Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Diabetes Millitus

1. Definisi Diabetes Millitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

kedua-duanya (Perkeni, 2011). WHO mendefinisikan DM sebagai kelainan

metabolik yang memiliki karakter hiperglikemia kronik sebagai akibat dari

penurunan sekresi insulin, penurunan aksi insulin, atau keduanya. Gangguan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang terjadi pada penderita DM

diakibatkan oleh penurunan aksi insulin pada jaringan target (Craig et al., 2009).

Diabetes Mellitus (DM) secara luas diartikan sebagai gangguan

metabolism kronis yang ditandai dengan metabolism karbohidrat, protein, dan

lemak yang abnormal akibat kegagalan sekresi insulin kerja insulin, atau keduanya

(Chang, Daly,& Elliot 2010). Penyakit DM merupakan penyakit degeneratif yang

memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Suatu penyakit menahun yang

timbul pada seseorang disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula atau

glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relatif (Bustan,

2007).

6
2. Tanda dan Gejala

Gejala diabetes melitus tidak begitu khas sehingga banyak penderita yang

tidak menyadari bahwa dirinya mengidap diabetes melitus. Menurut American Diabetes

Association (ADA), gejala yang sering muncul pada penderita diabetes melitus adalah

poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), polifagia (cepat merasa lapar),

penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya, penglihatan kabur, badan

terasa lemah, dan iritabilitas. International Diabetes Federation (IDF) juga

menyebutkan gejala yang sama pada penderita DM (kecuali iritabilitas), ditambah

penyembuhan luka yang lambat/lama dan terjadinya infeksi berulang. Walaupun gejala-

gejala tersebut dapat terlihat pada penderita DM tipe 1, namun munculnya satu atau

beberapa gejala belum tentu dapat digunakan untuk diagnosis awal DM tipe 2. Pasien

DM tipe 2 pada umumnya tidak menyadari bahwa pasien tersebut terkena DM sampai

komplikasi DM muncul (Clark et al., 2007). Perkeni (2011) mengklasifikasikan gejala

DM menjadi dua yakni keluhan klasik dan keluhan lain. Keluhan klasik DM berupa

poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritis vulvae pada wanita.

3. Klasifikasi

American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan DM berdasarkan

etiologinya menjadi empat tipe:

a. Diabetes melitus tipe 1

7
Terjadinya DM tipe 1 diakibatkan karena kerusakan sel beta pankreas yang

menyebabkan kekurangan insulin absolut. Kerusakan sel beta pankreas dapat

disebabkan oleh:

1). Sistem imun (immune-mediated diabetes)

Diabetes melitus yang dipengaruhi oleh sistem imun dikenal dengan

istilah Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM). DM ini terjadi pada 5-10

% dari kasus DM. Immune-mediated diabetes biasanya terjadi pada masa

kanak-kanak dan remaja, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada

berbagai tingkat usia. Penderita juga rentan terhadap gangguan autoimun lain

seperti Grave’s disease, tiroiditis Hashimoto, dan Addison’s disease (ADA,

2010).

2). Idiopatik

Etiologi diabetes tipe ini tidak diketahui. Beberapa pasien berada dalam

kondisi kekurangan insulin yang permanen dan rentan terhadap ketoasidosis,

tetapi tidak terbukti disebabkan oleh autoimun (ADA, 2010).

b. Diabetes melitus tipe 2

DM tipe 2 atau yang dikenal dengan Non Insulin Dependent Diabetes

Melitus (NIDDM) terjadi pada 90-95% kasus diabetes dan ditandai dengan

resistensi insulin ataupun defisiensi insulin. Sebagian besar pasien DM tipe 2

mengalami obesitas yang akan memicu resistensi insulin. DM tipe ini sering kali

tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun karena hiperglikemia berkembang secara

bertahap dan dalam tahap awal gejala yang ditimbulkan tidak cukup berat dirasakan

8
oleh pasien sehingga pasien kurang peka terhadap kemungkinan terjadinya diabetes

(ADA, 2010).

c. Diabetes melitus tipe spesifik

Beberapa kasus diabetes terkait dengan penurunan fungsi sel beta. Tipe diabetes ini

dikarakterisasi dengan onset hiperglikemia pada usia dini (kurang dari 25 tahun).

Beberapa penyebab DM tipe spesifik diantaranya:

1). Penyakit pankreas eksokrin

Gangguan pada pankreas dapat menjadi penyebab terjadinya diabetes, misalnya

pankreatitis, trauma, infeksi, pankreatektomi, dan kanker pankreas (ADA, 2010).

2). Paparan kimia atau obat

Obat atau senyawa kimia dapat menyebabkan diabetes pada individu yang

mengalami resistensi insulin. Contoh obat dan senyawa kimia yang menginduksi

DM antara lain glukokortikoid, agonis β-adrenergik, thiazid, asam nikotinik

(ADA, 2010).

3). Infeksi

DM tipe ini terjadi karena paparan virus. Virus tersebut antara lain

cytomegalovirus dan adenovirus. Virus tersebut dapat menyebabkan kerusakan

sel beta pankreas (ADA, 2010).

4). Endokrinopati

Beberapa hormon seperti growth hormone, kortisol, glukagon, dan epinefrin

merupakan antagonis aksi insulin. Kelebihan hormon-hormon tersebut seperti

pada akromegali dan Cushing’s syndrome dapat memicu terjadinya diabetes. Hal

9
ini terjadi pada individu yang mengalami kekurangan sekresi insulin dan

hiperglikemia bisa diatasi jika kelebihan hormon tersebut diatasi (ADA, 2010).

d. Diabetes melitus gestasional

Diabetes melitus gestasional didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dimana

onset atau deteksi awal terjadinya DM pada masa kehamilan. Sebanyak 7% dari

seluruh kehamilan terjadi komplikasi DM gestasional (ADA, 2010).

4. Etiologi dan patofisiologi diabetes melitus

a. Diabetes melitus tipe 1

Pada pulau langerhans kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel α

yang memproduksi glukagon, sel β yang memproduksi insulin, dan sel γ yang

memproduksi hormon somatostatin. Serangan autoimun secara langsung pada

kelenjar pankreas terutama pulau langerhans mengakibatkan defisiensi sekresi

insulin yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM tipe 1.

Fungsi dari sel α juga menjadi tidak normal (sekresi glukagon berlebihan).

Normalnya jika terjadi hiperglikemia maka sekresi glukagon akan menurun, namun

pada DM tipe 1 tidak terjadi demikian sehingga manifestasi klinik penderita DM

tipe 1 ini adalah ketoasidosis diabetik jika tidak segera diberikan insulin (Rodboard

et al., 2007).

b. Diabetes melitus tipe 2

Etiologi DM tipe 2 merupakan multifaktor yang belum pernah sepenuhnya

terungkap jelas. Faktor genetik dan lingkungan yang cukup besar mempengaruhi

munculnya DM tipe 2 ini, diantaranya obesitas, diet tinggi lemak dan sedikit serat,

serta kurang aktifitas badan (Rodboard et al., 2007). 12

10
c. Diabetes melitus tipe spesifik

Penyebab DM tipe spesifik antara lain faktor genetik (ketidakmampuan

genetik untuk mengonversi proinsulin menjadi insulin akibat kelainan fungsi sel β-

pankreas atau kelainan insulin), penyakit eksokrin pada pankreas, dan paparan

kimia seperti pada pengobatan HIV/AIDS atau transplantasi organ. DM tipe spesifik

dikarakterisasi dengan gangguan sekresi insulin dengan minimal atau tanpa

resistensi insulin (Trplitt et al., 2009).

d. Diabetes gestasional

Diabetes gestasional adalah diabetes yang terdiagnosis selama masa

kehamilan. DM tipe ini bersifat sementara dan dapat kembali normal setelah

melahirkan. Gestational Diabetes Mellitus (GDM) biasanya terdeteksi pada atau

setelah trimester kedua. Terjadinya GDM dapat berakibat buruk pada janin yang

dikandung antara lain malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi saat

lahir, dan meningkatkan resiko mortalitas perinatal (Depkes, 2005).

5. Faktor resiko diabetes melitus

Seseorang yang memiliki faktor resiko DM harus waspada terhadap kemungkinan

menderita diabetes melitus. Semakin cepat kondisi diabetes melitus diketahui dan

diatasi, semakin mudah untuk mengontrol kadar glukosa darah dan mencegah

komplikasi yang dapat terjadi. Faktor resiko untuk DM adalah (Depkes, 2005):

a. Riwayat meliputi diabetes dalam keluarga, diabetes gestasional, melahirkan bayi

dengan berat badan (BB) > 4 kg, PCOS (Polycystic Ovary Syndrome), IFG atau

IGT

b. Obesitas, jika berat badan > 120% BB ideal

11
c. Usia, usia yang rentan terkena DM adalah 20-59 tahun sebesar 8,7%, sedangkan

usia >65 tahun sebesar 18%

d. Ras

e. Hipertensi, jika nilai tekanan darah >140/90 mmHg

f. Hiperlipidemia, jika kadar HDL <35 mg/dL atau kadar lipid >250 mg/dL

Faktor lain, kurang olah raga dan pola makan rendah serat.

6. Diagnosis diabetes melitus

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosauria. Guna penentuan

diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan

glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Diagnosis DM dapat

ditegakkan dalam 3 cara (Parkeni, 2011) :

a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200

mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.

b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.

c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa

lebih sensitif dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun

pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan

12
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan

persiapan khusus.

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Doenges et all (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:

Aktifitas/ istirahat

Gejala : lemah, letih, sulit bergerak/ brjalan

Kram otot, tonus otot menurun, Gangguan istirahat tidur/istirahat

Tanda : Takikardi, dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktifitas

Penurunan kekuatan otot

Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut

Klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas

Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama

Tanda : Takikardi

13
Perubahan tekanan darah postural, hipertensi

Nadi yang menurun/ tidak ada

Disritmia, krekles

Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung

Integritas Ego

Gejala : Stres, tergantung pada orang lain, masalah financial yang berhubungan

dengan kondisi

Tanda : Ansietas, peka rangsang

Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuri), Nokturia

Rasa nyeri terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang

Nyeri tekan abdomen, diare

Tanda : Urine encer, pucat, kuning

Urine berkabut, bau busuk (infeksi)

Abdomen keras, adanya asites

14
Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)

Makanan/ Cairan

Gejala : Hilang nafsu makan, haus

Mual/ muntah

Tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa/ karbohidrat

Penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari/ minggu

Penggunaan diuretic

Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek

Kekakuan/ distensi abdomen, muntah

Pembesaran tiroid

Bau nafas aseton

Neurosensori

Gejala : Pusing/ pening

Sakit kepala

Kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia

15
Gangguan penglihatan

Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap lanjut)

Gangguan memori, kacau mantal

Reflek tendon dalam (RTD) menurun (koma)

Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA)

Nyeri/keamanan

Gejala : Abdomen tegang/ nyeri (sedang/berat)

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati

Pernafasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen

Tanda : Lapar udara

Keamanan

Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit

Tanda : Demam, diaphoresis.

Kulit rusak, lesi/ulserasi

16
Menurunnya kekuatan umum/ rentang gerak

Parestesi/paralisis otot termasuk otot pernafasan

Seksualitas

Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)

Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.

2. Masalah Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan

b. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan

c. Resiko Infeksi

d. Resiko perubahan persepsi sensori

e. Intoleransi aktivitas

f. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan

3. Senam Kaki

Menurut Stone, J.A & Fitchett, D (2013) untuk meningkatkan sirkulasi perifer dapat

dilakukan dengan cara farmakoterapi (anti platelet agent, statin, angiotensin converting

enzyme/ ACE inhibitor, angiotensin receptor blockers/ ARBs) dan non farmakoterapi

17
(latihan dan aktifitas fisik, terapi nutrisi, modifikasi berat badan, penghentian merokok).

Salah satu terapi non farmakoterapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi

gangguan sirkulasi adalah dengan latihan senam kaki. Menurut Priyanto (2013)

aktifitas fisik khususnya senam kaki akan membantu menstimulasi syaraf-syaraf kaki

dalam menerima rangsang. Hal ini akan meningkatkan sensitivitas kaki terutama pada

penderita diabetes mellitus.

Prosedur latihan senam kaki

LANGKAH PERTAMA

Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien duduk tegak diatas bangku

dengan kaki menyentuh lantai

18
LANGKAH KEDUA
Dengan meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan keatas lalu
dibengkokkan kembali kebawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali.

LANGKAH KETIGA
Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki ke atas. Pada kaki
lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki diangkatkan ke atas. Cara
ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan diulangi
sebanyak 10 kali.

19
LANGKAH KEEMPAT
Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat gerakan
memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

LANGKAH KELIMA
Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan memutar dengan
pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

20
LANGKAH KEENAM
Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-jari kedepan turunkan kembali
secara bergantian kekiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak 10 kali.

LANGKAH KETUJUH

Luruskan salah satu kaki diatas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan gerakkan ujung

jari kaki kearah wajah lalu turunkan kembali kelantai.

21
LANGKAH KEDELAPAN
Angkat kedua kaki dan luruskan,pertahankan posisi tersebut. Gerakan pergelangan kaki
kedepan dan kebelakang.

LANGKAH KESEMBILAN
Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki, tuliskan pada
udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara bergantian.

Lalu robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian koran.


Sebagian koran di sobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki
Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki lalu letakkan
sobekkan kertas pada bagian kertas yang utuh.
Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola

22

Anda mungkin juga menyukai