Anda di halaman 1dari 30

REFLEKSI KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah dr. R. Soedjati Soemodiardjo Purwodadi

Disusun Oleh:
Sekar Lintang Dewita Hanum
30101307075

Pembimbing:

dr. Kurnia Dwi Astuti, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

REFLEKSI KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Kesehatan Anak di RSUD dr. R. Soedjati Soemodiardjo Purwodadi

Oleh :

Sekar Lintang Dewita Hanum

30101307075

Purwodadi, Mei 2018

Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing,

dr. Kurnia Dwi Astuti, Sp.A


LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. AAM
b. Usia : 8 tahun 3 bulan
c. Jenis Kelamin : Laki-Laki
d. Alamat : Teguhan, Grobogan
e. Tanggal Masuk : 11-05-2018
f. Tanggal Pulang : 15-05-2017

IDENTITAS ORANGTUA
a. Nama Ayah : Tn. AS
b. Usia : 30 tahun
c. Pekerjaan : Potong rambut
d. Nama Ibu : Ny. SU
e. Usia : 28 tahun
f. Pekerjaan : Wiraswasta, warung di rumah

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara allo-anamnesis dengan pasien dan ibu pasien pada
tanggal 12 Mei 2018 di bangsal Anggrek RSUD Purwodadi.

a. Keluhan Utama
Demam
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diantar orang tuanya ke IGD RSUD dr. R. Soedirdjo
Soemodiardjo pada hari jumat 11 Mei 2018 dengan keluhan
demam sejak 3 hari yang lalu. Demam mendadak, terus-menerus,
dan cukup tinggi namun tidak diukur. Pasien juga mengeluhkan
sakit perut terutama di perut atas tengah, mual (+), muntah (-).
BAB 1-2 hari sekali terakhir berwarna gelap, BAK dalam batas
normal. Pasien sudah minum obat sebelumnya dan demam turun
namun kemuduan demam lagi. Pasien juga batuk namun tidak
pilek. Riwayat perdarahan dari hidung, gusi dan saluran cerna,
bintik-bintik merah pada kedua tangan dan kaki pasien disangkal.
Riwayat keluar kota disangkal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit serupa : disangkal, Baru pertama kali
 Riwayat DBD : disangkal
 Riwayat alergi : obat, ibu pasien lupa nama obat
 Riwayat batuk lama : disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat penyakit serupa : disangkal
 Riwayat alergi /atopi :-

3
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai pekerja sebagai pemotong rambut
dan menanggung 1 orang istri dan 1 orang anak. Ibu pasien sebagai
wiraswasta. Pasien dirawat di bangsal kelas II yang merupakan pasien
BPJS.
Riwayat bepergian keluar kota disangkal.

Kesan : Keadaan sosial ekonomi cukup

f. Riwayat Kehamilan dan Pemeliharaan Prenatal


 Riwayat pemeriksaan :
Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilan di bidan desa 1x
setiap bulan sampai kelahiran bayi.
 Riwayat penyakit selama kehamilan :
Ibu mengaku tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan
 Riwayat perdarahan selama kehamilan :
Disangkal
 Riwayat trauma selama kehamilan
Disangkal
 Riwayat konsumsi obat :
Minum obat warung disangkal namun minum jamu pada awal
kehamilan. Obat yang diminum selama masa kehamilan adalah
vitamin dan obat penambah darah.

Kesan : Riwayat kehamilan dan pemeliharaan prenatal baik.

g. Riwayat Persalinan
Anak Laki-laki lahir spontan dari ibu G1P0A0 hamil 39 minggu,
berat badan lahir 3300 gram. Persalinan ditolong oleh bidan desa dan
bayi langsung menangis.

Kesan : Noenatus aterm lahir spontan

h. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan
BB lahir : 3300 gram
PB lahir : 47 cm
BB sekarang : 17 kg
TB sekarang : 128 cm
Usia : 8 tahun 3 bulan
Status gizi : cukup

4
Perawakan Baik (diantara 2 – (-2) SD)

Gizi Baik (diantara 2 – (-2) SD)

Perkembangan :
Sesuai dengan usia

Kesan: pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai usia

i. Riwayat Imunisasi
Menurut ibu pasien, imunisasi dasar An. AAM sudah lengkap.
Imunisasi dilakukan di puskesmas.
Kesan: Riwayat imunisasi dasar lengkap, tanpa disertai bukti
KMS.

5
j. Riwayat Makan dan Minum Anak

ASI diberikan sejak lahir sampai usia 6 bulan, ASI sampai 6


bulan kadang di beri susu formula. Sejak usia 6 bulan diberikan
makanan tambahan berupa pisang dan bubur bayi. Konsumsi buah,
sayur, daging cukup.
Kesan: kualitas dan kuantitas makanan dan minuman cukup baik

k. Keluarga Berencana
Tidak menggunakan KB.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 12 Mei 2018, di bangsal
Anggrek RSUD dr. Soedjati Soemodiardjo Purwodadi:
Keadaan Umum : Lemas
Kesadaran : Compos mentis
a. Tanda Vital
i. Nadi : 100x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
ii. Pernapasan : 30x/menit, reguler, adekuat
iii. Suhu : 38,3 0C
iv. TD : 100/70 mmHg
b. Status Generalis
i. Kepala : DBN
- Tidak ditemukan ada masa maupun benjolan
- Warna rambut hitam kemerahan tidak mudah dicabut
ii. Mata : DBN
- Konjungtiva palpebra anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- Mata cekung (-/-)
- Reflek pupil (+/+)
- Pupil isokor
iii. Telinga : DBN
- Normotia
- Low set ear (-)
- Discharge (-)
- Nyeri tarik tragus (-)
- Nyeri tarik auricula (-)
- Nyeri ketok os. Mastoid (-)
iv. Hidung : DBN
- Warna kulit hidung seperti warna sekitarnya
- Tidak ada masa atau benjolan
- Secret atau darah dari hidung (-)
- Napas cuping hidung (-)
v. Mulut : DBN
- Bibir kering dan pucat (-)
- Sariawan/Stomatitis angularis (-)
- Lidah kotor (-),

6
- Tepi Lidah hiperemis (-)
- Lidah tremor (-)
- Pernapasan mulut (-)
vi. Kulit : DBN
- Hipopigmentasi (-)
- Hiperpigmentasi (-)
vii. Leher : DBN
- Pembesaran KGB (-)
- Pembesaran tiroid (-)
- Trachea terdorong (-)
viii. Thorax :
PARU-PARU
Inspeksi : DBN
 Sikatrik, bekas luka operasi, kemerahan (-)
 Bentuk dada normal, tidak ada dada tong
 Hemithorax dextra dan sinistra simetris tidak ada yang
tertinggal saat inspirasi & ekspirasi
 Retraksi substernal/chest indrawing (-)
Palpasi : DBN
 Benjolan atau massa (-)
 Nyeri tekan (-)
 Stem fremitus vocal (+/+) Simetris
Perkusi : DBN
 Sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : DBN
 Suara dasar vesikuler (+/+)
 Ronki basah halus nyaring (-/-)
 Wheezing (-)
 Hantaran (+/+) Simetris

JANTUNG
Inspeksi : DBN
- Pulsasi iktus kordis tak tampak
Palpasi : DBN
- Iktus kordis teraba linea midcalvicula sinistra ICS V
Perkusi : DBN
- Batas kiri bawah : ICS V linea midclavicula sinistra
2 cm ke medial
- Batas kiri atas : ICS II linea parasternal sinistra
- Batas kanan atas : ICS II linea parasternal dekstra
- Batas kanan bawah: ICS III-IV linea parasternal sinistra
Auskultasi : DBN
- Bunyi jantung I-II regular (+)
- Murmur (-)
- Gallop (-)

7
ABDOMEN
Inspeksi : DBN
- Datar
- Tidak Ada Kemerahan
- Tidak ada Massa
- Tidak terlihat gerakan peristaltic usus
Auskultasi : DBN
- Bising usus (+) normal, 13 kali permenit
- Bising Aorta (-)
- Bising a. Renalis (-)
- Bising a. iliaka (-)
Perkusi :
- Lapang abdomen : Timpani
- Hepar : Kanan 7 cm, Kiri 5 cm
- Lien : Area Traube timpani (+)
Palpasi :
- Supel
- Tidak ada masa atau benjolan
- Nyeri tekan perut epigastrium (+)
- Hepar just palpable 2 cm di bawah arcus costa
- Lien tidak teraba
ix. Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Capillary refill time < 2”/ < 2” < 2”/ < 2”
Kesan: Hepatomegali

FOLLOW UP

Tanggal SOA P
11/5/18 S : Demam sejak 3 hari yang lalu, Infus RL 15 tpm
(masuk melalui disertai batuk, pilek (-), diare (-), Paracetamol infus
IGD) mual (+), muntah (-), nyeri perut 170 mg
07.00 WIB bagian atas(+), tanda perdarahan (-), Paracetamol syr
febris hari ke 3 BAB gelap (+) 3x1,5 cth
O : T : 40 C Ambroxol 3x1 cth
HR : 100x/min
RR : 30x/min
A : obs febris H-3, DD: DHF, typhoid
11/5/2018 S : demam (+), batuk (+), mual (+) Terapi lanjut
(bangsal) O : T : 38,1 C
08.00 WIB HR : 100x/min
RR : 30x/min
A : obs febris H-3, DD: DHF

8
11/5/2018 S : demam (+), batuk (+), mual (+) Terapi lanjut
(bangsal) O : T : 37 C
12.00 WIB HR : 100x/min
RR : 30x/min
A : obs febris H-3, DD: DHF
12/5/2018 S : demam (-), batuk (+), mual (-) Infus RL 15 tpm
O : T : 36,1 C Paracetamol infus
HR : 102x/min 170 mg
RR : 28 x/min Paracetamol syr
A : obs febris H-4, DD: DHF 3x1,5 cth
Ambroxol 3x1 cth

Terapi cairan
140 cc/jam  2jam
100 cc/jam  2 jam
45 cc/jam 
meintanence
13/5/2018 S : demam (-), batuk (+), kaki bintik- Infus RL 15 tpm
bintik (+) Paracetamol infus
O : T : 36,4 C 170 mg
HR : 102x/min Paracetamol syr
RR : 32 x/min 3x1,5 cth
A : obs febris H-5, DD: DHF Ambroxol 3x1 cth

14/5/2018 S : demam (-), batuk (+), muncul Infus RL 15 tpm


bintik-bintik di tangan Paracetamol infus
O : T : 36,2 C 170 mg
HR : 102x/min Paracetamol syr
RR : 32 x/min 3x1,5 cth
A : obs febris H-6, DD: DHF Ambroxol 3x1 cth

Terapi cairan
30cc/ jam  jam
13.00
15/5/2018 S : demam (-), batuk (+) Infus RL 15 tpm
O : T : 36,2 C Paracetamol infus
HR : 104x/min 170 mg
RR : 32 x/min
A : obs febris H-7, DD: DHF Obat pulang
Paracetamol syr
3x1,5 cth
Ambroxol 3x1 cth
Apialis syr 1x1 cth

9
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium
11 Mei 2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 11,6 gr/dl L: 13,2 - 17,3 gr/dl
Leukosit 5830/mm3 L : 3.800 – 10.600/mm3
Trombosit 137.000 150.000-400.000/mm3
HT 37 % L : 40 – 52%
Eritrosit 4.600.000 4,5-6,5 juta
Hitung jenis
Basofil 0 0-1
Eosinofil 0 1,5
Batang 0 3-5
Segmen 62 35-50
Limfosit 33 5-40
Monosit 5 1-6
Widal
Tipe 0 1/160 (-), 1/320 (+), 1/640 (-)
Tipe H 1/160 (-), 1/320 (-), 1/640 (+)
Kesan : Hb rendah, Trompositopeni, test widal positif

12 Mei 2018 (pagi)


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 13,7 gr/dl L: 13,2 - 17,3 gr/dl
Trombosit 79.000 150.000-400.000/mm3
HT 42,1 % L : 40 – 52%
Eritrosit 5,34 jt 4,4 – 5,9 jt
Kesan : Trompositopeni, peningkatan HT<20%

12 Mei 2018 (malam)


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 12,3 gr/dl L: 13,2 - 17,3 gr/dl
Trombosit 61.000 150.000-400.000/mm3
HT 37,2 % L : 40 – 52%
Kesan : Trompositopeni

13 Mei 2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 13,0 gr/dl L: 13,2 - 17,3 gr/dl
Trombosit 50.000 150.000-400.000/mm3
HT 39,2 % L : 40 – 52%
Kesan : Trompositopeni

14 Mei 2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 12,3 gr/dl L: 13,2 - 17,3 gr/dl
Trombosit 43.000 150.000-400.000/mm3

10
HT 36,7 % L : 40 – 52%
Kesan : Trompositopeni
V. DAFTAR MASALAH
Anamnesis
- Demam tinggi, mendadak dan terus-menerus
- Mual
- Nyeri perut atas
- BAB gelap
- Batuk

Pemeriksaan Fisik
- Nyeri tekan epigastrium
- Hepatomegali

Pemeriksaan Penunjang
- Trompositopeni
- Peningkatan HT<20%

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Demam Berdarah Dengue
2. Demam Dengue
3. Demam Typhoid
4. Malaria
VII. DIAGNOSIS SEMENTARA
Demam Berdarah Dengue Derajat II

VIII. INITIAL PLANNING


Initial Plan Diagnosis:
Pemeriksaan Darah Rutin  darah rutin : Hb, trombosit, hematocrit, leukosit
Initial Plan Terapi:
• Infus RL 15 tpm
• Paracetamol infus 3x170 mg
• Paracetamol 3x1,5 cth
• Ambroxol syr 3x1 cth
Initial Plan Monitoring
• Keadaan umum : keaktivan, nyeri perut abdomen
• Tanda vital 3x sehari : HR, Nadi (Isi dan tegangan), suhu (untuk menilai
masih demam tidak), RR (nafas cepat, distress pernapasan)

11
• Monitor Tanda-tanda syok (akral dingin, nadi lemah cepat, capillary refill
>2 detik)
• Monitor jika terdapat perdarahan spontan (epistaksis, hematemesis,
melena, petechie).
• Monitor hasil laboratorium (Hb, trombosit, Ht) tiap hari
• Monitor balance cairan

Initial Plan Edukasi

• Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa anak mengalami Penyakit


Demam Berdarah Dengue derajat II yang bisa menyebabkan kematian pada
anak jika telat dalam penanganan, sehingga butuh pengawasan dan
pengobatan yang tepat
• Menjelaskan rencana program pemeriksaan bahwa anak akan diambil
darahnya setiap hari untuk mengetahui perkembangan penyakit maupun
perbaikan kondisi.
• Berkerja sama dengan orang tua dalam mengawasi tanda-tanda bahaya
seperti sakit perut, nyeri tekan pada perut, muntah terus-menerus,
perdarahan mukosa (mimisan, gusi berdarah, bintik-bintik di kulit seperti
digigit nyamuk), penumpukan cairan (sesak, kelopak mata bengkak,
perut membesar), lemah, kaki dan tangan dingin, buang air kecil
berkurang.
• Menganjurkan agar anak banyak makan dan minum

Kriteria Pemulangan Pasien


• Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
• Nafsu makan membaik
• Secara klinis tampak perbaikan
• Hematokrit stabil
• Trombosit > 50.000/ul
• Tidak dijumpai distres pernafasan
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam

12
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Demam Dengue atau Dengue Fever (DF) dan Demam Berdarah Dengue
(DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma
yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan
cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (Dengue Shock Syndrome)
adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

2. Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat


dan Karibia. WHO (world health organization) menaksir sekitar 50 – 100 juta
infeksi dengue akan terjadi setiap tahunnya, dan 22.000 kasus meninggal dunia.
Indonesia berada pada urutan ketiga untuk wilayah Asia Tenggara, ditemukan
sekitar 1,2 juta kasus setiap tahunnya dan sebagian besar merupakan penderita
anak. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopictus).

13
Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan
dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi
air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue
yaitu: 1) Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan
vektor di lingkungan, transportasi vektor di lingkungan, transportasi vektor dari
satu tempat ke tempat lain; 2) Pejamu: terdapatnya penderita di
lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis
kelamin; 3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
3. Etiologi
Etiologi penyakit demam berdarah dangue adalah virus dangue termasuk
family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe. Terdapat empat
serotipe DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan
demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.
Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang relative labil terhadap
suhu dan faktor kimiawai lain serta masa viremia yang pendek. Virus DEN
virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh nukleokapsid, ditutupi oleh
suatu selubung dari lipid yang mengandung dua protein yaitu selubung protein E
dan protein membrane M.
4. Penularan

14
Virus dengue ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypty betina yang merupakan vektor primer virus dengue. Oleh sebab itu, virus
dengue dianggap sebagai arbovirus (virus yang ditularkan melalui arthropoda)

Gambar 1. Aedes aegypty

Nyamuk Aedes aegypty betina akan mengandung virus dengue ketika


menghisap darah penderita yang sedang terinfeksi virus dengue dalam fase
demam (viremik) akut. Nyamuk betina ini akan mampu menularkan virus setelah
melewati masa inkubasi virus, yaitu 4 – 5 hari (maksimum hari) melalui nyamuk
Ae. aegypty setelah gejala pertamanya termanifestasi. Seseorang dengan virus
dengue dalam darahnya dapat mentransmisikan virus ke nyamuk satu hari
sebelum fase febris dimulai dan akan menjadi infeksius hingga hari ke enam
sampai ke tujuh.
5. Patofisiologi
Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh memiliki masa inkubasi 3 – 14
hari (rata-rata 4 – 7 hari) sementara virus terus bereplikasi pada sel dendritik yang
merupakan target infeksi. Selain sel dendritik, sel lain yang merupakan target
infeksi yaitu sel-sel yang berada pada sistem retikuloendotelial, di antaranya
hepatosit dan sel endotelial, yang menyebabkan produksi mediator-mediator
inflamasi untuk mengatur respon imun humoral maupun selular pada infeksi
primer dan sekunder.

15
Gambar 2. Patofisiologi DBD
Pada awalnya akan terjadi perlengketan antara antigen virus dengue dengan
Fc reseptor pada monosit. Kemudian virus akan berfusi melalui permukaan
membran plasma dan menekan RNA ke sitosol. Di dalam sel, virus akan terus
bereplikasi. Setelah itu, virus akan ber-assemble di luar sel dan menginfeksi sel-
sel lain. Hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah sel yang
terinfeksi secara cepat.
Namun demikian, mediator inflamasi yang menyebabkan terjadinya SSD
belum ditemukan secara pasti. Data terakhir menunjukkan IL-2 (interleukin-2),
INF-γ (interferon gamma), dan TNF- α (tumor necrosis factor) yang dilepaskan
menyebabkan interaksi antara aktivasi sel T dan makrofag yang terinfeksi yang
mengakibatkan kerusakan post-capiler endothelial junction.
Makrofag yang terinfeksi akan melepaskan mediator vasoaktif yang berefek
pada peningkatan permeabilitas vaskular. Peningkatan permeabilitas vaskular
menyebabkan kerusakan vaskular yang pada akhirnya akan mengakibatkan
terjadinya pengeluaran plasma ke ruang ekstravaskular sehingga terjadi penurunan
volume plasma, hipotensi, trombositopenia, serta diathesis hemorrhagic yang
mencapai puncaknya pada masa syok akibat hipovolemik.

16
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-
antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi
trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel
pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada
DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks
antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP
(adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini
akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial
system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya
koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai
dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi
penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi
baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor

17
Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan
permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi,
perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan
faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan
dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang
terjadi.

6. Klasifikasi

Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue


dapat terjadi asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue simtomatik terbagi
menjadi undifferentiated fever (sindrom infeksi virus) dan demam dengue
(DD) sebagai infeksi dengue ringan; sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari
demam berdarah dengue (DBD) dan expanded dengue syndrome atau isolated
organopathy. Perembesan plasma sebagai akibat plasma leakage merupakan
tanda patognomonik DBD, sedangkan kelainan organ lain serta manifestasi
yang tidak lazim dikelompokkan ke dalam expanded dengue syndrome atau
isolated organopathy. Secara klinis, DD dapat disertai dengan perdarahan atau
tidak; sedangkan DBD dapat disertai syok atau tidak

7. Diagnosis dan Manifestasi Klinis


Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi
dengue, yaitu
1. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi

18
2. Fase kritis/ perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan
plasma dengan derajat bervariasi pada efusi pleura dan asites
3. Fase recovery/ penyembuhan/ convalescence: perembesan plasma
mendadak berhenti disertai reabsorpsi cairan dan ekstravasasi plasma.

a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)


Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan
dengan penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular,
timbul saat demam reda. Gejala dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering
dijumpai.

b. Demam dengue (DD)


Anamnesis :demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot &
sendi/tulang, nyeri retro- orbital, photophobia, nyeri pada punggung, facial
flushed, lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan
depresi umum.
Pemeriksaan fisik
 Demam: 39-40°C, berakhir 5-7 hari
 Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka kemerahan),
leher, dan dada.
 Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform.

19
 Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian
dorsal, lengan atas, dan tangan.
 Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada
kulit yg normal, dapat disertai rasa gatal
 Manifestasi perdarahan
o Uji bendung positif dan/atau petekie
o Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan saluran
cerna (jarang terjadi, dapat terjadi pada DD dengan
trombositopenia)
c. Demam berdarah dengue (DBD)
Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis, dan
masa penyembuhan (convalescence, recovery)
Fase demam
 Anamnesis
Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang demam.
Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri
tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan,
dan nyeri perut.
 Pemeriksaan fisik
o Manifestasi perdarahan
 Uji bending positif (>= 10 ptekie/inch2) merupakan manifestasi
perdarahan yang paling banyak pada fase demam awal.
 Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur
vena.
 Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.
 Epistaksis, perdarahan gusi
 Perdarahan saluran cerna
 Hematuria (jarang)
 Menorrhagia
 Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan
kelainan fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada
DBD.

20
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal,
perembesan plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga
peritoneal), hipovolemia, dan syok, karena terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler. Perembesan plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal terjadi
selama 24-48 jam.
Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa
transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever
defervescence) ditandai dengan,
 Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar.
 Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada
dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus
= RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.
 Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang
merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma.
 Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran,
sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi,
tekanan nadi ≤20 mmHg, dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral
dingin, capillary refill time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (<
1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.
 Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan
elektrolit, kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok
tidak dapat segera diatasi.
Fase penyembuhan (convalescence, recovery)
Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan
kembali merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum
dapat ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial
rash seperti pada DD.
d. Expanded dengue syndrome

21
Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati,
ginjal, otak,dan jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi
penyerta, komorbiditas, atau komplikasi dari syok yang berkepanjangan.
Diagnosis. Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan
laboratorium (WHO, 2011).
Kriteria klinis
 Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-
menerus selama 2-7 hari
 Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena
 Pembesaran hati
 Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤20
mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien
tampak gelisah.
Kriteria laboratorium
 Trombositopenia (≤100.000/mikroliter)
 Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit  20% dari nilai
dasar / menurut standar umur dan jenis kelamin
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan,
 Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan
hemokonsentrasi/ peningkatan hematokrit20%.
 Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma
 Dijumpai tanda perembesan plasma
o Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)
o Hipoalbuminemia
 Perhatian
o Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang
jelas, mendukung diagnosis DSS.
o Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari
syok sepsis.

Derajat DBD menurut WHO 2011

22
8. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
a. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung
jenis, hematokrit, dan trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada
hari ke-1 setelah demam dan akan menurun sehingga tidak
terdeteksi setelah hari sakit ke-5-6. Deteksi antigen virus ini dapat
digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi
dengue, namun tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD.
b. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue
i. Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit
ke-5 sakit, mencapai puncaknya pada hari sakit ke 10-14,
dan akan menurun/ menghilang pada akhir minggu keempat
sakit.
ii. Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat
terdeteksi pada hari sakit ke-14. dan menghilang setelah 6
bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada infeksi sekunder
IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2.

23
iii. Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi
primer dari infeksi sekunder. Apabila rasio IgM:IgG >1,2
menunjukkan infeksi primer namun apabila IgM:IgG rasio
<1,2 menunjukkan infeksi sekunder.

Pemeriksaan radiologis
pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas
indikasi,
o Distres pernafasan/ sesak
o Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa
terdapat kelainan radiologis terjadi apabilapada perembesan plasma
telah mencapai 20%-40%
o Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk
menilai edema paru karena overload pemberian cairan.
o Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru
terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak
dibandingkan yang kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi
daripada kanan, dan efusi pleura.
o Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan
dinding vesika felea, dan dinding buli-buli.

24
9. Penatalaksanaan

Tanda kegawatan
Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi
dengue, seperti berikut.
 Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa
transisi ke fase bebas demam / sejalan dengan proses penyakit
 Muntah yg menetap, tidak mau minum
 Nyeri perut hebat
 Letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku mendadak
 Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi
yang hebat, warna urin gelap (hemoglobinuria)/hematuria
 Giddiness (pusing/perasaan ingin terjatuh)
 Pucat, tangan - kaki dingin dan lembab
 Diuresis kurang/tidak ada dalam 4-6 jam

Monitor perjalanan penyakit DD/DBD


 Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala
lain.
 Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok,
serta mudah dan cepat utk dilakukan.

25
 Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal
setiap 2-4 jam pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.
 Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih
sering pada pasien tidak stabil/ tersangka perdarahan.
 Diuresis setiap 8-12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada pasien
dengan syok berkepanjangan / cairan yg berlebihan.
 Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam ( berdasarkan berat badan
ideal) Indikasi pemberian cairan intravena
 Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral atau muntah
 Hematokrit meningkat 10%-20% meskipun dengan rehidrasi oral
 Ancaman syok atau dalam keadaan syok
Prinsip umum terapi cairan pada DBD
 Kristaloid isotonik harus digunakan selama masa kritis.
 Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat,
dan tidak ada respon pada minimal volume cairan kristaloid yang
diberikan.
 Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga
volume dan cairan intravaskular yang adekuat.
 Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan
untuk menghitung volume cairan.
 Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis.
 Transfusi suspensi trombosit pada trombositopenia untuk profilaksis tidak
dianjurkan
 Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun non syok saat
tidak ada perbaikan klinis walaupun penggantian volume sudah cukup,
maka perhatikan ABCS yang terdiri dari, A – Acidosis: gas darah, B –
Bleeding: hematokrit, C – Calsium: elektrolit, Ca++ dan S – Sugar: gula
darah (dekstrostik)

26
1. Tata laksana infeksi dengue berdasarkan fase perjalanan penyakit
Fase Demam
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau
cairan oral apabila anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap
12-24 jam
Medikamentosa
o Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol
bukan aspirin.
o Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan
(misalnya antasid, anti emetik) untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati.
o Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat
perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan. o
Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
Supportif
o Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari + 5%
deficit
o Diberikan untuk 48 jam atau lebih
o Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan
plasma, sesuai keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit

27
Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan +
deficit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.

DBD dengan syok


 Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah
sudah didapat cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III
 Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat
diberikan bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan
koreksi hasil laboratorium yang tidak normal
 Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya
(setelah review hematokrit sebelum resusitasi)
 Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena
pusat / jalur arteri)
 Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah
Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral bila
pasien sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan
darurat atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau

28
setelah gagal pemberian cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan
secara cepat dalam 2-5 menit
Perdarahan hebat
o Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi
darah segera adalah darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun
terlalu rendah. Bila darah yang hilang dapat dihitung, harus diganti.
Apabila tidak dapat diukur, 10 ml/kg darah segar atau 5 ml/kg PRC harus
diberikan dan dievaluasi.
o Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan penghambat pompa
proton dapat digunakan.
o Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti
suspense trombosit, plasma darah segar/cryoprecipitate. Penggunaan
larutan tersebut ini dapat menyebabkan kelebihan cairan.
9. Monitoring

Untuk anak dengan syok: 


a. Petugas medik memeriksa tanda vital anak setiap jam (terutama


tekanan nadi) hingga pasien stabil
b. periksa nilai hematokrit setiap 6 jam. Dokter harus mengkaji ulang

pasien sedikitnya 6 jam.


Untuk anak tanpa syok: 


a. Petugas medis memeriksa tanda vital anak (suhu badan, denyut nadi
dan tekanan darah) minimal empat kali sehari
b. Nilai hematokrit minimal sekali sehari.
Catat dengan lengkap cairan masuk dan cairan keluar.

10. Kriteria Rujukan


Segera rujuk jika terdapat tanda berikut :
- Syok berulang
- Syok berkepanjangan
- Ensefalopati
- Perdarahan hebat

29
- Gagal hati akut
- Gagal ginjal akut
- Edem paru dan gagal napas

11. Komplikasi
Demam Dengue
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik, trombositopenia
hebat, dan trauma.
Demam Berdarah Dengue
 Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
 Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal
ginjal akut.
 Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma
 Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik &
perdarahan hebat (DIC, kegagalan organ multipel)
 Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok
berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai

30

Anda mungkin juga menyukai