Anda di halaman 1dari 3

Realisasikan Mimpimu dari Anganmu

By. A. Ali Machfud (alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan Dokter 2009)

Saya terlahir di Bogor, besar dalam lingkungan keluarga sederhana, mendidik saya untuk belajar mandiri.
Sekolah tahap dasar di SDN Pabuaran 01 Cibinong, kemudian melanjutkan sekolah menengah pertama di MTsN
Pacitan, Jawatimur. Oleh sebab itu, saya sudah terdidik mandiri sejak MTs karena saya tinggal bersama kakek
dan nenek di desa. Selanjutnya, mengikuti keinginan orangtua agar mondok di pesantren, maka tahap Aliyah
saya melanjutkan di MA Ali Maksum, Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. Di pondok inilah, saya ditempa
baik ilmu lahiriah maupun batiniah. Tak hanya intelektual namun juga karakter di bentuk. Memiliki cita-cita sejak
kecil ingin menjadi professor, walau jalannya seperti ini tapi saya tetap yakin untuk menggapai cita-cita ini. Bicara
impian ke luarnegeri saya rasa semua orang memilikinya, tak terkecuali diri saya. Dengan keterbatasan finansial,
bagi diri saya pribadi, ini seperti mimpi. Namun apa jadinya jika Tuhan sudah berkehendak, segala puji syukur
bahwasanya Allah mengabulkan impianku, so dreams come true.

Berawal motivasi dari kaka kelas satu asrama yang bercerita tentang pengalaman nya pergi keluarnegeri gratis
maka muncul inisiatif keisengan untuk memanfaatkan waktu libur puasa untuk mengikuti tes seleksi beasiswa
pertukaran pelajar. Libur puasa, bagi sebagian anak pondok, merupakan moment yang ditunggu selama setahun
agar dapat digunakan pulang ke kampung halaman. Ya sebab itulah mungkin keberkahan pondok saya peroleh.
Hanya bermodalkan motivasi coba-coba, ternyata tanpa disangka saya lolos tes tahap satu. Hampir tidak bisa
dipercaya, karena diri saya sendiri saja tidak berharap banyak menilik persiapan diri yang kurang.

Melihat hasil yang tak terduga tersebut, muncullah kesungguhan diri untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapi serangkaian tes berikutnya. Konsultasi dengan alumnus yang telah berhasil lolos tes, saya pun
mengikuti saran dan tips dari beliau. Mulai dari memperkaya pengetahuan umum dengan semakin rajin
membaca koran, berlatih tekhnik wawancara, mempelajari teknik diskusi, serta belajar seni musik.

Akhirnya semua membuahkan hasil, saya lolos hingga tahap akhir yaitu seleksi nasional. Sempat muncul rasa
minder ketika bertemu para peserta seleksi dari berbagai daerah se-indonesia, namun berkat doa orang tua dan
orang banyak akhirnya saya berhasil menjalani tes tahap akhir dengan baik. Akhirnya Allah mengijinkan saya
untuk menimba pengalaman di negeri jiran.

Alih-alih berhasil lolos tes, saya pikir cukup sudah ujian tes yang harus di jalani tapi kenyataannya tidak. Saya
bersama 8 orang lainnya mendapatkan masalah di H-2 keberangkatan terkait karena kami belum memperoleh
host family. Sedangkan ketentuan imigrasi USA mengharuskan untuk pelajar pertukaran wajib memiliki alamat
tinggal yang akan dituju. Mengapa saya anggap ujian? Jadi karena orang tua saya sudah sedemikian hingga
menyiapkan segalanya untuk keberangkatan saya kelak, hingga mencari pinjaman sana sini untuk sekedar
menukarkan uang rupiah agar memperoleh 100 dollar sebagai ongkos dan membeli koper karena memang kami
di rumah hanya sedia tas pakaian biasa yang digunakan mudik. Disamping itu, tidak bisa dipungkiri sebagai
manusia biasa, diri ini yang awalnya sudah berbangga hati karena bisa lolos, langsung tersimpu lemas
mendengar kabar adanya kemungkinan gagal diberangkatkan. Di saat itulah saya diajarkan oleh orangtua saya
bagaimana belajar untuk ikhlas terhadap jalan takdir Tuhan. Dan ternyata alhamdulillah, 6 jam menjelang
keberangkatan rombongan tepatnya dini hari saat saya sedang tertidur pulas, orangtua saya di telepon oleh
pihak Bina Antarbudaya untuk bergabung dengan rombongan yang lain untuk keberangkatan bersama ke
bandara. Akhirnya mimpi ini jadi kenyataan. Dan perlu diketahui pula ini merupakan pengalaman pertama saya
naik pesawat terbang. Segala puji syukur padamu Ya Tuhanku, Allah.

Setelah menjalani orientasi selama 5 hari di Washington bersama, kami semua akhirnya di kirim ke masing
masing daerah penempatan tinggal, dan saya pribadi menuju ke Hueytown Alabama , USA sendirian. Selama di
Hueytown, AL. Sebagai siswa pertukaran pelajar kami mendapatkan tugas untuk belajar mengenai budaya
masyarakat disana serta begitu pula sebaliknya. Disana saya ternyata tidak sendiri sebagai status siswa
pertukaran pelajar, ada sekitar 8 siswa lainnya yang berasal dari negara lain seperti Jerman, Brasil, Georgia,
China, Jepang dan Malaysia. Pelajaran yang penting darisana adalah bahwasanya tidak seyogyanya paradigma
negatif tentang Amerika terhadap bangsa lain terutama muslim itu seutuhnya benar. Tidak dapat dipungkiri
secara pribadi saya juga termasuk orang yang mencibir dan membenci Amerika pada awalnya, namun 11 bulan
hidup dan berinteraksi langsung dengan masyarakat Amerika berhasil mengubah paradigma saya terhadapnya.
Jadi memang tidak sepantasnya sebuah penilaian terhadap sesuatu yang hanya berasal dari opini meracuni
polapikir dan penilaian kita terhadap sesuatu, kecuali jika kita dapat membuktikannya sendiri secara langsung.
Itu baru satu nilai moral dari puluhan mungkin ratusan nilai moral lainnya yang saya peroleh dari manfaat
program pertukaran pelajar ini. Terimakasih AFS-Bina Antarbudaya atas kesempatannya.

Ini masih satu sisi dari dunia yang kita singgahi. Masih luas sisi dunia yang belum di lihat. Buktikanlah sendiri
apakah cerita dan opini saya ini menjadi benar adanya. Maka untuk pembaca, semoga sedikit kisah ini dapat
memberikan suntikan semangat untuk berani melihat dunia. jika sudah ada niat baik, maka pasti Tuhan ada beri
jalan. Where there is a will, There is a way.

Sekecil apapun peluang yang ada, Gunakanlah! Seperti layaknya kisah anak burung, dia tak pernah
mendapatkan pelajaran oleh induknya bahwa dia tercipta hidup untuk dapat terbang hingga pada akhirnya dia
harus berani melompat dari sarangnya sendiri agar dapat terbang seperti yang lainnya. Padahal dia mungkin
hanya bermodal melihat jika induknya dapat terbang tanpa diberitahu bagaimana caranya agar dapat terbang.

Sama seperti kita yang dapat melihat orang lain memperoleh beasiswa ke luarnegeri atau membaca kisah
mereka. Kalo kita hanya diam dan terkagum itu tidak akan merubah diri kita hingga kita sendiri berani nekat
untuk mencobanya sendiri. Urusan hasil pasrahkan pula pada Tuhan. Karena kadang anak burung pun harus
jatuh dulu kebumi tanpa mati, namun instingnya membawa dia untuk bangkit lagi.

Alhamdulillah. Wallahul Muwafiq ila aqwa mitthoriq.


Wassalam

Anda mungkin juga menyukai