NIM : 55117120041
KODE MK : 35040
PROGRAM PASCASARJANA
JAKARTA
2018
“Ethical Issues in Financial Management”
Gunawan adam, ST(1) , Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA(2)
1. Penulis
2. Dosen Pengampu
a) Dari studi yang bersifat deskriptif menjadi studi yang meliputi analisis dan teori yang
normatif.
b) Dari bidang yang meliputi penggunaan dana/alokasi dana menjadi manajemen dari
aktiva dan penilaian perusahaan di dalam pasar secara keseluruhan.
c) Dari bidang yang menekankan pada analisis eksternal perusahaan menjadi bidang
yang menekankan pada pengambilan keputusan di dalam perusahaan.
Dengan pemilihan susunan yang tepat komposisi ini akan membantu perusahaan dalam
mengatur neraca maupun cash fine perusahaan dengan baik dalam mencapai profit.
Setiap perusahaan pasti memiliki tujuan dan sasaran yang hendak dicapai, baik
jangka panjang maupun jangka pendek. Perkembangan sasaran/tujuan daripada
perusahaan adalah sebagai berikut.
Tujuan tradisional, yaitu memaksimalkan laba sudah tidak relevan lagi. Alasan
memaksimalkan laba berarti tidak mempertimbangkan nilai waktu uang, risiko dan return
masa datang tidak dipertimbangkan, serta kebijakan dividen tidak dipertimbangkan.
Memaksimalkan nilai perusahaan/kesejahteraan para pemegang saham melalui
memaksimumkan harga pasar saham perusahaan.
Tujuan yang lebih tepat/relevan adalah dengan alasan harga pasar mencerminkan
evaluasi pasar terhadap prestasi perusahaan saat ini dan masa yang akan datang,
mempertimbangkan kapan return diterima, jangka waktu terjadinya, risiko dari return,
dan kebijakan dividen. Adapun salah satu tujuan manajer keuangan adalah merencanakan
untuk memperoleh dan menggunakan dana untuk memaksimalkan nilai obligasi.
a. Dari waktu ke waktu akan ada dana yang masuk dan keluar dari per-usahaan.
b. Dana yang berasal dari berbagai sumber (internal dan eksternal financing)
dialokasikan untuk berbagai penggunaan.
Proses bagaimana informasi akuntansi lahir dan merupakan suatu tanggung jawab
dapat dilihat pada kasus Amerika dan bisa diapl'kasikan ke negara lainnya. Proses
pelaporan keuangan bagi perusahaan, umumnya diatur oleh pemehntah atau sistem
hukum yang berlaku (kalau di Amerika SEC) dan hams mengacu pada prinsip Akuntansi
yang Berterima Umum (GAAP). Laporan keuangan juga akan diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik (audit eksternal) untuk diperiksa apakah dalam menyiapkan laporan
keuangan sudah sesuai dengan aturan dan prinsip yang berlaku? Perusahaan kemudian
menunjuk Audit Committee dari anggota Board of Director, yang mengawasi
penyelesaian laporan keuangan dan berkomunikasi dengan auditor eksternal sebagai
wakil dari investor.
Oleh karena itu, sistem pelaporan keuangan adalah mekanisme internal utama
yang memberi fasilitas komunikasi antara manajemen dan investor. Penelitian
mendokumentasikan bahwa masalah akuntansi dan pengungkapan sangat berhubungan
dengan perkara hukum pemegang saham dan bahwa manajemen melakukan seolah-olah
mereka memanage strategi pelaporan keuangan untuk mengurangi biaya yang
berhubungan dengan perkara hukum investor (contoh, Kellogg, 1984; Francis, Philbrick
danSchipper, 1994; Skinner, 1994; Skinner 1996). Informasi akuntansi juga memainkan
peran penting dalam menjalankan hak kreditor dalam kasus tidak dilunasinya utang
perusahaan atau dalam kondisi bangkrut.
Pada kategori kedua, bahwa informasi akuntansi secara implisit memfasilitasi jalannya
mekanisme governance adalah large investor. Large investor bisa memengaruhi tindakan
manajemen melalui Board of Director (BOD), yaitu otoritas untuk menggunakan
manajemen atau memberhentikannya. Pada penelitian akademik memyimpulkan bahwa
BOD menggunakan kinerja laba akantansi sebagai input untuk keputusan
memberhentikan manajemen (Weisbach, 1988). Namun demikian, dalam banyak kasus,
investor yang memiliki saham besar tidak mempunyai hak suara mayoritas di dewan
komisaris dan mungkin harus mengambil tindakan yang lebih drastis seperti take over
atau proxy contest untuk merebut kontrol BOD dan mendisiplinkan manajemen.
Penelitian juga menemukan bahwa pengukuran kinerja akuntansi berhubungan keputusan
take over (Palepu, 1986), proxy contest (DeAngelo, 1988), dan institutional investor
activism (Opler dan Sokobin, 1998).
Selain penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti di atas, banyak peneliti
lain yang menguji pengaruh institutional investor activism ter-hadap kinerja perusahaan
telah banyak dilakukan dengan mesnggunakan informasi akuntansi. Secara umum
dilaporkan tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa aktivisme investor memengaruhi
kinerja perusahaan. Walaupun sebagian kecil melaporkan bahwa ada pengaruh
perusahaan yang menjadi target CalPERS terhadap tingkat pengembalian jangka panjang
(Nesbitt, 1994). Tapi hasil Nesbitt (1994) disanggah oleh Guercio dan Hawkins (1997)
yang menyimpulkan bahwa masih ada perusahaan yang menjadi target CalPERS
(perusahaan yang mempunyai kinerja tidak bagus), namun mempunyai pengaruh positif
terhadap tingkat pengembalian.
Perubahan budaya memang tidak dapat diuji secara langsung, tetapi melalui
perubahan governance yang didukung oleh institusi akan ber-dampak terhadap kinerja
perusahaan. Bukti empiris menyimpulkan bahwa sudah tiga perubahan, yaitu: (i)
perubahan komposisi dewan komisaris, (ii) komite nominasi dan kompensasi yang
berasal dari dewan komisaris independen, dan (iii) pemisahan posisi pimpinan dewan
komisaris dengan CEO. Investor institusi sangat mendukung yang duduk di dewan
komisaris adalah komisaris independen. Tetapi tidak ada jaminan dengan banyak
komposisi komisaris independen dan pemisahan posisi pimpinan dewan komisaris
dengan CEO akan meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan (Klein, 1997b),
Brickley, Coles, danjarrell (1997).
Aksi mogok kerja ini, ternyata tidak hanya di Jakarta namun serentak di seluruh
distributor Sara Lee se-Indonesia. Bahkan, buruh yang ada di daerah mengirim ‘utusan’
ke Jakarta untuk memperkuat tuntutannya. Utusan itu bukan orang, namun berupa
spanduk dari Sara Lee yang dikirim dari beberapa daerah. Dalam aksinya di depan
pabrik, para buruh yang mayoritas perempuan ini membentangkan spanduk berisikan
tuntutan kesejahteraan kepada manajemen perusahaan yang berbasis di Chicago Sara Lee
Corporation dan beroperasi di 58 negara, pasar merek produk di hampir 200 negara serta
memiliki 137.000 karyawan di seluruh dunia. Dengan mengenakan kaos putih dan ikat
merah di kepalanya. Buruh merentangkan belasan spanduk, di antaranya bertuliskan:
“Kami bukan sapi perahan, usir kapitalis”, “Rp 16 triliun, Bagian kami mana?”, “Jangan
lupa karyawan bagian dari aset perusahaan juga.” “Kami Minta 7 Paket”, “Perusahaan
Sara Lee Besar Kok Ngasih Kesejahteraan Kecil” juga tuntutan lain tentang
kesejahteraan dan gaji yang rendah. Spanduk juga terpasang di pagar pabrik Sara Lee,
juga ada sehelai kain berisi tanda tangan para pekerja dan 12 poster yang mewakili suara
masing-masing tim dari berbagai daerah, seperti Jakarta, Banyuwangi, Medan, Makassar,
Denpasar, Jember, Surabaya, Madiun, Kediri, Gorontalo, Samarinda, Lombok dan Aceh.
Poster dari Surabaya GT tertera beberapa kalimat yang berbunyi: “Kami tidak akan
berhenti mogok, sebelum kalian penuhi tuntutan buruh, penjahat aja tahu balas budi,
kalian?” Juga poster dari Tim Banyuwangi menyuarakan: “Kedatangan kami bukan untuk
berdebat, kami datang untuk meminta hak kami, jangan bersembunyi di belakang UU,
dan jangan ambil jatah kami, ayo bicaralah untuk Indonesia.” “Kami terpaksa mogok
karena jalan berunding sudah buntu dari pertemuan tripartit antara manajemen
perusahaan dengan serikat pekerja.
Cara Penyelesaian :
Manajemen PT. Saralee harus berunding terlebih dahulu dengan para buruh agar
menemui suatu titik kesepakatan. Jika PT. Saralee tidak memperoleh laba yang ia
targetkan, seharusnya ia dapat mengambil kebijaksanaan yang tidak membuat salah satu
pihak rugi akan hal ini. Perundingan secara kekeluargaan adalah satu-satunya solusi yang
dapat meredam demo. Jika demo terus terjadi, pihak Saralee malah akan mengalami
kerugian yang lebih besar lagi, karena jika kegiatan operasional tidak berjalan seperti
biasa, laba pun tidak akan didapatkan oleh PT.Saralee
Sumber: