Anda di halaman 1dari 41

Latar Belakang

Pancasila sebagai dasar negara sering disebut dasar falsafah negara (dasar filsafat
negara/philosophische grondslag) dari negara, ideologi negara (staatsidee). Dalam hal ini Pancasila
dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara. Dengan kata lain, Pancasila digunakan
sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.

Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Merekahnya
matahari bulan Juni 1945, 67 tahun yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi kenengaraan
yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.

Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad
Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu
dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik
dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang
toleransi.

Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif
yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang
cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-
nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta
norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk
kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.

Namun diera yang modern ini, pancasila bertambah lemah pengaruhnya terhadap bangsa Indonesia,
bahkan tidak sedikit yang lupa atau tidak hafal dengan sila-sila yang ada dalam pancasila , terutama
pada masyarakat menengah kebawah yang notabennya tidak menempuh bangku-bangku sekolah, hal ini
menjadi masalah baru dalam pertahanan pancasila.

Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui
oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-
apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang
untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
2.1 PENGERTIAN PANCASILA

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari
Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan
pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada
paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.

Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam
beberapa tahap selama masaperumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai
hari lahirnya Pancasila
2.2 HASIL WAWANCARA

· Narasumber pertama

Pewawancara : menurut bapak apa arti dari pancasila ?

Tarjo (tukang angkringan) : dasar Negara Indonesia ,terdiri dari lima sila, berlambang burung garuda,
menjadi pedoman bangsa Indonesia

Pewawancara : bisakah bapak menyebutkan 5 sila dari pancasila?

Tarjo (tukang angkringan) : (1) Ketuhanan yang maha esa, (2) kemanusiaan yang adil dan beradab, (3)
persatuan Indonesia, (4) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, (5) keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia

Pewawancara : tanggal berapa hari lahirnya pancasila?

Tarjo (tukang angkringan) : 1 juni

Pewawancara : kegiatan apakah yang dapat mencerminkan sifat pancasila sila pertama?

Tarjo (tukang angkringan) : sholat lima waktu, berdoa, berbuatat kebaikan

Pewawancara : bagaimana dengan sila kedua?

Tarjo (tukang angkringan) : bermusyawaroh apabila ingin memumutuskan sesuatu

Pewawancara : sila ke tiga?

Tarjo : tidak adanya tawuran pelacur

Pewawancara : sila ke4?

Tarjo : bergotong royong.

Pewawancara : sila ke 5?

Tarjo : contohnya seperti saya ,sebagusnya pendidikan digratiskan,agar orang seperti


saya bisa sekolah,karena saya merasa minder karena hanya mampu sekolah SMA itu pun putus
ditengah jalan.
Pewawancara : apa yang bisa anda jelaskan tentang sejarah pancasila?

Tarjo : aduh udah lupa mas hehehe………..seingat saya ada campur tangan soekarno
dan muh yamin serta ada piagam jakartanya.

Pewawancara : bagaimana pelaksanaan pancasila dimasa sekarang ini?

Tarjo : belum terlaksana ,seperti kenaikan bbm saat ini dengan kenaikan itu,rakyat
yang miskin menjadi bertambah miskin sama sekali tidak ada rasa keadilannya.

· Narasumber ke dua

Pewawancara : apa yang anda ketahui tentang pancasila?

Mardi (petani) : menurut saya pancasila adalah pedoman hidup warga Negara Indonesia dan
berisi peraturan-peraturan pemerintah

Pewawancara : bagaimana meneladani nilai-nilai pancasila?

Mardi (petani) : dengan berbakti kepada tuhan yang maha ESA, menjalankan kehidupan
berdasarkan UUD, mengadakan musyawaroh.

Pewawancara : sebagai tokoh masyarakat, bagaimana bapak menerapkan pancasila?

Mardi (petani) : mengutamakan gotong-royong, saling membantu,adil, apabila terjadi


kesalahan tidak dihukumi sendiri namun harus berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Pewawancara : bisakah bapak sebutkan kelima sila dari sila-sila pancasila?

Mardi(petani) : 1. ketuhanan yang maha ESA.

2. kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia.

4. kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan


perwakilan.

5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Narasumber ketiga

Pewawancara : apa yang bapak ketahui tentang pancasila?


Agus mulyono (t. parkir) : yang bapak tau, pancasila adalah dasar Negara Indonesia

Pewawancara : apa pengaruh pancasila dalam kehidupan sehari-hari?

Agus mulyono (t. parkir) : bisa bersosialisasi pada orang lain

Pewawancara : bagaimana dengan penerapan pancasila zaman ini?

Agus mulyono (t. parkir) : tidak sesuai dengan zaman sekarang, zaman sekarang lebih modern

Pewawancara : apa usaha yang seharusnya dlakukan untuk menghidupkan pancasila kembali?

Agus mulyono (t. parkir) : pemuda bangsa Indonesia harus melestarikan khususnya budaya bangsa
Indonesia dengan harus lebih memahami isi dari pancasila itu sendiri.

· Narasumber keempat

Pewawancara : apa yang anda ketahui tentang pancasila?

Sukir (penjual mie ayam) : sebuah pedoman, tetapi ketika saya ditanya mengenai 5 sila , saya hanya
hafal sila 1 dan sila 3.

Pewawancara : apa pengaruh pancasila dalam kehiuan sehari-hari?

Sukir (penjual mie ayam) : sangat berpengaruh tentunya, karena dalam kehidupan sehari-harikita
menuruti aturan-aturan dari pancasila, contohnya sila pertama, masyarakat pasti akan mematuhi
aturan-aturan agama.

Pewawancara : bagaimana dengan penerapan pancasila zaman sekarang?

Sukir (penjual mie ayam) : kalau pancasilanya sangat masih ada, tetapi untuk meyakini, mengerti dan
memahami sudah memudar dan banyak lupa, apalagi para pemuda zaman sekarang, dengan datangnya
teknologi dan hal-hal yang modern membuat lupa tentang pancasila itu sendiri.

Pewawancara : bagaimana cara agar pancasila tersebut hidup kembali?

Sukir (penjual mie ayam) : hal yang terpenting adalah dari segi pendidikan. Pada kurikulum zaman
sekarang, pancasila seolah-olah dinomor duakan, seharusnya pancasila itu adalah pelajarannya agar bisa
dipahami lebih dalam lagi. Zaman sekarang anak-anak ini lebih banyak teori dari pada praktik.

Narasumber ke lima (satpam)


Pewawancara : Bagaimana pendapat anda tentang demokrasi kenaikan BBM?

Narasumber : Menurut saya, demokrasi kenaikan BBM itu bisa disebut.. Pemerintah itu tidak
mengindahkan, seperti katanya anggota DPR tidak menyetujui, namun pemerintah tetap menaikan..
Nah itu demokrasinya dimana. Mungkin seperti itu.

Pewawancara : Bagaimana pendapat Anda tentang kenaikan BBM?

Narasumber : Menurut saya, dampak kenaikan BBM yang paling real itu terdapat pada
masyarakat tentunya. Sebagai contoh saja, kita saat mau beli apa-apa pasti meskipun yang naik hanya
bahan bakar, tetapi semua itu terkena imbasnya, dari bahan pokok, makanan, pakaian, dan lain
sebagainya. Nah ada dampak positifnya juga, supaya masyarakat disadarkan untuk lebih bekerja keras,
apalagi untuk menghasilkan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya dengan kenaikan
seperti itu.

Pewawancara : Menurut Anda, apakah setelah adanya kenaikan BBM itu, bangsa Indonesia
bisa maju atau bisa membayar hutang-hutangnya?

Narasumber : Jawabanya pasti mungkin. Tidak ada yang tidak mungkin, apalagi hutangnya
Indonesia sepengetahuan saya, tiap tahunnya Indonesia harus membayar kurang lebih Indonesia harus
membayar kurang lebih 200 triliyun lebih, karena bunganya sangat besar. Nah untuk mebayar hutang-
hutang itu otomatis diperlukan sangat banyak, dan mungkin dengan dikuranginya subsidi BBM itu akan
bisa meringankan hutang-hutang Indonesia, tetapi mungkin programnya presiden kita saat ini untuk
meningkatkan stuktur karena seperti yang kita ketahui, sekarang index infrastruktur yang dimiliki
Indonesia itu hanya sejauh di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunei dan
lain lain, sedangkan kita yang lebih dulu merdeka dibanding yang lain dan juga sebagai pencetus ASEAN
juga. Nah tapi mengapa malah kita sekarang di bawah mereka, nah seharusnya kita bisa sejajar lah
minimal. Sedangkan subsidi BBM yang murah malah kebanyakan yang menikmati adalah orang orang
menengah keatas.

· Narasumber ke enam (penjaga warung)

Pewawancara : Menurut anda pancasila itu apa?

Narasumber : Pancasila adalah lima sila yang menjadi pondasi bagi negara Indonesia. Fungsi
pancaila yaitu antara lain sebagai pandanganhidup bangsa, dasar negara, ideologi nasional, sumber dari
segala sumber hukum, jiwa dan kepribadian bangsa, perjanjian luhur, dan cita-cita dan tujuan bangsa.
Pewawancara : Menurut anda apakah fungsi pancasila sejalan dengan realita masyarakat yang
ada saat ini?

Narasumber : Menurut saya, ada sebagian yang sudah sejalan dan ada yang tidak. Karena
pada dasarnya sifat manusia memang berbeda-beda. Contohnya untuk sila yang keempat, masih banyak
orang-orang yang egois mementingkan pendapatnya sendiri, padahal dalam musyawarah, kita juga
harus menghargai pendapat orang lain. Tentu saja tidak semuanya seperti itu.

Pewawancara : Menurut anda apakah anda sudah menjalankan pancasila?

Narasumber : Sudah, contohnya untuk sila pertama, saya sudah menjalankan. Yaitu dengan
mempercayai tuhan YME dan menjalankan ibadah dengan baik, insyaAllah.

Pewawancara : Berartikah pancasila di kehidupan anda?

Narasumber : Tentu saja. Sebagai pedoman hidup saya sebagai rakyat bangsa Indonesia
untuk menaati peraturan UUD..

Pewawancara : Bagaimana menurut pendapat anda tentang nilai-nilai pancasila yang mulai
memudar saat ini?

Narasumber : Menurut saya itu wajar, ya karena jaman yang semakin modern ini., para siswa
jarang diwajibkan untuk menghafal pancasila. Bahkan upacara pun jarang dilakukan. Hanya saat hari hari
besar, tidak seperti jaman saya dulu. Jadi menurut saya juga itu adalah kesalahan pendidik. Bukan hanya
generasi muda yang mulaimengabaikan pancasila. Sementara itu teknologiyang semakin berkembang
pesat membuat orang-orang enggan menghiraukan pancasila yang mereka anggat kurang penting.
Padahal sebenarnya pancasila adalah cirikhas bangsa Indonesia.

Pewawancara : Apakah nilai – nilai pancasila juga berpengaruh terhadap pekerjaan sehari –
hari anda?

Narasumber : Tentu saja, karena nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila cocok dengan
kehidupan sehari – hari saya, karena pancasila sudah menjadi pedoman hidup saya, dan tidak
bertentangan dengan hati nurani saya.

Pewawancara : Apakah anda tau kenapa bangsa Indonesia menggunakan pancasila sebagai
dasar Negara?

Narasumber : Karena jika komunis tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia karena
sejak dulu pancasila sudah mendarah daging di bangsa Indonesia.
Pewawancara : Kenapa selain pancasila tidak cocok dengan bangsa Indonesia?

Narasumber : Karena pancasila dasar nya tidak dari keyakinan sekelompok tetapi dari hasil
dari kesepakatan masyarakat bersama. Dengan demikian pancasila milik kita bersama.

Pewawancara : Bagaimana menurut anda tentang pejabat yang tidak hafal pancasila?

Narasumber : Seharus nya kalau mau jadi pejabat harus di tes dari hal yang sepele seperti
hafal pancasila, kalu tidak hafal pancasila bagaimana bisa mengurus Negara? Padahal pancasila adalah
dasar Negara.

Pewawancara : Membaca pancasila saat upacara apakah penting menurut anda? Mengapa?

Narasumber : Penting, walaupun menurut saya itu agak membosankan, kalau tidak dibasakan
, penerus bangsa tidak akan hafal pancasila dan pancasila akan semakin pudar dari generasi ke generasi.

Pewawancara : Menurut anda kenapa harus ada mata pelajaran pancasila?

Narasumber : Karena biar pancasila tidak pudar dan generasi muda dapat memahami dasar
Negara nya sendiri.

Pewawancara : Apakah menurut anda kenaikan bbm sejalan dengan nilai – nilai pancasila?

Narasumber : Bertentangan dengan sila ke – 2, karena gara – gara bbm nail banyak
masyarakat yang sengsara, dan itu sangat tidak beradab.

Pewawancara : Bagaimana guru anda mengajarkan pancasila di sekolah?

Narasumber : Dengan menjabarkan apa fungsi dari sila – sila nya, santai, di contohkan
dengan apa yang terjadi saat ini.

Pewawancara : apakah demo yang marak saat ini sejalan dengan nilai – nilai pancasila?

Narasumber : Kalau menyampaikan aspirasi sejalan, tetapi kalau dengan kekerasan tidak
sejalan.

Pewawancara : Apakah media yang sangat kuat mempengaruhi generasi muda saat ini
melanggar nilai – nilai pancasila?

Narasumber : Jadi kalau perilaku generasi muda saat ini menyimpang, berarti media
melanggar nilai – nilai pancasila.

Pewawancara : Apakah menurut anda pancasila bisa di pakai di Negara lain?

Narasumber : Tidak tau, tapi mungkin kalau masih serumpun, seperti Malaysia, mungkin bisa,
tapi kalau dari dulu Negara itu komunis, tidak bisa.

Pewawancara : Bagaimana menurut anda jika bangsa Indonesia tidak mempunyai pancasila?
Narasumber : Ya seperti orang komunis, soalnya tidak punya pondasi Negara, dan gampang
ambruk Negara nya.

· Narasumber ke tujuh (sales)

Pewawancara : Menurut anda pancasila itu apa?

Narasumber : Ideologi bangsa indonesia

Pewawancara : Menurut anda, apa fungsi pancasila bagi negara Indonesia?

Narasumber : Pegangan hidup

Pewawancara : Menurut anda apakah anda sudah menjalankan pancasila sila 1-5?

Narasumber : Belum sepenuhnya, terkadang masih malu menunjukan sikap nasionalisme

Pewawancara : Berartikah pancasila di kehidupan anda?

Narasumber : Iya dong, tanpa pancasila perbedaan tak akan menyatu

Pewawancara : Bagaimana pendapat anda tentang nilai – nilai pancasila yang mulai memudar
saat ini?

Narasumber : Pancasila sudah baik namun cara menanamkan nilainya kurang efektif sehingga
orang – orang sekedar hafal namun tidak mengerti.

Pewawancara : Apakah pancasila berpengaruh terhadap pekerjaan anda sehari – hari?

Narasumber : Belum, belum bisa menghayati, tetapi saya menjadi lebih toleransi

Pewawancara : Kenapa bangsa Indonesia memakai pancasila?

Narasumber : Untuk menyatukan dan memberi pedoman bangsa

Pewawancara : Kenapa selain pancasila tidak cocok untuk bangsa Indonesia?

Narasumber : Karena pancasila adalah penengah anatara sosialis dan liberal. Yang mana dulu
keduanya pernah dipraktikan namun hanya menimbulkan pertikaian dan pancasila adalah penengah
serta solusi nya.

Pewawancara : Bagaimana menurut anda tentang pejabat yang tidak hafal pancasila?
Narasumber : Menjijikan, menjadi wakil rakyat tetapi tidak tahu ideology bangsa adalah satu
langkah untuk mengkhianati rakyat dan menghancurkan bangsa

Pewawancara : Apakah demo yang marak saat ini sejalan dengan nilai – nilai pncasila?

Narasumber : Tidak demo hanya aksi yang sia – sia dan tidak mencerminkan pancasila

KESIMPULAN

Dengan masyarakat kita yang plural serta berasal dari berbagai lapisan kehidupan, pengertian dasar
Pancasila menurut masyarakat Indonesia cukup dimengerti maknanya. Meskipun banyak yang tidak
mampu menjelaskan secara lebih tepatnya, namun sudah cukup mewakili dari makna Pancasila yang
sebenarnya. Seperti, Pancasila adalah pedoman Negara Indonesia. Sila Pancasila sendiri cukup dihafal
dengan baik oleh kalangan masyarakat Indonesia sendiri tentunya, terlebih pada usia remaja yang masih
duduk di bangku sekolah. Nilai-nilai Pancasila pun terlihat jelas di kalangan masyarakat Indonesia
sehingga sangat jelas bahwa Pancasila merupakan pedoman negara Indonesia yang harus direalisasikan
supaya menuju Indonesia yang sejahtera. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, nilai-nilai
Pancasila mulai memudar, dan salah satu cara yang harus diterapkan adalah dengan memperbaiki
kurikulum pada pendidikan yang mengampu tentang Pancasila tersebut. Bukan hanya pendidikan yang
kita harus perbaiki,tetapi akhlak kita juga harus diperbaiki agar kita sebagai manusia bisa meng

hargai sesama makhluk.

Untuk masalah kemiskinan, hal tersebut menandakan bahwa hak masyarakat untuk hidup sejahtera
kurang merata. Hal tersebut juga menandakan bahwa masyarakat melupakan nilai-nilai persatuan atau
gotong royong. Sesungguhnya, kemiskinan dapat diatasi dengan gotong royong. Beberapa warga yang
mempunyai dana berlebih dan warga yang memiliki keterampilan bisa menyumbangkan dana atau
keahliannya kepada orang yang membutuhkan. Saat orang miskin tersebut berkembang, ia bisa balas
budi dan juga membantu orang yang membutuhkan lainnya. Jika hal tersebut terjadi, maka seluruh
rakyat dapat merasakan kesejahteraan.

Tetapi, hal tersebut membutuhkan kesadaran yang tinggi dari tiap anggota nasyarakat, sedangkan pada
kenyataannya kesadaran masyarajat untuk menolong tergolong rendah. Sehingga untuk menumbuhkan
kesadaran tersebut membutuhkan suatu sistem pendidikan yang terintegrasi, terstruktur, dan
sistematis. Misalnya dengan menumbuhkan pemikiran bahwa kita diciptakan dengan kondisi yang
berbeda-beda, sehingga apabila kita berada di posisi orang tersebut, tentunya kita juga berharap
kesejahteraan yang baik.

Untuk permasalahan sosial lainnya, juga dapat diselesaikan dengan menggunakan Pancasila. Dengan
mencari sumber masalah dan mencari nilai-nilai Pancasila apa yang tidak sesuai dengan permasalahan
tersebut, maka masalah tersebut dapat diselesaikan dengan mengembalikan nilai-nilai Pancasila
tersebut kepada jalan yang lurus. Selanjutnya pendidikan Pancasila yang terintegrasi, terstruktur, dan
sistematis diperlukan agar setiap masyarakat Indonesia mengetahui keuntungan yang didapatkan oleh
masyarakat sekitarnya dan individu tersebut berkaitan dengan nilai-nilai Pancasila.

Hubungan Masalah Kemiskinan Dengan Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi dari masing-masing kata yang berkaitan dan
menjadi unsur penyusun sila kemanusiaan yang adil dan beradab ini antara lain:

· Perikemanusiaan: (1) sifat-sifat yang layak bagi manusia, seperti tidak bengis, suka menolong,
bertimbang rasa: (2) keadaan manusia pada umumnya.

· Adil: (1) sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak: (2) berpihak kepada yang benar;
berpegang pada kebenaran; (3) sepatutnya; tidak sewenang-wenang.

· Adab: kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan; akhlak.

Sila ke-2 ini merupakan cerminan watak bangsa Indonesia secara intrapersonal (individu masing-masing)
yang diterapkan secara lebih luas dalam praktik kehidupan bangsa, termasuk oleh para penyelenggara
negara. Secara umum nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan keadaban itu saya yakin masih melekat
dalam benak bangsa Indonesia. Meskipun fakta di lapangan, ketiga unsur di atas sulit untuk diterapkan
sepenuhnya. Manusia Indonesia banyak yang sudah kehilangan kemanusiaannya, diwakili dengan
banyaknya angka kejahatan kejam yang terjadi. Hakim dan jaksa banyak yang berpihak pada mereka
yang bersedia membayar, nilai-nilai kesopanan dan akhlak pun banyak yang mulai memudar.

Karena sangat terkait dengan masalah watak individu masing-masing orang, maka terlalu banyak contoh
kasus untuk menjelaskan hal ini. Barangkali, yang paling banyak disorot adalah masalah penegakan
hukum yang lamban, serta hakim dan jaksa yang acapkali terlibat kasus suap-menyuap, hingga
keputusannya cenderung tidak adil dan terkesan tebang pilih.

Sedangkan dampak dari kemiskinan sangan bertalian erat dengan sila kemanusiaan yang adil dan
beradab sebab kemiskinan bukan hanya memberikan dampak pada ekonomi semata, melainkan pada
bidang lainnya seperti pendidikan, sosial budaya, politik, dan lain sebagainya yang tentunya memberikan
dampak pula pada pribadi individunya yang mengalami mesalah kemiskinan ataupun yang berada di
lingkungan tersebut.

Cara Mengatasi Kemiskinan

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas kuncinya harus ada kebijakan dan strategi


pembangunan yang komprehensif dan berkelanjutan jangka panjang. Pemerintah boleh saja mengejar
pertumbuhan-ekonomi makro dan ramah pada pasar. Tetapi, juga harus ada pembelaan pada sektor riil
agar berdampak luas pada perekonomian rakyat.

Ekonomi makro-mikro tidak bisa dipisahkan dan dianggap berdiri sendiri. Sebaliknya keduanya harus
seimbang-berkelindan serta saling menyokong. Pendek kata harus ada simbiosis mutualisme di antara
keduanya.

Perekonomian nasional dengan demikian menjadi sangat kokoh dan vital dalam usaha pemenuhan cita-
cita tersebut. Perekonomian yang tujuan utamanya adalah pemerataan dan pertumbuhan ekonomi bagi
seluruh rakyat Indonesia. Sebab, tanpa perekonomian nasional yang kuat dan memihak rakyat maka
mustahil cita-cita tersebut dapat tercapai. Intinya tanpa pemaknaan yang subtansial dari kemerdekaan
politik menjadi kemerdekaan ekonomi maka sia-sialah pembentukan sebuah negara. Mubazirlah sebuah
pemerintahan. Oleh karenanya pentingnya menghapus kemiskinan sebagai prestasi pembangunan yang
hakiki.

Pemerintah perlu membuat ketegasan dan kebijakan yang lebih membumi dalam rangka menyelesaikan
masalah kemiskinan ini. Beberapa langkah yang bisa dilakukan diantaranya adalah:

1. Menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga mengurangi
pengangguran. Karena pengangguran adalah salah satu sumber penyebab kemiskinan terbesar di
indonesia.

2. Menghapuskan korupsi. Sebab korupsi adalah salah satu penyebab layanan masyarakat tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Hal inilah yang kemudian menjadikan masyarakat tidak bisa menikmati
hak mereka sebagai warga negara sebagaimana mestinya.

3. Menggalakkan program zakat. Di indonesia, islam adalah agama mayoritas. Dan dalam islam ajaran
zakat diperkenalkan sebagai media untuk menumbuhkan pemerataan kesejahteraan di antara
masyarakat dan mengurangi kesenjangan kaya-miskin. Potensi zakat di indonesia, ditengarai mencapai
angka 1 triliun setiap tahunnya. Dan jika bisa dikelola dengan baik akan menjadi potensi besar bagi
terciptanya kesejahteraan masyarakat.

4. Menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok. Fokus program ini bertujuan menjamin daya beli
masyarakat miskin/keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok terutama beras dan kebutuhan
pokok utama selain beras. Program yang berkaitan dengan fokus ini seperti:
· Penyediaan cadangan beras pemerintah 1 juta ton

· Stabilisasi/kepastian harga komoditas primer

5. Meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar. Fokus program ini bertujuan
untuk meningkatkan akses penduduk miskin memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan
prasarana dasar. Beberapa program yang berkaitan dengan fokus ini antara lain :

· Penyediaan beasiswa bagi siswa miskin pada jenjang pendidikan dasar di Sekolah Dasar
(SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs);

· Beasiswa siswa miskin jenjang Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah


Aliyah (SMA/SMK/MA);

· Beasiswa untuk mahasiswa miskin dan beasiswa berprestasi;

· Pelayanan kesehatan rujukan bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di kelas III rumah sakit.

6. Menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat.


Program ini bertujuan untuk meningkatkan sinergi dan optimalisasi pemberdayaan masyarakat di
kawasan perdesaan dan perkotaan serta memperkuat penyediaan dukungan pengembangan
kesempatan berusaha bagi penduduk miskin. Program yang berkaitan dengan fokus ketiga ini antara
lain:

· Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di daerah perdesaan dan perkotaan

· Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah

· Program Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus

· Penyempurnaan dan pemantapan program pembangunan berbasis masyarakat.

Pancasila sebagai Solusi Krisis Ekonomi Indonesia

Krisis ekonomi yang telah melanda bangsa ini selama lebih dari 5 tahun belum menunjukkan tanda-
tanda akan berakhir, karena para ekonom kita tidak mampu memberikan pemecahan-pemecahan
konkrit. Mereka menggunakan teori-teori ekonomi liberal secara berlebihan yang tidak sesuai dengan
kondisi dan karakteristik perekonomian bangsa sendiri. Padahal di negara-negara barat sendiri, ekonomi
liberal semakin banyak digugat oleh tokoh-tokoh ekonomi dunia. Para ekonom “arus utama” dan
pemerintah secara “membabibuta” terus melakukan privatisasi berbagai BUMN, memanjakan para
konglomerat dan eks konglomerat, dan investor asing.[1]

Prof. Mubyarto dan Prof. Sri Edi Swasono menegaskan bahwa yang diperlukansaat ini adalah kehidupan
ekonomi yang digerakkan oleh seluruh lapisan masyarakat, yang mencerminkan karakter Bangsa
Indonesia, yaitu Ekonomi Pancasila yaitu ekonomi pasar yang mengacu pada ideologi Pancasila. Didalam
sistem ekonomi Pancasila, manusia Indonesia merupakan homo socius, homo ethicus, sekaligus homo
economicus. Jika dilihat dari sudut pandang mikro, perekonomian Indonesia memiliki nilai moral dan
etika luhur yang dapat membentengi manusia dari nafsu serakah (greedy). Namun yang banyak terjadi
adalah bahwa moral dan etika tersebut telah pudar dalam kehidupan perekonomian Indonesia dimana
pasar lebih mengagungkan kompetisi (winner vs loser) dan semangat keserakahan individualisme dan
bukan ekonomi kekeluargaan yang kooperatif (win-win). Yang lebih menyedihkan lagi adalah yang kalah
dalam pasar lebih banyak dan hanya sebagai penonton setia dari perilaku pemenang. Keprihatinan juga
mencuat karena sistem kompetisi inilah yang selalu ditekankan dan diajarkan disekolah-sekolah dan
perguruan tinggi.[2]

Sistem ekonomi ini menjamin tatanan ekonomi yang dapat memperkecil kesenjangan (gap) yang sangat
lebar di dalam masyarakat Indonesia. Contoh nyata dari penerapan Ekonomi Pancasila sebenarnya
sudah lama ada dan masih bias ditemukan, yaitu kehidupan di pedesaan yang kooperatif berdasarkan
asas kekeluargaan.[3]

Tujauan ekonomi Indonesia menurut Hatta[4] haruslah diarahkan bagaimana menciptakan satu
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur yang memuat dan berisikan kebahagiaan, kesejahteraan,
perdamaian dan kemerdekaan.

Josep E. Stiglitz[5] mengatakan problematika sosial suatu negaramerupakan cerminan dari paradigma
ekonomi yang dianut dari negara tersebut. Masalah ketimpangan, kemiskinan, minimnya kesempatan
kerja, daya saing Indonesia yang lemah, inefisensi birokrasi, persoalan lingkungan hidup, adalah
persoalan keseharian yang kita hadapi setiap hari. Semua itu adalah problem sosial yang kita hadapi
bersama pada saat ini.

Persoalannya kemudian bagi kita adalah, bagaimana kita mengatasinya. Kebijakan ekonomi yang selama
ini dijalankan ternyata belum bisa membebaskan dan memerdekakan masyarakat dari jebakan
kolonialisme ekonomi. Kita melihat banyak negara yang mengandalkan model pembangunan dengan
corak paradigma kapitalis pada akhirnya membawa ketimpangan antar warga yang sangat tajam,
membangkrutkan negara pada satu sisi, tetapi negara tersebut tetap memiliki jutawan kelas dunia pada
sisi lain.[7] Kita juga melihat negara-negara yang mengadopsi corak ekonomi yang sosialis pada akhirnya
tercerai berai, dan tidak berhasil mengangkat kesejahteraan rakyatnya sesuai dengan corak yang
diyakininya.[8] Sesungguhnya dari berbagai krisis yang telah kita saksikan di berbagai negara maupun
yangkita lewati sendiri, mengandung pelajaran berharga mengenai arti penting paradigma maupun
ideologi dalam membangun bangsa.[9]

Sesuai dengan ideologi yang kita miliki maka menurut penulis bangunan ekonomi Pancasila adalah
sebuah sistem yang dibangun berdasarkan semangat ke-Indonesiaan. Ia tidak kapitalis, tidak pula sosialis
(lihat tabel perbandingan). Ekonomi Pancasila adalah suatu tandingan ideologis atau ideologi alternatif
dari sistem ekonomikapitalis maupun sosialis.

Sistem ekonomi Pancasila merupakan penjabaran dari semangat Pancasila dalam perekonomian dan
kesejahteraan yang bertujuan untuk mengkoreksi sistem ekonomi Indonesia berwatak kolonial.[10]

Tabel 1. Perbandingan Paradigma Ekonomi Kapitalisme, Sosialisme, dan Pancasila

Komponen

Kapitalisme

Sosialisme

Pancasila

Relasi

Minim Campur tangan Negara

Negara memainkan Peran Utama

Penguasaan Negara untuk kemakmuran rakyat

Pelaku

Individu/swasta

Negara, Kolektivisme

Usaha bersama/ Koperasi bercorak gotong royong

Harga

Mekanisme pasar

Dikendalikan negara

Kebutuhan dasar dikendalikan negara

Sumber: diolah dari berbagai macam sumber.

Ekonomi Pancasila adalah sistem pengaturan hubungan antar negara dan warganegara yang ditujukan
untuk memajukan kemanusian dan peradaban, memperkuat persatuan nasionalmelalui proses usaha
bersama/gotong royong,dengan melakukan distribusi akses ekonomi yang adil bagi seluruh warganegara
yang dilandasi oleh nilai-nilai etik pertanggungan jawaban kepada Tuhan yang Maha Esa.[11]

Konseptualisasi Ekonomi Pancasila pertama kali dilakukan oleh Emil Salim[12], tetapi Emil Salim lebih
mengedepankansila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bagi Emil Salim tujuan
utama bagi ekonomi adalah mendistribusikan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Widjojo Nitisastro juga menyuarakan mengenai Ekonomi Pancasila. Meski ia tidak menuliskan secara
langsung Ekonomi Pancasila, tetapi gagasannya dalam membangun perekonomian bangsa berlandaskan
Pancasila. Menurutnya, jalan keluar dari kemerosotan ekonomi yang disebabkan penyelewengan di
masa lampau yang menyampingkan seluruh prinsip ekonomi hingga saat ini, adalah kembali kepada
UUD 1945. Ia mengacu kepada Ketetapan MPRS XXIII.[13] Ketetapan tersebut disusun berdasarkan
kepentingan menuju perbaikan ekonomi rakyat. Bahkan, kepentingan ekonomi diutamakan dari
kepentingan nasional lain, termasuk politik.

Pandangan lain disampaikan oleh Mubyarto. Dalam Ekonomi Pancasila, menurut Mubyarto, seluruh sila
harus menjadi acuan kebijakan dan prilaku ekonomi seluruh rakyat Indonesia.[14] Dengan demikian,
gagasan ekonomi Pancasila konsisten dengan lima sila yang menjadi dasar negara kita.

Atas dasar konseptualisasi yang utuh dan menyeluruh itu, maka operasionalisasi Ekonomi Pancasila yang
didasari oleh landasan ideologi Pancasila adalah sebagai berikut :

1.Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, memberikan pendasaran akan pentingnya spirit teistik yang
menekankan etika dan moral bangsa dalam perekonomian. Dengan kata lain, perekonomian harus
memiliki landasan etis dan pertanggungjawaban kepada Tuhan. Meski Indonesia bukan sebuah negara
yang menetapkan agama tertentu sebagai ideologi bangsa, namun nilai-nilai ketuhanan dan spirit
keagamaan telah menjadi landasan ideologi kita, Pancasila. Karena itu, ekonomi Pancasila digagas dan
dibangun berdasarkan pertimbangan moral dan etika religius. Dengan demikian, ekonomi Pancasila
meniscayakan nilai-nilai kebaikan dan kedermawanan, serta hukum sipil yang tegak untuk menindak
ketidakadilan.

2.Sila Kedua. Sebagai konsekuensi logis dari sila pertama, sila kedua menekankan kemanusiaan yang adil
dan beradab. Dalam ekonomi Pancasila, pembangunan ekonomi tidak sebatas mengejar prestasi atau
penilaian secara materi. Lebih dari itu, pembangunan ekonomi harus berorientasi pada keadilan dan
peradaban manusia, khususnya bangsa Indonesia. Masalah kemiskinan, kesenjangan sosial yang begitu
lebar, dan lain sebagainya harus dientaskan untuk menuju keadilan dan kemajuan (per)adab(an) bangsa
dalam dimensi kemanusiaan.

Artinya dalam perspektif ini unsurmanusia menjadi penting dan pelaku aktif dalam menggerakkan roda
perekonomian. Ekonomi Pancasila tidak melakukan pengekangan terhadap kreativitas dan kebebasan
individu dalam mencapai peningkatan peradaban secara kolektif.
3.Sila ketiga, menekankan persatuan Indonesia. Ekonomi Pancasila digagas untuk mempersatukan
bangsa. Apabila kemudian kebijakan ekonomi justru memudarkan semangat persatuan bangsa maka
kebijakan tersebut pastilah bukan bercorak atau bercirikan Ekonomi Pancasila.

Dalam hal ini, usaha bersama/gotong royong menjadi kuncinya. Produksi dan distribusi yang dikerjakan
melalui mekanisme usaha bersama/Gotong royong dalam peningkatan ekonomi memperkecil
kesenjangan yang berpotensi memecah belah bangsa. Dalam konteks ini, maka kemudian negara
mengambil peran strategis untuk melakukan proses distribusi akses sumber daya ke wilayah-wilayah
negara sesuai dengan prinsip keadilan dan pemerataan.

4.Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan, menekankan mekanisme kerja perekonomian yang mendahulukan
kepentingan rakyat di atas kepentingan individu/golongan/modal. Sila tersebut juga menuntut peran
aktif dari setiap perusahaan/badan usaha milik negara (BUMN) saat ini untuk mensejahterakan rakyat.
Salah satu caranya adalah dengan memberikan akses yang besar kepada masyarakat terhadap
kebutuhan dasarnya. Selain itu, sila keempat menekankan demokrasi ekonomi yang digagas Bung Hatta.
Di dalam sistem ekonomi yang menjamin demokrasi ekonomi, setiap warga memiliki hak atas pekerjaan
dan penghidupan layak (pasal 27 UUD 1945). Dengan kata lain, hak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak tidak hanya berlaku bagi golongan-golongan tertentu. Tapi, hak tersebut juga berlaku bagi
setiap warga Indonesia. Semuanya berhak mendapatkan kesempatan yang sama (equal opportunity).
[15]

Pasal 6 ketetapan MPRS menyebut ciri-ciri positif demokrasi ekonomi. Antara lain dinyatakan bahwa
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan (Pasal 33 Ayat (1) UUD 45),
dan karenanya tidak mengenal struktur pertentangan kelas. Hak milik perorangan diakui dan
dimanfaatkan guna kesejahteraan masyarakat, dan karenanya tidak boleh dijadikan alam untuk
mengeksploitasi sesama manusia. Kepada warga negara diberi kebebasan dalam memilih pekerjaan,
sedang potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara dapat dikembangkan sepenuhnya dalam
batas yang tidak merugikan kepentingan umum. Dalam pada itu sesuai dengan Pasal 33 Ayat (2) UUD
1945 cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh Negara.[16]

5.Terakhir, sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila kelima adalah sila pamungkas.
Empat sila lain merupakan tahapan-tahapan untuk mencapai keadilan sosial yang tercatat dalam sila
pamungkas tersebut. Dengan prinsip keadilan sosial, ekonomi Pancasila digagas untuk memberikan
pemerataan pembangunan dan mendorong terciptanya emansipasi sosial. Dalam konteks ini, spirit
teistik atau etika religius yang tercermin di sila pertama, peradaban manusia di sila kedua, persatuan di
sila ketiga, dan demokrasi ekonomi/equal opportunity di sila keempat disusun untuk menegakkan
keadilan. Sebab, keadilan adalah nilai universal kemanusiaan. Dalam konteks ini juga, equal opportunity
harus mendapatkan perhatian khusus. Setiap warga Indonesia harus mendapatkan kesempatan terbuka
menuju kesejahteraan bersama. Konsekuensi logisnya, negara harus melakukan pembagian hasil
produksi yang merata di seluruh pelosok negeri.
Berdasarkan pemaparan di atas, Ekonomi Pancasila tentunya disuarakan untuk membangun basis
perekonomian bangsa yang berakar dari nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa. Sayangnya, hal ini
belum mendapat perhatian khusus dari para ekonom Indonesia. Mereka cenderung berkutat dalam
perdebatan soal ideologi ekonomi dunia yang berkembang saat ini seperti kapitalisme dan sosialisme.
Padahal, gagasan ekonomi Pancasila melampaui dua paham tersebut. Meski demikian, setiap gagasan
memiliki kelemahan dan kelebihan. Maka, ekonomi Pancasila harus terus disuarakan untuk
disempurnakan demi kesejahteraan dan kemakmuran bersama.

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Sudah sepatutnya kita sebagai anak bangsa berbangga atas prestasi yang telah ditorehkan negeri
tercinta ini. Dengan segala bentuk kerja keras, akhirnya Indonesia menempatkan diri sebagai salah satu
negara miskin didunia.[1]

Prestasi itupun membuahkan hasil dengan adanya penghargaan berupa aliran dana segar dan semakin
memantapkan posisinya dalam daftar negara penghutang. Sungguh ironis, namun itulah yang terjadi.
Fenomena kemiskinan ini akan semakin tampak nyata dan bentuk pengorbanannya berupa ratapan
tangisan anak bangsa dan peluh para buruh yang terkapar.

Pembangunan di Indonesia saat ini telah membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek di
masyarakat, baik pada kawasan pedesaan maupun perkotaan. Perubahan tersebut membawa dampak
tidak hanya terhadap lingkungan fisik, tapi juga sistem nilai dalam tatanan kehidupan sosial
bermasyarakat. Namun sayangnya perubahan yang diciptakan oleh pembangunan membawa dampak
yang menyertainya sangat mengerikan dan kompleks, karena ternyata telah melahirkan
keterbelakangan dan kemiskinan dalam masyarakat. Bentuk kemiskinan yang terjadi di Indonesia saat ini
adalah suatu bentuk yang masih semu. Apakah karena secara struktural Indonesia ini miskin atau
mungkinsecara kultural Indonesia ini miskin.

Kemiskinan struktural adalah kemiskinan akibat dari super struktur yang membuat sebagian anggota
atau kelompok masyarakat tertentu mendominasi sarana ekonomi, sosial, politik dan budaya.

Sedangkan kebudayaan kemiskinan adalah kemiskinan yang muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai
atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib,
kurang memiliki etos kerja dan sebagainya. Ciri dari kebudayaan kemiskinan ini adalah masyarakat
enggan mengintegrasikan dirinya dalam lembaga-lembaga utama, sikap apatis, curiga, terdiskriminasi
oleh masyarakat luas. Dalam komunitas lokal ditemui ada rumah yang bobrok, penuh sesak dan
bergerombol. Ditingkat keluarga, masa kanak-kanak cenderung singkat, cepat dewasa, cepat menikah.
Pada individu mereka ada perasaan tidak berharga, tidak berdaya dan rendah diri akut.

B.Rumusan Masalah

1.Bagaimana kemiskinan struktural?

2.Bagaimana kemiskinan kultural?

BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Kemiskinan Struktural dan Kemiskinan Kultural

Kemiskinan struktural adalah kemiskinan akibat dari super struktur yang membuat sebagian anggota
atau kelompok masyarakat tertentu mendominasi sarana ekonomi, sosial, politik dan budaya.[2]

Struktur ini menyebabkan tidak adanya pemerataan, tidak berkembangnya kualitas dan daya kreasi
rakyat dalam pelaksanaan pembangunan serta terpinggirkannya partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan pembangunan.

Kemiskinan, dalam realitasnya selalu dilihat dari sudut ekonomi, dimana batasan kemiskinan adalah
suatu kondisi di mana orang tidak memiliki harta benda atau mempunyai pendapatan di bawah batasan
nominal tertentu.[3]

Sedangkan kebudayaan kemiskinan, merupakan kemiskinan yang muncul sebagai akibat adanya nilai-
nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib,
kurang memiliki etos kerja dan sebagainya. Ciri dari kebudayaan kemiskinan ini adalah masyarakat
enggan mengintegrasikan dirinya dalam lembaga-lembaga utama, sikap apatis, curiga, terdiskriminasi
oleh masyarakat luas. Dalam komunitas lokal ditemui ada rumah yang bobrok, penuh sesak dan
bergerombol. Ditingkat keluarga, masa kanak-kanak cenderung singkat, cepat dewasa, cepat menikah.
Pada individu mereka ada perasaan tidak berharga, tidak berdaya dan rendah diri akut.

Pandangan lain tentang budaya kemiskinan adalah, bahwa kebudayaan kemiskinan merupakan efek
domino dari belenggu kemiskinan struktural yang menghinggap masyarakat terlalu lama, sehingga
membuat masyarakat apatis, pasrah, berpandangan jika sesuatu yang terjadi adalah takdir, dalam
konteks keagamaan disebut dengan paham Jabariah, terlebih paham ini disebarkan dan di doktrinasikan
dalam mimbar agama. Contoh kemiskinan ini ada pada masyarakat pedesaan, komunitas kepercayaan
atau agama, dan kalangan marginal lainnya.

B.Akar Permasalahan Kemiskinan Struktural dan Kemiskinan Kultural

Penggalian tentang kemiskinan yang selama ini cenderung dilakukan pada batas angka-angka statistik
makro yang kurang mendalam serta tidak detail dalam mengungkap latar belakang masyarakat miskin.
Akibatnya tidak dapat melihat persoalan secara komperehensif mengenai dimensi-dimensi kemiskinan,
karena sesungguhnya persoalan kemiskinan terkait dan saling mempengaruhi dengan persoalan yang
lainnya. Pada sisi lain studi tentang kemiskinan juga cenderung over akademis yang kurang memiliki
daya guna pemecahan persoalan yang sifatnya praksis penanggulangan kemiskinan, sekaligus gagal
mengungkap akar penyebab kemiskinan.

Beberapa faktor yang dianggap sebagai penyebab kemiskinan majemuk meliputi tiga aspek yaitu :

1.Kelembagaan: rakyat miskin tidak punya akses ke pembuat keputusan dan kebijakan, sedangkan
kelembagaan yang ada tidak pernah menjaring atau menyalurkan aspirasi yang muncul dari bawah, dan
setiap kebutuhan rakyat miskin sudah didefinisikan dari atas oleh kelembagaan yang ada, sehingga
kemiskinan tidak dapat terselesaikan.

2.Regulasi: kebijakan pemerintah yang mengutamakan kepentingan ekonomi. Kebijakan ekonomi dalam
investasi modal pada sektor-sektor industri yang tidak berbasis pada potensi rakyat menutup
kesempatan masyarakat untuk mengembangkan potensinya dan menjadi akar proses pemiskinan.

3.Good governance: tidak adanya transparansi dan keterbukaan pada pembuatan dan pelaksanaan
kebijakan yang mengakibatkan kebijakan hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu. Segala bentuk
regulasi diputuskan oleh lembaga-lembaga pembuat kebijakan tanpa mengikutkan para pelaku yang
terlibat dan tidak memahami aspirasi rakyat miskin sehingga kebijakan yang muncul tidak mendukung
rakyat miskin.

Aspek ekonomi bukanlah satu-satunya penyebab kemiskinan. Faktor-faktor yang lain, seperti politik dan
sosial budaya, mempunyai peranan yang sangat kuat dalam melatarbelakangi munculnya lingkaran
kemiskinan yang tak terselesaikan, yaitu:

a.Aspek politik yang mengakibatkan kemiskinan yaitu:

1)Tidak ada budaya demokrasi yang mengakar.

2)Keputusan-keputusan politik yang sangat dipengaruhi keputusan dan kepentingan politik dari luar
negeri.

3)Tidak ada kontrol langsung dari rakyat terhadap birokrasi.

4)Tidak berdayanya mekanisme dan sistem perwakilan politik menghadapi kepentingan modal.

b.Aspek ekonomi yang mengakibatkan munculnya kemiskinan yaitu:

1)Kebijakan globalisasi atau liberalisasi sistem ekonomi.

2)Rendahnya akses terhadap faktor produksi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan.

3)Spekulasi mata uang.

c.Aspek sosial budaya yang mengakibatkan kemiskinan yaitu:


1.Hancurnya identitas sosio kultural yang hidup di masyarakat.

2.Hancurnya kemampuan komunikasi antar berbagai kelompok dan gerakan social.

3.Marginalisasi mayoritas rakyat.

4.Lemahnya kelembagaan yang ada.

5.Kuatnya budaya bisu di semua lapisan masyarakat.

Paradigma ekonomi yang dipakai dalam penyusunan pembangunan, membuat pemilik modal menguasai
segala-galanya. Penguasaan ekonomi dengan dalih demi ‘keuntungan bersama’, menjadi penyebab
dasar kemiskinan dalam masyarakat dan menimbulkan kebijakan ekonomi yang semena-mena. Aspek
sosial budaya banyak sekali mempengaruhi terjadinya proses pemiskinan. Tradisi yang ada tidak sedikit
yang memberikan ‘pembenaran’ dalam pemenuhan kebutuhan dasar. ‘Pembenaran tradisi’ bahwa anak
harus ikut menanggung kemiskinan keluarga, di satu sisi memunculkan kasus pekerja anak; dan di sisi
lain terjadi pemberontakan yang melahirkan realita anak jalanan pada banyak kota di Indonesia.
Modernisasi yang dipaksakan, memunculkan kemiskinan dalam bentuk yang lain.

Kepentingan politik tidak bisa dilepaskan dari kemiskinan yang terjadi. Struktur birokrasi yang tidak
aspiratif terhadap rakyat miskin menimbulkan banyak kebijakan yang semakin memiskinkan rakyat .

Berbicara tentang kemiskinan struktural, artinya struktur yang membuat orang menjadi miskin, dimana
masyarakat tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan tidak mendapatkan akses secara baik.
Disebut kemiskinan kultural, adalah budaya yang membuat orang miskin, yang dalam antropologi
disebut Koentjaraningrat dengan mentalitas atau kebudayan kemiskinan sebagai adanya budaya miskin.
Seperti, masyarakat yang pasrah dengan keadaannya dan menganggap bahwa mereka miskin karena
turunan, atau karena dulu orang tuanya atau nenek moyangnya juga miskin, sehingga usahanya untuk
maju menjadi kurang. Semakin banyak program-program yang bergerak dalam penanggulangan
kemiskinan, namun makin banyak pula jumlah orang miskin.[4]

Kemiskinan dalam perspektif ekonomi, didefiniskan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan. Sumber daya dalam
konteks ini tidak hanya aspek finansial, melainkan semua jenis kekayaan yang dapat meningkatkan
kesejahteraan dalam arti luas. Kemiskinan ini menggunakan indikator yang sifatnya materi seperti
kepemilikan harta benda, income perkapita, maupun konsumsi sebagaimana Badan Pusat Statistik (BPS)
menggunakan indikator konsumsi sebesar 21,00 kalori/ orang setiap hari yang disetarakan dengan
pendapatan tertentu, atau pendekatan Bank Dunia yang menggunakan standar 1 dolar AS/orang setiap
hari. Contoh kemiskinan ini adalah tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan,
papan beserta akses lain, seperti kesehatan, pekerjaan maupun pendidikan.

Kemiskinan dalam perspektif kesejahteraan sosial mengarah pada keterbatasan individu atau kelompok
dalam mengakses jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-
kesempatan peningkatan produktivitas. Faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor
internal, dalam hal ini bersumber dari si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan dan adanya
hambatan budaya. Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar kemampuan sesorang tersebut, seperti
birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang menghambat seseorang mendapatkan sumber daya.
Secara sederhana kemiskinan dalam persepektif ilmu kesejahteraan sosial dimaknai sebagai kemiskinan
yang pada awalnya disebabkan oleh kemiskinan ekonomi, kemudian dikarenakan terlalu lama dalam
kondisi tersebut baik karena faktor tidak disengaja, disengaja maupun karena dipelihara menyebabkan
efek domino yaitu tumbuhnya patologi atau masalah-masalah sosial. Sedangkan resiko ketika
kemiskinan sudah menjadi masalah sosial adalah selain harus menyelesaikan masalah ekonomi itu
sendiri juga mengatasi masalah sosial yang timbul. Contohnya adalah: munculnya kriminalitas, budaya
malas, korupsi, disparitas sosial yang menyebabkan konflik, dan ketergantungan pada pihak lain.

Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang muncul bukan karena ketidakmampuan si miskin untuk
bekerja (malas), melainkan karena ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan
kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja. Struktur sosial tersebut tidak
mampu menguhubungkan masyarakat dengan sumber-sumber yang tersedia, baik yang disediakan oleh
alam, pemerintah maupun masyarakat yang ada disekitarnya. Mereka yang tergolong dalam kelompok
ini adalah buruh tani, pemulung, penggali pasir dan mereka yang tidak terpelajar dan tidak terlatih.
Pihak yang berperan besar dari terciptanya kemiskinan struktural ini adalah pemerintah, karena
pemerintah yang memiliki kekuasaan dan kebijakan cenderung membiarkan masyarakat dalam kondisi
miskin, tidak mengeluarkan kebijakan yang pro masyarakat miskin, jikapun ada lebih berorientasi pada
proyek, bukan pada pembangunan kesejahteraan. Sehingga tidak ada masyarakat miskin yang ‘naik
kelas’, artinya jika pada awalanya buruh, nelayan, pemulung maka selamanya menjadi buruh nelayan
dan pemulung, karena tidak ada upaya dalam menaikan derajat dan kemampuan mereka baik itu dalam
kesempatan pendidikan atau pelatihan.

Sedangkan kebudayaan kemiskinan, merupakan kemiskinan yang muncul sebagai akibat adanya nilai-
nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib,
kurang memiliki etos kerja dan sebagainya. Ciri dari kebudayaan kemiskinan ini adalah masyarakat
enggan mengintegrasikan dirinya dalam lembaga-lembaga utama, sikap apatis, curiga, terdiskriminasi
oleh masyarakat luas. Dalam komunitas lokal ditemui ada rumah yang bobrok, penuh sesak dan
bergerombol. Ditingkat keluarga, masa kanak-kanak cenderung singkat, cepat dewasa, cepat menikah.
Pada individu mereka ada perasaan tidak berharga, tidak berdaya dan rendah diri akut.

Pandangan lain tentang budaya kemiskinan adalah, bahwa kebudayaan kemiskinan merupakan efek
domino dari belenggu kemiskinan struktural yang menghinggap masyarakat terlalu lama, sehingga
membuat masyarakat apatis, pasrah, berpandangan jika sesuatu yang terjadi adalah takdir, dalam
konteks keagamaan disebut dengan paham Jabariah, terlebih paham ini disebarkan dan di doktrinasikan
dalam mimbar agama. Contoh kemiskinan ini ada pada masyarakat pedesaan, komunitas kepercayaan
atau agama, dan kalangan marginal lainnya.

Di dunia ini, sudah sunatullahnya terdapat hal-hal yang bertolak belakang. Siang dan malam, kebaikan
dan keburukan, keberhasilan dan kegagalan, juga kaya dan miskin. Kemiskinan itu sendiri merupakan
fenomena sosial yang tidak bisa dinilai sebagai suatu hal yang harus diberantas hingga hilang dari
permukaan bumi. Namun, permasalahan timbul akibat jurang yang lebar antara kaya dan miskin
sehingga lahirlah permasalahan sosial lainnya yang lebih kompleks seperti kriminalitas, prostitusi,
kekerasan terhadap perempuan dan anak, masalah kesehatan dan pendidikan dsb. Karena itu, untuk
menangani permasalahan tersebut, dibutuhkan analisis yang tajam serta penangangan secara
komprehensif dan berkesinambungan oleh seluruh pihak yang terkait dengan hal ini. Berdasarkan hasil
survei BPS Maret 2009, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di
Indonesia pada Bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta 14,15 persen).[5]

Di Indonesia, fenomena kemiskinan muncul tidak hanya pada dimensi ekonomi atau material saja. Ia
juga menyentuh dimensi lain yaitu sosial budaya sehingga muncullah istilah cultural poverty yang
dikemukakan oleh Oscar Lewis dalam teorinya. Hal ini muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau
kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin seperti malas, mudah menyerah pada nasib, dan
kurang memiliki etos kerja.[6] Karena penyebab kemiskinan ini muncul dari dalam diri manusia itu
sendiri, maka upaya menanggulanginya juga harus dari dalam diri manusia tersebut. Dalam aset
komunitas, terdapat beberapa modal dalam suatu masyarakat. Salah satunya adalah modal spiritual.

Spiritualitas adalah jiwa dari upaya pemberian bantuan. Ia adalah sumber dari empati dan perhatian,
denyut dari kasih sayang dan unsur utama dari kebijakan praktis, serta dorongan utama pada kegiatan
pelayanan. Pekerja sosial mengetahui bahwa peran, teori, dan keterampilan profesional yang kita miliki
menjadi tidak bermakna, kosong, melelahkan, dan tidak hidup tanpa adanya spiritualitas.[7]

Dorongan dalam diri seseorang yang bersumber dari kekuatan transedental manusia dengan kekuatan
lain yang tak kasat mata serta lebih berkuasa darinya, di luar diri manusia, yang membawa orientasi
manusia tidak semata-mata mengarah ke tujuan duniawi, tetapi lebih jauh lagi ke kehidupan yang lebih
hakiki. Modal spiritual tersebut memiliki peran dalam proses pembangunan sosial, pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat meliputi beberapa fungsi seperti, meningkatkan etos kerja dan memberikan
daya dorong atau semangat yang positif dalam melakukan pembangunan; memberikan jiwa dalam
upaya pemberian bantuan; memberikan arah dalam pembangunan, dan menjadi pelndung terhadap
penyimpangan.[8]

Spiritualitas erat kaitannya dengan pemahaman agama. Islam sebagai salah satu agama yang diakui di
Indonesia dan memiliki umat terbanyak atau mayoritas di negeri kita ini dapat menjadi aset bermodal
spiritual yang kuat manakala benar-benar memahami sumber ajarannya yaitu Al-Qur’an dan al-hadits
serta mengimplementasikan secara komprehensif dalam kehidupan sehari-hari.

Saya mencoba mengambil intisari dari Al – Qur’an surat Ar Raa’d ayat 11,

“…Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri.…”

Terdapat refleksi sosiologis dari ayat tersebut yaitu 1) Konsep perubahan masyarakat (taghyir), yang
menurut M. Quraisy Syihab ditafsirkan sebagai proses perubahan yang memosisikan manusia menjadi
pelaku perubahan baik secara individu maupun bagian dari komunitas atau masyarakat. Berdasarkan
pembentukan katanya, subjek pada ayat tersebut adalah Qaum yakni sekelompok manusia yang
berkumpul dan terdiri dari berbagai jenis golongan, suku, bahasa, yang disatukan oleh ikatan tertentu
dan mempunyai tujuan yang sama. Inilah yang mendasari terbentuknya faham kebangsaan Dengan kata
lain, perubahan ini mengarah pada gerakan sosial yang mampu menggerakkan masyarakat (massa)
menuju sebuah tata nilai ideal. 2) Konsep potensi diri. Berdasarkan tafsir Asy-Sya’rawi, Nafs (potensi diri
manusia) sebagai penggerak tingkah laku manusia. Dalam nafs terdapat dua dimensi yaitu kebaikan dan
keburukan. Maka dari itu kualitasnya dapat meningkat atau menurun. Nafs dalam diri manusia menjadi
wadah dari berbagai potensi, menjadi penentu posisi dan peran manusia dalam bidang sosial, ekonomi,
politik, keilmuan dsb. Kualitas nafs berimplikasi pada kualitas SDM. Atas dasar itulah, salah satu aspek
dalam masyarakat yang menjadi fokus utama pengembangan adalah nafs.[9]

Selain ayat tersebut, terdapat beberapa hadits yang menerangkan tentang kemiskinan dari persprektif
Islam. Menurut riwayat Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:

“Sekiranya salah seorang di antara kamu pergi mencari kayu bakar lalu dipikul di atas punggungnya
(untuk dijual), hal ini lebih baik daripada pergi meminta-minta kepada orang lain baik ia diberi maupun
ditolak” (HR. Muttafaqun ‘alaih).

“Orang yang tidak memiliki sesuatu yang dapat menutupi kebutuhannya, dan kondisinya tidak diketahui
sehingga diberi shadaqah. Maka ia diberi zakat dan dia tidak meminta-minta” (HR. al-Bukhari dan
Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallaHu ‘anHu).

Begitulah ajaran Islam menghargai usaha dan proses seorang manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya di dunia. Terkait erat dengan hal tersebut, modal spiritual juga mengorientasikan daya yang
kita punya kita bukan hanya untuk kehidupan di dunia saja, melainkan juga untuk mencapai
kebahagiaan hakiki dari kehidupan akhirat kelak sehingga dalam menjalani usaha atau prosesnya, kita
senantiasa diiringi rasa syukur atas segala rezeki yang dianugerahkan kepada kita dan bersabar atas
kekurangan yang ada pada kita sambil terus-menerus berusaha memperbaikinya. Dengan begitu,
niscaya jiwa pun akan merasa tentram.[10]

Dari uraian di atas, jelas bahwa pemahaman yang utuh tentang ajaran Islam sebagai salah satu substansi
dari modal spiritual, seharusnya dapat meningkatkan produktivitas seseorang untuk memperbaiki
kondisinya sehingga idealnya, tak ada lagi orang yang secara “sukarela” menjadi miskin.

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Kemiskinan struktural adalah kemiskinan akibat dari super struktur yang membuat sebagian anggota
atau kelompok masyarakat tertentu mendominasi sarana ekonomi, sosial, politik dan budaya

Ada tiga sisi yang menjadi akar penyebab dari terjadinya kemiskinan struktural yaitu:

1.Pemahaman akan kemiskinan yang tidak tepat dan sepihak. Kemiskinan lebih dikaji dari aspek
ekonomi saja. Aspek-aspek lain yang berkaitan erat dengan persoalan kemiskinan seperti aspek politik,
kultural, serta sosial dikaji secara terpisah. Persoalan kemiskinan dipahami tanpa mengkaji dampak dari
kebijakan publik atau pemerintah terhadap keberadaan rakyat miskin

2.Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak melibatkan masyarakat yang terkena sasaran, baik di
tingkat perencanaan maupun sampai ke tingkat pelaksanaannya.

3.Tidak ada evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di perkotaan untuk melihat dampak
yang terjadi.

Sedangkan kebudayaan kemiskinan adalah kemiskinan yang muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai
atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib,
kurang memiliki etos kerja dan sebagainya.

Yang menjadi penyebab terjadinya kebudayaan kemiskinan melingkupi beberapa hal, diantaranya:

1.Hancurnya identitas sosio kultural yang hidup di masyarakat.

2.Hancurnya kemampuan komunikasi antar berbagai kelompok dan gerakan sosial.

3.Marginalisasi mayoritas rakyat.

4.Lemahnya kelembagaan yang ada.

5.Kuatnya budaya bisu di semua lapisan masyarakat.

B.Saran

Tak ada gading yang tak retak. Kritik dan saran yang bersifat konstruktif kami harapkan dari pembaca
sebagai bahan pertimbangan untuk pembuatan makalah selanjutnya yang lebih baik.

Tekan tanda tanya untuk melihat tombol pintasan yang tersedia

GABUNG

Vivi Nurrumah

Publik

19 Des 2014

TUGAS

PENDIDIKAN PANCASILA

LAPORAN KUNJUNGAN KE MASYARAKAT KURANG MAMPU SEBAGAI AKTUALISASI NILAI PANCASILA

Disusun oleh :

VIVI NURRUMAH (A1C214060)

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas segala rahmat dan inayahNya kami
dapat menyelesaikan tugas laporan kunjungan ini mengenai Aktualisasi Nilai Pancasila dalam
Masyarakat. Laporan ini disusun dan dipersiapkan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pendidikan
Pancasila.

Penulis menyadari kekurangan dan keterbatasan kami sebagai penyusun. Penulis senantiasa
memerlukan kritik dan saran yang membangun guna meningkatkan daya cipta dan daya guna dari
laporan ini. Semoga laporan yang ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Banjarmasin, Desember 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i

DAFTAR ISI .........................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG DIADAKANYA KUNJUNGAN .....................................1

B. TUJUAN KUNJUNGAN..………………………………………………………1

C. MANFAAT KUNJUNGAN.………………………………….………………….1

D. LOKASI KUNJUNGAN….……………………………………………………...1

BAB II. PEMBAHASAN

A. . PELAKSANAAN KEGIATAN / KUNJUNGAN…....…………………………2


B. . KEADAAN LOKASI ……………………………………...……………………2

C. LAPORAN HASIL KUNJUNGAN…...………………………………………...2

BAB III. PENUTUP

A. KESIMPULAN.....………………………………………………………………4

B. SARAN.........…………………………………………………………………….4

C. HARAPAN ………………………...……………………………………………4

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG DIADAKANYA KUNJUNGAN

Kunjungan ini dilaksanakan untuk menambahkan pengalaman mahasiswa dalam memaknai nilai-nilai
yang terkandung pada pancasila khusunya pada sila kedua yakni kemanusian yang adil dan beradab.
Kunjungan ini juga dilakukan untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa akan pentingya rasa
kepedulian dan rasa cinta kasih diantara sesama kita. Pentingnya rasa memghormati dan membantu
sesama kita sebagai umat manusia.

Perbedaan derajat, kasta, agama, ras serta kedudukan Menumbuh kembangkan


implimentasi/reaktualisasi nilai-nilai pancasila pada diri generasi muda dalam kehidupan
bermasyarakat, yang akhir-akhir ini dirasakan mulai memudar / terkikis oleh kemodernan zaman. Serta
kurangnya rasa sosial sering kali menjadi kendala dalam diri generasi muda.

Tekan tanda tanya untuk melihat tombol pintasan yang tersedia

GABUNG

Vivi Nurrumah

Publik

19 Des 2014

TUGAS

PENDIDIKAN PANCASILA

LAPORAN KUNJUNGAN KE MASYARAKAT KURANG MAMPU SEBAGAI AKTUALISASI NILAI PANCASILA


Disusun oleh :

VIVI NURRUMAH (A1C214060)

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas segala rahmat dan inayahNya kami
dapat menyelesaikan tugas laporan kunjungan ini mengenai Aktualisasi Nilai Pancasila dalam
Masyarakat. Laporan ini disusun dan dipersiapkan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pendidikan
Pancasila.

Penulis menyadari kekurangan dan keterbatasan kami sebagai penyusun. Penulis senantiasa
memerlukan kritik dan saran yang membangun guna meningkatkan daya cipta dan daya guna dari
laporan ini. Semoga laporan yang ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Banjarmasin, Desember 2014


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i

DAFTAR ISI .........................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG DIADAKANYA KUNJUNGAN .....................................1

B. TUJUAN KUNJUNGAN..………………………………………………………1

C. MANFAAT KUNJUNGAN.………………………………….………………….1

D. LOKASI KUNJUNGAN….……………………………………………………...1

BAB II. PEMBAHASAN

A. . PELAKSANAAN KEGIATAN / KUNJUNGAN…....…………………………2

B. . KEADAAN LOKASI ……………………………………...……………………2

C. LAPORAN HASIL KUNJUNGAN…...………………………………………...2

BAB III. PENUTUP

A. KESIMPULAN.....………………………………………………………………4

B. SARAN.........…………………………………………………………………….4

C. HARAPAN ………………………...……………………………………………4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG DIADAKANYA KUNJUNGAN

Kunjungan ini dilaksanakan untuk menambahkan pengalaman mahasiswa dalam memaknai nilai-nilai
yang terkandung pada pancasila khusunya pada sila kedua yakni kemanusian yang adil dan beradab.
Kunjungan ini juga dilakukan untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa akan pentingya rasa
kepedulian dan rasa cinta kasih diantara sesama kita. Pentingnya rasa memghormati dan membantu
sesama kita sebagai umat manusia.

Perbedaan derajat, kasta, agama, ras serta kedudukan Menumbuh kembangkan


implimentasi/reaktualisasi nilai-nilai pancasila pada diri generasi muda dalam kehidupan
bermasyarakat, yang akhir-akhir ini dirasakan mulai memudar / terkikis oleh kemodernan zaman. Serta
kurangnya rasa sosial sering kali menjadi kendala dalam diri generasi muda.
B. TUJUAN KUNJUNGAN

Untuk mengetahui secara langsung kondisi dan keadaan masyarakat yang kurang beruntung dalam
bidang ekonomi sekaligus menumbuhkan rasa empati dan kepedulian kita kepada sesama sebagai
wujud penghayatan sila kemanusian yang adil dan beradab

C. MANFAAT KUNJUNGAN

Dari kunjungan ini diharapkan kita dapat mengambil hikmah dan manfaat betapa indahnya hidup saling
berbagi antara satu dan lainya, serta menberikan kita kesadaran akan pentingnya Penegakan keadilan
baik kepada orang lain ataupun diri sendiri dan memperluas hubungan silaturahmi antar sesama.

D. LOKASI KUNJUNGAN

Lokasi kunjungan di Berunai RT 1, Kec. Anjir Pasar, Banjarmasin. Kediaman Ibu Lusnah.

BAB II

PEMBAHASAN
A. PELAKSANAAN KEGIATAN/KUNJUNGAN

Kunjungan dilaksanakan pada tanggal 30 November 2014, di kediaman Ibu Lusnah yang
berlokasi di Berunai,RT 1, Kec. Anjir Pasar, Banjarmasin.

B. KONDISI DI LOKASI

- Kondisi Fisik Rumah

Rumah sederhana setengah permanen, beratapkan seng, berdindingkan papan dan berlantaikan papan,
Fasilitas perlengkapan penunjang hidup kurang memadai, air masih menggunakan sumur.

Nama : Ibu Lusnah

Usia : 56 thn

Agama : Islam

Pekerjaan : - (biaya hidup di tanggung oleh anak)

Ciri fisik : Kurus, tinggi kira-kira 146 cm, kulit saomatang, rambut hitam

Pendapatan : tak menentu ( penghasilan anak kadang ada/kadang tidak sama sekali)

Status : Janda, dengan 2 anak ( laki-laki)

Tinggal : Bersama kedua anak laki-lakinya

Catatan : pernah menerima bantuan pemerintah dalam bentuk seperti BLT atau tunjangan lainya 3
tahun silam tetapi sekarang sudah tidak lagi.

GABUNG

Vivi Nurrumah

Publik
19 Des 2014

TUGAS

PENDIDIKAN PANCASILA

LAPORAN KUNJUNGAN KE MASYARAKAT KURANG MAMPU SEBAGAI AKTUALISASI NILAI PANCASILA

Disusun oleh :

VIVI NURRUMAH (A1C214060)

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas segala rahmat dan inayahNya kami
dapat menyelesaikan tugas laporan kunjungan ini mengenai Aktualisasi Nilai Pancasila dalam
Masyarakat. Laporan ini disusun dan dipersiapkan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pendidikan
Pancasila.

Penulis menyadari kekurangan dan keterbatasan kami sebagai penyusun. Penulis senantiasa
memerlukan kritik dan saran yang membangun guna meningkatkan daya cipta dan daya guna dari
laporan ini. Semoga laporan yang ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Banjarmasin, Desember 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i

DAFTAR ISI .........................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG DIADAKANYA KUNJUNGAN .....................................1

B. TUJUAN KUNJUNGAN..………………………………………………………1

C. MANFAAT KUNJUNGAN.………………………………….………………….1

D. LOKASI KUNJUNGAN….……………………………………………………...1

BAB II. PEMBAHASAN


A. . PELAKSANAAN KEGIATAN / KUNJUNGAN…....…………………………2

B. . KEADAAN LOKASI ……………………………………...……………………2

C. LAPORAN HASIL KUNJUNGAN…...………………………………………...2

BAB III. PENUTUP

A. KESIMPULAN.....………………………………………………………………4

B. SARAN.........…………………………………………………………………….4

C. HARAPAN ………………………...……………………………………………4

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG DIADAKANYA KUNJUNGAN

Kunjungan ini dilaksanakan untuk menambahkan pengalaman mahasiswa dalam memaknai nilai-nilai
yang terkandung pada pancasila khusunya pada sila kedua yakni kemanusian yang adil dan beradab.
Kunjungan ini juga dilakukan untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa akan pentingya rasa
kepedulian dan rasa cinta kasih diantara sesama kita. Pentingnya rasa memghormati dan membantu
sesama kita sebagai umat manusia.

Perbedaan derajat, kasta, agama, ras serta kedudukan Menumbuh kembangkan


implimentasi/reaktualisasi nilai-nilai pancasila pada diri generasi muda dalam kehidupan
bermasyarakat, yang akhir-akhir ini dirasakan mulai memudar / terkikis oleh kemodernan zaman. Serta
kurangnya rasa sosial sering kali menjadi kendala dalam diri generasi muda.

B. TUJUAN KUNJUNGAN

Untuk mengetahui secara langsung kondisi dan keadaan masyarakat yang kurang beruntung dalam
bidang ekonomi sekaligus menumbuhkan rasa empati dan kepedulian kita kepada sesama sebagai
wujud penghayatan sila kemanusian yang adil dan beradab

C. MANFAAT KUNJUNGAN

Dari kunjungan ini diharapkan kita dapat mengambil hikmah dan manfaat betapa indahnya hidup saling
berbagi antara satu dan lainya, serta menberikan kita kesadaran akan pentingnya Penegakan keadilan
baik kepada orang lain ataupun diri sendiri dan memperluas hubungan silaturahmi antar sesama.

D. LOKASI KUNJUNGAN

Lokasi kunjungan di Berunai RT 1, Kec. Anjir Pasar, Banjarmasin. Kediaman Ibu Lusnah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN KEGIATAN/KUNJUNGAN

Kunjungan dilaksanakan pada tanggal 30 November 2014, di kediaman Ibu Lusnah yang
berlokasi di Berunai,RT 1, Kec. Anjir Pasar, Banjarmasin.

B. KONDISI DI LOKASI

- Kondisi Fisik Rumah

Rumah sederhana setengah permanen, beratapkan seng, berdindingkan papan dan berlantaikan papan,
Fasilitas perlengkapan penunjang hidup kurang memadai, air masih menggunakan sumur.

Nama : Ibu Lusnah

Usia : 56 thn

Agama : Islam

Pekerjaan : - (biaya hidup di tanggung oleh anak)

Ciri fisik : Kurus, tinggi kira-kira 146 cm, kulit saomatang, rambut hitam

Pendapatan : tak menentu ( penghasilan anak kadang ada/kadang tidak sama sekali)

Status : Janda, dengan 2 anak ( laki-laki)


Tinggal : Bersama kedua anak laki-lakinya

Catatan : pernah menerima bantuan pemerintah dalam bentuk seperti BLT atau tunjangan lainya 3
tahun silam tetapi sekarang sudah tidak lagi.

C. LAPORAN HASIL KUNJUNGAN

Ditulis berdasarkan hasil wawancara ( perbincangan) bersama Narasumber.

Sebuah kisah hidup seorang perempuan paruh baya yang berusia 56 tahun, tinggal disebuah kampong
di daerah kecamatan Anjir Pasar yaitu desa Berunai RT. 1, Banjarmasin. Kisah hidup beliau telah
memberikan kita pelajaran bahwa hidup dalam kekurangan/kemiskinan, bukanlah alasan yang membuat
kita menjadi orang yang patah semangat dalam menghadapi kerasnya kehidupan. Apalagi di usia yang
terbilang tidak muda lagi dan kelumpuhan yang dideritanya pada bagian tangan sebelah kanan akibat
stroke yang dideritanya kurang lebih sekitar 2 tahun silam.

Ibu Lusnah merupakan seorang janda yang hidup sendirian, suaminya telah meninggal kurang lebih 20
tahun lalu, dia memiliki 2 orang anak (laki-laki ) yang kini telah bekerja sebagai buruh atau tukang dan
petani di Ladang. Beliau adalah warga asli kampung Berunai RT 1, Kec. Anjir Pasar, Banjarmasin .

Di usianya yang semakin senja, fasilitas penunjang hidup dalam kesehariannya pun sangat
memprihatinkan. Tinggal disebuah rumah yang berdindingkan papan dan berlantaikan papan.
Merupakan kisah pilu bila diperhatikan secara kasat mata. Namun bagi beliau, kehidupan beliau yang
sudah seperti sekarang ini merupakan sebuah anugerah terindah/luar biasa dari Tuhan kepadanya.
“Alhamdulillah walaupun tangan saya seperti ini saya tetap bersyukur karna saya masih bisa jalan’’
katanya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari beliau hanya dapat mengharapkan hasil jerih payah
kedua anaknya yang bekerja sebagai buruh/petani diladang, yang penghasilannnya memang tidak
seberapa namun beliau tetap bersyukur atas rezeki yang diberikan Tuhan kepadanya dan kedua
anaknya.

Bantuan yang pernah diterimah dari pemerintah setempat seperti BLT (bantuan langsung tunai), dan
dari mahasiswa. Dan itupun hanya berlangsung tahun lalu sedangkan sekarang sudah tidak lagi.

Ibu Lusnah adalah sosok yang ramah dan baik, kedatangan kami berkunjung ke rumahnya disambut
dengan hangat oleh beliau. Dengan penuh kesabaran dan keramahan meladeni kami untuk
mewawancarinya dan bersedia berbagi pengalaman dan kisah hidup beliau dengan kami.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kisah hidup yang tergambar dari kehidupan Ibu Lusnah merupakan satu dari sekian ribuan
permasalahan kemiskinan yang ada di negeri ini. Apa yang dihadapi beliau merupakan suatu penomena
yang sudah tidak asing lagi kita jumpai, kita lihat atau kita dengar. Hal ini merupakan hasil dari
ketidakadilan yang ada di negeri ini. Ironis memang di tengah banyaknya usaha dan program
pemerintah dalam menggurangi angka-angka kemiskinan yang ada di negeri ini, kenyataanya masih
banyak rakyat yang seharusnya memiliki hak tidak memperoleh apa yang seharusnya menjadi hak
mereka. Perhatian dan pelayanan pemerintah terhadap hak-hak masyarakat kecil belum terlalu baik
bahkan sangat memprihatinkan.

B. SARAN

Dari laporan yang kami buat ini, penulis sangat jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kritik dan saran
dari dosen dan teman-teman sangat kami harapkan demi perbaikan isi laporan ini ini.

C. HARAPAN

Semoga apa yang tertulis dalam laporan ini, dan apa yang telah kita lakukan dapat member
manfaat positive untuk kita semua, dan lebih khususnya penulis.

Anda mungkin juga menyukai