Anda di halaman 1dari 2

JAKARTA - Kreativitas memang tidak mengenal batas.

Salah satunya dilakukan


oleh dosen Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya, Vincentius Totok
Noerwasito, yang menyulap limbah kertas menjadi batu bata.
Sebenarnya, inovasi membuat bahan bangunan dari limbah bukan pertama kali ini
dilakukan pengajar jurusan Arsitektur tersebut. Sebelumnya, Totok pernah mencoba
membuat bata dari bahan abu tebu, abu serbuk kayu, dan tanah tambak. Dia juga
pernah memanfaatkan lumpur dari bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo sebagai
bahan baku pembuatan bata. Sayangnya, ketika diuji coba sebagai bahan untuk
membangun sebuah gardu kecil di belakang Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
(FTSP), kualitas bangunan tersebut tidak terlalu bagus. Dia pun mengolah kembali
sisa bata yang hancur untuk dibuat bata baru.
Ketertarikan suami dari Lintang Trenggonowati ini mengolah berbagai bahan baku
menjadi bata dimulai sejak dia mengambil studi Material Science (Sains Material) di
Institut National des Science Appliquees (INSA), Lyon, Prancis pada 1989. Untuk
memperdalam pemahamannya, dia pun mengambil kursus pembuatan batu bata di
sebuah sekolah arsitektur di Grenoble. Di sana, dia mendalami pembuatan bata dari
tanah liat. Dia mengambil kursus khusus pembuatan batu bata di sebuah sekolah
arsitektur di Grenoble. "Saya memilih tanah liat karena material tersebut yang paling
mungkin dikembangkan di Indonesia," ujar Totok seperti dkutip dari situs ITS, Rabu
(5/1/2011).
Penelitian pertamanya berhasil ia rampungkan sembilan tahun kemudian, yakni pada
1998. Atas prestasinya, Totok seringkali diganjar bantuan dana penelitian untuk
mengembangkan pembuatan bata menggunakan berbagai bahan baku. Terakhir,
penelitiannya yang berjudul Bangunan Berdinding Bahan Bubur Kertas yang Tahan
Gempadihadiahi dana penelitian Rp50 juta dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas).
Totok membutuhkan waktu sekira lima bulan, dan menyelesaikan penelitiannya pada
Desember 2010. Dia menjelaskan, ketertarikannya memanfaatkan limbah kertas
menjadi bahan baku pembuatan bata berawal dari keprihatinan atas menumpuknya
limbah kertas di perkotaan. “Daripada limbah kertas terbuang percuma, lebih baik
dimanfaatkan,” ujarnya.
Menurutnya, limbah kertas jenis apa pun dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku
pembuatan bata. Percobaan pun dia lakukan di laboratorium yang dibuat sendiri di
belakang rumahnya dengan memanfaatkan limbah kertas dari kantor jurusan.
Pria berkaca mata ini memaparkan, untuk membuat batu bata dari limbah kertas
sebenanya tidak sulit. Pertama, limbah kertas dihancurkan dengan membuatnya
menjadi bubur kertas, kemudian dicampur dengan semen. Campuran tersebut
kemudian dipress dan dicetak. Dia mampu menghasilkan satu buah bata dalam sehari.
"Bata dari limbah kertas lebih ringan. Bila bangunan yang menggunakan bata dari
limbah kertas terkena gempa dan roboh, tidak akan terlalu keras seperti bata biasa,"
ujarnya.
Totok berencana mengenalkan produk bata dari limbah kertas ke masyarakat dengan
membangun sebuah rumah tahan gempa. Hal yang sama dia lakukan ketika
membangun rumah dari bata berbahan dasar lumpur Sidoarjo. Selain melakukan
penelitian, dia juga menyosialisasikan dan mengaplikasikan penggunaan bata dengan
bahan alternatif di perumahan penduduk di daerah Kraksaan, Probolinggo.
Menurutnya, rumah berbahan dasar bata limbah kertas akan lebih cocok diaplikasikan
di perkotaan. "Sebab, limbah kertas juga lebih banyak terdapat di perkotaan. Tidak
hanya itu, jika diterapkan di pedesaan justru menjadi tidak efisien energi dan
transportasi," imbuhnya.
Dia juga berniat mematenkan temuannya tersebut, dan membuka kemungkinan
menggandeng pihak lain untuk pengembangan dan pemasaran produk yang belum
dinamainya itu. (rfa)
(rhs)

Anda mungkin juga menyukai