Rasionalitas Manusia Dan Media Massa Ana
Rasionalitas Manusia Dan Media Massa Ana
Oleh :
1. Pendahuluan
Reformasi, bisa jadi merupakan pintu gerbang yang membawa perubahan dalam sistem,
pola pikir, maupun prilaku kehidupan sosial dan politik bagi masyarakat Indonesia. Era yang
berawal pada tahun 1998 dan terus berlangsung hingga saat ini, secara langsung ikut memberi
dampak bagi perkembangan sistem komunikasi media massa yang ada di Indonesia. Salah satu
indicator perubahan dalam konteks media adalah menjamurnya beragam jenis media dengan
segmentasi pasar yang juga beragam disertai sistem pengelolaan yang lebih independent dari
masa sebelumnya.
Pilkada atau Pemilihan Umum Daerah Indonesia sudah berlangsung selama era reformasi
sebagai representasi dari sistem politik di era baru demokrasi sekarang ini. Pilkada yang
merupakan pemilihan langsung yang konsekuensinya melibatkan peran masyarakat dalam proses
politik tersebut. Proses pilkada yang berlangsung selama pasca reformasi, khususnya pilkada
tahun 2010 disamping sebagai perwujudan sistem demokrasi langsung, sekaligus sebagai pesta
politik yang membuka kesempatan berpartisipasi maksimal bagi banyak pihak, terutama mereka
yang berorientasi pada kekuasan.
Proses pelaksanaan pilkada semakin semarak di era kekuatan media. Media massa
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses demokrasi. Peristiwa pilkada 2010 yang
mengalami banyak kerursuhan dan pelanggaran menjadi berita utama di berabagi media massa.
Media menyajikan konflik pilkada dengan sangat terbuka dan vulgar kepada khalayak. Media
massa di era reformasi telah mengubah dinamika masyarakat Indonesia kearah keterbukaan
dalam sistem informasi, sekaligus menempatkan media sebagai kekuatan baru di tengah
3.Tindakan Komunikatif
Karakteristik massa dalam hubungannya dengan ilmu komunikasi adalah sebagai refleksi
masyarakat massa sangat relevan karena biasanya dihubungkan dengan sekelompok orang dalam
jumlah banyak yang disebut juga khalayak ( audiens). Khalayak pada awalnya, sebelum media
massa ada, audiens adalah sekumpulan penonton drama, permainan dan tontonan. Setelah ada
kegiatan komunikasi massa, audiens sering diartikan sebagai penerima pesan-pesan media
massa. Selain itu Gebner (dalam Boyd & Barett, 1995) komunikasi massa berlandaskan kepada
teknologi dan lembaga, merupakan produksi massaa dan distribusi pesan publik paling luas
dalam masyarakat industri dan dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu.).
Dengan kata lain, komunikasi massa adalah proses penyebaran informasi yang dilakukan oleh
suatu kelompok sosial tertentu dengan menggunakan teknologi kepada pendengar atau hadirin
yang luas dan heterogen serta tersebar di mana-mana.
Dominasi komunikator termasuk media sebagai komunikator yang melembaga cenderung
beroperasi atas pertimbangan yang menguntungkan bagi organisasi media dan acapkali jarang
mempertimbangakan khalayak atau masyarakat sebagai audiens media massa. McQuail (1987)
menyebutkan beberapa konsep alternatif tentang audiens sebagai berikut:
Sebaliknya dalam pandangan paradigma dan teori kritis termasuk Mazhab Franfrurt
School, media bukanlah lembaga yang ‘bersahabat’ bagi masyarakat. Media pada satu sisi
memang diakui dapat membuka peluang baru bagi masyarakat, namun media pada hakekatnya
tetap lebih membela kepentingan organisasi dan pemilik media dibandiungkan kepentingan
masyarakat.
Dalam pandangan paradigm kritis atau Frankfrurt school media massa dipandang sebagai
alat yang memiliki kekuatan sentral (powerfull) dan sangat dipengaruhi oleh ideologi dominan
seperti sistim politik, ekonomi dan budaya perusahaan. Pengaruh ideologi dan sistem
kepercayaan (system belief) media mempengaruhi proses produksi, skala produksi dan difusi
komunikasi. Skala produksi dan difusi komunikasi adalah aktivitas yang selalu dilakukan media
dengan segala perangkat di dalamnya yang berakibat pada ketergantungan media terhadap
khalayak mereka dan sebaliknya ketergantungan khalayak terhadap media massa.
Pandangan ini merupakan perkembangan paradigma dari paradigma media centris
bergeser kepada paradigm teori media massa yang berorientasi social centris. Seiring dengan
perkembangan dinamika zaman telah berlangsung perubahan paradigma teori komunikasi dalam
media massa, dimana media sudah mempertimbangkan khalayak sebagai suatu yang sangat
penting dalam proses produksi dan kebijakan media. Perubahan paradigma tersebut, tidak
mengubah asumsi Marxist terhadap hubungan media massa dengan khalayak, yaitu media tetap
dipandang sebagi institusi yang powerfull dibandingkan masyarakat. Masyarakat tetap terikat
dan belajar dengan media, bahkan dalam beberapa kasus justru memiliki ketergantungan lebih
bagi masyarakat modern, dimana fungsi informasi bukan lagi sekedar penunjang aktivitas
anggota masyarakat, melainkan sudah menjadi kebutuhan primer. Masyarakat menjadi sangat
tergantung pada informasi dalam segala bentuk kehidupan mereka, bahkan pada persoalan-
persoalan pribadi sekalipun.
Dalam masyarakat kontemporer, informasi adalah bagian sangat penting dan
ketergantungan terhadap informasi sangat tinggi untuk memahami dunia dan segala aspek
Contoh Kasus :
Sebelum menjelaskan analisis kasus maka akan dipaparpan beberapa kerusuhan dan
kekerasan pilkada yang terjadi dalam tahun 2010. Pemilihan Kepala daerah (pilkada)
yang akan diadakan mencapai 244 daerah pada tahun ini dan smapai bulan mei 2010 .
Belum mencapai separo dari total 244 daerah. Dalam 39 pilkada yang sudah digelar, ribuan
pelanggaran terjadi. Berdasar laporan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu),
terdapat 1.645 kasus yang masuk catatan mereka. "Data ini dikumpulkan dari panwas
provinsi, kota, dan kabupaten penyelenggara pemilukada (pilkada 2010, Red)," kata Nur
Hidayat Sardini, ketua Bawaslu di Jakarta, kemarin (28/5). Secara rinci, di antara 1.645
pelanggaran itu, yang terbanyak adalah pelanggaran administrasi pasangan calon yang
mencapai 1.383 kasus. Jika dipecah lagi, tahap pendaftaran pemilih terdapat 12
pelanggaran, tahap pencalonan 28 pelanggaran, tahap kampanye tujuh pelanggaran, dan
tahap pemungutan berikut penghitungan suara mencapi 1.336 pelanggaran. Sementara
pelanggaran yang berpotensi pidana mencapai 169. Sedangkan pelanggaran kode etik yang
diduga dilakukan penyelenggara pemilu sebanyak 50 kasus. "43 di antaranya kini masuk
Lebih lanjut dari itu, terdapat sikap permisivitas terhadap pelanggaran pemilu kepala
daerah. Padahal, dengan semakin kuat penanganan, Bawaslu optimistis bahwa stabilitas
pilkada semakin kuat. "Terhadap pelanggaran administrasi, KPU juga kurang tegas
menetapkan aturan," tandasnya.
Contoh kericuhan dalam pilkada 2010 yang dipaparkan diatas merupakan bukti dari
ketidakseimbangan komunikasi yang berlangsung dalam proses politik di Indonesia.
Ketidakseimbangan tersebut ditandai dengan beberapa indicator yang terjadi ditengah realitas
masyarakat yang menyelenggarakan pilkada.
Contoh-contoh adanya ke tidak seimbangan komunikasi itu antara lain :
1. Adanya komunikasi searah dari penyelenggara pemilu daerah ( KPUD), baik dalam
memutuskan lolos tidaknya seorang calon, hingga pengesahan calon yang
memenangkan pemilukada.
2. Tidak adanya ruang publik yang legal bagi para pemilih dalam mengkomunikasikan
pendapat mereka melalui suatu diskusi yang equal dengan penyelenggara pemulikada
(KPUD)
3. Hak legal dalam memutuskan hasil pemilukada sepenuhnya ada ditangan
penyelenggara pemilukada (KPUD) sehingga terjadi absolutism kekuasaan dalam
batas tertentu
4. Fakta mengenai hak untuk menyatakan pendapat melalui demonstrasi, yang
dimanfaatkan masyarakat yang kecewa sebagai forum komunikasi mereka untuk
menyuarakan aspirasi
Beberapa ide dan tindakan reflektif yang dapat dilakukan dalam menganalisis kerusuhan
pilkada di Indonesia, yaitu :
1. Membangun suatu sistem yang kuat, yang merepresentasikaan komunikasi seimbang
bagi tiap kelompok dalam masyarakat sehingga tercipta kepercayaan publik terhadap
penyelenggara pemilukada.
2. Mengembangkan rasionalitas, otonomi dan tindakan komunikasi masyarakat yang
berlandaskan equalitas, baik dalam konteks hak maupun kewajiban bagi tiap
kelompok masyarakat.
3. Mengembankan publik yang reflektif.
4. Membangun emancipatory power - masyarakat komunikatif melalui media yang
independen dan tidak memihak.
5. Menciptakan suatu sistem yang membuat media berada dalam posisi netral melalui
mekanisme hukum tanpa harus mereduksi kebebasan media.
Berbagai kerusuhan pilkada yang terjadi sepanjang sejarah pilkada di Indonesia harus
dengan serius dipelajari dan melakukan kritik mendasar sebagai masalah sosial politik berkaitan
dengan beragam hal berkaitan dengan pelaksanaan pilkada. Kritik mendasar harus lebih
Artinya melihat realitas sosial kerusuhan pilkada sebagai suatu yang mendasar pada
masyarakat kita dan memahami itu dengan memahami situasi masyarakat serta tidak
menyalahkan secara sepihak. Masyarakat selama ini hanya menjadi objek pihak yang lebih
berkuasa dan memiliki uang sehingga membentuk dominasi sepihak dalam diri masyarakat.
Realitas tersebut menjelaskan bahwa rasionalitas sebelumnya telah mengalami krisis, dan
berdasarkan pertimbangan paradigma dan teori kritikal harus mengalami kritis secara terbuka
bahwa rasionalitas baru diperlukan untuk memahami dan menyelesaikan masalah sosial politik
masyarakat dewasa ini.
Rasionalitas yang diperlukan adalah rasionalitas komunikatif yang ditawarkan oleh
Jurgen Habermas. Rasionalitas komunikatif merupakan rasionalitas yang memberikan
kebebasaan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses
diskursus/argumentatif untuk menghasilkan suatu pemahaman bersama yang juga dapat diterima
bersama yang itu dinamakan konsensus. Rasionalitas ini memberikan individu kekuatan untuk
melakukan tindakan sosial, walau bukan berarti bebas dari aturan dan prosedur. Keduanya
diperlukan untuk menciptakan sistem dalam masyarakat dan keduanya merupakan hasil
konsensus. Artinya bukan sesuatu yang statis dan dipkasa, melainkan hasoil dari kesepahaman
bersama anggota masyarakat dalam membangun masyarakat komunikatif.
Kerusuhan dan kekerasan yang terjadi selama pilkada 2010 dapat kita katakan sebagai
cerminan tidak adanya otonomi atau emansipasi dalam tindakan komunikasi di tengah
masyarakat. Pilkada pada esensinya adalah penjawantahan dari sistem demokrasi yang menjadi
pilihan politik Indonesia. Pada tahun 2010 akan digelar 244 Pemililihan Umum Daerah (Pilkada)
tingkat II atau kabupaten/kota di Indonesia, namun sebagaimana yang telah dipaparkan
sebelumnya, sampai bukan Mei 2010 ini pelaksanaan Pilkada baru berlangsung 39 kali, namun
kerusuhan dan kekerasan selama proses Pilkada acap terjadi atau banhkan menjadi bagian
integral dari pelaksanaan Pilkada.
Berdasarkan Data Panwaslu bahwa sampai bulan Mei ini sudah terjadi 1645 kali/jenis
pelanggaran selama Pilkada berlangsung. Bentuk pelanggaran beragam dari pelanggaran
administratif sampai dengan kekerasan seperti konflik antara para pendukung kandidat,
pembakaran mobil dll. Realitas ini sangatlah mencengangkan karena terjadi ditengah pesta
demokrasi yang dipercaya lebih bermartabat dan dalam lingkungan masyarakat yang
lehidupannya ditata secara modern.
Sistem dan tatanan modern yaitu sistem demokrasi dalam politik Indonesia memang telah
mengubah situasi masyarakat yang sebelumnya (selama orde Baru) kurang memiliki
kesempatan berpartisipasi dalam politik. Tetapi dalam era reformasi ini, masyarakat memiliki
kesempatan yang besar untuk aktif dan berpartisipasi dalam politik, dan partisipasi tersebut
diatur dan dijamin oleh UU. Namun sangat disayangkan, keterbukaan politik tersebut tidak
dibarengi oleh rasionasitas dan otonomi subjektif masyarakat sehingga belum terciptanya
kemandirian individual dan masyarakat yang terbukti dari banyaknya kerusuhan selama pilkada
2010. Masyarakat masih ‘sekedar’ ikut menjadi peserta demokrasi atau pemilu yang dalam hal
ini Pilkada, namun masyarakat masih dalam keadaan ‘pasif’. Artinya masyarakat dalam proses
Daftar Pustaka
1. Poespoprodjo, Filsafat Moral Kesusilaan Dalam Teori dan Praktek, Grafika, Bnadung,
1999.
2. F. Budi Hardiaman, Menuju Masyarakat Komunikatif, 1993)
3. Lihat F. Budi Harimanan, Teori Diskursus dan demokrasi, dalam Jurnal DISKURSUS,
Vol, 7, No.1, 2008, 1-27.
4. Stephen W. Littlejohn, Theorie of Human Communication, Edisi 1995,1999, chapter
Critical Theories.
5. Jurgen Habermas, Ruang Publik, Sebuah Kategori Masyarakat Borjuis, 2008
6. Titus, Nolan dan Smith, Persoslan-Persoalan Filsafat.
7. Data Kerusuhan Pilkada 2010…..
8. Iwan Marpaung, Teori Kritis Jurgen Habermas.
9. Sulaiman Djaya, Habermas on Constittutional Democracy, posted on 5 Maret 2010.
10. Franz Magnis – Suseno, Etika Dasar, Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral,1997.
11. Baran, J. Stanley and Davis K. Dennis, Mass Communication Theory, 1995.
12. Curran, James, Gurrevich (edt.), Mass Media and Society,1992.
13. Harris, David, From Class Struggle to the Political Pleassure, The Effect of Gramscian
on Cultural Studies, 1992.
14. Jacson, Marsha dan Jones, Emma, Mass Media, 1994.
15. Philo, Greg, Message Received Glasglow Media Group Research, 1993-1998,
16. Rivers,L., William dkk, Media Massa dan Masyarakat Modern, Jakarta, 2003.
17. Saverin, S.Werner, dan Tankard Jr. W. James, Communication Theory, 1997.