Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS PENATAAN RUANG PEMBANGUNAN SIMPANG LIMA

GUMUL SEBAGAI CENTRAL BUSINESS DISTRICT (CBD) KABUPATEN


KEDIRI

ANALISIS PENATAAN RUANG PEMBANGUNAN SIMPANG LIMA GUMUL


SEBAGAI CENTRAL BUSINESS DISTRICT (CBD)
KABUPATEN KEDIRI

ESEI
UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATAKULIAH
Geografi Pengembangan Wilayah
yang dibimbing oleh Satti Wagistina, S.P., M.Si

Oleh
Asis Wahyudi
109821422712

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
April 2011

Perkembangan perkotaan membawa pada konsekuensi negatif dan positif terhadap


kehidupan manusia. Perkembangan kota membutuhkan ruang sebagai tempat hidup
penduduk dan aktivitasnya. Pertambahan jumlah penduduk berarti juga termasuk
peningkatan kebutuhan ruang. Perkembangan tersebut tidak pernah lepas dari tata ruang
perkotaan. Struktur tata ruang merupakan merupakan unsur terpenting dalam
pengembangan sebuah kota. Perencanaan infrastruktur harus mengacu pada struktur
yang telah ditetapkan, hal ini agar tidak terjadi disparitas antarwilayah.
Kabupaten Kediri memiliki kondisi yang beraneka ragam, baik dalam segi sumberdaya
manusia, sumberdaya alam, maupun perkembangan wilayah. Berdasarkan alasan
tersebutlah, pemerintah Kabupeten Kediri melakukan strategi pengembangan kawasan
yang baik yang mengacu pada perkembangan terarah dengan seoptimal mungkin
mendorong perkembangan wilayah dan sektor potensial pada setiap wilayah. Hal ini agar
dapat mengurangi disparitas antarwilayah di Kabupaten Kediri. Perkembangan wilayah
tersebut dapat dapat dioptimalkan jika setiap wilayah memiliki pusat pelayanan, sehingga
setiap wilayah memiliki satu pusat sehingga perkembangan wilayah dapat mendorong
perkembangan sekitarnya melalui proses interaksi antarwilayah.
Secara konseptual hal tersebut dapat diwujudkan dengan menetapkan kota-kota kunci
yang umumnya kota ini memiliki karakter kota terbesar di wilayahnya, lokasinya sentral,
aksesnya bagus, dan memiliki sektor kegiatan tertentu yang mampu memacu
perkembangan wilayah di sekitarnya. Kota-kota kunci ini nantinya akan menjadi penentu
pertumbuhan bagi wilayah sekitarnya, sehingga perbedaan antarwilayah dapat dicegah,
tanpa harus mengesampingkan perkembangan wilayah yang potensial untuk berkembang.
Untuk mencapai hal tersebut, maka dalam struktur tata ruang wilayah ditetapkan model
regionalisasi, atau pembentukan Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP). Setiap
SSWP memiliki wilayah pendukung dan pusat SSWP harus diberi kelengkapan berupa
penunjang sosial ekonomi dalam pelayanan subregional. Wilayah ini harus memiliki
aksesibilitas yang tinggi pada wilayah sekitarnya dan ke Kediri sebagai pusat SSWP,
sedangkan fasilitas sosial ekonomi harus ada pada setiap pusat SSWP.
Berdasarkan kondisi yang ada di Kabupaten Kediri, maka wilayah pengembangannya
dibagi menjadi tujuh (7) SSWP(RTRW Kabupaten Kediri 2003-2010). Dalam
perkembangannya, setiap SSWP memiliki satu pusat pertumbuhan, sedangkan di
Kabupaten Kediri sendiri akan dibuat pusat pertumbuhan wilayah berupa Central
Business District. Sistem kepusatan suatu kota (Central Business District/CBD)
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penduduk yang dilayani, yang digambarkan
sebagai suatu struktur hirarki mulai dari tingkat pelayanan yang tertinggi sampai
terendah. Ditinjau dari skala suatu kota untuk membentuk suatu sistem kepusatan dapat
diklasifikasikan menjadi 3, yaitu skala regional, skala kota, dan skala lokal. CBD
Kabupeten Kediri merupakan sistem pusat pelayanan kota. Kebijaksanaan sistem pusat
pelayanan berskala kota diarahkan sebagai berikut :
a. Pusat Pelayanan berskala kota didefinisikan sebagai fasilitas yang lingkup pelayanannya
mencakup wilayah kota bersangkutan.
b. Pusat pelayanan skala kota meliputi faslitas pendidikan, kesehatan, perdagangan dan
jasa, peribadatan, serta olahraga yang melayani tingkat kota atau wilayah perencanaan.
c. Lokasinya diarahkan pada tempat-tempat yang cenderung menjadi aglomerasi fasilitas
pelayanan tingkat kota yang sudah ada.
d. Mempunyai kemudahan aksesbilitas terhadap bagian wilayah kota yang dilayani.
e. Lokasinya diarahan pada tempat yang cenderung sentris dengan maksud agar bisa
dicapai secara lebih merata dari setiap bagian wilayah kota (RTRW Kab Kediri, 2003-
2010).

Gambar 1: Peta SSWP Kabupaten Kediri


Kabupaten Kediri merupakan daerah agraris dan daerah potensi pariwisata dan memiliki
posisi yang sangat strategis sebagai pusat pengembangan perekonomian (Growth Pole
Theory) karena terletak di tengah-tengah wilayah Jawa Timur bagian barat. Demografi
sangat mendukung untuk pusat pengembangan perekonomian. Namun demikian dari sisi
ekonomi sampai saat ini belum tergarap secara maksimal, karena selama ini kegiatan
perekonomian terkonsentrasi di Surabaya. Oleh karena itu perlu dibentuk baru (Trade
Centre) di wilayah Jawa Timur Bagian Barat. Dengan demikian masyarakat akan
memiliki alternatif yang lebih ekonomis dan effisien untuk melakukan kegiatan
perdagangan pada khususnya dan kegiatan ekonomi lainnya.
Untuk dapat mewujudkan hal tersebut di atas, sebagai langkah awal Pemerintah
Kabupaten Kediri membangun Pusat perdagangan (Trade Centre), Simpang Lima Gumul
(SLG) untuk tahap awal dengan luas 13 hektar dan dapat terus berkembang sesuai
kebutuhan. Konsep penataan kawasan ini adalah blok massa (bangunan) dengan pola
radial dan di pusatnya terdapat sebuah monument. Monumen itu sendiri merupakan
sebuah gedung pertemuan, minimarket, ruang diorama, dan mall (masih dalam proses
pengerjaan). Dengan dibangunnya pusat perdagangan baru ini maka akan terbentuk
aglomerasi spasial dari industri-industri yang saling berkaitan yang mengandung suatu
pertumbuhan industri propulsive. Suatu aglomerasi spasial dari industri yang saling
berkaitan, yang akan berkembang menjadi pusat perkotaan baru, yang melalui
ekspansinya akan mendorong pertumbuhan pada daerah hinterland.
Monumen Simpang Lima Gumul (SLG) yang sebelum dibangun dikenal dengan nama
Proliman, berada di Desa Tugurejo, Kecamatan Gampengrejo, Kediri, yang merupakan
persimpangan arah selatan ke Wates/Pesantren, arah timur ke Gurah, arah utara ke Pagu,
arah timur laut ke Pare, dan arah ke Barat ke Kota Kediri. SLG sendiri terletak di SSWP
”D” dengan pusat pertumbuhannya adalah Kecamatan Gampengrejo. Kegiatan utama
yang diharapkan dari SSWP D ini adalah pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan
jasa, pertanian, pendidikan, industri, dan pariwisata (RTRW Kabupaten Kediri, 2003).

Gambar 2: Monumen Simpang LIma Gumul dari sisi utara

Simpang Lima Gumul sebagai Kawasan CBD Baru Kabupaten Kediri


SLG (Simpang Lima Gumul) Kediri menjadi titik tengah kawasan seluas sekitar 13 ha
yang dijadikan Bupati Kediri saat itu, Sutrisno, sebagai Pusat Kawasan Bisnis atau
populer disebut Central Business District (CBD) Kabupaten Kediri. CBD dengan SLG
Kediri sebagai ikonnya adalah megaproyek prestisus. Sebagai pusat bisnis, kawasan
tersebut memiliki konsep awal dengan pembangunan pusat pertokoan modern, mall, hotel
berbintang, wisata kuliner dan rekreasi, hingga terminal.
Rencana Kabupaten Kediri untuk membangun dan mengembangkan kota mandiri di
Simpang Lima Gumul (SLG) masih membutuhkan proses yang panjang. Pasalnya, total
kebutuhan investasi yang dibutuhkan untuk merealisasikannya mencapai Rp1 triliun
lebih. Saat ini perencanaan pembangunan kota baru di SLG sedang dilakukan, dan di sana
akan dijadikan sebuah kota mandiri dengan berbagai fasilitas yang dapat memacu
perkembangan di Kabupaten Kediri terutama pada sektor ekonomi seperti pusat grosir,
water park, dan juga perhotelan.
Menurut Imadudin dalam Ghaffar (2010), Kasi Promosi dan Kerjasama Kantor
Penanaman Modal Kabupaten Kediri, untuk merealisasikan mega proyek seluas 37 hektar
tersebut dibutuhkan investasi sebesar Rp 1 triliun lebih. Untuk itu, pihak Pemkab Kediri
mengundang investor dalam negeri khususnya yang ada di Surabaya untuk berinvestasi di
sana. Sejauh ini, fasilitas yang sudah terbangun di sana adalah monumen SLG,
infrastruktur dasar seperti akses jalan, pasar, dan perbankan. Baru-baru ini telah
diresmikan tempat wisata air (waterpark) dan terminal gumul. Pembangunan kawasan
wisata tersebut telah menelan biaya Rp 100 miliar. Sedangkan saat ini yang masih digarap
adalah pusat perbelanjaan dan convention centre.
Sumber pembiayaan pembangunan tersebut tidak akan menggunakan dana Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Kediri. Hal ini dikarenakan telah adanya tawaran
kerjasama dari konsorsium pengusaha yang bersedia mengucurkan dana Rp 100 miliar.
Sementara untuk pembangunan fasilitas lainnya seperti trade center atau mall dan hotel
masih diusahakan. Trade center tersebut diyakini bisa memperpendek jarak ke pusat
grosir. Pasalnya, tempat tersebut akan dirancang sebagai pusat grosir untuk wilayah
Kediri dan sekitarnya. Dengan pembangunan SLG ini, diharapkan bisa meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Kediri dari 4% di tahun ini menjadi 5%. Sebab disini pasti ada
multiplier effect nantinya. Kawasan itu dibangun dengan sistem multiyears atau tahunan,
sejak 2003 dan hingga kini masih berjalan. Total dana yang sudah dikeluarkan untuk
proyek menara itu sudah mencapai Rp300 miliar.

Fasilitas di Simpang Lima Gumul


Sebuah CBD yang notabene sebagai tempat berdirinya pusat pemerintahan, perdagangan
dan jasa harus memenuhi berbagai syarat dalam hal fasilitas fisik yang dibangun.
Menurut RTRW Kabupaten Kediri (2003) pusat pelayanan berskala kota harus meliputi
fasilitas pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa, peribadatan, serta olahraga yang
melayani tingkat kota atau wilayah perencanaan.
Fasilitas yang ada ataupun yang sedang dibangun di Monumen Simpang Lima Gumul
sebagai CBD adalah sebagai berikut:
1. Pusat perdagangan
Pusat perdagangan (trade centre) di SLG ini masih dalam proses pengerjaan. Lokasi dari
trade centre ini berada di bawah tanah monumen Simpang Lima Gumul. Rencananya, di
ruang bawah tanah tersebut dibangun mall, pusat grosir dan pusat pameran barang-
barang produksi khas Kabupaten Kediri. Di basement saat ini mulai dibangun ruang
serbaguna, ruang yang direncanakan untuk tempat penjualan aneka souvenir dan produk
unggulan asli Kabupaten Kediri. Lalu ruang pertemuan di gedung utama serta auditorium
di lantai berikutnya. Monumen itu juga memiliki tiga akses jalan bawah tanah terhubung
ke tempat parkir.
2. Convention Hall (Aula Pertemuan)
Gedung pertemuan di SLG masih dalam proses pengerjaan. Lokasi gedung pertemuan ini
berada di selatan monumen SLG. Convention hall ini dibangun dua lantai dengan
berbagai fasilitas layaknya sebuah gedung pertemuan. Rencananya covention hall ini akan
digunakan untuk berbagai kegiatan pertemuan seperti seminar, penyuluhan dan
pertemuan dengan kepala daerah. Dengan adanya gedung pertemuan di CBD ini akan
meningkatkan perekonomian daerah, sebab gedung ini akan disewakan dengan kapasitas
lebih dari 500 orang.

Gambar 4: Convention Centre SLG


3. Bank Daerah
Salah satu fasilitas di CBD SLG adalah Bank Daerah Kabupaten Kediri. Bank ini
merupakan sarana untuk membantu mengelola keuangan daerah. Prinsip dari bank
daerah ini hampir sama dengan bank perkreditan rakyat. Masyarakat Kabupaten Kediri
akan dibantu dengan peminjaman modal untuk membantu usaha yang mereka jalankan.
4. Sub Terminal Gumul
Transportasi merupakan sarana penting dalam menunjang perekonomian suatu daerah.
Pemkab Kediri sangat memahami hal tersebut. Pembangunan Subterminal Gumul
merupakan upaya untuk menunjang perekonomian daerah Kabupaten Kediri. Di samping
terminal dibangun Dinas Perhubungan Kabupaten Kediri. Diharapkan dengan adanya
dinas perhubungan yang dekat akan lebih memperlancar koordinasi transportasi di
Kabupaten Kediri.
5. Waterpark (Gumul Paradise Island)
Menurut Bupati Kediri, Kawasan Simpang Lima Gumul merupakan kawasan yang
diproyeksikan sebagai pusat perdagangan yang bisa memperkenalkan dan menjual
produk masyarakat dari home industry. Salah satu cara untuk menjadikan kawasan ini
menjadi ramai oleh pengunjung adalah dengan membangun sarana pariwisata.
Keberadaan Gumul Paradise Island ini tentu saja akan menarik masyarakat Kediri dan
sekitarnya untuk berkunjung ke kawasan SLG. Keberadaan Gumul Paradise Island
memberikan dampak positif bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan SLG, salah
satunya adalah mengurangi pengangguran. Berbagai peluang usaha dapat tercipta, seperti
menyediakan jasa penitipan kendaraan/parkir serta menjual berbagai makanan, barang
ataupun oleh-oleh bagi pengunjung.

Gambar 5: Gumul Paradise Island


Pembangunan Gumul Paradise Island telah dimulai setahun silam. Obyek wisata yang
dibangun di area seluas 1,5 Ha ini semakin meningkatkan aktivitas perekonomian di SLG
serta melengkapi berbagai sarana dan fasilitas yang sudah ada, seperti terminal, Bank
Daerah, dan gedung pertemuan. Disamping menjadi salah satu obyek wisata unggulan,
wahana wisata air ini dapat menjadi alternatif tujuan masyarakat ketika mengunjungi
kawasan SLG, selain Pasar Tugu dan monumen Simpang Lima Gumul yang telah menjadi
ikon Kabupaten Kediri.
Berbagai wahana permainan yang tersedia di Gumul Paradise Island, seperti fun
boomerang, speed slide, jamur air, flying fox dan kid water play set.Di salah satu sudut
pun terdapat food court bagi pengunjung untuk beristirahat dan mencoba berbagai menu
makanan. Aneka makanan khas Kediri seperti produk olahan tahu dan mangga podang
juga turut dijual. Sementara itu, ada juga tempat penjualan oleh-oleh khas Kediri di
merchandise shop. Di area yang cukup luas tersebut, pengunjung disuguhi beragam
produk home industry masyarakat, seperti tas dan dompet dari batok kelapa, batik khas
kediri, aneka bentuk kerajinan tembikar, berbagai aksesoris hingga sandal dan pakaian.

6. Studio JTV Kediri


Media komunikasi sangat dibutuhkan dalam pengembangan suatu wilayah, apalagi suatu
pembangunan kota baru seperti Kabupaten Kediri dengan SLG sebagai CBD-nya. Di SLG
ada studio JTV Kediri yang terletak di dalam monumen. Stasiun televisi ini menyiarkan
berita dan berbagai perkembangan di Kediri dan sekitarrnya, sehingga mampu
mempermudah penyebaran informasi terkini kepada masyarakat.

Analisis Simpang Lima Gumul sebagai CBD Kabupaten Kediri


1. Penetapan Lokasi
Penetapan lokasi untuk proyek relokasi Simpang Lima Gumul tertuang dalam Surat
Bupati Kediri nomor 593/782/418.52/2002 tanggal 29 April 2002. Persetujuan ini diberikan
berdasarkan surat permohonan yang telah diajukan oleh Bagian Perlengkapan
Pemerintah Kabupaten Kediri nomor 593/782/418.31/2002 tanggal 11 Maret 2002 perihal
permohonan pemberian persetujuan penetapan lokasi pengadaan tanah proyek relokasi
Simpang Lima Gumul.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Camat Gampengrejo dan staf Bagian Perlengkapan
Pemerintah Kabupaten Kediri bahwa lokasi pengadaan tanah yang diajukan untuk
relokasi SLG sudah dilaksanakan studi kelayakan dan analisis mengenai dampak
lingkungan (AMDAL). Peruntukan tanah yang dimohon telah diteliti dan sesuai dengan
Revisi RTRW Kabupaten Kediri (Perda Kabupaten Kediri nomor 5 tahun 2003) yang
telah diganti dengan RTRW Kabupaten Kediri Tahun 2003-2010 dan Revisi Rencana
Umum Tata Ruang Kota/Rencana Detail Tata Ruang Kota Ibukota Kecamatan
Gampengrejo Tahun 1998/1999-2008/2009. Penggunaan tanah yang dimohon tidak
merugikan masyarakat karena harga tanah yang ada di sekitar pembangunan menjadi
naik dan akses jalan serta arus lalu lintas di Simpang Lima Gumul akan menjadi lebih
lancar daripada yang sebelumnya (Oktavio, 2008).

Gambar 6: Lokasi CBD SLG

Pelaksanaan pembangunan SLG tidak sepenuhnya sesuai dengan prosedur yang telah
direncanakan. Masalah muncul mengenai status kepemilikan tanah kawasan SLG. Kasus
ini berawal dari terkuaknya kenyataan bahwa tanah SLG dan sekitarnya yang selama ini
dibeli oleh pemerintah kabupaten melalui dana APBD ternyata belum sah menjadi milik
pemkab. Terbukti, hingga saat ini pembelian tanah yang menghabiskan dana milik
masyarakat hingga puluhan bahkan ratusan miliar ini belum mempunyai sertifikat.
Padahal salah satu bukti bahwa tanah dimiliki seseorang atau lembaga/instansi adalah
dengan menunjukkan sertifikat.
Sampai sekarang, status lahan bangunan prestisius itu tidak jelas. Menurut Redaksi
Demonstran (2011), hingga September 2010, baru empat petak yang masuk proses
sertifikasi di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kediri, selebihnya belum
diajukan. Berdasarkan data yang diperoleh wartawan, menyebutkan empat petak yang
sekarang dalam proses sertifikasi itu masing-masing seluas 1.767 meter persegi, 1.169
meter persegi, 175 meter persegi, dan 4.790 meter persegi. Menurut BPN (Badan
Pertanahan Nasional) Kabupaten Kediri, sampai saat ini proses sertifikasi sedang
berlangsung. BPN, menurutnya masih memproses peta bidang. Pengukuran tanah untuk
empat bidang itu baru tuntas pada beberapa bulan lalu.
Lambatnya proses sertifikasi tanah ini karena persyaratan yang diajukan pemkab dalam
sertifikasi juga belum lengkap. Sehingga pihak BPN tidak bisa memproses sertifikasi lebih
lanjut. Adapun persyaratan yang belum dipenuhi, diantaranya: bukti pajak PPH, bukti
pendukung tanah yang dimohon, pernyataan selisih luas tanah , dan beberapa persyaratan
lainnya. Jika persyaratan tersebut telah terpenuhi, BPN barulah akan melanjutkan proses
sertifikasi.
Empat bidang tanah yang sekarang dalam proses sertifikasi BPN adalah tanah yang
terletak di selatan SLG. Lokasinya masuk kawasan Desa Tugurejo, Kecamatan Ngasem.
Sedangkan tanah yang di lokasi lainnya, masih belum dalam proses sertifikasi, termasuk
tanah yang ditempati monument SLG dan menjadi kompleks perkantoran serta tanah
tempat convention hall berdiri. Berikuta adalah tanah SLG yang masih dalam Proses
Sertifikat (BPN dalam Demonstran 2011):
a. Petak 1.767 meter persegi
b. Petak 1.169 meter persegi
c. Petak 175 meter persegi
d. Petak 4.790 meter persegi
e. Syarat yang belum dipenuhi : Bukti pajak PPH, bukti pendukung tanah yang dimohon,
pernyataan selisih luas tanah.

2. Penataan Bangunan
Secara umum, penetapan lokasi Simpang Lima Gumul memang tidak menyalahi aturan
dari RTRW Kabupaten Kediri maupun RDTRK Kecamatan Gampengrejo. Akan tetapi,
penataan bangunan di SLG masih belum sepenuhnya layak sebagai suatu CBD. Menurut
RTRW Kabupaten Kediri (2003), sebagai pusat pelayanan skala kota faslitasnya meliputi:
pusat pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa, peribadatan, serta olahraga yang
melayani tingkat kota atau wilayah perencanaan. Lokasinya diarahkan pada tempat-
tempat yang cenderung menjadi aglomerasi fasilitas pelayanan tingkat kota yang sudah
ada.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa fasilitas pusat perdagangan dibangun di
basement monumen, terminal dan waterparka ada di sisi utara dan barat laut monumen,
sedangkan convention hall ada di sisi selatan monumen. Padahal kalau mengacu pada
aturan di RTRW Kabupaten tersebut, seharusnya fasilitas utama sebagai CBD adalah
adanya pusat pemerintahan di area CBD, sementara pusat pemerintahan Kabupaten
Kediri berada 1,5 km barat Monumen SLG tepatnya di Jalan Soekarno-Hatta 1 Kediri.
Pusat pendidikan berupa Dinas Pendidikan Kabupaten Kediri berada 0,5 km dari pusat
monumen. Tentunya hal ini perlu dipertanyakan tentang kelayakan Simpang Lima Gumul
sebagai CBD Kabupaten Kediri. Apalagi tempat peribadatan dan kesehatan sebagai
sarana vital juga belum ada dalam rencana pembangunan SLG. Hal ini semakin
mengurangi syarat suatu CBD yang dibangun.
Dalam artikel yang ditulis oleh Dandung Purwono disebutkan bahwa pembangunan water
park di area SLG merupakan bentuk ketidakfahaman kepala daerah Kabupaten Kediri
tentang penetaan ruang. Bupati akan membanguan sebuah kota baru dengan simbol
monumen SLG, sedangkan tidak lebih dari satu kilometer ada waterpark, di seberang
jalan ada terminal dan tidak jauh lagi disisi utara ada pabrik susu. Ini jelas menyalahi
aturan pembangunan tataruang yang telah direncanakan sebelumnya. Dalam aturannya,
tidak menyebutkan fasilitas pariwisata di dalam sebuah pusat pelayanan berskala kota,
dan dalam hal ini adalah CBD Kabupaten Kediri.
Apalagi keberadaan subterminal yang berada di seberang waterpark dan sangat dekat
dengan pusat CBD dirasa kurang pas. Meskipun dalam rencana memang ada, tetapi
bukan tidak mungkin jika memang nantinya pembangunan SLG sudah benar-benar
rampung, kesan kumuh, kotor, dan kurang nyaman (crowded) akan nampak mengganggu
keindahan Simpang Lima Gumul yang menjadi trade center. Belum lagi jika terjadi tindak
kriminal di sekitar terminal, pasti para pengusaha dan investor besar yang sedang
berbisnis di mall dan pusat trade centre akan sangat terganggu. Dinas perhubungan yang
ada di sebelah barat terminal harus mampu mengelola keberadaan terminal agar lebih
mampu meningkatkan kemudahan aksesibilitas menuju pusat CBD. Pasalya banyak sekali
sopir angkot dan kernet bus yang mengeluh kekurangan penumpang jika harus lewat
SLG. Mereka mengeluhkan aturan wajib ini, biaya bensin yang mereka keluarkan lebih
besar daripada yang sebelumnya karena lewatnya harus memutar monumen.
Keberadaan pasar tugu setiap hari Sabtu dan Minggu di satu sisi memang memberikan
manfaat bagi para penduduk Kabupeten Kediri untuk memasarkan hasil produksinya.
Hanya saja, saat ini pelaksanaannya masih belum maksimal. Penataannya masih terkesan
kurang baik dan pedagangnya pun masih belum begitu ramai. Apalagi sapah-sampah yang
sering berceceran ke mana-mana. Meskipun sudah ada pihak yang membersihkan, namun
ada saja pedagang yang nakal yang membuang sampah sembarangan. Apabila hal ini
dibiarkan terus menerus, saat SLG sudah rampung nanti akan menimbulkan berbagai
masalah yang kompleks lainnya.

Gambar 7: Pasar Tugu di SLG

Idealnya, dalam sebuah CBD ada Ruang Terbuka Hijau yang dikelola sedemikian rupa.
Luas Ruang Terbuka Hijau alah 30% dari luas kawasan yang direncanakan (Sumarmi,
2010). Akan tetapi keberadaan RTH di SLG masih berupa persawahan dan bukan taman
yang dikelola. Keberadaan RTH ini selain sebagai penyejuk juga mampu menambah nilai
estetis sebuah banguanan.
Namun demikian, salah satu upaya penting dalam pengembangan trade centre adalah
adanya studio JTV sebagai sarana untuk mengomunikasikan hasil industri dan
keunggulan berinvestasi di CBD Kabupaten Kediri tersebut. Dengan adanya media
komunikasi tersebut produk-prodik dan fasilitas terbaru dari Simpang Lima Gumul akan
lebih mudah untuk dipasarkan.

Dampak Pembangunan Simpang Lima Gumul sebagai CBD Kabupaten Kediri


Pembangunan Simpang Lima Gumul memiliki dampak positif maupun negatif. Dampak
pembanguan ini mampu dirasakan oleh masyarakat sekitar maupun pemerintah. Adapun
dampak pembangunan SLG dalam berbagai aspek sebagai berikut:
1. Dampak Sosial
a. Dampak positif
Pembangunan Simpang Lima Gumul memnberikan dampak pada masyarakat daerah
hinterland. Sebagian masyarakat sangat antusias untuk mengunjungi monumen. Di desa
tempat penulis tinggal ada kelompok kereta kelinci yang menawarkan jasa angkutan
kepada warga desa untuk jalan-jalan khusus ke Simpang Lima Gumul pada hari Sabtu-
Minggu. Setiap Sabtu-Minggu, baik anak-anak maupun ibu-ibu berbondong-bondong ikut
rombongan. Apalagi hari Sabtu-Minggu ada pasar tugu di SLG, hal ini semakin
menambah ramainya monumen SLG.
Setiap ada event tertentu, SLG selalu ramai oleh pengunjung dari berbagai penjuru
daerah, mulai dari warga desa maupun warga Kota Kediri. Beberapa waktu lalu ada
festival pekan budaya untuk memperingati hari ulang tahun Kabupaten Kediri. Berbagai
acara yang digelar mampu meyedot antusiasme masyarakat, sehingga memberikan kesan
kota yang lebih hidup.
Dampak positif lainnya adalah adanya SLG sebagai CBD mampu mengurangi
pengangguran di Kabupaten Kediri. Dikutip dari Harian Media Indonesia (2010)
Haryanti, Bupati Kediri, mengungkapkan bahwa keberadaan Simpang Lima Gumul ini
pelan-pelan memberikan dampak positif bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan
SLG, salah satunya adalah mengurangi pengangguran. Berbagai peluang usaha dapat
tercipta, seperti menyediakan jasa penitipan kendaraan/parkir serta menjual berbagai
makanan, barang ataupun oleh-oleh bagi pengunjung.
b. Dampak Negatif
Saat ini keneradaan minumen yang masih sepi, artinya belum begitu banyak wirausaha
yang dilakukan oleh masyarakat di area CBD. Lokasi yang las dan jalanan yang mulus
seringkali digunakan oleh anak-anak muda untuk mengadakan balapan liar di sekitar
monumen. Tentunya hal ini sangat mengganggu kenyaman masyarakat lain. Apalagi saat
konser-konser musik ataupun even tertentu biasanya menimbulkan tawuran yang melukai
warga.
Nampaknya permasalahan sosial berkaitan dengan pengadaan lahan SLG masih belum
usai. Besarnya ganti rugi belum sepenuhnya diterima oleh penduduk yang tanahnya dibeli
oleh pemerintah untuk pembangunan. Kebanyakan masyakat mengeluh karena besarnya
uang ganti rugi tidak sesuai. Menurut Oktavio (2008) dalam penelitiannya
mengungkapkan masih ada dua orang pemegang hak atas tanah yang belum bersedia
diganti uangnya meskipun sudah merelakan tanahnya dibeli untuk kepentingan umum,
karena besarnya ganti rugi yang telah ditetapkan dianggap masih terlalu rendah. Berikut
adalah data besarnya ganti rugi tanah.
Tabel 1: Besarnya Ganti Kerugian tanah (Oktavio, 2008).
No Klasifikasi Harga Satuan Per Ru (Rp)
1. Pinggir jalan raya gumul 4.000.000,-
2. Jarak dari Jalan Raya Gumul 250 m 2.750.000,-
3. Jarak dari Jalan Raya Gumul >250 m 1.900.000,-
4. Tanah sawah untuk pengganti tanah kas desa 350.000,- s.d. 500.000,-

Besarnya ganti kerugian banguan telah disepakati dengan sistem borongan, akan tetapi
besarnya ganti kerugian tetap dituangkan dalam SK Bupati Kediri nomor 698 tahun 2002
tanggal 31 Juli 2002 yaitu gedung permanen dengan tiga kondisi:

Tabel 2: Besarnya Ganti Kerugian Bangunan (Oktavio, 2008).


No Jenis Bangunan Harga Satuan (Rp/M2)
1 Gedung permanen
a. Baik
b. Sedang
c. Tidak Baik
1.190.000,-
890.000,-
300.000,-

2. Dampak Ekonomi
a. Dampak Positif
Keberadaan SLG diharapkan mampu meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten
Kediri melalui pajak daerah. Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan SLG (Surya
online):
• Meningkatkan PAD dari retribusi dan pajak
• Meningkatkan kesejahteraan rakyat lewat home industri dan UKM
• Memajukan Kabupaten Kediri di sektor ekonomi dan pariwisata
• Mengurangi pengangguran
Dalam pelaksanaanya, saat ini tujuan itu belum berjalan dengan maksimal.
Pasalnya sampai hari ini baru ada satu investor yang mau berinvestasi di CBD SLG, yakni
PT. Panorama Wisata yang berinvestasi dalam pembangunan Gumul Paradise Island.
Namun demikian, secara umum pembangunan Simpang Lima Gumul telah memberikan
dampak positif , yakni: dapat membantu masyarakat memenuhi kebutuhan ekonomi,
meningkatkan penghasilan masyarakat sekitar, meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sekitar yang mempunyai lahan yang cukup luas di sekitar Kawasan Simpang Lima Gumul,
meningkatkan pendapatan bagi warga yang sebelumnya berprofesi sebagai buruh tani
menjadi pedagang di Kawasan Simpang Lima Gumul, menciptakan lapangan pekerjaan
bagi para remaja dan pengangguran di sekitar Kawasan Simpang Lima Gumul.
b. Dampak Negatif
Dampak yang paling menyolok adalah dampak negatif dari perekonomian di Kabupaten
Kediri. Pembangunan CBD dengan SLG sebagai ikonnya tak seindah awal inspirasi
pendiriannya. Sejumlah kontroversi yang memantik protes dan unjuk rasa mulai kalangan
aktivis antikorupsi hingga budayawan hingga kini terus bermunculan. Kontroversi
terbesar adalah gemuknya anggaran APBD yang terkuras untuk kawasan itu. Selebihnya
soal transparansi penggunaan anggaran serta sistem tender proyek yang tidak dilakukan
secara terbuka. Salah satu pihak yang paling getol menolak dan ingin memerkarakan
proyek prestisius ini secara hukum adalah Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Peduli
(LBHIP) Kediri. Total dana yang sudah dikeluarkan untuk proyek menara itu sudah
mencapai Rp300 miliar. Padahal dalam rencananya membutuhakn dana 1 triliun lebih.
Ada perbandingan menarik antara dana yang dikeluarkan untuk proyek Central Business
District (CBD) Kabupaten Kediri, Jawa Timur, dan anggaran untuk sarana pendidikan.
Pada 2007, setidaknya 300 gedung sekolah rusak di kabupaten itu. Namun, pemkab hanya
menganggarkan Rp 8,1 miliar untuk sekitar 80 sekolah. Padahal di tahun yang sama
mantan Bupati Kediri Sutrisno menganggarkan Rp 71 miliar untuk proyek CBD dan Rp
41,9 miliar pada 2008. Masalah tersebut sunggu ironi. Di tengah kemajua zaman yang
menuntut setiap orang untuk pandai justru dana yang seharusnya digunakan untuk
pendidikan dilimpahkan pada sesuatu yang lain yang memiliki jangka pendek, yakni uang.
Isu korupsi juga sempat terdengar di kalangan masyarakat. Kabarnya KPK mengusut
tidak transparannya dana 48 milyar yang mengucur tanpa sidang paripurna oleh Mantan
Bupati Kediri, Sutrisno. Setiap tahun, keuangan daerah terus diperas untuk membiayai
proyek multiyears CBD SLG ini, dan DPRD tidak pernah menghalanginya (infokorupsi,
2011). Dari sini kita bisa tahu, ada unsur kerjasama antara pihak pihak yang terkait
pembangunan CBD SLG. Entah itu benar ataukah tidak, kita harus selalu waspada dan
kritis.

3. Dampak Lingkungan
Dampak lingkungan pembangunan SLG lebih terfokus pada berkurangnya Ruang
Terbuka Hijau Kota. Di SLG ada ruang terbuka hijau, hanya saja belum dikelola dengan
baik. Terbukti dengan masih banyknya persawahan di sekitar monumen yang masih
dimanfaatkan oleh warga untuk mencari rumput.

Gambar 8: RTH yang belum dikelola di SLG


Solusi dalam Menanggapi Permasalahan di CBD Simpang Lima Gumul
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di CBD Simpang Lima Gumul, dapat
disimpulkan beberapa solusi praktis sebagai berikut:
1. Dalam sengketa kepemilikan sertifikat oleh pemkab, sebaiknya segera diselesaikan.
Sebaiknya dari pihak DPRD, segera membentuk Panitia Khusus yang menangani
permasalahan sertifikasi tanah SLG. Sampai saat ini pun data tanah yang digunakan
untuk pembanguan SLG masih kabur. Dikhawatirkan, jika proses sertifikasi tanah
dibiarkan berlarut, status kepemilikan tanah SLG menjadi kabur. Bahkan, bisa saja
hilang. Terlebih, bila sudah terjadi pergantian bupati atau pejabat terkait. Kalau mereka
yang terlibat sejak awal proses pembelian tanah itu sudah tidak ada, maka akan sulit
melacaknya.
2. Menanggapi permasalahan balapan liar di SLG, sebaiknya ada patroli khusus yang
mengamankan SLG di saat-saat tertentu, sehingga tidak ada jenis balapan liar yang
mengganggu kenyamanan masyarakat.
3. Dugaan korupsi di pemerintahan kabupaten, seharusnya KPK mengusut lebih dalam
agar APBD Kabupaten tidak terus menerus mengucur tanpa jelas arahnya.
4. Peningkatan upaya kerjasama dengan para investor dapat segera mengurangi beban
keuangan daerah dan pengembangan serta pembangunan kawasan CBD SLG tidak
mangkrak. Namun demikian, sebaiknya pembangunan dan pengembangan dari proyek ini
diawasi dengan ketat agar tidak terjadi kebocoran dana yang dapat merugikan
pemerintah. Serta pembiayaan yang ada seharusnya dapat dilakukan dengan transparan
sehingga tidak menimbulkan beberapa kecurigaan dari beberapa pihak yang nantinya
juga dapat menghambat pembangunan serta pengembangan kawasan CBD SLG. Dengan
pengembangan yang dilakukan dengan bantuan pihak swasta, diharapkan pembangunan
proyek ini dapat berkembang ke arah yang lebih baik, tidak “asal jadi”. Dengan suksesnya
megaproyek SLG ini nanti, roda ekonomi yang ada di kawasan tersebut akan dapat
terpacu dengan adanya CBD tersebut dan SLG benar-benar bisa menjadi ikon baru
Kabupaten Kediri.
5. Keberadaan RTH juga harus dikelola dengan baik agar memperindah dan menambah
kenyamanan SLG sebagai CBD Kabupaten Kediri. Hal ini karena ruang terbuka hijau
dapat mengintegrasikan antara lingkungan, masyarakat, dan kesehatan di lingkungan
perkotaan dengan mempromosikan sebuah pendekatan ekologis terhadap kesehatan dan
kesejahteraan manusia yang didasari pada kontak dengan alam. Selain itu, RTH juga
bermanfaat secara lingkungan, estetis, rekreasi, psikologis, sosial, serta ekonomis bagi
masyarakat perkotaan. Vegetasi dalam lahan taman dalam RTH berguna untuk menyerap
zat-zat beracun di udara akibat pembakaran dan asap kendaraan bermotor, dan
menyerapkan air ke dalam tanah, serta sebagai fasilitas sosial masyarakat.

Kesimpulan
Berdasarkan tata ruang yang saat ini dilaksanakan, SLG belum sepenuhnya layak
dikatakan sebagai Central Business District. Hal ini karena masih banyak fasilitas vital
yang tidak direncanakan dan tidak dibangun di kawasan CBD SLG. Masih banyaknya
kejanggalan dalam hal APBD yang mengucur deras akibat pembangunan Simpang Lima
Gumul. Akan tetapi, pembanguan SLG juga memiliki dampak positif dan negatiaf
terhadap sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Kediri, di antaranya membuka peluang
usaha baru bagi masyarakat, sehingga dalam jangka panjang diharapkan mampu
mengurangi angka pengangguran di Kabupaten Kediri.

Saran
Sebaiknya dalam pembangunan suatu wilayah harus dipertimbangkan mengenai beberapa
aspek dalam penngembangannya. Kalau perlu melibatkan kaum cendekiawan, misalnya
mahasiswa yang berkompeten dalam bidang perencanaan wilayah, agar dalam
perencanaannya dapat ditinjau dari segi penataan ruang yang baik, bukan hanya
mementingkan segi ekonomi saja. Karena pada dasarnya dalam pengembangan wilayah,
birokrasi sangat erat kaitannya dengan eduakasi. Selain itu, perlu pengawasan yang ketat
dari pihak pemerintah daerah Kediri dalam pelaksanaan pembangunan SLG agar
pengucuran dana APBD dapat ditekan.

Anda mungkin juga menyukai