 40 tahun, program
S1, jalur skripsi, dan lain-lain.
2. Populasi yang tersedia (accessible population), yakni sejumlah populasi
yang secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan tegas. Misalnya, guru
sebanyak 250 di kota Bandung terdiri dari guru yang memiliki
karakteristik yang telah ditetapkan dalam populasi teoretis.
Margono (2004) pun menyatakan bahwa persoalan populasi penelitian
harus dibedakan ke dalam sifat berikut ini:
1. Populasi yang bersifat homogen, yakni populasi yang unsur-unsurnya
memiliki sifat yang sama, sehingga tidak perlu dipersoalkan jumlahnya
secara kuantitatif. Misalnya, seorang dokter yang akan melihat
golongan darah seseorang, maka ia cukup mengambil setetes darah saja.
Dokter itu tidak perlu satu botol, sebab setetes dan sebotol darah,
hasilnya akan sama saja.
2. Populasi yang bersifat heterogen, yakni populasi yang unsur-unsurnya
memiliki sifat atau keadaan yang bervariasi, sehingga perlu ditetapkan
batas-batasnya, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Penelitian di bidang sosial yang objeknya manusia atau gejala-gejala
dalam kehidupan manusia menghadapi populasi yang heterogen.
B. Pengertian Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,
2002) (Furchan, 2004). Pendapat yang senada pun dikemukakan oleh
Sugiyono (2001). Ia menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan
peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,
misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari
dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu
sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif.
Pengertian lainnya dinyatakan oleh Margono (2004), yang menyatakan
bahwa sampel adalah sebagai bagian dari populasi.
Penggunaan sampel dalam kegiatan penelitian dilakukan dengan
berbagai alasan. Nawawi (Margoino, 2004) mengungkapkan beberapa
alasan tersebut, yaitu:
1. Ukuran populasi
Dalam hal populasi tak terbatas (tak terhingga) berupa parameter yang
jumlahnya tidak diketahui dengan pasti, pada dasarnya bersifat
konseptual. Karena itu sama sekali tidak mungkin mengumpulkan data
dari populasi seperti itu. Demikian juga dalam populasi terbatas
(terhingga) yang jumlahnya sangat besar, tidak praktis untuk
mengumpulkan data dari populasi 50 juta murid sekolah dasar yang
tersebar di seluruh pelosok Indonesia, misalnya.
2. Masalah biaya
Besar-kecilnya biaya tergantung juga dari banyak sedikitnya objek yang
diselidiki. Semakin besar jumlah objek, maka semakin besar biaya yang
diperlukan, lebih-lebih bila objek itu tersebar di wilayah yang cukup
luas. Oleh karena itu, sampling ialah satu cara untuk mengurangi biaya.
3. Masalah waktu
Penelitian sampel selalu memerlukan waktu yang lebih sedikit daripada
penelitian populasi. Sehubungan dengan hal itu, apabila waktu yang
tersedia terbatas, dan keimpulan diinginkan dengan segera, maka
penelitian sampel, dalam hal ini, lebih tepat.
4. Percobaan yang sifatnya merusak
Banyak penelitian yang tidak dapat dilakukan pada seluruh populasi
karena dapat merusak atau merugikan. Misalnya, tidak mungkin
mengeluarkan semua darah dari tubuh seseorang pasien yang akan
dianalisis keadaan darahnya, juga tidak mungkin mencoba seluruh neon
untuk diuji kekuatannya. Karena itu penelitian harus dilakukan hanya
pada sampel.
5. Masalah ketelitian
Masalah ketelitian adalah salah satu segi yang diperlukan agar
kesimpulan cukup dapat dipertanggungjawabkan. Ketelitian, dalam hal
ini meliputi pengumpulan, pencatatan, dan analisis data. Penelitian
terhadap populasi belum tentu ketelitian terselenggara. Boleh jadi
peneliti akan bosan dalam melaksanakan tugasnya. Untuk
menghindarkan itu semua, penelitian terhadap sampel memungkinkan
ketelitian dalam suatu penelitian.
6. Masalah ekonomis
Pertanyaan yang harus selalu diajukan oleh seorang peneliti; apakah
kegunaan dari hasil penelitian sepadan dengan biaya, waktu, dan tenaga
yang telah dikeluarkan? Jika tidak, mengapa harus dilakukan
penelitian? Dengan kata lain penelitian sampel pada dasarnya akan
lebih ekonomis daripada penelitian populasi.
D. Pengertian Stain
Stain adalah deposit berpigmen pada permukaan gigi. Stain
merupakan masalah estetik dan tidak menyebabkan peradangan pada
gingiva. Penggunakan produk tembakau, teh, kopi, obat kumur tertentu dan
pigmen didalam makanan menyebabkan terbentuknya stain. Stain akibat
pemakaian produk-produk tersebut menghasilkan permukaan yang kasar
sehingga mudah ditempeli oleh sisa makanan dan kuman yang akhirnya
membentuk plak. Apabila tidak dibersihkan, plak akan mengeras dan
membentuk karang gigi (calculus) yang dapat merambat ke akar gigi,
akibatnya gusi mudah berdarah, gigi gampang goyah, dan mudah tanggal.
(CHAPTER 16. STAINS AND DISCOLORATIONS - Van B. Haywood, DMD, W. Frank
Caughman, DMD, MEd, Ronald E. Goldstein, DDS)
Menurut Grossman (1995), stain adalah perubahan warna yang
ditemukan pada permukaan luar gigi dan biasanya berasal lokal, misalnya
noda tembakau yang menyebabkan gigi berwarna gelap. (CHAPTER 16.
STAINS AND DISCOLORATIONS - Van B. Haywood, DMD, W. Frank Caughman,
DMD, MEd, Ronald E. Goldstein, DDS)
Stain pada gigi dapat terjadi dengan 3 cara : (1) stain melekat
langsung pada permukaan, (2) stain mengendap didalam kalkulus dan
deposit lunak, dan (3) stain bergabung dengan stuktur gigi atau material
restoratif. (Wilkins, E.M.Clinical Practice of the Dental Hygienist)
Gangguan yang diakibatkan oleh stain terutama adalah masalah
estetik. Endapan stain yang menebal dapat membuat kasar permukaan gigi
yang selanjutnya akan menyebabkan penumpukan plak sehingga
mengiritasi gusi didekatnya. Stain tertentu ,mengindiikasikan dilakukannya
evaluasi kebersihan mulut dan perawatan yang berkaitan dengan kebersihan
mulut. (CHAPTER 16. STAINS AND DISCOLORATIONS - Van B. Haywood, DMD,
W. Frank Caughman, DMD, MEd, Ronald E. Goldstein, DDS)
Gambar 2.1 Stains on Teeth
Menurut Grossman (1995) pewarnaan yang diakibatkan oleh
noda yang terdapat didalam email dan dentin. Menurut Mangoen
Prasodjo (2004) pewarnaan yang mengalami diskolorasi atau
perubahaan warna yang terjadi semasa pembentukan struktur gigi.
Menurut Grossman (1995) Perubahan warna dapat diklasifikasikan
sebagai ekstrinsik dan intrinsik, perubahan warna ekstrinsik
ditemukan pada permukaan luar gigi dan biasanya berasal dari
lokal, misalnya noda tembakau yang menyebabkan warna gigi
menjadi coklat ke kuning-kuningan sampai hitam, pewarnaan
karena makanan dan minuman menyebabkan gigi menjadi gelap,
pewarnaan karena nitrat perak, bercak kehijauan yang dihubungkan
dengan membran nasmyth pada anak-anak.Perubahan warna
intrinsic adalah pewarnaan gigi yang diakibatkan oleh noda yang
terdapat didalam email dan dentin, penyebabnya adalah
penumpukan atau penggabungan bahan-bahan didalam struktur
gigi misalnya stain tetrasiklin, yang bila masuk kedalam dentin
akan terlihat dari luar karena transluensi email. Perubahan warna
gigi dapat dihubungkan dengan periode perkembangan gigi
misalnya pada dentiogenesis imperfekta atau setelah selesai
perkembangan gigi yang disebabkan oleh pulpanekrosis. (CHAPTER
16. STAINS AND DISCOLORATIONS - Van B. Haywood, DMD, W. Frank
Caughman, DMD, MEd, Ronald E. Goldstein, DDS)
Penyebab perubahan gigi menurut Walton dan Torabinejab
(1996) perubahan warna dapat terjadi pada saat atau setelah
terbentuknya email dan dentin penyebab perubahan warna gigi
dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu karena noda alamiah
dan pewarnaan iatrogenik. Penyebab noda alamiah perubahan
warna gigi disebabkan oleh sejumlah noda pada permukaan gigi
setelah gigi erupsi. Noda alamiah mungkin berada pada permukaan
atau berikatan didalam struktur gigi, kadang-kadang diakibatkan
pada efek email atau karena cidera trauma. (CHAPTER 16. STAINS
AND DISCOLORATIONS - Van B. Haywood, DMD, W. Frank Caughman,
DMD, MEd, Ronald E. Goldstein, DDS)
2.2 KLASIFIKASI STAIN
Klasifikasi berdasarkan lokasi
2.2.1 Stain Ekstrinsik
Stain ekstrinsik terjadi pada permukaan luar gigi dan dapat
dihilangkan dengan prosedur menyikat gigi, skaling dan/atau
poles. (CHAPTER 16. STAINS AND DISCOLORATIONS - Van B.
Haywood, DMD, W. Frank Caughman, DMD, MEd, Ronald E. Goldstein,
DDS)
2.2.2 Stain Intrinsik
Stain instrinsik terjadi di dalam subtansi gigi dan tidak
dapat dihilangkan dengan tehnik skaling maupun poles. (Wilkins,
E.M.Clinical Practice of the Dental Hygienist)
2.3.1 Stain eksogen
Stain eksogen berkembang atau berasal dari sumber sumber
di luar gigi, stain eksogen dapat berupa ekstrinsik dan berada pada
permukaan luar gigi atau intrinsik dan menyatu dengan stuktur
gigi. (Wilkins, E.M.Clinical Practice of the Dental Hygienist)
2.3.2 Stain endogen
Stain endogen berkembang atau berasal dari gigi. Stain
endogen selalu bersifat intrinsik dan biasanya mewarnai dentin yang
terefleksi pada email.
Berdasarkan penyebabnya, stain ekstrinsik dibagi menjadi
dua kategori : (1) stain langsung disebabkan oleh kromogen
organic yang melekat pada partikel. Warna stain yang dihasilkan
berasal dari warna asli kromogen tersebut. Merokok dan
mengunyah tembakau diketahui menyebakan stain jenis ini,
demikian juga dengan beberapa jenis minuman seperti teh dan
kopi. (2) stain tidak langsung, dihasilkan dari inteaksi kimia antara
komponen penyebab stain dengan permukaan gigi. Stain ini
berhubungan dengan antiseptik kationik dan garam metal.
(Wilkins, E.M.Clinical Practice of the Dental Hygienist)
2.4. Stain Ekstrinsik
Macam-macam stain ekstrinsik yang sering ditemukan secara
klinis dijelaskan sebagai berikut.
2.4.1 Yellow stain
Secara klinis terlihat sebagai plak yang mengalami pewarnaan
kuning-kuningan. Stain ini dihubungkan dengan keberadaan
plak. Dapat terjadi disemua usia, dan lebih banyak dijumpai
pada individu yang mengabaikan kebersihan mulutnya.
Penyebabnya biasanya berasal dari pigmen makanan.
(CHAPTER 16. STAINS AND DISCOLORATIONS - Van B. Haywood,
DMD, W. Frank Caughman, DMD, MEd, Ronald E. Goldstein, DDS)
Pewarnaan pada gigi anak terjadi jika obat ini diberikan kepada
ibu yang hamil trisemester ketiga atau bayi atau anak usia
dini.Pewarnaan yang terjadi pada gigi dapat berwarna hijau muda
hingga kuning tua, atau abu-abu kecokelatan.Pewarnaan yang terjadi
bergantung pada dosis obat, lamanya waktu mengonsumsi antibiotik,
dan jenis tetrasiklin. Pewarnaan dapat bersifat generalist (
menyeluruh) atau terbatas pada beberapa gigi yang sedang mengalami
perkembangan pada saat memberikan obat tersebut. (Wilkins,
E.M.Clinical Practice of the Dental Hygienist)
Gambar 2.5.2 Stain akibat tetrasiklin (sumber dari :
Wilkins, E.M.Clinical
Practice of the Dental
Hygienist, hal 319)