Anda di halaman 1dari 12

Tugas sejarah

Disusun oleh :
Nama :Dewi rantika
Kelas :XII ips3
Sekolah :SMA N 1 SUKADANA
Sejarah Candi Prambanan - Kerajaan Pengging Dan Boko

Berawal pada suatu ketika di zaman kerajaan dahulu kala di bumi nusantara ini. Tersebutlah
dua kerajaan Hindu yang cukup besar di Pulau Jawa. Yakni Kerajaan Pengging dengan
rajanya yaitu Prabu Damar Moyo, Kerajaan yang satunya adalah Kerajaan Pengging dengan
rajanya Prabu Boko.

Dikisahkan bahwa Kerajaan Pengging adalah sebuah kerajaan Hindu di Jawa yang sangat
maju dan rakyatnya pun sangat makmur sentosa. Prabu Damar Moyo yang merupakan Raja
Pengging, adalah seorang raja yang sangat baik hati dan bijaksana. Beliau memerintah
rakyatnya dengan sangat adil. Hal Inilah yang membuat Kerajaan Pengging menjadi damai
dan sangat makmur. Raja Damar Moyo memiliki seorang putra bernama Bandung
Bondowoso yang sangat perkasa dan gagah berani.

Sementara di bagian lain lagi, Kerajaan Boko merupakan sebuah keraton yang masih berada
di bawah wilayah kerajaan Pengging. Sesuai dengan namannya Keraton Boko ini diperintah
oleh seorang raja bernama Prabu Boko. Di ceritakan bahwa Prabu Boko dikenal sebagai
seorang raksasa bengis dan kejam berwajah menyeramkan, dan juga gemar memakan daging
manusia. Konon Prabu Boko juga sangat dikenal sebagai raja yang lalim, kejam, dan sangat
semena-mena dalam memerintah kerajaannya.

Akan tetapi dibalik wujudnya yang sangat bengis dan mengerikan, ternyata Prabu Boko
memiliki seorang puteri yang sangat cantik jelita paras wajahnya. Roro Jonggrang, begitulah
nama Puteri Prabu Boko. Selain memiliki seorang puteri yang rupawan, Prabu Boko juga
memiliki seorang patih kepercayaan. Patih tersebut bernama Patih Gupala yang juga
berwujud seorang raksasa.
Sejarah Candi Prambanan Yogyakarta - Peperangan Dua Kerajaan

Dikisahkan pada suatu ketika Prabu Boko memiliki keinginan untuk memperluas keratonnya
dan juga menguasai Kerajaan Pengging yang kala itu menjadi Kerajaan yang sangat kuat.
Lalu berundinglah Prabu Boko bersama dengan patihnya yaitu Patih Gupala, serta menyusun
berbagai strategi untuk memberontak dan menyerang Kerajaan Pengging. Ketika segala
persiapan selesai dan semua kekuatan telah terhimpun, lalu berangkatlah Prabu boko, sang
patih, diikuti seluruh pasukan Keraton Boko menyerang Kerajaan Pengging.

Kemudian tentu dapat di duga, sebuah pertempuran sengit pun terjadi. Pertempuran antar dua
kerajaan ini berlangsung sangat sengit dan mengorbankan banyak prajurit dari kedua kerajaan
tersebut. Tidak sedikit prajurit meregang nyawa, rakyat jelata juga tidak kalah menderita dan
banyak juga yang menjadi korbannya. Tak hanya korban jiwa, ternyata perekonomian
kerajaanpun menjadi lumpuh, banyak rakyat menderita kelaparan, terserang penyakit, dan
lain sebagainya

Mengetahui keadaan yang semakin memburuk ini lalu Prabu Damar Moyo mengutus
anaknya yaitu Pangeran Bandung Bondowoso untuk melawan Prabu Boko dan merenggut
nyawanya. Mendapat perintah dari sang ayah, berangkatlah Bandung Bondowoso menuju
medan peperangan. Pertarungan antara Bandung Bondowoso dan Prabu Boko pun pecah.
Dalam pertarungan duel ini akhirnya Pangeran Bandung Bondowoso dapat mengalahkan
Brabu Boko dan membunuhnya.

Mengetahui rajanya kalah dan terbunuh, sang Patih Dwarapala pun melarikan diri pulang
menuju keraton Boko. Melihat hal itu Bandung Bondowoso tidak tinggal diam, Bandung
Bondowoso merasa harus menumpaskan pemberontakan ini sampai tuntas ke akar-akarnya,
Ia pun mengejar Patih Dwarapala menuju Keraton Boko.

Setiba Keraton Boko, sang Patih Dwarapala pun melaporkan apa yang terjadi kepada Puteri
Roro Jonggrang. Mendapat kabar bahwa ayahnya telah dibunuh oleh Bandung Bondowoso,
Roro Jonggran marah bukan kepalang. Dan mengetahui bahwa Bandung Bondowoso sedang
dalam perjalanan menuju keratonnya, akhirnya Roro Jonggrang menyusun siasat untuk
menghadapi Bandung Bondowoso.
Sejarah Berdirinya Candi Prambanan - Kekalahan Keraton Boko

Tatkala Bandung Bondowoso tiba di Keraton Boko, alangkah terkejutnya dia melihat ternyata
Prabu Boko mempunyai seorang puteri yang sangat cantik rupawan. Melihat kecantikan Roro
Jonggrang yang sangat menggoda, membuat Bandung Bondowoso jatuh hati kepadanya, serta
berniat mempersuntingnya.

Saat mengetahui niat dan gelagat Bandung Bondowoso ini kemudian Puteri Roro Jonggrang
pun melancarkan siasat yang telah di susun olehnya. Dia mengatakan kepada Bandung
Bondowoso bahwa dia bersedia dijadikan isteri Bandung Bondowoso, akan tetapi ada 2
syarat yang harus dipenuhi. Karena terlanjur terpincut dengan Roro Jonggrang yang jelita,
Bandung Bondowoso pun tidak kuasa bersedia memenuhi 2 persyaratan tersebut sebelum
menikahi Roro Jonggrang.

Syarat-syarat yang harus di penuhi oleh Bandung Bondowoso tersebut adalah:


1. Membuat sebuah sumur Jalatunda
2. Mendirikian 1000 Candi dalam waktu satu malam
Asal usul Candi Prambanan - Pesona Kecantikan Roro Jonggrang

Patung Roro Jonggrang


Pada akhirnya Sang Pangeran pun bersedia memenuhi kedua persyaratan tersebut. Di
mulailah dia membangun sumur yang diminta oleh sang putri. Setelah sumur Jalatunda
selesai di buat, Roro Jonggrang meminta Bandung Bondowoso untuk masuk ke dalam sumur
tersebut. Ketika Bandung Bondowoso sudah masuk ke dalam sumur Jalatunda, Roro
Jonggrang memerintahkan Patih Gupala untuk menimbun sumur dengan tanah dan mengubur
hidup-hidup Bandung Bondowoso di dalamnya.

Ternyata usaha Roro Jonggrang dan sang patih tidak berjalan lancar, Bandung Bodowoso
dengan mengerahkan ilmu kesaktiannya, telah berhasil menyelamatkan diri keluar dari dalam
sumur yang telah di timbun tersebut. Mengetahui bahwa ia di jebak Bandung Bondowoso pun
sangat marah kepada Roro Jonggrang dan mendatangi Roro Jonggrang. Akan tetapi berkat
kecantikannya dan bujuk rayu Roro Jonggrang, membuat kemarahan Bandung Bondowoso
mereda. Dan Bandung Bondowoso bersedia memenuhi persyaratan yang kedua, yakni
membangun 1000 candi dalam waktu 1 malam.

Sejarah Candi Prambanan Jawa Tengah - Siasat Putri Roro Jonggrang

Permintaan untuk membangun 1000 candi dalam waktu semalam bukanlah perkara yang
mudah bagi Bandung Bondowoso meski ia terkenal sangat sakti. Lantas dia pun
mengerahkan segala kekuatannya dan meminta bantuan para Jin untuk membuat 1000 candi
untuknya, dan para jin pun bersedia membantu.

Mengetahui bahwa Bandung Bondowoso meminta bantuan jin, Roro Jonggrang yang
memang sebenarnya hanya ingin mengalahkan Bandung Bondowoso dan tidak rela bila
Bandung Bondowoso bisa menyelesaikan 1000 candi dalam semalam, Roro Jonggrang
memutar otaknya dan mengeluarkan siasat yang lainnya. Guna menggagalkan usaha Bandung
Bondowoso membangun 1000 candi, ia meminta bantuan para gadis dari keratonnya.

Gadis- gadis itu diperintah untuk membakar jerami dan menumbuk lesung(alat tradisional
jawa untuk menumbuk padi). Jerami pun dibakar agar lagit terlihat terang seperti pagi saat
matahari mulai terbit. Kemudian lesung-lesung dipukul agar ayam berkokok pertanda pagi
sudah tiba.

Saat mendengar suara lesung-lesung yang dipukuli, maka ayam-ayam jantan pun bangun dan
mulai berkokok semua karena mengira bahwa pagi telah tiba. Sementara para jin yang sedang
bekerja membangun candi melihat langit mulai terang dan ayam-ayam jantan mulai
berkokok-kokok, juga mengira bahwa hari telah pagi. Mengetahui pagi telah tiba mereka pun
menghentikan pekerjaan mereka membangun candi.
Sejarah Candi Prambanan - Candi Sewu Dan Mitosnya

Melihat para jin yang tiba-tiba berhenti bekerja karena di kira hari telah pagi, Bandung
Bondowoso pun terkejut dan curiga dengan yang terjadi. Lalu Bondowoso memanggil Roro
Jonggrang untuk menghitung seluruh candi yang telah jadi dibangun tersebut. Setelah
dihitung jumlahnya, ternyata candi yang telah selesai dibuat hanya berjumlah 999 buah.

Menyadari tipu muslihat dari Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso pun murka dan akhirnya
mengutuk Puteri Roro Jonggrang menjadi candi yang ke 1000. Sungguh ajaib, seketika itu
juga tubuh Puteri Roro Jonggrang berubah menjadi patung batu. Bukan hanya itu saja
Bandung Bondowoso juga mengutuk para gadis yang telah membantu muslihat Roro
Jonggrang menjadi perawan tua dan seumur hidup mereka tidak pernah menikah.
Sejarah Keraton

Keraton Yogyakarta mulaididirikanoleh Sultan HamengkuBuwono


I beberapabulanpasca PerjanjianGiyanti padatahun 1755.Lokasikeratoninikononadalahbekass
ebuahpesanggarahan[2] yang bernama Garjitawati.
Pesanggrahaninidigunakanuntukistirahatiring-iringanjenazah raja-raja Mataram
(Kartasuradan Surakarta) yang akandimakamkan di Imogiri.
Versilainmenyebutkanlokasikeratonmerupakansebuahmata air, UmbulPacethokan, yang ada
di tengahhutanBeringan. SebelummenempatiKeraton Yogyakarta, Sultan HamengkuBuwono
I berdiam di PesanggrahanAmbarKetawang yang
sekarangtermasukwilayahKecamatanGampingKabupaten Sleman[3].

Secarafisikistanapara Sultan Yogyakarta memilikitujuhkompleksintiyaituSitiHinggilLer


(Balairung Utara), KamandhunganLer (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton,
Kamagangan, KamandhunganKidul (Kamandhungan Selatan), danSitiHinggilKidul
(Balairung Selatan)[4][5]. SelainituKeraton Yogyakarta memilikiberbagaiwarisanbudayabaik
yang berbentukupacaramaupunbenda-bendakunodanbersejarah. Di sisilain, Keraton
Yogyakarta jugamerupakansuatulembagaadatlengkapdenganpemangkuadatnya.
Olehkarenanyatidaklahmengherankanjikanilai-nilaifilosofibegitu pula
mitologimenyelubungiKeraton Yogyakarta.Dan untukitulahpadatahun 1995
KomplekKeratonNgayogyakartaHadiningratdicalonkanuntukmenjadisalahsatu SitusWarisan
Dunia UNESCO.
Sejarah Berdirinya Candi Borobudur

SEJARAH BERDIRINYA CANDI BOROBUDUR Candi Borobudur merupakan candi


Budha, terletak di desa Borobudur kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dibangun oleh Raja
Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Nama
Borobudur merupakan gabungan dari kata Bara dan Budur. Bara dari bahasa Sansekerta
berarti kompleks candi atau biara. Sedangkan Budur berasal dari kata Beduhur yang berarti di
atas, dengan demikian Borobudur berarti Biara di atas bukit. Sementara menurut sumber lain
berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara sumber lainnya mengatakan
Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.Bangunan Borobudur berbentuk
punden berundak terdiri dari 10 tingkat, berukuran 123 x 123 meter. Tingginya 42 meter
sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan
sebagai penahan. Candi Budha ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha di
kompleksnya. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya
berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke
arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab
Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui
setiap tingkatan kehidupan tersebut. * Kamadhatu, bagian dasar Borobudur, melambangkan
manusia yang masih terikat nafsu. * Rupadhatu, empat tingkat di atasnya, melambangkan
manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk.
Pada tingkat tersebut, patung Budha diletakkan terbuka. * Arupadhatu, tiga tingkat di atasnya
dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang. Melambangkan manusia
yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk. * Arupa, bagian paling atas yang
melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam. Setiap tingkatan memiliki relief-relief
yang akan terbaca secara runtut berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi).
Pada reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda, bermacam-
macam isi ceritanya, antara lain ada relief-relief tentang wiracarita Ramayana, ada pula relief-
relief cerita jātaka. Selain itu, terdapat pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat
saat itu. Misalnya, relief tentang aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan
sistem pertanian saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan
pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang). Keseluruhan relief yang ada di
candi Borobudur mencerminkan ajaran sang Budha. Seorang budhis asal India bernama
Atisha, pada abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang dibangun 3 abad sebelum Angkor
Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini. Berkat mengunjungi
Borobudur dan berbekal naskah ajaran Budha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan
Sriwijaya), Atisha mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala biara
Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah
dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut “The Lamp for the Path to
Enlightenment” atau yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa. Salah satu
pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana kondisi sekitar
candi ketika dibangun dan mengapa candi itu ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa
mengatakan Borobudur awalnya berdiri dikelilingii rawa kemudian terpendam karena letusan
Merapi. Hal tersebut berdasarkan prasasti Kalkutta bertuliskan ‘Amawa’ berarti lautan susu.
Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi, kemungkinan Borobudur tertimbun
lahar dingin Merapi. Desa-desa sekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan Wanurejo
terdapat aktivitas warga membuat kerajinan. Selain itu, puncak watu Kendil merupakan
tempat ideal untuk memandang panorama Borobudur dari atas. Gempa 27 Mei 2006 lalu
tidak berdampak sama sekali pada Borobudur sehingga bangunan candi tersebut masih dapat
dikunjungi. Sejarah Candi Borobudur Sekitar tiga ratus tahun lampau, tempat candi ini berada
masih berupa hutan belukar yang oleh penduduk sekitarnya disebut Redi Borobudur. Untuk
pertama kalinya, nama Borobudur diketahui dari naskah Negarakertagama karya Mpu
Prapanca pada tahun 1365 Masehi, disebutkan tentang biara di Budur. Kemudian pada
Naskah Babad Tanah Jawi (1709-1710) ada berita tentang Mas Dana, seorang pemberontak
terhadap Raja Paku Buwono I, yang tertangkap di Redi Borobudur dan dijatuhi hukuman
mati. Kemudian pada tahun 1758, tercetus berita tentang seorang pangeran dari Yogyakarta,
yakni Pangeran Monconagoro, yang berminat melihat arca seorang ksatria yang terkurung
dalam sangkar. Pada tahun 1814, Thomas Stamford Raffles mendapat berita dari bawahannya
tentang adanya bukit yang dipenuhi dengan batu-batu berukir. Berdasarkan berita itu Raffles
mengutus Cornelius, seorang pengagum seni dan sejarah, untuk membersihkan bukit itu.
Setelah dibersihkan selama dua bulan dengan bantuan 200 orang penduduk, bangunan candi
semakin jelas dan pemugaran dilanjutkan pada 1825. Pada 1834, Residen Kedu
membersihkan candi lagi, dan tahun 1842 stupa candi ditinjau untuk penelitian lebih lanjut.
Nama Borobudur Mengenai nama Borobudur sendiri banyak ahli purbakala yang
menafsirkannya, di antaranya Prof. Dr. Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur
berasal dari dua kata Bhoro dan Budur. Bhoro berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti
bihara atau asrama, sedangkan kata Budur merujuk pada kata yang berasal dari Bali Beduhur
yang berarti di atas. Pendapat ini dikuatkan oleh Prof. Dr. WF. Stutterheim yang berpendapat
bahwa Borobudur berarti Bihara di atas sebuah bukit. Prof. JG. De Casparis mendasarkan
pada Prasasti Karang Tengah yang menyebutkan tahun pendirian bangunan ini, yaitu Tahun
Sangkala: rasa sagara kstidhara, atau tahun Caka 746 (824 Masehi), atau pada masa Wangsa
Syailendra yang mengagungkan Dewa Indra. Dalam prasasti didapatlah nama
Bhumisambharabhudhara yang berarti tempat pemujaan para nenek moyang bagi arwah-
arwah leluhurnya. Bagaimana pergeseran kata itu terjadi menjadi Borobudur? Hal ini terjadi
karena faktor pengucapan masyarakat setempat. Pembangunan Candi Borobudur Candi
Borobudur dibuat pada masa Wangsa Syailendra yang Buddhis di bawah kepemimpinan Raja
Samarotthungga. Arsitektur yang menciptakan candi, berdasarkan tuturan masyarakat
bernama Gunadharma. Pembangunan candi itu selesai pada tahun 847 M. Menurut prasasti
Kulrak (784M) pembuatan candi ini dibantu oleh seorang guru dari Ghandadwipa
(Bengalore) bernama Kumaragacya yang sangat dihormati, dan seorang pangeran dari
Kashmir bernama Visvawarman sebagai penasihat yang ahli dalam ajaran Buddis Tantra
Vajrayana. Pembangunan candi ini dimulai pada masa Maha Raja Dananjaya yang bergelar
Sri Sanggramadananjaya, dilanjutkan oleh putranya, Samarotthungga, dan oleh cucu
perempuannya, Dyah Ayu Pramodhawardhani. Sebelum dipugar, Candi Borobudur hanya
berupa reruntuhan seperti halnya artefak-artefak candi yang baru ditemukan. Pemugaran
selanjutnya oleh Cornelius pada masa Raffles maupun Residen Hatmann, setelah itu periode
selanjutnya dilakukan pada 1907-1911 oleh Theodorus van Erp yang membangun kembali
susunan bentuk candi dari reruntuhan karena dimakan zaman sampai kepada bentuk
sekarang. Van Erp sebetulnya seorang ahli teknik bangunan Genie Militer dengan pangkat
letnan satu, tetapi kemudian tertarik untuk meneliti dan mempelajari seluk-beluk Candi
Borobudur, mulai falsafahnya sampai kepada ajaran-ajaran yang dikandungnya. Untuk itu dia
mencoba melakukan studi banding selama beberapa tahun di India. Ia juga pergi ke Sri
Langka untuk melihat susunan bangunan puncak stupa Sanchi di Kandy, sampai akhirnya van
Erp menemukan bentuk Candi Borobudur. Sedangkan mengenai landasan falsafah dan
agamanya ditemukan oleh Stutterheim dan NJ. Krom, yakni tentang ajaran Buddha Dharma
dengan aliran Mahayana-Yogacara dan ada kecenderungan pula bercampur dengan aliran
Tantrayana-Vajrayana. Penelitian terhadap susunan bangunan candi dan falsafah yang
dibawanya tentunya membutuhkan waktu yang tidak sedikit, apalagi kalau dihubung-
hubungkan dengan bangunan-bangunan candi lainnya yang masih satu rumpun. Seperti
halnya antara Candi Borobudur dengan Candi Pawon dan Candi Mendut yang secara
geografis berada pada satu jalur. Materi Candi Borobudur Candi Borobudur merupakan candi
terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di Kamboja. Luas bangunan Candi Borobudur
15.129 m2 yang tersusun dari 55.000 m3 batu, dari 2 juta potongan batu-batuan. Ukuran batu
rata-rata 25 cm X 10 cm X 15 cm. Panjang potongan batu secara keseluruhan 500 km dengan
berat keseluruhan batu 1,3 juta ton. Dinding-dinding Candi Borobudur dikelilingi oleh
gambar-gambar atau relief yang merupakan satu rangkaian cerita yang terususun dalam 1.460
panel. Panjang panel masing-masing 2 meter. Jika rangkaian relief itu dibentangkan maka
kurang lebih panjang relief seluruhnya 3 km. Jumlah tingkat ada sepuluh, tingkat 1-6
berbentuk bujur sangkar, sedangkan tingkat 7-10 berbentuk bundar. Arca yang terdapat di
seluruh bangunan candi berjumlah 504 buah. Tinggi candi dari permukaan tanah sampai
ujung stupa induk dulunya 42 meter, namun sekarang tinggal 34,5 meter setelah tersambar
petir. Menurut hasil penyelidikan seorang antropolog-etnolog Austria, Robert von Heine
Geldern, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal tata budaya pada zaman Neolithic
dan Megalithic yang berasal dari Vietnam Selatan dan Kamboja. Pada zaman Megalithic itu
nenek moyang bangsa Indonesia membuat makam leluhurnya sekaligus tempat pemujaan
berupa bangunan piramida bersusun, semakin ke atas semakin kecil. Salah satunya yang
ditemukan di Lebak Sibedug Leuwiliang Bogor Jawa Barat. Bangunan serupa juga terdapat
di Candi Sukuh di dekat Solo, juga Candi Borobudur. Kalau kita lihat dari kejauhan,
Borobudur akan tampak seperti susunan bangunan berundak atau semacam piramida dan
sebuah stupa. Berbeda dengan piramida raksasa di Mesir dan Piramida Teotihuacan di
Meksiko Candi Borobudur merupakan versi lain bangunan piramida. Piramida Borobudur
berupa kepunden berundak yang tidak akan ditemukan di daerah dan negara manapun,
termasuk di India. Hal tersebut merupakan salah satu kelebihan Candi Borobudur yang
merupakan kekhasan arsitektur Budhis di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai