Anda di halaman 1dari 7

1.

1 Pengertian Wilayah
Wilayah dipandang sebagai suatu alat untuk menerangkan ruang yang di definisikan
menurut kriteria tertentu untuk tujuan tertentu. Dengan demikian, apabila kriterianya
diubah maka batas wilayahnya pun berubah (Glasson,1983). Dalam kajian geografi,
wilayah atau region diartikan sebagai suatu bagian permukaan bumi yang memiliki
karakteristik khusus atau khas tersendiri yang menggambarkan satu keseragaman atau
homogenitas sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari wilayah-wilayah lain di daerah
sekitarnya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan/aspek fungsional. Wilayah dipandang sebagai suatu alat untuk
menerangkan ruang yang di definisikan menurut kriteria tertentu untuk tujuan tertentu.
Dengan demikian, apabila kriterianya diubah maka batas wilayahnya pun berubah
(Glasson,1983).
Secara umum suatu wilayah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu wilayah formal (formal
region) dan wilayah fungsional (functional region atau nodal region). Pengertian wilayah
formal identik dengan definisi wilayah secara umum, yaitu suatu daerah atau kawasan di
muka bumi yang memiliki karakteristik yang khas sehingga dapat dibedakan dari wilayah
lain di sekitarnya. Wilayah fungsional atau nodal region adalah suatu kawasan yang terdiri
atas beberapa pusat wilayah yang berbeda fungsinya. Contohnya adalah kawasan
perkotaan. Dilihat dari konsep nodal region, wilayah perkotaan terdiri atas tiga komponen
utama, yaitu sebagai berikut:
1. Nodus atau inti yang merupakan pusat kota (city).
2. Internal area (hinterland) yaitu wilayah sekitar kota yang fungsinya memasok
kebutuhan harian kota tersebut.
3. Eksternal area yang merupakan jalur penghubung antara kota wilayah pemasok
kebutuhan kota tersebut.
Secara yuridis dalam undang dalam Undang-undang No 26 Tahun 2007 tentang
penataan ruang pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan suatu kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya di tentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional
1.2 Teori Perkembangan Wilayah
Dalam pengembangan suatu wilayah diperlukan beberapa teori-teori yang dijadikan
sebagai landasan dasar atau acuan dalam pengembangan wilayah. Teori pengembangan
wilayah merupakan teori-teori yang menjelaskan mengenai bagaimana wilayah tersebut
akan berkembang, faktor-faktor yang membuat wilayah itu berkembang, serta bagaimana
proses wilayah tersebut berkembang.
Secara garis besar, teori perkembangan wilayah di bagi atas 4 (empat) kelompok yaitu:
1. Kelompok pertama adalah teori yang memberi penekanan kepada kemakmuran
wilayah (local prosperity).
2. Kelompok kedua menekankan pada sumberdaya lingkungan dan faktor alam yang
dinilai sangat mempengaruhi keberlanjutan sistem kegiatan produksi di suatu daerah
(sustainable production activity). Kelompok ini sering disebut sebagai sangat perduli
dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
3. Kelompok ketiga memberikan perhatian kepada kelembagaan dan proses pengambilan
keputusan di tingkat lokal sehingga kajian terfokus kepada governance yang bisa
bertanggung jawab (resposnsible) dan berkinerja bagus (good).
4. Kelompok keempat perhatiannya tertuju kepada kesejahteraan masyarakat yang
tinggal di suatu lokasi (people prosperity).
Dalam 4 golongan tersebut, muncul beberapa teori yang popular dibicarakan diberbagai
diskusi pembangunan wilayah antara lain :
1 Teori Keynes
2 Teori Neoklasik
3 Teori Inter dan Intra Wilayah
4 Teori Trickle Down Effect
5 Teori Tempat Sentral
6 Teori Von Thunen
7 Teori Biaya Lokasi Minimum
8 Teori Pendekatan Pasar
9 Teori Polarization Effect and Trickle Down Effect
10 Teori Pusat Pertumbuhan
11 Teori Ir. Sutami
12 Teori Kutub Pertumbuhan
1.2.1 Teori Neo Keynes
Teori neo Keynes merupakan teori yang berinduk dari teori Keynes, yaitu bahwa
kebijakan pemerintah diperlukan untuk menjaga kestabilan pertumbuhan. Teori Keynes
ini merupakan buah pemikiran yang berbeda dari dua orang yang berbeda pula, yaitu
dari Roy F. Harrod (1900-1978) dalam bukunya yang terkenal, An Essay in the Theory
of Economic Growth (1957). Harrod mengajukan teori yang disebut sebagai instability
theorem intinya adalah keadaan ekonomi selamanya tidak pernah seimbang karena
warranted growth laju pertumbuhan produksi dan pendapatan yang dianggap memadai
dari para pengusaha/calon pengusaha tidak selalu identik dengan natural rate of
growth, yaitu laju pertumbuhan produksi dan kondisi dasar yang berkaitan dengan
pertumbuhan penduduk dan tingkat produktivitas pekerja.
Pemikir lain dari teori neo Keynes ini adalah Evsey D. Domar (1914-1997). Dalam
bukunya yang berjudul Capital Expansion, Rate of Growth and Employment Demand,
ia mengajukan pemikiran mengenai investment multiplier (efek pengganda dari
investasi), yaitu bahwa suatu investasi akan menumbuhkan investasi lainnya, sehingga
investasi terus menerus berkembang. Domar memperkenalkan juga apa yang disebut
ICOR, singkatan dari Incremental Capital Output Ratio, atau perbandingan antara
penambahan modal dan penambahan keluaran. Sudah pasti bahwa ICOR yang lebih
besar menunjukkan keadaan ekonomi yang lebih buruk karena untuk menghasilkan
keluaran yang sama, dibutuhkan modal yang lebih besar. Walaupun teori dari kedua
tokoh tersebut didasarkan pada pemikiran yang berbeda, namun keduanya mempunyai
kesimpulan yang sama sehingga teorinya biasa disebut teori model Harrod-Domar. Inti
dari teori ini menurut Sumitro adalah:
“Proses pertumbuhan mengandung di dalam dirinya secara inheren unsur
ketidakstabilan yang sewaktu-waktu dapat mengganggu ke dalam ekuilibrum”
(Djojohadikusumo, 1994:39)
Dalam keadaan seperti ini campur tangan pemerintah diperlukan dalam
menanggulangi ketidakstabilan untuk menjaga pertumbuhan berdasarkan ekuilibrum
yang stabil. Multiplier effect (ME) dan ICOR ini, juga dapat dipakai untuk menjelaskan
ketidakstabilan dalam ruang. Tiap wilayah yang relatif mempunyai struktur ekonomi
sendiri mempunyai nila ME dan ICOR masing-masing. Wilayah yang sudah maju
diperkirakan mempunyai ME yang lebih besar dan ICOR yang lebih kecil. Keadaan ini
menyebabkan pertumbuhan ekonomi di wilayah maju akan lebih cepat daripada di
wilayah yang kurang maju. Jadi, di sini terdapat pula unsur ketidakstabilan di dalam
perkembangan antarwilayah. Untuk menanggulangi ketidakstabilan ini, diperlukan
campur tangan pemerintah.

1.2.2 Teori Neo Klasik


Suatu wilayah berkembang berdasarkan tahapan-tahapan mulai dari tradisional-
pra tradisional sampai pada tahap modernisasi, dengan pemikiran dasar bahwa
mekanisme pasar berkembang untuk mencapai keseimbangan, ekonomi merupakan
aspek penting dalam pengembangannya dan proses perkembangan ekonomi dapat
diramaikan. Pada tahun 1954 W.A Lewis memperkenalkan sebuah teori tentang
pembangunan ekonomi pada kotak jumlah labor yang tidak terbatas. Lewis
beragumentasi bahwa baik teori Keynes ataupun teori neo klasik tentang pertumbuhan
ekonomi yang ada pada saat itu tidak dapat diterapkan pada negara-negara dengan
surplus buruh yang tidak terbatas. Dapat dikatakan bahwa teori neo klasik baik untuk
negara yang sudah dan sedang berkembang, mencoba menjelaskan saling
ketergantungan antara komponen-komponen pertumbuhan ekonomi, seperti model,
tabungan dan pertumbuhan penduduk. Dalam teori neo klasik terdapat:
 Terdapat istilah keseimbangan jangka panjang
 Campur tangan pemerintah tidak di perlukan, karena seiring dengan berjalannya
waktu pasti akan terjadi keseimbangan antar wilayah.
Teori neo klasik merupakan reaksi dari teori klasik dimana pertumbuhan ekonomi
suatu negara tergantung pada kekuatan pasar yaitu: modal (Capital), tenaga kerja
(labour).

1.2.3 Teori Development From Above


Pengembangan dari atas memandang pengembangan wilayah berasal dari inti
atau pusat pertumbuhan dan mengucur (trickling down) ke periferi atau daerah belakang
(hinterland). Pengembangan wilayah dari atas bersumber pada teori ekonomi neo
klasik dan manifestasi keruangannya adalah konsep pusat pertumbuhan (growth center
concept). Konsep Development from Above menganggap sebuah pembangunan, apakah
spontan atau dipaksakan, mulai dari sektoral (komoditas ekonomi wilayah) dan klaster
geografis wilayah itu sendiri. Konsep Centre-Down Development ini selanjutnya
dipahami sebagai kebijakan dari atas atau Development from Above, yang memang
cukup kuat menyamakan arah pembangunan ekonomi di negara berkembang. Namun
pada kenyataannya konsep ini justru menimbulkan ketimpangan antara pusat dan
daerah penyangga, sebagai akibat dari pemusatan kegiatan ekonomi masyarakat. Gap
ini sebenarnya sangat tidak di inginkan, karena justru bertolak belakang dengan
semangat kemunculannya. Gap tersebut hanya dihindari jika:
1. Di tingkat nasional ada dua mekanisme kontrol yang kuat, menghindari
kebocoran keluar (kontrol pada komoditas dan aliran faktor) dan;
2. Sistem distribusi internal yang kuat dengan partisipasi masyarakat yang luas.

1.2.4 Teori Development From Below


Development from Below adalah pendekatan alternatif untuk menekan
kesenjangan sosial maupun SDA antar wilayah. Nantinya proses ini terdiri dari integral
perluasan kesempatan individu, kelompok sosial, komunitas kecil dan menengah, untuk
dimobilisasi kemampuan dan sumber dayanya secara bersama-sama. Pada gilirannya
akan terus menekankan pada kebutuhan yang masuk akal. Secara praktik, konsep
Development from Below merupakan penukaran komoditi sesuai konsep dasar
pembangunan wilayah. Terjadi pada wilayah perkotaan dan perindustrian dengan
pembangunan padat modal, teknologi mutakhir, dan pengoptimalan potensi ekonomi
dipusat. Konsep ini berbeda dengan Development from Above yang berkiblat pada
ekonomi klasik, tujuan dasar Development from Below adalah pengembangan penuh
sumber daya alam suatu daerah berikut keterampilan manusianya sebesar-besarnya
untuk masyarakat setempat. Development from Below akan tetap memerlukan kontrol
dari Development from Above dalam menghadapi efek backwash effect. Karena
pemerataan erat kaitannya dengan pengendalian yang hanya bisa oleh penguasa tunggal
politik secara terpusat.

1.2.5 Teori Growth Pole


Teori ini disebut juga sebagai Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Centres Theory).
Teori ini dikemukakan oleh Perroux pada tahun 1955. Dalam teori ini dinyatakan
bahwa pembangunan kota atau wilayah di mana pun bukan merupakan suatu proses
yang terjadi secara tidak serentak, tetapi mucul di tempat-tempat tertentu dengan
kecepatan dan intensitas yang berbeda-beda. Tempat-tempat atau kawasan yang
menjadi pusat pembangunan tersebut dinamakan pusat-pusat atau kutub-kutub
pertumbuhan. Dari kutub-kutub tersebut selanjutnya proses pembangunan akan
menyebar ke wilayah-wilayah lain di sekitarnya atau ke pusat-pusat yang lebih rendah.
Kutub pertumbuhan bukanlah kota atau wilayah, melainkan suatu kegiatan ekonomi
yang dinamis. Hubungan kekuatan ekonomi yang dinamis tercipta di dalam dan di
antara sektor-sektor ekonomi.

1.2.6 Local Economy Development


Pengembangan Ekonomi Lokal merupakan proses di mana pemerintah lokal dan
organsisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang, memelihara, aktivitas
usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan (Blakely and Bradshaw, 1994). Selain itu,
menurut (Munir, 2007) Pengembangan ekonomi lokal (PEL) adalah suatu proses yang
mencoba merumuskan kelembagaankelembagaan pembangunan di daerah, peningkatan
kemampuan SDM untuk menciptakan produk-produk yang lebih baik serta pembinaan
industri dan kegiatan usaha pada skala lokal. Jadi, pengembangan wilayah dilihat
sebagai upaya pemerintah daerah bersama masyarakat dalam membangun kesempatan-
kesempatan ekonomi yang cocok dengan SDM, dan mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya alam dan kelembagaan secara lokal. Menurut Blakely dalam Supriyadi
(2007, h.103-123) dalam keberhasilan pengembangan ekonomi lokal dapat dilihat dari
beberapa indikator, yaitu:
1) perluasan kesempatan bagi masyarakat kecil dalam kesempatan kerja dan usaha;
2) perluasan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan;
3) keberdayaan lembaga usaha mikro dan kecil dalam proses produksi dan pemasaran;
4) keberdayaan kelembagaan jaringan kerja kemitraan antara pemerintah, swasta, dan
masyarakat lokal.

1.2.7 Teori Spread and Backwash


Migrasi, perpindahan modal, serta perdagangan merupakan media
berlangsungnya efek kausasi kumulatif. Aliran ke atas akan berakibat positif pada
wilayah-wilayah yang bernasib baik dan aliran ke bawah akan berakibat negatif pada
wilayah-wilayah yang bernasib tidak baik. Selain migrasi, perpindahan modal juga
merupakan salah satu faktor backwash effect. Backwash effect menunjukkan kaitan
antara pembangunan di daerah maju akan menciptakan hambatan bagi pembangunan
di daerah belakangnya. Sedangkan spread effect menunjukkan dampak yang
menguntungkan dari daerah-daerah yang makmur terhadap daerah-daerah yang kurang
makmur, hal ini meliputi : meningkatnya permintaan komoditi primer, investasi dan
difusi ide serta teknologi. Konsep ini menunjukkan bahwa daerah belakang atau
pinggiran akan menjadi lebih buruk karena sumber daya nya pindah ke daerah pusat
pertumbuhan. Ini berarti bahwa pertumbuhan di satu daerah merugikan dan
mempengaruhi pertumbuhan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai