Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kultur jaringan secara in vitro merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman secara vegetatif
yang menggunakan sel, jaringan atau organ tanaman yang ditumbuhkan secara aseptis pada
medium budidaya buatan yang sesuai. Menurut Rahardja 1989 Kultur jaringan(Tissue culture) adalah
membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat sama
dengan induknya. Juga Merupakan metode untuk mengisolasi bagian tanaman seperti protoplas,
sel, jaringan dan organ (daun,batang, akar, biji,bunga,buah) dan menumbuhkan dalam kondisi
aseptik
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media
yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media kultur yang baik
seharusnya menyediakan unsur hara baik makro maupun mikro, sumber vitamin dan asam amino,
sumber karbohidrat, zat pengatur tumbuh, senyawa organik sebagai tambahan seperti air kelapa,
ekstrak buah dll, bahan pemadat: agar-agar dan gelrite dan juga menyediakan arang aktif untuk
kasus tertentu untuk tanaman Medium yang sering digunakan adalah medium MS (Murashige &
Skoog) karena digunakan untuk hampir semua macam tanaman dan komposisi unsurnya lebih
lengkap dibandingkan media dasar lainnya,walaupun demikian perlu ditambah suplemen seperti air
kelapa untuk mendorong pertumbuhan jaringan. Kisaran indeks keasaman (pH) media adalah 5,5
sampai 5,8. . Selain itu, mengandung garam mineral dengan konsentrasi tinggi dan senyawa N dalam
bentuk amonium dan nitrat.
1.2 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan
perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat
tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap
partum-buhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya (Tuhuteru, 2012).Menurut
Siregar (2013), media yang biasa adalah media Murashige & Skoog (MS). Media MS digunakan untuk
hampir semua macam tanaman, terutama tanaman herbasius.

Media kultur jaringan dibedakan menjadi media dasar basal/basic medium dan media
tambahan. Komposisi media dasar mengandung hara essensial baik makro maupun mikro, sumber
energy dan vitamin yang jumlah dan macamnya tergantung dari penemunya. Komposisi media
perlakuan merupakan komposisi media tambahan yang dapat berupa vitamin, senyawa organik komplek
atau zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh khususnya auksin dan sitokinin adalah suatu zat
organik utama yang mengendalikan proses morfogenesis didalam teknik kultur jaringan. Kepekaan
jaringan terhadap zat yang ditambahkan pada media perlakuan khususnya zat pengatur tumbuh
ditentukan oleh konsentrasi zat pengatur tumbuh yang sudah ada didalam jaringan tersebut (Starling et.
al., 1986).
Untuk membuat media dengan jumlah zat seperti yang ditentukan, diperlukan penimbangan
dan penakaran bahan secara tepat. Ketidaktepatan ukuran dapat menyebabkan terjadinya proses yang
dikehendaki. Pada umumnya untuk suatu keperluan, media yang telah dirumuskan dapat diubah atau
diperbarui, dengan mengganti zat-zat tertentu, atau menambah zat lain. Untuk melakukan perubahan
ini diperlukan acuan yang mantap atau pengalaman (Rahardja, 1988).

Media kultur jaringan untuk perbanyakan tanaman menyediakan tidak hanya unsur-unsur hara
makro dan mikro, tetapi juga karbohidrat yang pada umumnya berupa gula untuk menggantikan karbon
yang biasanya didapat melalui atmosfir melalui fotosintesis. Untuk membuat media padat biasanya
digunakan agar-agar dimana keuntungannya dari pemakaian agar-agar adalah agar-agar tidak dicerna
oleh enzim tanaman dan tidak bereaksi dengan persenyawaan- persenyawaan penyusun media. Metode
kultur jaringan bukan hanya digunakan untuk tujuan perbanyakan tanaman, namun dapat pula
digunakan untuk pelestarian plasma nutfah. Media kultur jaringan untuk pelestarian berbeda dengan
media untuk perbanyakan, dimana media perbanyakan menyediakan komposisi unsur-unsur
mendorong pertumbuhan berjalan cepat, sedangkan media pelestarian menyediakan komposisi unsur-
unsur selain untuk mendorong juga menghambat pertumbuhan agar berjalan lambat, sehingga dikenal
sebagai pelestarian melalui pertumbuhan minimal (Laisina, 2013).

Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik ataupun anorganik yang hanya dibutuhkan
tanaman dalam konsentrasi yang sangat sedikit. Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk
menginduksi pertumbuhan pada teknik mikropropagasi adalah kombinasi golongan auksin dan sitokinin
dimana pada penelitian ini jenis yang digunakan adalah NAA yang dikombinasikan dengan BAP
(Paramartha, 2012).
Menurut Paramartha (2012), beberapa penelitian menyebutkan bahwa kombinasi penggunaan
zat pengatur tumbuh (ZPT) auksin dan sitokinin mempengaruhi pertumbuhan eksplan. Jika rasio
sitokinin dan auksin relatif seimbang maka eksplan akan membentuk massa sel yang bersifat
meristematik dan terus melakukan pertumbuhan.

Hormon adalah bahan organik yang disintesa pada jaringan tanaman.Hormon diperlukan dalam
konsentrasi rendah untuk mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Banyak molekul
sintetis organik yang telah dikenal memiliki aktivitas serupa hormon. Senyawa sintetis dan hormon yang
secara alami ada, dikenal dengan sebutan zat pengatur tumbuh (Heddy, 1991).

Faktor penting lain yang juga perlu mendapat perhatian, adalah pH yang harus diatur
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan
pH selain memperhatikan kepentingan fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan faktor-faktor
kelarutan dari garam-garam penyusun media, pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan
garam- garam lain, dan efisiensi pembekuan agar-agar. Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit
asam berkisar antara 5.5-5.8 (Gamborg dan Shyluk, 1981).
Pembahasan
Kesuksesan kegiatan kultur jaringan akan ditentukan dan sangat tergantung oleh pemilihan
media yang digunakan. Teknik kultur jaringan menekankan lingkungan yang cocok agar eksplan dapat
tumbuh dan berkembang. Lingkungan yang cocok sebagian akan terpenuhi bila media yang dipilih
mempertimbangkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh tanaman
Media Dasar Murashige Skoog (MS) yang digunakan pada praktikum ini termasuk media kultur
yang komposisi unsurnya lebih lengkap dibandingkan media dasar lainnya,walaupun demikian perlu
ditambah suplemen seperti air kelapa untuk mendorong pertumbuhan jaringan, akan tetapi pada
praktikum ini tidak dilakukan penambahan air kelapa dan tanpa menggunakan ZPT. Keistimewaan media
MS adalah kandungan nitrat, kalium, dan amoniumnya yang tinggi (Wetter dan Constabel 1991).
Senyawa anorganik yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan ada yang
mikro dan makro. Umumnya media mengandung senyawa anorganik makro nitrat dan potassium
dengan konsentrasi 25 mM. Senyawa essensial lain yang penting adalah ammonium namun konsentrasi
yang diperlukan lebih rendah dari nitrat. Unsur makro lain yang penting adalah kalsium, sulfat, dan
magnesium dengan konsentrasi 1-3 mM. Unsur mikro yang dibutuhkan adalah iodine (I), boron (B),
mangan (Mn), zinc (Zn), molybdenium (Mo), tembaga (Cu), kobalt (Co), dan besi (Fe) (Yuwono 2008).
Tanaman dalam kultur bersifat heterotrof, yaitu tidak dapat mensintesis suatu senyawa untuk
memenuhi kebutuhan karbonnya sendiri. Salah satu komposisi dalam media adalah vitamin. Vitamin
yang banyak digunakan adalah thiamin, piridoxin, dan asam nikotinat. Hal-hal lain yang penting dalam
media adalah komposisi agar, pengaturan pH, dan air (Yuwono 2008). Dalam membuat media kultur dari
komposisi larutan baku MS dilakukan dengan hanya melarutkan dalam sejumlah tertentu aquades yang
kualitasnya memenuhi persyaratan, lalu pH-nya diatur, dimasukkan dalam botol-botol kultur, kemudian
disterilkan. (Wetherell 1982). pH diatur dari kisaran 5,6 sampai 5,8 dengan 1N KOH atau 1N HCl.
Pengaturan pH ini bertujuan agar menyediakan PH yang cocok untuk pertumbuhan eksplan.Kalau pH
kurang dari 5 atau lebih dari 7 akan menghambat pertunbuhan dan perkembangan eksplan. Hal ini
terkait dengan pengaruhnya pada ketersediaan unsur hara yang terlarut.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak.
Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Agar merupakan
bahan pemadat yang merupakan campuran beberapa polisakharida. Kandungan dalam agar meliputi
unsur Ca, Mg, K dan Na dalam jumlah yang sedikit. Agar dapat membeku pada 45 oC dan mencair pada
suhu 100oC. Hal ini merupakan kelebihan dari agar yang tidak dapat dicerna oleh enzim yang dihasilkan
suatu kultur apabila masa penkulturan. Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur,
karena umumnya bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju
fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan karbohidart yang cukup
sebagai sumber energi. Menurut Gautheret dalam Gunawan (1992), sukrosa adalah sumber karbohidrat
penghasil energi yang terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat sukrosa,
sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup memenuhi syarat
untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber energi, gula juga berfungsi sebagai
tekanan osmotik media.
Hasil media yang telah dituang ke dalam tabung atau botol kultur selanjutnya disterilkan dengan
menggunakan autoklaf selama 30 menit dengan suhu 1210ctekanan 15 psi hal ini bertujuan untuk
bekerja secara aseptik dan media tidak terkontaminasi selama proses pembuatannya. Sterilisasi sendiri
dapat dilakukan dengan beberapa cara yang umum digunakan adalah dengan autoklaf. Pemilihan cara
sterilisasi dipertimbangkan dari sifat bahan yang akan disetrilisasi. Media MS yang telah disterilkan
kemudian didingikan, setelah itu disimpan dalam ruang penyimpanan agar komposisi bahan dalam
media tidak rusak. Media MS yang telah dibuat diperoleh dalam keadaan steril artinya tidak
terkontaminasi, dan digunakan dalan inisiasi eksplan dalam praktikum selanjutnya.

Simpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembuatan media MS
berhasil dilakukan dengan tidak adanya kontaminasi atau dapat dikatakan pekerjaan yang dilakukan
telah aseptik. Media MS yang digunakan ini terdiri atas garam-garam anorganik, vitmin ZPT,asam amino,
larutan hara makro dan mikro

Anda mungkin juga menyukai