Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelahiran seorang bayi merupakan saat yang membahagiakan orang tua,


terutama bayi yang lahir sehat. Bayi yang nantinya tumbuh menjadi anak
dewasa melalui proses yang panjang, dengan tidak mengesampingkan faktor
lingkungan keluarga. Terpenuhinya kebutuhan dasar anak (asah-asih-asuh)
oleh keluarga akan memberikan lingkungan yang terbaik bagi anak, sehingga
tumbuh kembang anak menjadi seoptimal mungkin. Tetapi tidak semua bayi
lahir dalam keadaan sehat. Beberapa bayi lahir dengan gangguan pada masa
prenatal, natal dan pascanatal. Keadaan ini akan memberikan pengaruh bagi
tumbuh kembang anak selanjutnya. (Saiffudin, 2006).

Proses kelahiran sangat dipengaruhi oleh kehamilan. Dalam kehamilan


yang tidak ada gangguan, diharapkan kelahiran bayi yang normal melalui
proses persalinan yang normal, dimana bayi dilahirkan cukup bulan,
pengeluaran dengan tenaga mengejan ibu dan kontraksi kandung rahim tanpa
mengalami asfiksia yang berat ataupun trauma lahir. (Dewi, 2010).

Kelainan pada ibu dan bayi dapat terjadi di beberapa saat sesudah

persalinan bahkan persalinan normal sekalipun. Pada umumnya kelahiran

bayi normal cukup bulan merupakan tanggung jawab penuh seorang bidan

terhadap keselamatannya dan juga pada ibu pada persalinan normal. Saat ini

angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih sangat tinggi bahkan tertinggi

di Asia Tenggara.

Cephal Hematoma merupakan salah satu patologi dalam persalinan

dimana, cephal hematoma ini biasanya disebabkan oleh cedera pada

periosteum tengkorak selama persalianan dan kelahiran, meskipun dapat juga

timbul tanpa trauma lahir. Cephal Hematoma terjadi sangat lambat, sehingga
tidak nampak adanya edema dan eritema pada kulit kepala. Insidennya

adalah 2,5%. Perdarahan dapat terjadi di satu atau kedua tulang parietal. Tepi

periosteum membedakan chepal hematoma dari caput sucsedeneum. Caput

terdiri atas pembengkakan lokal kulit kepala akibat edema yang terletak di

atas periosteum. Selain itu, chepal hematoma mungkin timbul beberapa jam

setelah lahir, sering tumbuh semakin besar dan lenyap hanya setelah

beberapa minggu atau beberapa bulan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari Cephalhematoma?

2. Bagaimanakah klasifikasi dari Cephalhematoma?

3. Apakah etiologi dari Cephalhematoma?

4. Bagaimanakah patofisiolgi dari Cephalhematoma?

5. Apa sajakah tanda dan gejala dari Cephalhematoma?

6. Apa sajakah komplikasi dari Cephalhematoma?

7. Bagaimanakah pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan pada

neonatus yang menderita Cephalhematoma?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini ialah:

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah asuhan kebidanan neonatus, bayi,

balita, dan anak prasekolah.

2. Untuk menambah informasi dan wawasan kepada mahasiswa kebidanan

pada khususnya dan masyarakat pada umumnya mengenai masalah

cephal hematoma
3. Untuk menambah literatur bacaan mahasiwa kebidanan pada khususnya

dan masyarakat pada umumnya.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan dari makalah ini ialah:

1. Mahasiswa dapat mengetahui mengenai cephal hematoma.

2. Mahasiswa dapat memahami mengenai cephal hematoma.

3. Untuk memberikan gambaran tentang cephal hematoma yang terjadi

pada bayi dan balita.

4. Sebagai bahan masukan untuk memperluas dan memperdalam

pemahaman tentang Cephalhematoma..

5. Meningkatkan keterampilan para mahasiswa dalam membuat

makalah.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Pengertian Cephalhematoma adalah pendarahan subperiosteal akibat


kerusakan jaringan poriesteum karena tarikan atau tekanan jalan lahir dan
tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah. Adapun tulang tengkorak
yang sering terkena adalah tulang temporal atau parietal ditemukan pada 2%
dari kelahiran hidup. (Prawiraharjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan)

Gambar 2.1

Sumber : http://dianhusadaasuhanneonatus.blogspot.co.id/p/caput-
suksedangeum-dan-cephal-hematoma.html

B. Klasifikasi

Menurut (Ika Nugroho, 2002), letak jaringan yang terkena ada 2 jenis
yaitu:

1. Subgaleal
Galeal merupakan lapisan apneurotik yang melekat secara longgar
pada sisi sebelah dalam periosteum. Pembuluh-pembuluh daran vena di
daerah ini dapat tercabik sehingga mengakibatkan hematoma yang berisi
sampai sebanyak 250 ml darah. Terjadi anemia dan bisa menjadi shock.
Hematoma tidak terbatas pada suatu daerah tertentu. (Oxorn, Harry, 1996)
Penyebabnya adalah pendarahan yang letaknya antara apneurosis
epikranial dan periosteum. Dapat terjadi setelah tindakan ekstraksi vakum.
Jarang terjadi karena komplikasi tindakan mengambil darah janin untuk
pemeriksaan selama persalinan, resiko terjadinya terutama pada bayi
dengan gangguan hemostasis darah.
Sedangkan untuk kadang-kadang sukar didiagnosis, karena terdapat
edema menyeluruh pada kulit kepala. Pendarahan biasanya lebih berat
dibandingkan dengan pendarahan subperiosteal, bahaya ikterus lebih
besar.

2. Subperiosteal
Karena periosteum melekat pada tulang tengkorak di garis-garis
sutura, maka hematoma terbatas pada daerah yang dibatasi oleh sutura-
sutura tersebut. Jumlah darah pada tipe subperiosteal ini lebih sedikit
dibandingkan pada tipe subgaleal, fraktur tengkorak bisa menyertai.
Gambaran klinis: Kulit kepala membengkak. Biasanya tidak terdeteksi
sampai hari ke 2 atau ke 3. Dapat lebih dari 1 tempat. Pendarahan dibatasi
oleh garis sutura, biasanya di daerah parietal.

C. Etiologi
Menurut Sarwono Prawiroharjo dalam buku Ilmu Kebidanan 2002,
Cephalhematoma dapat terjadi karena:
1. Persalinan lama
Persalinan lama dan sukar, dapat menyebabkan adanya tekanan
tulang pelvis ibu terhadap tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya
pembuluh darah.
2. Tarikan vakum atau cunam
Persalinan yang dibantu dengan vakum atau cunam yang kuat dapat
menyebabkan penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah yang
melintasi tulang kepala ke jaringan periosteum.

D. Patofisiologi
Cephalhematoma terjadi ketika pembuluh darah pecah selama
persalinan atau kelahiran yang menyebabkan pendarahan ke dalam daerah
antara tulang dan periosteum. Cedera ini terjadi paling sering pada wanita
primipara dan sering berhubungan dengan persalinan dengan forsep dan
ekstraksi vakum. Tidak seperti kapu suksedaneum, cephalhematoma berbatas
tegas dan tidak melebar seperti batas tulang. Cephalhematoma dapat
melibatkan salah satu atau kedua tulang parietal. Tulang okspital lebih jarang
terlibat dan tulang frontal sangat jarang terkena. Pembengkakan biasanya
minimal atau tidak ada saat kelahiran dan bertambah ukurannya pada hari
kedua atau ketiga. Kehilangan darah biasanya tidak bermakna. (Wong, 2008)
Menurut FK Unpad, 1985 dalam buku Obstentri Fisiologi Bandung, proses
perjalanan penyakit cephalhematoma adalah:
1. Cephalhematoma terjadi akibat adanya robekan pembuluh darah yang
melintasi tulang kepala ke jaringan periosteum. Robeknya pembuluh darah

ini dapat terjadi pada persalinan lama. Akibat pembuluh darah ini timbul
timbunan darah di daerah sub periosteal yang dari luar terlihat benjolan.
2. Bagian kepala yang hematoma biasanya berwarna merah akibat adanya
penumpukan daerah yang pendarahan subperiosteum.

E. Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala dari Cephalhematoma, ialah:
1. Adanya fluktuasi
2. Adanya benjolan, biasanya baru tampak jelas setelah 2 jam setelah bayi
lahir.
3. Adanya Cephalhematoma timbul di daerah tulang parietal. Berupa benjolan
timbunan kalsium dan sisa jaringan fibrosa yang masih teraba. Sebagian
benjolan keras sampai umur 1 – 2 tahun.
4. Kepala tampak bengkak dan berwarna merah hal ini karena penumpukan
darah pada daerah sub periosteum.
5. Tampak benjolan dengan batas yang tegas, tanda peradangan dan tidak
melampaui tulang tengkorak.
6. Pada perabaan terasa mula-mula keras, kemudian menjadi lunak.
7. Benjolan tampak jelas, lebih kurang 6 – 8 jam setelah lahir.
8. Benjolan membesar pada hari kedua atau hari ketiga.
9. Benjolan akan menghilang dalam beberapa minggu

Tanda dan gejala lainnya, diantaranya:

1. Baru tampak 6 – 8 jam setelah lahir, besar, hilang 16 – 22 jam atau


berapa minggu kemudian.
2. Lunak, tetapi tidak leyok pada tekanan dan berfluktuasi.
3. Pembengkakan terbatas.
4. Tidak melewati sutura.
5. Tempatnya tetap.
6. Karena pendarahan sub periosteum.

F. Komplikasi

1. Iktrus
Pada bayi yang terkena caput succedanieum dapat menyebabkan
ikterus karena inkompatibilitas faktor Rh atau golongan darah A, B, O
antara ibu dan bayi (Kosim, 2003).
2. Anemia
Anemia bisa terjadi pada bayi yang terkena caput succedanieum
karena pada benjolan terjadi perdarahan yang hebat atau perdarahan
yang banyak.
3. Infeksi
Infeksi pada caput succedaneum bisa terjadi karena kulit kepala
terluka. (kosim, 2003)
4. Klafikasi mungkin bertahan > dari 1 tahun. Gelaja lanjut yang mungkin
terjadi yaitu anemia dan hiperbilirubinemia. Kadang-kadang disertai
dengan fraktur tulang tengkorak di bawahnya atau pendarahan intra
kranial.

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan X-Ray tengkorak dilakukan bila dicurigai adanya fraktur


(mendekati hampir 50% dari seluruh Cephalhematoma). Dan pemeriksaan
darah lengkap untuk menilai kadar bilirubin, hematokrit, faktor pembekuan dan
hemoglobin.

H. Penatalaksanaan

Tidak diperlukan penanganan untuk Cephalhematoma tanpa komplikasi.


Kebanyakan lesi diabsorbsi dalam 2 minggu sampai 3 bulan. Lesi yang
menyebabkan kehilangan darah hebat ke daerah tersebut atau melibatkan
fraktur tulang di bawahnya perlu dievaluasi lebih lanjut. Hiperbilirubinemia
dapat terjadi selama resolusi hematoma ini. Infeksi lokal dapat terjadi dan
harus dicurigai bila terjadi pembengkakan mendadak yang bertambah besar.
Cephalhematoma umumnya tidak memerlukan perawatan khusus.
Biasanya akan mengalami resolusi khusus sendiri dalam 2 – 8 minggu
tergantung dari besar kecilnya benjolan. Namun dicurigai adanya fraktur,
kelainan ini akan agak lama menghilang ( 1 – 3 bulan ) dibutuhkan
penatalaksanaan khusus antara lain:

1. Menjaga kebersihan luka.


2. Tidak boleh melakukan masasae luka/benjolan Cephalhematoma.
3. Pemberian vitamin K.

Bayi dengan Cephalhematoma tidak boleh langsung disusui oleh ibunya


karena pergerakan dapat mengganggu pembuluh darah yang mulai pulih.
Untuk melakukan penanganan pada kasus Cephalhematoma sebagai berikut:
1. Hampir sama dengan Caput Succedaneum hanya lebih hati-hati, jangan
sering diangkat dari tempat tidur.
2. Cairan tersebut akan hilang terabsorbsi dengan sendirinya dalam 1
minggu. Terarbsorbsinya menjadi lama apalagi terjadi jaringan fibroblast.
3. Tidak diaspirasi karena dikhawatirkan akan terjadi infeksi bila kulit ditusuk
jarum sehingga terjadi trauma akibat peradangan benda asing.
4. Setelah hematoma lenyap, terjadi hemolosis sel darah merah.
5. Stimulus secara pelan untuk merangsang pembuluh limfe di bawah kulit.
6. Hari pertama kompres dingin.
7. Hari kedua sampai keempat kompres hangat.
8. Hiperbilirubinemia akan timbul setelah bayi di rumah.
9. Konseling orang tua untuk mengawasi timbulnya kemungkinan Ikterik.
10. Diminta cek di RS pada minggu keempat.

Pada neonatus dengan Cephalhematoma tidak diperlukan pengobatan,


namun perlu dilakukan fototerapi untuk mengatasi hiperbilirubinemia.
1. Tidak perlu tindakan khusus.
2. Benjolan akan sendirinya dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.
3. Observasi terhadap bilirubinemia dan trombositopenia.
4. Dapat diberikan Vitamin K untuk mengurangi pendarahan.
5. Pemeriksaan X-Ray, bila dicurigai adanya fraktur (mendekati hampir 5 %
dari seluruh Cephalhematoma).
6. Pemantauan bilirubinia, hematokrit dan hemologbin.
7. Aspirasi darah dengan jarum suntik tidak diperlukan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cephalhematoma adalah pendarahan sub periosteal akibat kerusakan
jaringan poriesteum karena adanya tarikan atau tekanan jalan lahir.
Dimana Cephalhematoma terjadi ketika pembuluh darah pecah selama
persalinan atau kelahiran yang menyebabkan pendarahan ke dalam
daerah antara tulang dan periosteum. Adapun klasifikasi Cephalhematoma
menurut (Ika Nugroho, 2002 ), berdasarkan letak jaringan yang terkena ada
ialah Subgaleal dan Subperiosteal. Dimana Cephalhematoma dapat
disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya tekanan jalan lahir yang
terlalu lama, molase yang kuat ataupun karena partus dengan tindakan
(vakum atau cunam).
Adapun tanda dan gejala dari Cephalhematoma, ialah: adanya
fluktuasi, adanya benjoan, adanya Cephalhematoma timbul di daerah
tulang parietal, kepala tampak bengkak dan berwarna merah, tampak
benjolan dengan batas yang tegas, pada perabaan terasa mula-mula
keras, kemudian menjadi lunak, benjolan tampak jelas lebih kurang 6 – 8
jam setelah lahir, benjolan membesar pada hari kedua atau hari ketiga,
benjolan akan menghilang dalam beberapa minggu. Komplikasi yang dapat
terjadi akibat Cephalhematoma ialah: iktrerus, anemia, infeksi. Adapun
penatalaksaan Cephalhematoma ialah diantaranya: hampir sama dengan
kaput suksedoneum, jika ada luka dijaga agar tetap bersih dan kering,
lakukan pemberian Vitamin K dan adapun pemeriksaan penunjangnya ialah
Pemeriksaan X-Ray pada tengkorak, pemeriksaan darah lengkap (untuk
menilai kadar bilirubin, hematokrit, faktor pembekuan dan haemoglobin).

B. Saran
Pada penderita cephal hematoma, bidan bisa menjelaskan
kepada ibu dan keluarga bayi bahwa tidak diperlukan tindakan atau
penanganan khusus bila tanpa komplikasi. Salah satu penyebab cephal
hematom adalah trauma lahir, karena itu untuk mencegah terjadinya
cephal hematoma bisa dilakukan dengan memimpin persalinan yang
aman dan tepat.

Diharapkan juga kepada tenaga kesehatan khususnya bidan agar


selalu memantau keadaan pada bayi. Delain itu diharapkan kepada
bidan untuk benar-benar mengerti tentang penatalaksanaan pada setiap
kelainan kepala yang mungkin terjadi pada neonatus. Diharapkan
kepada setiap orang tua untuk melakukan perawatan bayinya secara
rutin dirumah guna mencegah kemungkinan terjadinya infeksi dan iritasi.

Anda mungkin juga menyukai