Anda di halaman 1dari 43

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Tantangan dan
Problematika Guru dalam Pembelajaran” untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Ilmu Pendidikan dan Keguruan”

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Hj. Nurul Septiana,


M.Pd. yang telah membimbing dan mengajari kami tentang pelajaran ini dan juga
untuk teman-teman yang telah banyak membantu, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih sangat jauh dari
kata sempurna dan masih banyak kesalahan. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan makalah ini. Dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Palangka Raya, Desember 2017

Penulis

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................... 2
D. Manfaat ..................................................................................................... 3
E. Metode Penulisan ..................................................................................... 3
BAB II ..................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 4
A. Pengertian Tantangan dan Problematika Guru ......................................... 4
B. Tantangan Guru dalam Pembelajaran ...................................................... 5
C. Problematika Guru dalam Pembelajaran ................................................ 11
D. Cara Mengatasi Problematika Guru ....................................................... 24
BAB III ................................................................................................................. 38
PENUTUP ............................................................................................................. 38
A. Kesimpulan ............................................................................................. 38
B. Saran ....................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan. Sifatnya mutlak dalam kehidupan, baik dalam kehidupan
seseorang, keluarga maupun bangsa dan negara. Maju mundurnya suatu
bangsa banyak ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan bangsa itu,
mengingat sangat pentingnya kehidupan, maka pendidikan harus
dilaksanakan sebaik-baiknya sehingga memperoleh hasil yang diharapkan.
Untuk melaksanakan pendidikan harus dimulai dengan pengadaan tenaga
pendidikan sampai pada usaha peningkatan mutu tenaga kependidikan.
Kemampuan guru sebagai tenaga kependidikan, baik secara personal, sosial,
maupun profesional harus benar-benar dipikirkan karena pada dasarnya guru
sebagai tenaga kependidikan merupakan tenaga lapangan yang langsung
melaksanakan kependidikan dan sebagai ujung tombak keberhasilan
pendidikan. Untuk itu, ilmu pendidikan memegang peranan yang sangat
penting dan merupakan ilmu yang mempersiapkan tenaga kependidikan yang
profesional, sebab kemampuan profesional bagi guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar merupakan syarat utama.
Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan di
sekolah sekaligus memegang tugas dan fungsi ganda, yaitu sebagai pengajar
dan pendidik. Sebagai pengajar guru hendaknya mampu menuangkan
sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai
pendidik guru diharapkan dapat membimbing dan membina anak didik agar
menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif dan mandiri. Namun
demikian, untuk mengetahui keterlaksanaan tugas guru tersebut, diperlukan
penilaian kinerja dengan kriteria-kriteria penilaian yang sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai.
Sejak disahkannya Undang- Undang No. 14 tentang Guru dan Dosen
tahun 2005, pamor profesi guru mulai naik. Profesi ini mulai diminati lagi

1
oleh banyak orang. Apalagi dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan di
tahun 2007. Telah banyak guru yang mengikuti sertifikasi agar dapat
memperoleh sertifikat guru guna dijuluki guru profesional.
Terlepas dari hal itu, guru juga memiliki berbagai problematika atau
masalah. Masalah guru senantiasa mendapat perhatian, baik oleh pemerintah
maupun oleh masyarakat pada umumnya dan oleh ahli pendidikan khususnya.
Pemerintah memandang bahwa seorang guru merupakan media yang sangat
penting artinya dalam kerangka pembinaan dan pengembangan bangsa. Guru
mengemban tugas-tugas sosio kultural yang berfungsi mempersiapkan
generasi muda sesuai dengan cita-cita bangsa. Demikian pula masalah guru di
negara kita dapat dikatakan mendapat titik sentral dalam dunia pendidikan,
baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Dalam GBHN
masalah guru mendapat dengan perluasan belajar. Dan makalah ini kami akan
membahas hal tersebut di atas, yaitu tentang tantangan dan problematika guru
dalam pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tantangan dan problematika guru?
2. Apa saja tantangan guru dalam pembelajaran?
3. Apa saja problematika guru dalam pembelajaran?
4. Bagaimana cara mengatasi problematika guru?

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian tantangan dan problematika guru
2. Untuk mengetahu tantangan guru dalam pembelajaran
3. Untuk mengetahui problematika guru dalam pembelajaran
4. Untuk mengetahui cara mengatasi problematika guru

2
D. Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat
menjelaskan mengenai Tantangan dan Problematika Guru dalam
Pembelajaran.

E. Metode Penulisan
Adapun metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah
sederhana ini yaitu Metode kepustakaan (Library Research).

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tantangan dan Problematika Guru


Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu
"problematic" yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa
Indonesia problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan, yang
menimbulkan masalah, permasalahan situasi yang dapat didefinisi sebagai
suatu kesulitan yang perlu dipecahkan diatasi atau disesuaikan Jadi, problema
adalah berbagai persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam proses
pembelajaran, baik datang dari individu (faktor eksternal) maupun dalam
proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah (faktor intern). Dalam
pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah
orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu tidak mesti
dilembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga dmasjid, disurau mushalla,
dirumah dan sebagainya. Guru merupakan jabatan atau profesi yang
memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Sedangkan yang dimaksud
dengan guru agama adalah "orang dewasa yangbertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik dengan memberikan pertolongan terhadap mereka
dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai tingkat
kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tugasnya sebagai hamba
atau khalifah Allah maupun sebagai makhluk sosial serta makhluk individu
yang mandiri.
Jadi, problematika guru adalah persoalan-persoalan sulit yang dihadapi
dalam proses pembelajaran oleh guru yang bertugas untuk mendidik dan
mengajar anak didik hingga memperoleh kedewasaan baik jasmani maupun
rohani dalam pendidikan agama islam. Sedangkan tantangan guru adalah
suatu hal atau bentuk usaha yang memiliki tujuan untuk menggugah
kemampuan dalam menjadi seorang guru.

4
B. Tantangan Guru dalam Pembelajaran
Di tengah tuntutan, tantangan serta berbagai persoalan kegagalan dunia
pendidikan, sosok guru merupakan pihak yang paling tertuduh. Sosok guru
merupakan orang paling dimintai pertanggung jawabannya. Bahkan tidak ada
alasan apa pun, yang dapat diberikan oleh seorang guru untuk membela
dirinya. Maka, ketika ujian nasional digulirkan dengan standar kelulusan
yang cukup fantastis, sosok guru pulalah, yang mula-mula merasa ketar-ketir.
Ia mesti bertanggung jawab atas segala apa yang akan terjadi pada peserta
didik: frustasi, stress, depresi dan segala keputusasaan mental generasi bangsa
ini. Maka perbaikan dan evaluasi pada kemampuan seorang guru, seolah
menjadi hal yang logis untuk dilakukan pertama kali dalam memecahkan
persoalan dunia pendidikan.1 Dengan prinsip pembelajaran inovatif, seorang
guru akan mampu memfasilitasi siswanya untuk mengembangkan diri dan
terjun di tengah masyarakatnya.
Hal ini dapat dipahami dengan memerhatikan beberapa prinsip
pembelajaran inovatif, yaitu: (a) pembelajaran, bukan pengajaran; (b) guru
sebagai fasilitator, bukan instruktur; (c) siswa sebagai subjek, bukan objek;
(d) multimedia, bukan monomedia; (e) sentuhan manusiawi, bukan hewani;
(f) pembelajaran induktif, bukan deduktif; (g) materi bermakna bagi siswa,
bukan sekedar dihafal; (h) keterlibatan siswa partisipasif, bukan pasif.
Selain memberikan beberapa prinsip dasar, pembelajaran inovatif juga
menekankan adanya pola dan strategi pendidikan yang utuh. Pola dan strategi
pendidikan yang menitik beratkan pada terciptanya kesadaran peserta didik
pada dirinya sendiri dan lingkungannya. Selanjutnya, ketakutan dan
keminderan seorang guru dalam melakukan ekspresi merupakan salah satu
tumor pendidikan yang urgen untuk disembuhkan. Seorang guru sudah
seyogyanya untuk yakin bahwa setiap guru tanpa terkecuali dapat berinovasi
dalam pembelajarannya; seorang guru seyogyanya untuk yakin bahwa
perbuatan-perbuatan kecilnya yang teliti, semisal mencatat perubahan tentang

1
Selamet Wahedi, 2009. Menjawab Tantangan Guru. http://resensi buku.com (Di akses
pada 12:05 08/12/2017)

5
cara dan gaya mengajar setiap hari akan melahirkan hasil yang besar; serta
seorang guru seyogyanya untuk terbuka menerima saran dan kritik dari guru
lain, bila pola pembelajaran yang disampaikannya sama seperti yang kemarin.
Lebih jauh, keberanian seorang guru dalam berinovasi, serta merta akan
membentuk karakternya menjadi kreatif. Kemampuan dan kapasitasnya, baik
hard skill maupun soft skill, akan terasah dengan sendirinya. Kekreatifan
seorang guru, akan berdampak tidak hanya pada pola komunikasi
pembelajaran, tetapi juga akan membentuk suasana serta atmosfir
pembelajaran yang menyenangkan (enjoy learning). Pembelajaran yang
mampu mentransformasikan ilmu sekaligus mampu membentuk karakter
siswa yang manusiawi. Kreatifitas guru tentunya terletak pada kekayaannya
memiliki metode dan aneka model pembelajaran, serta kecermatannya untuk
memilih dan memilah metode dan aneka pembelajaran yang akan digunakan
di setiap waktu yang berbeda.2
Globalisasi telah mengubah cara hidup manusia sebagai individu,
sebagai warga masyarakat dan sebagai warga bangsa. Tidak seorang pun yang
dapat menghindari dari arus globalisasi. Setiap individu dihadapkan pada dua
pilihan, yakni di menempatkan dirinya dan berperan sebagai pemain dalam
arus perubahan globalisasi, atau dia menjadi korban dan terseret derasnya
arus globalisasi. Arus globalisasi juga masuk dalam wilayah pendidikan dan
berbagai implikasi dan dampaknya, baik positif maupun negatif. Dalam
konteks ini tugas dan peranan guru sebagai ujung tombak dunia pendidikan
sangat berperan.
Tugas dan peran guru dari hari ke hari semakin berat, seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai komponen
utama dalam dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan
melampaui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang
dalam masyarakat. Melalui sentuhan guru di sekolah diharapkan mampu
menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi tinggi dan siap

2
https://Kayeuno.blogspot.coi.id. Makalah Problematika Guru dan Tantanga Globalisasi.
(Di akses pada pukul 12:10 08/12/2017)

6
menghadapi tantangan hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri yang
tinggi. Sekarang dan ke depan, sekolah (pendidikan) harus menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas, baik secara keilmuan (akademis)
maupun secara sikap mental. Oleh karena itu, dibutuhkan sekolah yang
unggul yang memiliki ciri-ciri:
a. Kepala sekolah yang dinamis dan komunikatif dengan kemerdekaan
memimpin menuju visi keunggulan masa pendidikan.
b. Memilki visi, misi, dan strategi untuk mencapai tujuan yang telah
dirumuskan dengan jelas.
c. Guru-guru yang kompeten dan berjiwa kader yang senantiasa bergairah
dalam melaksanakan tugas profesionalnya secara inovatif.
d. Siswa-siswa yang sibuk, bergairah, dan bekerja keras dalam mewujudkan
perilaku pembelajaran.
e. Masyarakat dan orang tua yang berperan serta dalam menunjang
pendidikan.
Beberapa tantangan globalisasi yang harus disikapi guru dengan
mengedepankan profesionalisme adalah sebagai berikut:
a. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan
mendasar.
Dengan kondisi ini guru harus bisa menyesuaikan diri dengan
responsif, arif, dan bijaksana. Responsif artinya guru harus bisa menguasai
dengan baik produk iptek, terutama yang berkaitan dengan dunia
pendidikan, seperti pembelajaran dengan menggunakan multimedia. Tanpa
penguasaan iptek yang baik, maka guru akan tertinggal dan menjadi
korban iptek.
b. Krisis moral yang melanda bangsa negara Indonesia
Akibat pengaruh iptek dan globalisasi telah terjadi pergesaran nilai-
nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai tradisional yang
sangat menjunjung tinggi moralitas kini sudah bergeser seiring dengan
pengaruh iptek dan globalisasi. Pengaruh hiburan cetak maupun elektronik
yang menjurus pada hal-hal pornografi telah menjadikan remaja tergoda

7
dengan kehidupan yang menjurus pergaulan bebas dan materealisme.
Mereka sebenarnya hanya menjadi korban dari globalisasi yang selalu
menuntut kepraktisan, kesenangan belaka (hedonisme) dan budaya instant.
Salah satu survei yang dilakukan sebuah lembaga di Yogyakarta
menunjukan angka mengkhawatirkan, yaitu sekitar 10% siswa tingkat
SMP di kota itu pernah berhubungan badan. Tentu saja hasil survei
tersebut mengejutkan kita semua, mengingat rata-rata usia siswa SMP 12-
15 tahun, suatu usia yang masih belum waktunya untuk melakukan suatu
hubungan seperti layaknya suami istri. Disamping itu, kita mengenal
bahwa Yogyakarta merupakan kota pelajar. Fenomena tersebut
menunjukkan bahwa arus globalisasi, terutama yang bersifat negatif, bila
tidak hati-hati akan menghancurkan generasi muda dengan perilaku-
perilaku menyimpang.
c. Krisis sosial, seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dam
kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat
Akibat perkembangan industri dan kapitalisme maka muncul
masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat. Tidak semua lapisan
masyarakat bisa mengikuti dan menikmati dunia industri dan kapitalisme.
Mereka yang lemah secara pendidikan, akses, dan ekonomi akan menjadi
korban ganasnya industrialisasi dan kapitalisme. Ini merupakan tantangan
guru untuk merespons realitas ini, terutama dalam dunia pendidikan.
Sekolah sebagai lembaga pendidkan yang formal dan sudah mendapat
kepercayaan dari masyarakat harus mampu menghasilkan peserta didik
yang siap hidup dalam kondisi dan situasi bagaimanapun.
d. Krisis identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia
Sebagai bangsa dan negara di tengah bangsa-bangsa di dunia
membutuhkan identitas kebangsaan (nasionalisme) yang tinggi dari warga
negara Indonesia. Semangat nasionalisme dibutuhkan untuk tetep eksisnya
bangsa dan negara Indonesia. Nasionalisme yang tinggi dari warga negara
akan mendorong jiwa berkorban untuk bangsa dan negara sehingga akan
berbuat yang terbaik untuk bangsa dan negara. Dewasa ini ada

8
kecenderungan menipisnya jiwa nasionalisme di kalangan generasi muda.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti kurang apresiasinya
generasi muda pada kebudayaan asli bangsa Indonesia, pola dan gaya
hidup remaja yang lebih ke barat-baratan, dan beberapa indikator lainnya.
Melihat realitas diatas guru sebagai penjaga nilai-nilai nasionalisme harus
mampu memberikan kesadaran kepada generasi muda akan pentingnya
jiwa nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
e. Adanya perdagangan bebas, baik tingkat ASEAN, Asia Pasifik, maupun
Dunia
Kondisi di atas membutuhkan kesiapan yang matang terutama dari
segi kualitas sumber daya manusia. Dibutuhkan SDM yang andal dan
unggul yag bersaing dengan bangsa-bangsa lain di Dunia. Dunia
pendidikan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam
menciptakan SDM. Oleh karena itu di butuhkan guru yang visioner,
kompeten, dan berdedikasi tinggi sehingga mampu membekali peserta
didik dengan sejumlah kompetens yang diperlukan dalam kehidupan di
tengah-tengah masyarakat yang sedang dan terus berubah.3
Profesi guru dan problematika yang dihadapinya akan kami coba
uraikan dalam makalah ini. Bukan berarti kami hendak merendahkan profesi
guru, tapi sebaliknya berupaya mengungkapkan problem sekaligus solusi
yang dihadapinya karena guru juga manusia yang punya kekurangan dan
kelebihan. Problem pertama, guru yang terlihat jelas sekarang ini adalah
kurangnya minat guru untuk meneliti. Banyak guru yang malas untuk
meneliti di kelasnya sendiri dan terjebak dalam rutinitas kerja sehingga
potensi ilmiahnya tak muncul kepermukaan. Banyak guru menganggap kalau
meneliti itu sulit. Sehingga karya tulis mereka dalam bidang penelitian tidak
terlihat sama sekali. Padahal setiap tahun, depdiknas selalu rutin
melaksanakan lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran (LKGDP)
tingkat nasional yang diselenggarakan oleh direktorat Profesi Guru.

3
Kunandar, Guru Profesional. (Jakarta: PT.Grafindo Persada, 2007) hlm 36-40.

9
Biasanya para guru akan sibuk meneliti bila mereka mau naik pangkat
saja. Karenanya guru harus diberikan bekal agar dapat melakukan sendiri
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah sebuah penelitian yang
dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merencanakan,
melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif
dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil
belajar siswa dapat meningkat.
Problem kedua, guru adalah masalah kesejahteraan. Guru sekarang
masih banyak yang belum sejahtera. Terlihat jelas dikotomi antara guru
berplat merah (Baca PNS) dan guru berplat hitam (baca Non PNS). Banyak
guru yang tak bertambah pengetahuannya karena tak sanggup membeli buku.
Boro-boro buat membeli buku, untuk biaya hidupnya saja mereka sudah
kembang kempis.
Kenyataan di masyarakat banyak pula guru yang tak sanggup
menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi, karena kecilnya
penghasilan yang didapatnya setiap bulan. Dengan adanya sertifikasi guru
dalam jabatan, semoga kesejahteraan guru ini dapat terwujud. Banyak contoh
lain dari kehidupan guru yang meskipun kesejahteraannya kurang, tapi
komitmen terhadap pendidikan tetap tinggi. Sebaliknya berapa banyak guru
yang gajinya sudah tinggi tapi tetap ogah-ogahan mengajar. Semua ini
berpulang kembali pada mentalitas kita.
Problem ketiga, dari guru adalah kurang kreatifnya guru dalam
membuat alat peraga atau media pembelajaran. Selama ini masih banyak guru
yang menggunakan metode ceramah saja dalam pembelajarannya, tak ada
media lain yang digunakan sebagai alat bantu pembelajaran. Mereka tak
pernah berpikir untuk membuat sendiri media pembelajarannya. Kalau saja
para guru kreatif, pasti akan banyak ditemukan berbagai alat peraga dan
media yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan materi
pembelajarannya. Guru yang kreatif tak akan pernah menyerah dengan
keadaan. Kondisi minimnya dana justru membuat guru itu kreatif
memanfaatkan sumber belajar lainnya yang tidak hanya berada di dalam

10
kelas, seperti : Pasar, Museum, Lapangan olahraga, Sungai, kebun, dan lain
sebagainya.
Profesionalitas guru dalam menciptakan proses dan luaran pendidikan
persekolahan yang bermutu merupakan prasyarat mutlak demi terwujudnya
sumber daya manusia Indonesia yang kompetitif dan mandiri di masa datang.
Oleh karena itu diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan kontinyu bagi
peningkatan dan pengembangan kemampuan profesional guru.4

C. Problematika Guru dalam Pembelajaran


Berikut beberapa permasalahan yang dihadapi guu dalam pembelajaran:
1. Perilaku Menyontek di Kalangan Siswa Berstatus Remaja
Menyontek memiliki arti yang beraneka macam, akan tetapi
biasanya dihubungkan dengan kehidupan sekolah, khususnya bila ada
ulangan dan ujian. Cara menyontek dipakai oleh siswa untuk membantu
mendapatkan nilai yang tinggi dan mengurangi kemungkinan
mendapatkan nilai buruk.
Faktor-faktor penyebab siswa menyontek saat melaksanakan ujian
dan ulangan antara lain adalah:
a. Tekanan yang terlalu besar yang diberikan kepada hasil studi berupa
angka dan nilai yang diperoleh siswa dalam test formatif atau sumatif.
b. Pendidikan moral, baik di rumah maupun di sekolah kurang diterapkan
dalam kehidupan siswa.
c. Sikap malas yang tertanam dalam diri siswa sehingga ketinggalan
dalam menguasai mata pelajaran dan kurang bertanggung jawab.
d. Anak remaja lebih sering menyontek daripada anak SD, karena masa
remaja bagi mereka penting sekali memiliki banyak teman dan populer
dikalangan teman-teman sekelasnya.
e. Kurang mengerti arti dari pendidikan
Contoh kasus:

4
Purwanto, Profesi Guru dan Problematika yang dihadapinya, http://purwanto.web.id (Di
akses pada pukul 12:05 08/12/2017).

11
Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di
sekolah,menjadi beberapa sumber masalah bagi siswa, karena jika siswa
tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi,
maka siswa akan menjadi kurang percaya diri jika harus berkompetensi
dengan teman-teman sekelasnya.
Pada penelitian Anderman dkk menunjukan bahwa sekolah
menengah pertama lebih mengutamakan kompetensi dan perbedaan
kemampuan siswa dalam belajar daripada memperhatikan cara siswa
belajar dan pengalaman yang didapatkan. Sebagai seorang siswa
diharapkan menjadi siswa yang berkualitas dnegan memiliki prestasi
diberbagai bidang. Ada berbagai faktor yang memepengaruhi kualitas
siswa antara lai fasilitas sekolah, kurikulum, kualitas guru yang mengajar
tidak kalah penting adalah ketertiban orang tua dalam menunjang proses
belajar. Saat proses belajar dikelas, terjadi interaksi antara guru dengan
siswa yang saling mempengaruhi satu sama lain. Umumnya keadaan yang
ditampilkan dalam suatu kelas ataupun situasi disekolah akan
dipersepsikan tertentu dalam diri siswa, misalnya adanya situasi kelas yang
semua siswanya aktif, cara mengajar guru, dan adanya persaingan prestasi
antar siswa.
Standar nilai yang selalu mengalami peningkatan merupakan salah
satu usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas lulusan, baik
sekolah menengah maupun sekolah dasar. Tuntutan untuk memenuhi
minimal jumlah atau rata-rata nilai yang telah ditetapkan Departemen
Pendidikan Nasional seharusnya memacu peserta didik untuk bersungguh-
sungguh dalam memahami setiap mata pelajaran, sebuah tujuan utama dari
diterapkan Sistem Pendidikan. Menyadarkan para siswa akan tanggung
jawabnya sebagai peserta didik, yang kemudian justru dianggap sebagai
beban berlebih sehingga menaikkan tingkat stres anak.
Menjadi beban berlebih mungkin terasa sangat berat bagi
kebanyakan anak sekolah yang terbiasa santai menghadapi angka-angka
merah dirapotnya. Tetapi tidak jika anak sudah dilatih dengan terapi

12
penanggulangan stres berlebih sejak dini. Namun diantara tekanan-tekanan
tersebut, ada keinginan meraih hasil terbaik disetiap mata pelajaran.5
2. Mengapa Peserta Didik Mudah Mengalami Kejenuhan Belajar
Menurut Cross (1974)vdalam bukunya The Psychology of Learning,
keletihan siswa dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yakni:
a. Keletihan indera siswa,
b. Keletihan fisik siswa,
c. Keletihan mental siswa.
Selain faktor dari dalam induvidu tersebut atau yang disebut faktor
internal, terdapat juga faktor eksternal, anatara lain sebagai berikut:
a. Lingkungan
b. Sarana dan fasilitas
c. Guru
Contoh kasus:
“Saya sudah belajar, tapi meterinya sulit dipahami dan semakin
lama semakin jenuh saya dalam melakukan kegiatan belajar!” kata seorang
siswa.
Faktor yang juga mempengaruhi terjadinya kejenuhan belajar siswa,
yaitu sistem pembelajaran yang monoton khususnya dalam penyampaian
materi oleh guru yang bersangkutan.6
3. Pentingnya Motivasi Breperstasi dalam Belajar
Motivasi breprestasi atau kebutuhan untuk berprestasi pertama kali
diperkenalkan oleh David mcclelland. Menurutnya untuk membuat sebuah
pekerjaab berhasil, maka yang terpenting adalah sikap yang terhadap
pekerjaan tersebut. Dari hail penelitiannya bahwa karakteritik umum dari
orang yang memiliki motivasi berprestai adalah: 1) mencapai keberhasilan
lebih penting daripada meteri atau imbalan finansial, 2) melaksanakan
tugas dengan sukses 3) keamanan dan kedudukan bukan motivasi utama,

5
Mubiar Agustin, Permasalahan Belajar dan Inovasi Pembelajaran, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2011), hlm. 4-7.
6
Ibid, hlm. 11-14.

13
4) menginginkan umpan balik dari pekerjaanya, dan 5) selalu mencari cara
terbaik untuk menyelesaikan sesuatu pekerjaan.
Faktor-faktor motivasi berprestasi:
a. Tingkah laku dan karekteristik anak
b. Harapan orang tua
c. Lingkungan
d. Penekanan kemandirian
e. Praktik pengasuhan anak
f. Aspek pembeda tingkat motivasi berprestasi
g. Mengambil tanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya
h. Memperhatikan umpan balik tentang perbuatannya
i. Mempertimbangkan resiko
j. Kreatif dan inovatif
Contoh kasus
Seorang siswa kela 10 SMA, dia lebih senang membolos dan kabur
dari sekolah sebelum jam sekolah selesai. Sehingga dia sering mengikuti
ulangan ataupun mengumpulkan tugas susulan. Dia merasa malas dan
tidak bersemangat, dengan alasan bahwa pendidikan itu tidak penting. Dia
merasa tidak ada penghargaan terhadap kemampuannya,meskipun dia
protes terhadap guru tersebut, namun guru itu tidak menghiraukannya.
Mulai saat itu subjek berubah menjadi seorang anak yang pemalas.7
4. “Underachiever”, Anak dengan Bakat Luar Biasa yang Tertutupi
Butle-por (dalam oxfordbrooks.ac.uk, 2006) menyatakan bahwa
underachievement bukan disebabkan karena ketidakmampuan untuk
melakukan sesuatu denagan lebih baik, tetapi karena pilihan-pilihan yang
dilakukan dengan sadar atau tidak sadar. Ada dua set utama yang
mempengaruhi performa underchieveryaitu emoi dan motivasi, dan faktor
yang berhubungan dengan strategi belajar. Ada juga faktor lain yang
menyebabkannya, yaitu:
a. Faktor lingkungan sekolah

7
Ibid, hlm. 19-23.

14
b. Faktor keluarga
c. Faktor internal
Ramadhan (2008) mengemukkan beberapa hal dalam diri anak yang
dapat menyebabkan anak tersebut menjadi underachiever, yaitu:
a. Persepsi diri
b. Hasrat berprestasi
c. Locus of control
d. Pola dan strategi belajar
Salah satu karakteristik kepribadian siswa underachiever adalah
rendahnya konsep diri. Siswa biasanya menutupi ini dengan
mengembangkan mekanisme pertahanan diri seperti bertindak agresif
ataupun membuat keributan/lelucon dikelas.8
5. Bagaimana memperlakukan anak slow learner
Slow learner yaitu suatu istilah nonteknis yang dengan berbagai cara
dikenakan kepada anak-anak yang sedikit terbelakang secara mental, atau
yang berkembang lebih lambat daripada kecepatan normal.
Slow learner adalah anak dengan tingkat penguasaan materi rendah,
padahal materi tersbut merupakan prassyarat bagi kalanjutan dipelajaran
berikutnya, sehingga mereka sering harus mengulang. Kecerdasan mereka
memang di bawah rata-rata, tetapi mereka bukan anak yang tidak mampu,
hanya mereka butuh perjuangan yang keras untuk menguasai apa yang
dminta dikelas reguler. Faktor penyebab slow learner:
a. Faktor internal/faktor genetik/Hereditas
b. Faktor eksternal/lingkungan9
6. Anak Diskalkulia
Diskalkulia adalah permasalahan khusus dalam berhitung yang
memiliki konotasi medis, di mana berkaitan dengan gangguan sistem
syaraf dan tidak terkait dengan kemampuan untuk memahami konsep

8
Ibid, hlm. 28-32.
9
Ibid, hlm. 39.

15
matematika atau untuk memahami abstraksi yang dibutuhkan matematika.
Adapun karakteristik anak diskakulia, yaitu:
a. Mengalami gangguan dalam hubungan keruangan
Anak diskalkulia mengalami kesulitan untuk membedakan atas dan
bawah, tinggi dan rendah, jauh dan dekat. Gangguan ini menyebabkan
anak diskalkulia tidak mampu mengidentifikasi jika angka 7 lebih dekat
ke angka 6 dari pada ke angka 4.
b. Mengalami gangguan dalam persepsi visual
Anak diskalkulia sering mengalami kesulitan melihat berbagai objek
dalam suatu kelompok. Sehingga anak diskalkulia mengalami kesulitan
menjumlahkan dua kelompok benda yang terdiri dari beberapa anggota.
c. Mengalami gangguan asosiasi visual-motor
Anak diskalkulia seringkali tidak bisa menghitung benda-benda secara
berurutan sambil menyebutkan bilangannya. Anak diskalkulia mungkin
baru memegang benda ketiga tetapi telah mengucapkan “lima”, atau
sebaliknya.
d. Mengalami gangguan perhatian (perseverasi)
Perhatian anak diskalkulia cenderung melekat pada suatu objek dalam
waktu lama.
e. Mengalami kesulitan mengenai dan memahami simbol
Anak diskalkulia sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan
menggunakan simbol-simbol matematika seperti simbol +, -, =, >, <,
dan sebagainya. Kesulitan ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan
persepsi visual.
Contoh kasus:
WZ, seorang anak berusia 9 tahun tetapi masih duduk di kelas 2
Sekolah Dasar. Dua tahun berturut-turut WZ tinggal kelas karena nilai
pelajaran matematikanya sangat rendah. Padahal WZ termasuk anak yang
cukup cerdas, tingkat intelegensinya di atas rata-rata, dan tidak memiliki
masalah dengan mata pelajaran lain di luar matematika. WZ setiap hari
mendapatkan pelajaran matematika tambahan, dan ibunya tidak pernah

16
absen membimbing WZ setiap hari, namun kemampuan matematika WZ
tidak banyak berubah. Dalam proses perhitungan, WZ masih sering
tertukar antara penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Angka yang seharusnya dijumlahkan menjadi dikurangi, dan atau
sebaliknya. Terkadang WZ tahu bahwa angka tersebut harus dijumlahkan,
namun WZ tidak dapat menghitung penjumlahan tersebut. WZ merupakan
salah satu contoh anak yang mengalami diskalkulia.10
7. Anak Disleksia
Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia. Perkataan
disleksia berasal dari bahasa Yunani yang artinya “kesulitan membaca”.
Ada nama-nama lain yang menunjukkan kesulitan belajar membaca yaitu
corrective readers dan remedial readers sedangkan kesulitan belajar
membaca yang berat sering disebut aleksia.
Menurut Mencer ada empat kelompok karakteristik kesulitan belajar
membaca, yaitu berkenaan dengan (1) kebiasaan membaca, (2) kekeliruan
mengenal kata, (3) kekeliruan pemahaman, dan (4) gejala-gejala
serbaneka.
Contoh kasus:
Pada suatu ketika ada seorang ibu yang mengeluhkan tentang
perilaku anaknya, sebut saja Rudi. Rudi adalah seorang anak kelas 2 SD
yang saat ini tidak ingin sekolah lagi. Nilai yang diperoleh Rudi semakin
menurun dibanding sebelumnya. Rudi juga enggan mengerjakan PR
bahasa Indonesia yang diberikan oleh gurunya dengan alasan bosan dan
sudah bisa. Dengan penuh kesabaran ibunya membujuk Rudi untuk
mengerjakan soal bahasa Indonesianya itu, sebelum menjawab pertanyaan
yang tersedia ibu meminta Rudi untuk membaca cerita pendek yang ada
pada buku pegangan miliknya. Namun betapa kaget dan shock ibunya saat
mengetahui bahwa Rudi masih mengeja satu per satu huruf dari cerita
pendek tersebut. Kemudian ibunya pun mendatangi gurunya dan
menanyakan keadaan Rudi jika di sekolah. Gurunya menjelaskan bahwa

10
Ibid, hlm. 46-50.

17
Rudi adalah siswa yang patuh, dan selalu memerhatikan guru saat diberi
penjelasan. Namun Rudi sering terlihat malas dan tidak mau mengerjakan
terutama saat pelajaran bahasa, mencongak atau membaca. Saat ini ibunya
merasa kebingungan atas apa yang terjadi pada anaknya. Di antara
kebingungannya, sang ibu kemudian membawa Rudi ke seorang Psikolog
dan menemukan jawabannya bahwa Rudi mengalami Disleksia. Contoh
kasus tersebut merupakan suatu persoalan yang sering dialami oleh orang
tua. Tidak jarang pula orang tua mengalami kesulitan dalam
mengidentifikasi persoalan yang sedang menimpa anaknya. Permasalahan
anak di sekolah banyak disebabkan karena anak mengalami kesulitan
dalam belajar. Anak dengan permasalahan belajar biasanya mempunyai
permasalah yang khusus yakni mengalami kesulitan membaca, sedangkan
inteligensinya normal dan tidak mempunyai penyimpangan lain.11
8. Anak Disgrafia
Kesulitan belajar menulis sering disebut juga disgrafia. Kesulitan
belajar menulis yang berat disebut juga agrafia. National Center for
Learning Disabilities (NCLD) menyebutkan bahwa disgrafia adalah
kesulitan belajar yang berhubungan dengan kemampuan menulis. Hal ini
dapat dilihat dari kesulitan mengeja, tulisan tangan yang buruk,
bermasalah saat menuliskan pemikiran di atas kertas. Berikut ini
merupakan beberapa ciri khusus anak dengan gangguan disgrafia:
a. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruh dalam tulisannya
b. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur
c. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional
d. Anak tampak harus berusaha keras saat mengomunikasikan suatu ide,
pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
e. Sulit memegang bolpoin ataupun pensil dengan mantap
f. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu
memerhatikan tangan yang dipakai untuk menulis

11
Ibid, hlm. 60.

18
g. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan
proporsional
h. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh
tulisan yang sudah ada.
Contoh kasus:
Masalah umum yang biasanya berhubungan dengan disgrafia salah
satunya adalah stres. Seringkali siswa penderita disgrafia akan mengalami
frustasi saat menghadapi tugas menulis ataupun ejaan. Untuk anak yang
lebih muda akan menolak dan menangis untuk menyelesaikan tugas
tertulis. Kesulitan belajar menulis (disgrafia) ini menghambat dalam
proses belajar anak. Kebanyakan dari mereka juga seringkali mengalami
frustasi karena dianggap bodoh oleh orang tua dan guru. Mereka merasa
seolah-olah tidak ada yang percaya dengan kemampuan yang mereka
miliki.
Sebenarnya, mereka ingin mengekspresikan pikiran, pengetahuan
dan perasaan yang mereka miliki dalam bentuk tulisan, hanya saja mereka
mengalami hambatan. Hambatan yang mereka alami penyebabnya bukan
karena mereka malas belajar, bodoh atau nakal seperti yang orang-orang
pikir. Hambatan yang dialami mereka penyebabnya bersifat intrinsik dan
diperkirakan karena disfungsi sistem saraf pusat.12
9. Anak berkebutuhan khusus : Tuna Grahita
Anak tuna grahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada di
bawah rata-rata. Di samping itu, mereka mengalami keterbelakangan
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Mereka kurang cakap dalam
memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit dan yang berbelit-belit.
Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan untuk sehari dua
hari atau sebulan atau dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya, dan bukan
hanya dalam satu dua hal tetapi hampir segala-galanya, lebih-lebih dalam
pelajaran seperti mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan
simbol-simbol, berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat

12
Ibid, hlm. 65-68.

19
teoritis. Juga mereka kurang atau terhambat dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan.
Contoh kasus:
MAZ adalah salah satu anak berkebutuhan khusus (down syndrome).
Dia menempuh jenjang pendidikan kelas 6 SD. Usia MAZ 13 tahun. Down
syndrome tergolong tunagrahita yang memiliki ciri-ciri: mata sipit dan
miring, lidah tebal dan berbelah-belah serta biasanya suka menjulur keluar,
telinga kecil, tangan kering, makin dewasa kulit makin kasar. Anak tuna
grahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada dibawah rata-rata.
Disamping itu mereka juga mengalami keterbelakangan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Mereka kurang cakap dalam
memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit dan berbelit-belit.
Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan untuk sehari dua
hari atau sebulan dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya, dan bukan
hanya dalam satu dua hal tetapi hampir segala-galanya, lebih-lebih dalam
pelajaran seperti mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan
simbol-simbol, berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat
teoritis. MAZ mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, berhitung dan
baca tulis.13
10. Model pembelajaran yang bersifat konvensional
Pembelajaran yang dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan
formal saat ini masih banyak yang menggunakan model pembelajaran
yang bersifat konvensional. Menurut Ujang Sukandi, pembelajaran
konvensional ditandai dengan guru lebih banyak mengajarkan tentang
konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui
sesuatu bukn mampu melakukan sesuatu, dan pada saat proses
pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Jadi, pendekatan
konvensional yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih
banyak didominasi gurunya sebagai “pentransfer” ilmu, sementara siswa
lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.

13
Ibid, hlm. 72-76.

20
Akibatnya, proses belajar tidak berjalan secara kreatif, efektif dan
menyenangkan. Pada model pembelajaran ini, kadang-kadang konsentrasi
siswa terpecah dengan hal lainnya, akibatnya siswa kurang memahami
materi pelajaran. Tak sedikit siswa yang merasa bosan dan jenuh di kelas,
bahkan tak sedikit juga siswa yang menggunakan kegiatan belajar sebagai
ajang untuk melamun, tidur dan mengganggu temannya. Hal ini dapat
membuat hasil belajar siswa tidak maksimal.
Selain itu, metode pembelajaran konvensional yang pada umumnya
digunakan oleh pendidik, cenderung menekankan pada pola kerja otak kiri
siswa saja. Padahal belajar dikatakan berhasil bila otak difungsikan secara
optimal atau fungsi otak lebih optimal bila seluruh bagian otak dapat
diaktifkan.
Contoh kasus:
Saat ini, situasi pembelajaran di kelas masih banyak yang
menggunakan model pembelajaran konvensional yang menjadi favorit
guru-guru di sekolah. Model pembelajaran konvensional ini dipandang
sebagai suatu aktivitas pemberian informasi di mana guru memberikan
informasi dengan ceramah dan siswa hanya mendengarkan atau mencatat.
Akibatnya, proses belajar tidak berjalan secara kreatif, efektif dan
menyenangkan. Pada model pembelajaran ini, kadang-kadang konsentrasi
siswa terpecah dengan hal lainnya, akibatnya siswa kurang memahami
materi pelajaran. Tak sedikit siswa yang merasa bosan dan jenuh di kelas,
bahkan tak sedikit juga siswa yang menggunakan kegiatan belajar sebagai
ajang untuk melamun, tidur dan mengganggu temannya. Hal ini dapat
membuat hasil belajar siswa tidak maksimal.
Dengan metode pembelajaran konvensional yang hanya melibatkan
siswa pada kegiatan mendengarkan dan mencatat, siswa cenderung
mengasah otak kirinya saja yang hanya memiliki kemampuan daya serap
sebesar 20 persen. Sementara 80 persen lagi pada bagian otak lain masih
jarang diasah. Padahal belajar dikatakan berhasil bila otak difungsikan

21
secara optimal atau fungsi otak lebih optimal bila seluruh bagian otak
dapat diaktifkan
Otak merupakan bagian terpenting dari organ manusia yang berperan
utama dalam belajar. Otak juga memiliki beberapa bagian, yang harus
diasah secara bersamaan agar fungsinya dapat lebih optimal.14
11. Penerapan Kecerdasan Jamak dalam sistem pembelajaran
Dewasa ini, sistem pembelajaran di Indonesia lebih menuntut peserta
didik untuk menguasai keseluruhan bidang pelajaran. Hal ini terlihat dari
syarat kelulusan yang mengharuskan peserta didik mencapai standar nilai
yang telah ditentukan pemerintah pada beberapa mata pelajaran. Ini
menyebabkan peserta didik kurang bisa mengeksplor kemampuannya
dalam suatu bidang tertentu atau bahkan peserta didik tersebut memiliki
beberapa kemampuan di bidang lainnya di luar mata pelajaran tersebut
yang belum tergali secara maksimal. Anggapan bahwa pintar itu berarti
menguasai kemampuan logika dan bahasa merupakan kekeliruan yang
besar. Ini disebabkan karena tolak ukur cerdas tidak hanya terletak pada
kedua kemampuan itu saja, tapi juga bisa dilihat pada 8 kecerdasan lainnya
yang dikemukakan oleh Gardner:
a. Kecerdasan verbal Linguistik (Verbal Linguistic Intelligence)
b. Kecerdasan logika matematika
c. Kecerdasan visual-spasial
d. Kecerdasan musikal
e. Kecerdasan jasmani-kinestetik
f. Kecerdasan interpersonal
g. Kecerdasan intrapersonal
h. Kecerdasan naturalistik
Contoh kasus:
Kendala bagi dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang
berkualitas adalah masih banyaknya sekolah yang mempunyai pola pikir
tradisional di dalam menjalankan proses belajarnya yaitu sekolah hanya

14
Ibid, hlm. 81-86.

22
menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kenyataan
ini senada dengan yang diungkapkan oleh Seto Mulyadi, seorang praktisi
pendidikan anak, bahwa suatu kekeliruan yang besar jika setiap kenaikan
kelas, prestasi peserta didik hanya diukur dari kemampuan matematika dan
bahasa. Dengan demikian sistem pendidikan nasional yang mengukur
tingkat kecerdasan peserta didik yang semata-mata hanya menekankan
kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi.
Pola pemikiran tradisional yang menekankan pada kemampuan
logika (matematika) dan bahasa memang sudah mengakar dengan kuat
pada diri setiap guru di dalam menjalankan proses belajar. Bahkan, dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Insan Kancil, pendidikan
Taman Kanak-kanak saat ini cenderung mengambil porsi sekolah dasar.
Sekitar 99 persen, Taman Kanak-Kanak mengajarkan membaca, menulis,
dan berhitung. Artinya, pendidikan Taman Kanak-Kanak telah
menekankan pada kecerdasan akademik, tanpa menyeimbanginya dengan
kecerdasan lain. Hal ini berarti pula bahwa sistem pendidikan yang
dilaksanakan oleh guru-guru masih tetap mementingkan kemampuan
logika (matematika) dan bahasa.15
12. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi
Di Indonesia sendiri, sebagian sekolah sudah mulai menerapkan
pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dalam kurikulumnya, namun
masih sebagian kecil sekolah saja, dan kebanyakan hanya sekolah-sekolah
kalangan atas dengan bayaran yang tinggi sehingga tidak menjangkau
seluruh kalangan dan hanya kalangan-kalangan tertentu yang dapat
menikmati metode belajar ini,
Namun yang mungkin masih menjadi penghambat terbesar dalam
pembelajaran berbasis Teknologi Informasi di Indonesia adalah sebagian
besar guru yang masih gagap teknologi atau “gaptek”, dan guru-guru itu
sendiri masih belum bisa menggunakan dan memahami cara kerja
Teknologi Informasi, sehingga para guru tersebut tentu saja tidak bisa

15
Ibid, hlm. 91-96.

23
melakukan pembelajaran berbasis Teknologi Informasi karena mereka
sendiri belum memahaminya.
Saat ini hal tersebut sudah mulai bisa diatasi karena ada banyak
program yang mendukung guru untuk dapat melakukan pembelajaran ini,
seperti pelatihan IT bagi guru-guru, beberapa aplikasi dan program
komputer yang ditujukan untuk membantu guru, dan program pemberian
laptop gratis atau laptop dengan kredit ringan bagi guru, sehingga
diharapkan dengan program-program tersebut, guru-guru tidak lagi gagap
teknologi, dan dapat menggunakan teknologi dalam proses belajar
mengajar.
Masalah lain dalam pembelajaran berbasis Teknologi Informasi,
hingga saat ini masih ada anggapan bahwa untuk belajar, gurulah yang
mendatangi rumah atau kantor. Guru masuk ke ruangan menyajikan materi
pembelajaran, membagi pengalaman atau menginformasikan sesuatu.
Anggapan ini tidak sepenuhnya benar karena saat ini belajar dapat
dilakukan melalui berbagai cara, apakah itu melalui media audio-visual:
televisi, video cassette, video compact disk (VOID), atau melalui
computer: CBT (Computer Based Training), CDI (Compact Disc
Interactive), CAI (Computer Assisted Instruction), dan IMI (Interactive
Multimedia Instruction) sera berbagai media lain yang dapat mendukung
proses belajar.16

D. Cara Mengatasi Problematika Guru


1. Perilaku Menyontek di Kalangan Siswa Berstatus Remaja
Guru dan pihak sekolah diharapkan meningkatkan pengawasan dan
memberi hukuman tegas pada siswa yang menyontek sehingga siswa tidak
berani mengulangi perbuatannya. Guru dapat membantu siswanya untuk
meninggalkan kebiasaan menyontek dalam ujian atau ulangan dengan
berusaha:

16
Ibid, hlm. 106.

24
a. Membentuk hubungan saling menghargai antara guru-siswa, serta
menolong murid beertindak jujur dan bertanggung jawab.
b. Mmbuat dan mendukung peraturan sehubungan dengan menyontek ,
karena siswa memahami peraturan dari tindakan guru.
c. Mengembangkan kebiasaan dan keterampilan belajar yang baik dan
menolong siswa merencanakan, melaksanakan cara belajar siswa.
d. Tidak membiarkan siswa menyontek jika hal tersebut terjadi dalam
kelas dengan teguran atau cara lain yang pantas dengan perbuatannya,
sebagai penerapan disiplin.
e. Menekankan “Belajar” lebih sekedar mendapat nilai, yaitu membantu
siswa memahami arti belajar sebagai tujuan mereka sekolah, dan nilai
akan nerarti bila murni dengan kemampuan siswa sendiri.
f. Bertanggung jawab merefleksikan “kebenaran dan kejujuran”, yaitu
guru menjadikan diri sebagai teladan siswa dalam menanamkan nilaim
kebenaran dan kejujuran.
g. Menggunakan teks subjektif sebagai dasar proses ulangan dan ujian.17
2. Peserta Didik Mudah Mengalami Kejenuhan Belajar
Untuk mengatasi kejenuhan belajar, ada beberapa upaya yang dapat
dilakukan, antara lain:
a. Melakukan istirahat dan mengonsumsi makanan dan minuman yang
bergizi dengan takaran yang seimbanmg.
b. Pengubahan atau penjadwalan kembali jam-jam dari hari-hari belajar
yang dianggap lebih memungkinkan siswa belajar lebih giat.
c. Memberikan motivasi dan stimulasi baru agar siswa merasa terdorong
untuk belajar lebih giat daripada sebelumnya.
d. Cari manfaat dari belajar yang dilakukan. Belajar yang dilakukan oleh
siswa pasti ada manfaatnya. Dengan belajar siswa bisa memperoleh
ilmu pengetahuan. Bisa menambah pertemanan dan mempererat tali
silaturahmi di antara siswa. Juga menambah wawasan dan pengalaman
hidup. Singkatnya, manfaat belajar, yaitu untuk persiapan masa depan

17
Ibid, hlm. 8.

25
yang lebih cerah. Semakin tahu manfaat belajar, akan semakin
bersemangat untuk belajar dan menghilangkan kejenuhan.
e. Lakukan belajar dengan perasaan senang dan kreatif. Suatu pekerjaan
yang dilakukan dengan perasaan senang akan menimbulkan semangat.
Begitu juga dengan kegiatan belajar, apabila merasa senang, siswa akan
belajar dengan gairah yang tinggi.
f. Anggaplah belajar itu sebagai kebutuhan yang mendesak. Belajar
jangan sampai hanya utnuk menggugurkan kewajiban. Artinya, belajar
selain sebagai kewajiban, juga harus menjadi kebutuhan yang harus
segera dipenuhi.18
Jadi, guru sebaiknya dalam memberikan materi pelajaran, guru dapat
menerangkan materi dengan menarik sehingga para siswa tidak merasa
jenuh. Hal-hal yang dapat dilakukan misalnya membuat variasi dalam
mengajar yaitu membuat permainan yang mendidik di tengah-tengah
pelajaran.
3. Pentingnya Motivasi Berprestasi dalam Belajar
Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk
menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
a. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.
Pada permulaan belajar mengajar hendaknya seorang guru
menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang akan
dicapai siswa, Tidak cukup hanya sampai di situ, guru juga bisa
memberikan penjelasan tentang pentingnya ilmu yang akan sangat
berguna bagi masa depan seseorang.
b. Hadiah
Berikan hadiah untuk siswa-siswi yang berprestasi. Hali ini akan
sangat memacu siswa untuk lebih giat dalam berprestasi, dan bagi siswa
yang belum berprestasi akan termotivasi untuk mengejar atau bahkan
mengungguli siswa yang telah berprestasi.
c. Saingan/Kompetisi

18
Ibid, hlm. 15.

26
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk
meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi
yang telah dicapai sebelumnya.
d. Pujian
Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan
penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.
Bisa dimulai dari hal yang paling kecil seperti “ beri tepuk tangan bagi
si Budi…”, “Kerja yang bagus…”, “wah itu kamu bisa…”
e. Hukuman
Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat
proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar
siswa tersebut mau mengubah diri dan berusaha memacu motivasi
belajarnya.
Jadi, guru adalah orang tua kedua siswa di sekolah, peran guru selain
menjadi pengajar juga harus menjadi pendidik, sehingga anak di sekolah
dapat merasakan bagaimana diperhatikan dan disayangi. Kesalahan dan
kenakalan siswa pasti banyak terjadi namun tidak semua kesalahan itu
mutlak gara-gara siswa itu sendiri, tetapi sebaliknya guru juga harus
bercermin bahwa ketidakberhasilan siswa itu, mungkin terjadi akibat
tingkah laku guru itu sendiri. Berikan kepada siswa motivasi yang tinggi
dengan penuh kasih saying dan menempatkan hukuman sesuai pada
tempatnya.19
4. “ Underachiever”, Anak dengan Bakat Luar Biasa yang Tertutupi
Model trifokal yang diajukan Rimm (dalam Joan, 2004) adalah salah
satu pendekatan yang paling komprehensif untuk mengatasi siswa yang
underachiever. Model ini melibatkan individu sendiri, lingkungan rumah
dan sekolah. Masing-masing pihak yang terlibat tersebut diikutsertakan
dalam program trifocal ini, sehingga setiap orang yang diperkirakan
berkontribusi terhadap masalah underachiever dapat menyelesaikan
masalah anak dengan lebih komprehensif. Agar dapat mengatasi siswa

19
Ibid, hlm. 24.

27
underachiever dengan tepat, maka diperlukan intervensi yang berbeda
pada setiap kasus karena menurut Hansford underachievement sangat
spesifik pada individu masing-masing.
Jadi, kembangkan terus kerja sama dengan pihak sekolah yang
disesuaikan dengan permasalahan spesifik anak. Sementara itu, jangan
lupa terus melakukan perbaikan internal di dalam rumah yang dapat lebih
mendorong anak utnuk berprestasi.20
5. Bagaimana Memperlakukan Anak Slow Learner
1) Metode Belajar bagi Siswa Slow-Learner
Anak slow learner mungkin merupakan cobaan berat bagi seorang
guru. Keadaan anak yang memang tidak memungkinkan untuk
memuaskan seorang guru lewat prestasi belajar membuatnya perlu
diperhatikan dan dibimbing dengan caranya sendiri. Tiga dari lima
siswa yang dibimbing seorang guru bisa merupakan anak slow learner,
maka pengetahuan yang memadai mengenai bagaimana cara yang tepat
untuk mengakomodasi mereka sangat diperlukan. Berikut ini adalah
hal-hal yang dapat membantu guru dalam menghadapi anak slow
learner.
a. Pahami bahwa anak membutuhkan lebih banyak pengulangan, 3
sampai 5 kali, untuk memahami suatu materi dibandingkan anak
laindengan kemampuan rata-rata. Maka, dibutuhkan penguatan
kembali melalui aktivitas praktik dan yang familiar, yang dapat
membantu proses generalisasi.
b. Anak slow learner yang tidak berprestasi dalam akademik dasar
dapat memperoleh manfaat melalui kegiatan tutorial di sekolah atau
privat.
c. Adalah masuk akal dan dapat dibenarkan untuk memberi mereka
kelas yang lebih singkat dan tugas yang lebih sederhana.

20
Ibid, hlm. 33.

28
d. Berusahalah untuk membantu anak membangun pemahaman dasar
mengenai konsep baru daripada menuntut mereka menghafal materi
dan fakta yang tidak berarti bagi mereka.
e. Gunakan demonstrasi dan petunjuk visual sebanyak mungkin, jangan
sampai membingungkan mereka dengan terlalu banyak verbalisasi.
f. Jangan memaksa anak slow learner bersaing dengan anak yang
berkemampuan lebih tinggi. Adakan persaingan dalam program
akademik yang tidak akan menyebabkan sikap negative dan
pemberontakan terhadap proses belajar.
g. Konsep yang sederhana yang diberikan kepada anak pada permulaan
unit instruksiasi dapat membantu penguasaan materi selanjutnya.
h. Anak sebaiknya diberi tugas, terutama dalam pelajran social dan
ilmu alam, yang terstruktur dan konkret. Proyek-proyek besar yang
membutuhkan matangnya kemampuan organisasional dan
kemampuan konseptual sebaiknya dikurangi.
i. Tekankan hal-hal setelah belajar, berikan insentif dan motivasi yang
bervariasi.
j. Berikan banyak kesempatan bagi anak untuk bereksperimen dan
mempraktikkan konsep baru dengan materi yang konkret atau situasi
yang menstimulasi.
k. Pada awal setiap unit, kenalkan anak dengan materi-materi yang
familiar.
l. Sederhanakan petunjuk dan yakin bahwa petunjuk itu dapat
dimengerti.
m. Penting bagi guru untuk mengetahui gaya belajar masing-masing
anak, ada yang mengandalkan kemampuan visual, auditoria tau
kinestetik.
2) Penyelesaian Masalah bagi Slow-Learner
a. Pemeliharaan Sejak Dini
Bila factor lingkungan merupakan penyebab utama yang
memengaruhi intelegensi, pencegahan awalnya mungkin dengan

29
mengubah lingkungan masyarakat dan lingkungan belajarnya. Dalam
suatu penelitian, setiap anak tinggal di dalam kamar yang berbeda
dan hidup bersama dengan orang dewasa. Mereka mendapat
perawatan yang khusus serta cermat dari para perawat wanita yang
berpendidikan rendah. Dari hasil tes IQ terlihat adanya kemajuan.
Dari sini dapat disimpulkan perawatan dini dan pemeliharaan secara
khusus dapat menolong mengurangi tingkat kelambanan belajar.
b. Pengembangan Secara Keseluruhan
Usahakan agar anak mau mengembangkan bakatnya sebagai
upaya mengalihkan perhatiannya dari kelemahan pribadi yang telah
membuat mereka kecewa dan apatis.
c. Lembaga Pendidikan, Kelas atau Belajar Khusus
Dalam sekolah umum dapat dibentuk kelas khusus bagi anak
slow learner. Anak slow learner membutuhkan perhatian yang lebih
intensif dalam proses belajar mereka. Dengan dibentuk kelas atau
kelompok yang relative kecil, pembelajaran akan focus pada mereka
dan penggunaan metode yang berbeda dengan siswa yang regular
dapat lebih leluasa.
d. Memberikan Pelajaran Tambahan
Sekolah dapat mengatur atau menambah guru khusus untuk
menolong kebutuhan belajar anak. Kemudia sekolah juga dapat
menyediakan program belajar melalui komputer.
e. Latihan Indra
Kesulitan belajar bagi anak yang lamban berhubungan erat
dengan intelektualitasnya . Jadi, penting juga untuk memberikan
beberapa teknik latihan indra kepada mereka. Anak memiliki gaya
belajar yang berbeda. Dengan mengasah kemampuan indra yang
dominan pada mereka akan mempermudah proses pemahaman alam
belajar mereka.
f. Prinsip Belajar

30
Semua usaha yang melatih anak untuk meningkatkan daya
belajarnya, sebaiknya memperhatikan prinsip dan keterampilan
belajar.
g. Dukungan Orang Tua
Dorongan dan bantuan orang tua erat hubungannya dengan
hasil belajar anak yang lamban. Bila dalam mengulangi apa yang
dipelajari di sekolah, orang tua bekerja sama dengan guru dalam
memberikan metode dan pengarahan yang sama , tentu akan
diperoleh hasil yang lebih baik.21
Jadi, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak slow learner
berbeda dengan anak debil, baik dari segi fisiknya maupun psikis. Oleh
karena itu, kemampuannya pun berbeda, nila anak debil tidak dapat
menyelesaikan pendidikannya sampai sekolah dasar maka anak slow
learner ini masih dapat menyelesaikan pendidikannya pada sekolah dasar
bila mendapat pelayanan yang sesuai.
6. Diskalkulia: Sesulit itukah belajar Matematika
Anak diskalkulia tidak dapat diperlakukan sama seperti anak lain
pada umumnya maka diperlukan penangan khusus agar anak diskalkulia
dapat memecahkan persoalan matematika dengan baik. Berikut ini langkah
penanganan yang dapat diberikan pada anak Diskalkulia:
a. Asessmen
Asesmen dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
anak dalam Matematika. Asesmen dapat dilakukan secara formal dan
informal. Asesmen informal dapat dilakukan dengan melakukan
observasi terhadap perilaku keseharian anak. Sedangkan asesmen
formal mencakup tes yang bersifat umum untuk digunakan dalam
kelompok dan yang digunakan secara individual.
b. Pengajaran Remedial Matematika
Ada 2 metode yang dapat diajarkan kepada anak diskalkulia
yaitu:

21
Ibid, hlm. 41-42.

31
a. Metode Teritorial
Metode ini diperlukan pendampingan dari spesialis berkompeten
yang memiliki spesial skill untuk anak diskalkulia. Mereka umumnya
mengajarkan berhitung dengan menggunakan tangan.
b. Metode Visual
Yaitu memulai dari hal yang konkret ke abstrak. Pemberian
gambar yang tidak membutuhkan angka, sambil disertai bicara untuk
menerangkan gambar tersebut.
c. Menyediakan Kesempatan untuk Berlatih dan Mengulang
Anak diskalkulia memerlukan banyak latihan dan pengulangan.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memberi latihan dan
pengulangan pada anak diskalkulia, yaitu:
1) Melakukan generalisasi ke situasi baru
Anak dapat dilatih komputasi dengan banyak soal cerita yang
diciptakan oleh guru atau siswa sendiri. Hal ini dilakukan untuk
memperoleh keterampilan dalam mengenal dan mengaplikasikan
operasi-operasi komputasional terhadap situasi baru yang berbeda-
beda.
2) Menyajikan program Matematika yang seimbang
Program Matematika yang seimbang mencakup kombinasi
antar tiga elemen yaitu konsep, keterampilan, dan pemecahan asalah.
Ketiga elemen tersebut harus diajarkan secara seimbang dan saling
terkait.
3) Penggunaan Kalkulator
Kalkulator dapat digunakan setelah siswa memiliki
keterampilan kalkulasi. Dengan demikian, penggunaan kalkulator
bukan untuk menanamkan penalaran Matematika.22
Jadi, uraian di atas dapa disimpulkan bahwa guru harus memiliki
kesabaran yang ekstra, juga harus memiliki metode khusus dalam

22
Ibid, hlm. 50-51.

32
menangani anak diskalkulia. Metode yang paling sering digunakan untuk
mengajarkan anak berhitung menggunakan benda yang konkret.
7. Disleksia Bukan Merupakan Suatu Kebodohan
Penanganan anak-anak dileksis memerlukan treatment khusus.
Idealnya dalam sebuah sekolah memiliki tenaga psikologi atau tenaga
kesehatan profesioanl, sehingga anak-anak dileksis dapat ditangani secara
khusus. Orang tua perlu dilibatkan dalam setiap penanganan yang
dilakukan.
Tes-tes yang diberikan perlu persetujuan orang tua sehingga orang
tua di rumah juga ikut berperan selama proses penyembuhan. Tes yang
diberikan kepada anak kadang dapat membuat anak menjadi stres. Oleh
karena itu, diperlukan suasana yang dapat menciptakan anak merasa
senang dengan tes-tes yang diajukan. Tenaga ahli akan memerhatikan
suasana mood anak dengan evaluasi ketat agar anak tidak menjadi tertekan
karena tes-tes yang melelahkan.
Langkah yang diambil oleh pihak sekolah adalah membuat kelas
khusus untuk anak dileksis, stretegi ini di luar kelas regular, merupakan
langkah terbaik dibandingkan mereka harus belajar normal bersama siswa
yang lain. Biasanya anak-anak dileksis ditangani selama 1 tahun secara
efektif. Anak dileksis membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitarnya,
termasuk anggota keluarga. Dukungan ini sangat berarti bagi anak untuk
melawan disleksia.23
8. Disfragia: Tak Bisa Menulis Bukan Berarti Tak Bisa Belajar
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membantu mereka
diantaranya adalah:
a. Pahami keadaan dan kemampuan anak
Sebaiknya kita harus memahami keterbatasan anak, kita tidak bisa
memaksakan hal yang memang bisa mereka lakukan. Kita harus
berusaha untuk tidak mebanding-bandingkan mereka dengan anak lain
karena hal tersebut hanya akan membuat anak menjadi stres dan

23
Ibid, hlm. 63.

33
frustasi, bahkan sampai tidak inin lagi belajar menulis. Sebisa mungkin
kita mengerjakan tugas yang singkat sesuai dengan kemampuan anak.
b. Ajari anak menulis dengan huruf sambung
Tulisan sambung memiliki beberapa keuntungan bagi anak
dengan disfragia. Berarti tulisan ini memudahkan anak karena anak
tidak perlu banyak-banyak mengangkat pensil dan memudahkan anak
yang mengalami kesulitan dalam memberikan spasi pada tulisan.
Tulisan sambung memudahkan anak untuk membedakan huruf-huruf
yang mirip seperti b,d,p, dan q. Tapi berikan juga pengajaran huruf
cetak untuk membantu anak menggunakan alat bantu menulis lain,
seperti komputer.
c. Membangun rasa percaya diri pada anak
Kita harus bisa menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri anak
agar mereka tetap bersemangat untuk berlatih menulis dan tidak merasa
berbeda dengan anak lainnya.24
Berdasarkan penanganan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang
guru harus benar-benr memahami keterbatasan dan kelebihan yang ada
pada anak disfragia. Hal ini dapat membuat seorang guru menjadi lebih
mudah mengembangkan pemikiran positif mereka tentang dirinya sendiri.
Hal pertama yang harus ditumbuhkan dalam diri anak adalah keyakinan
bahwa tidak ada yang salah dengan diri mereka, hanya sedikit berbeda.
Seorang guru harus membantu mereka untuk menemukan cara mereka
sendiri dalam mengatasi keterbatasan mereka, seperti mengajarkan
menulis.
9. Anak Berkebutuhan Khusus: Tuna Grahita Juga Masih Bisa Belajar
Jika merujuk pada proses belajar mengajar psikologis, maka
pembelajran pada MAZ harus diawali dengan membuat program
pembelajaran individual berdasarkan asesmen perilaku yang ditampilkan.
Contohnya:

24
Ibid, hlm. 68-69.

34
a. Mengajarkan kemampuan berbahasa dengan cara memberikan gambar-
gambar berwarna tentang hal-hal yang dekat dengan dirinya. Misalnya
dengan tubuh, alat-alat sekolah, ruangan-ruangan di sekolah, dan lain
sebagainya.
b. Mengajarkan kemampuan berhitung secara konkret dengan benda.
Misalnya mengajarkan konsep angka satu (1) dengan menunjukkan satu
buah apel.
c. Melatih kemampuan motorik dengan cara lempar tangkap bola untuk
tangan, dan menendang bola untuk kaki, serta bisa juga dengan berjalan
di lintasan yang disiapkan.
d. Mengajarkan dinamika emosi dengan memberikan kartu emosi,
kemudian memberikan instruksi agar dia mengikuti ekspresi yang ada
di kartu emosi.
e. Melatih keterampilan sosial dengan cara membiarkannya berbaur
dengan teman-temannya yang lain dengsn pengawasan.
f. Melatih kemandirian dalam merawat dan mengutus diri sendiri dengan
memberikan contoh dalam keseharian, misalnya cara mereka makan
yang benar dan cara ke toilet yang benar.25
Jadi, Sebaiknya guru kelas ataupun guru pendamping khusus dalam
menghadapi keterbatasan anak berkebutuhan khusus dapat
mengidentifikasi terlebih dahulu apa yang menjadi kekhasan anak tersebut.
Barulah setelah itu bisa ditentukan pembelajaran seperti apa yang cocok
untuk kondisi mereka . Kemudian alangkah baiknya mereka juga
diikutsertakan dalam aktivitas belajar mengajar di kelas meskipun pada
dasarnya mereka tidak bisa mrngkuti pembelajran seperti anak-anak
normal lainnya agar anak tunagrahita tidak merasa terdiskriminasi.
10. The Amazing of Brain Based Lerning
Brain based learning ini, sangat baik jika diterapkan di sekolah-
sekolah dibanding dengan model pembelajran yang selama ini digunakan
yaitu model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran

25
Ibid, hlm. 77.

35
konvensional lebih menjadikan siswa sebagai objek saja dan peran guru
lebih dominan dalam proses pembelajaran sehingga proses belajar tidak
kreatif dan juga tidak menyenangkan. Oleh karena itu, diharapkan guru
bisa menggunakan brain based learning ini sebagai landasan untuk
menciptakan anak didik yang kreatif, tangguh dan mandiri. Selain itu, guru
diharapkan bisa lebih kreatif dan inovatif dalam menciptakan strategi
belajar mengajar yang berpijak pada prinsip brain based learning.26
11. Penerapan Kecerdasan Jamak dalam Sistem Pembelajaran
Beberapa cara yang dapat dilakukan, baik oleh guru, orang tua,
maupun berbagai pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan:
a. Guru dapat menerapkan sistem pembelajaran yang lebih
mengembangkan potensi peserta didik dalam berbagai bidang pelajaran
yang diberikan.
b. Guru dapat menerapkan sistem pembelajaran yang lebih bervariasi
(tidak monoton) agar peserta didik tidak jenuh dan bosan dalam
mengikuti aktivitas belajar.
c. Guru dan orang tua dapat memberikan media dan memotivasi peserta
didik dalam proses pengembangan potensi dalam dirinya.
12. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi
Teknologi Informasi terus berkembang dengan pesat dan semakin
canggih serta terus melakukan inovasi dan memunculkan teknologi-
teknologi baru sehingga memudahkan komunikasi, informasi dan ilmu
pengetahuan terus mengalir dan berubah dengan cepat, dunia pendidikan
Indonesia juga seharusnya ikut berkembang sesuai perkembangan
teknologi, dengan memanfaatkan teknologi yang tersedia saat ini.
Guru juga sebaiknya mulai berpikir maju dan tidak menutup diri
terhadap perkembangan zaman dan peserta didik pun dapat berkembang
sesuai keseimbangan zaman dan peserta didik pun dapat berkembang
secara maksimal dalam prose belajar. Dengan demikian, dunia pendidikan
Indonesia tidak ketinggalan dalam perkembangan pengetahuan dan dapt

26
Ibid, hlm. 88.

36
mencetak SDM yang berkualitas dan melek teknologi, dan masyarakat
Indonesia dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.27

27
Ibid, hlm. 106.

37
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. problematika guru adalah persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam
proses pembelajaran oleh guru yang bertugas untuk mendidik dan
mengajar anak didik hingga memperoleh kedewasaan baik jasmani
maupun rohani dalam pendidikan agama islam. Sedangkan tantangan
guru adalah suatu hal atau bentuk usaha yang memiliki tujuan untuk
menggugah kemampuan dalam menjadi seorang guru.
2. Beberapa tantangan globalisasi yang harus disikapi guru yang
mengedepankan profesionalisme adalah perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang begitu cepat dan mendasar, krisis moral yang melanda
bangsa negara Indonesia, krisis sosial, seperti kriminalitas, kekerasan,
pengangguran, dam kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat, krisis
identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia dan adanya perdagangan
bebas, baik tingkat ASEAN, Asia Pasifik, maupun Dunia.
3. Problematika guru dalam pembelajaran meliputi perilaku menyontek di
kalangan Siswa, peserta didik mudah mengalami kejenuhan belajar,
pentingnya motivasi berprestasi dalam belajar dan sebagainya.
4. Cara mengatasi problematika guru ada berbagai macam cara sesuai
dengan permasalahan yang dihadapi guru tersebut. Misalnya untuk
mengatasi kejenuhan belajar siswa, guru sebaiknya dalam memberikan
materi pelajaran, guru dapat menerangkan materi dengan menarik
sehingga para siswa tidak merasa jenuh. Hal-hal yang dapat dilakukan
misalnya membuat variasi dalam mengajar yaitu membuat permainan
yang mendidik di tengah-tengah pelajaran.

B. Saran
Kami selaku tim penyusun makalah menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan maupun pembahasan
yang ada di dalamnya. Harapannya makalah ini dapat terus dikembangakan

38
guna semakin banyak wawasan serta ilmu yang digali, dan untuk bahasan
yang lebih mantap mestinya perlu memperbanyak referensi.

39
DAFTAR PUSTAKA
Kunandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT.Grafindo Persada.
Mubiar Agustin. 2011. Permasalahan Belajar dan Inovasi Pembelajaran.
Bandung: PT Refika Aditama.
Makalah Problematika Guru dan Tantangan Globalisasi .
https://Kayeuno.blogspot.coi.id. Di akses pada pukul 12:10 08/12/2017.
Purwanto. Profesi Guru dan Problematika yang dihadapinya.
http://purwanto.web.id. Di akses pada pukul 12:05 08/12/2017.
Selamet Wahedi. 2009. Menjawab Tantangan Guru. http://resensi buku.com. Di
akses pada 12:05 08/12/2017.

40

Anda mungkin juga menyukai