Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang

Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka


kematiannya tinggi, tidak saja dinegara berkembang, tapi juga di negara
maju seperti AS, Kanada dan negara-negara Eropa. Di AS misalnya,
terdapat dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan
jumlah kematian rata-rata 45.000 orang. Di Indonesia, pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan
tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka
kematian. Gejala Pneumonia adalah demam, sesak napas, dan nadi cepat,
dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil ronsen
memperlihatkan kepadatan pada bagian paru.
Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang
sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan luman. Tapi
akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas,
karena tak tersisa ruang untuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat
umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma (bentuk
peralihan antara bakteri dan virus). Bakteri yang umum adalah
streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella Sp,
Pseudomonas sp,vIrus misalnya virus influensa.
Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. American Lung
Association misalnya, menyebutkan hingga tahun 1936 pneumonia
menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan
antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian.
Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali
merajalela dan menjadi penyebab kematian ketujuh di negara itu.
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama
dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun
yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan

1
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9
di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di
Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan
bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah
infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi
pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun
dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang
dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika
adalah 10 %. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia
hanya ditemukan 50%.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

1. DEFINISI

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,


distal dari bronkiolus terminalis yang mencangkup bronkiolus
respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidas jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas. 1

Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka


kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja.
ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk tersering adalah dalam
bentuk pneumonia. Pneumonia ini dapat terjadi secara primer atau
merupakan tahap lanjutan manifestasi ISNBA lainnya, misalnya sebagai
perluasan bronkiektasis yang terinfeksi,Pneumonia adalah peradangan
pada parenkim paru yang mlibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa
distribusi berbentuk bercak – bercak (patchy distribution). 2

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan


paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-
obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.3 Pneumonia dikelompokkan
menjadi:

3
- Pneumonia didapat di masyarakat atau Community-Acquired-
Pneumonia (CAP): pneumonia pada individu yang menjadi
sakit diluar rumah sakit, atau dalam 48 jam sejam masuk rumah
sakit.
- Pneumonia didapat di rumah sakit atau Hospital-Acquired-
Pneumonia (HAP).
- Pneumonia terkait layanan kesehatan atau Health Care
Associated Pneumonia (HCAP).
- Pneumonia karena pemakaian ventilator atau Ventilator-
Associated-Pneumonia (VAP).

2. EPIDEMIOLOGI

Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan


kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus
baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang
terjadi di masyarakat atau dalam rumah sakit. Pneumonia dapat terjadi
pada orang normal tanpa adanya kelainan imunitas yang jelas. Namun
pada kebanyakan pasien dewasa yang dirawat dengan pneumonia
didapatkan satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan
tubuh. 2

Prevalensi ISPA di Indonesia berdasarkan Surkesnas (Survei


Kesehatan Nasional) 2001 masih sangat tinggi yaitu 38,7% pada umur
dibawah 1 tahun dan 42,2% umur 1-4 tahun (13). Cause Specific Death
Rate (CSDR) pneumonia pada anak umur <1 tahun laki-laki 940 per
100.000 penduduk dan perempuan 652 per 100.000 penduduk, pada anak
umur 1-4 tahun laki-laki 44 per 100.000 penduduk dan perempuan 40 per
100.000 penduduk. Proporsi kematian balita akibat ISPA 28% artinya dari
100 balita yang meninggal 28 disebabkan oleh penyakit ISPA.Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2005, prevalensi ISPA tinggi pada perempuan
(24%) daripada laki-laki (23%).

4
Pneumonia semakin sering dijumoai pada orang-orang lanjut usia
(lansia), sering pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes melitus,
gagal jantung, penyakit jantung koroner, keganasan, insufisiensi renal,
penyakit saraf kronik, dan penyakit hati kronik. Faktor predisposisi
lainnya berupa kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, keadaan
imunodefisiensi, kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan
penurunan kesadaran. 2

Pneumonia komunitas merupakan kondisi medis yang akut dan


tersebar di seluruh belahan dunia. Penyakit ini menjadi salah satu
penyebab utama tingginya angka rawat inap di rumah sakit dan mortalitas
di negara berkembang. Faktor-faktor resiko terjadinya pneumonia
komunitas, yaitu sebagai berikut : 4

A. Usia lanjut lebih dari 65 tahun


B. Merokok
C. Riwayat penyakit saluran pernapasan
D. Memiliki penyakit komorbiditas, seperti diabetes mellitus,
penyakit jantung, penyakit ginjal, dan lain sebagainya
E. Gangguan neurologis, yang dapat menyebabkan kesulitan
menelan atau kesadaran yang menurun
F. Imunitas yang memburuk
G. Alkoholisme
H. Penggunaan antibiotik dan obat suntik intravena
I. Riwayat pembedahan atau trauma

3. ETIOLOGI

Bermacam-macam mikroorganisme patogen dapat menyebabkan


pneumonia, antara lain : bakteri, virus, jamur, dan parasit. Pada pasien
dewasa, penyebab pneumonia komunitas yang sering ditemukan adalah
bakteri golongan gram positif, yaitu Streptococcus pneumonia, bersama

5
dengan Staphylococcus aureus dan Haemophilus influenza merupakan
bakteri patogen golongan tipikal. Legionella, Chlamydophila,
M.pneumoniae merupakan bakteri patogen golongan atipikal. Berikut
adalah berbagai patogen penyebab pneumonia: 3

Secara klinis, umumnya pneumoni bakteri sulit dibedakan dengan


pneumoni virus.Demikian juga pemeriksaan radiologis dan laboratorium,
biasanya tidak dapat menentukan etiologi, namun etiologi dapat ditentukan
berdasarkan 2 faktor, yaitu faktor infeksi dan non-infeksi.

2.4.1 Faktor infeksi


2.4.1.1 Pada neonatus disebabkan oleh Streptokokus grup B,
Respiratory Sincytial Virus (RSV),
2.4.2.1 Pada bayi:
a) Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus,
RSV, Cytomegalovirus.
b) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
c) Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. Pertusis,
2.4.3.1 Pada anak-anak:
a) Virus: Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
b) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia,
c) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa,
2.4.4.1 Pada anak besar dewasa muda:

6
a) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C.
Trachomatis.
b) Bakteri: Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
2.4.2 Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus yang
meliputi:
2.4.2.1 Pneumonia hidrokarbon
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan
muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti
pelitur, minyak tanah dan bensin)
2.4.2.2 Pneumonia lipoid
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung
minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum.
Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan
seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh
untuk terjadinya bronkopneumonia.Menurut sistem imun
pada penderita berpenyakit berat seperti AIDS dan respon
imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.6
4. PATOFISIOLOGI

Paru-paru memiliki mekanisme pertahanan yang cukup kompleks


dan bertahap. Mekanisme pertahanan paru yang sudah diketahui hingga
kini, antara lain:

 Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar


Reepitelisasi saluran napas, flora normal, faktor humoral
lokal (IgG dan IgA), sistem transport mukosilier, refleks
bersin dan batuk, aliran lendir.

7
 Mekanisme pembersihan di bagian pergantian udara
pernapasan Adanya surfaktan, imunitas humoral lokal IgG,
makrofag alveolar dan mediator inflamasi.
 Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik Terdiri
dari anatomik, mekanik, humoral, dan seluler. Merupakan
pertahanan utama dari benda asing di orofaring, seperti
adanya penutupan dan reflek batuk.

Pneumonia disebabkan oleh adanya proliferasi dari


mikroorganisme patogen pada tingkat alveolar dan bagaimana respon
individu terhadap patogen yang berproliferasi tersebut. Hal ini erat
kaitannya dengan 3 faktor yaitu keadaan individu, utamanya imunitas
(humoral dan seluler), jenis mikroorganisme pathogen yang menyerang
pasien, dan lingkungan sekitar yang berinteraksi satu sama lain. Ketiga
faktor tersebut akan menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi dari
pneumonia, berat ringannya penyakit, diagnosis empirik, rencana terapi
secara empiris, serta prognosis dari pasien.

Mikroorganisme menyerang traktus respiratorius paling banyak


adalah melalui aspirasi sekret orofaringeal. Aspirasi terjadi sering pada
saat tidur, terutama pada lansia, dan pada pasien dengan tingkat kesadaran
yang menurun. Beberapa patogen menyerang melalui inhalasi dalam
bentuk droplet, misal Streptococcus pneumoniae. Pada kasus yang jarang,
pneumonia disebabkan penyebaran infeksi via hematogen, misal
tricuspidal endocarditis atau melalui penyebaran infeksi yang meluas dari
infeksi pleura atau infeksi rongga mediastinum.

Pneumonia dimulai dengan masuknya kuman melalui inhalasi,


aspirasi,hematogen dari fokus infeksi atau penyebaran langsung sehingga
terjadi infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan
berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel
darah putih keluar dari darah masuk ke dalam alveoli.Dengan demikian

8
alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan
sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke
alveolus.

Kadang-kadang seluruh lobus bahkan seluruh paru menjadi padat


(consolidated) yang berarti bahwa paru terisi cairan dan sisa-sisa sel.
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh sehingga mikroorganisme
dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Bila
pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli
dan jaringan sekitarnya2, 4

Patogenenesis pneumonia secara skematis dapat dilihat pada bagan


sebagai berikut : 4

9
2.5.1 Stadium I/Hiperemia (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada
respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru
yang terinfeksi.Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.Hiperemia ini terjadi
akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.Mediator-

10
mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan
cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2.5.2 Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi
sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.
2.5.3 Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-
sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada
saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera
dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi
fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.

11
2.5.4 Stadium IV/Resolusi (7 – 11 hari)
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.
5. DIAGNOSIS
- ANAMNESIS

Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya demam, fatigue, malaise,


sakit kepala, mialgia, athralgia, batuk produktif atau tidak produktif
disertai dengan sputum purulen, bisa diserta darah, sesak napas dan
nyeri dada. 1

- PEMERIKSAAN FISIK
Didapatkan peningkatan suhu, peningkatan respirasi, berbicara
dengan kalimat yang terpengal karena sesak napas, perkusi paru pekak,
ronki nyaring dan suara pernapasan bronchial. 1
1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot
epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping
hidung.Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres
pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot
tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan
pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura
yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi
tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang
mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter
dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif
akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila
inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi
nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase
hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan

12
keseluruhan.Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas
dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak
menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih
terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu,
interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi
antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah
(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi),
keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang
atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau
kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang
melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba
terbuka.
- PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Temuan pada pemeriksaan radiografi dada dapat berkisar dari
suatu bercak infiltrat kecil di area udara sebagai konsolidasi lobar
dengan bronkogram udara hingga infiltrat alveolar difus atau infiltrat
interstisial.Rontgen Toraks posterior-anterior merupakan dasar utama
diagnosis penumonia. Dapat ditambah foto lateral jika diperlukan
informasi tambahan. Gambaran radiologis dari bronkopneumonia ialah
pada foto thoraks tampak infiltrat peribronkial yang semiopak dan
inhomogen didaerah hilus yang menyebabkan batas jantung menghilang
(Shiloute sign). Tampak juga air bronkogram, dapat terjadi nekrosis
dan kavitasi pada parenkim paru. Pada keadaan lebih lanjut dimana

13
semakin banyak alveolus yang terlibat maka gambaran opak menjadi
terlihat homogen 2
- PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri. Leukosit
normal atau rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus atau
mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons
leukosit biasanya pada orang tua. Leukopenia menunjukkan adanya
depresi imunitas, misalnya neurotpenia pada infeksi kuman gram
negatif atau S. Aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan
kekebalan tubuh. Hitung darah lengkap dan hitung jenis digunakan
untuk menetapkan adanya anemia, infeksi dan proses inflamasi.
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000 /
mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat
berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.2
- PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS

Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal atau


trantrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi
atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan oemeriksaan apusan
gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen. Kuman yang
predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan
merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan
utama pra terapi dan bermanfaat evaluasi terapi selanjutnya. 2

- PEMERIKSAAN KHUSUS

Titer antibodi terhadap virus, legionella dan mikoplasma. Nilai


diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas
darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.
Pada psien pneumonia komunitas atau pneumonia nosokomial yang
dirawat di rumah sakit perlu dilakukan pemeriksaan analisa gas darah
dan kultur darah. 2

14
6. KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala
berikut:
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan
tarikan dinding dada
2. Panas badan
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3
dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3
neutrofil yang predominan).7
7. KRITERIA RAWAT ICU
A. Ditemukan 1 diantara 2 kriteria mayor:
- Memerlukan ventilasi mekanik
- Syok septik dan memerlukan obat vasopresor
B. Atau ditemukan 3 kriteria minor:
- Lanju napas lebih dari 30x/menit
- PaO2 atau FiO2 rasio <250
- Infiltrat multilobus
- Konsfusi
- Blood Urea Nitrogen (BUN) > 20 mg/dl
- Leukopenia (leukosit < 4000/mm3
- Trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3
- Hipotermi (suhu tubuh <36oc)
- Hipotensi, memerlukan terapo cairan agresif. 1

8. PENATALAKSANAAN
1. RAWAT JALAN
- Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat dan minum
banyak cairan
- Nyeri pleuritik atau demam diredakan dengan paracetamol

15
- Ekspektoran atau mukolitik
- Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan
- Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan
- Bila tidak membaik dalam 48 jam dipertimbangkan untuk
dirawat di RS atau dilakukan foto thorax
2. RAWAT INAP DI RS
- Oksigen bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan
konsentrasi oksigen inspirasi
- Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK
dengan komplikasi gagal napas dituntun dengan pengukuran
analisis gas darah yang berkala
- Cairan bila perlu dengan cairan intravena
- Perhatikan nutrisi
- Nyeri pleuritik atau demam diredakan dengan paracetamol
- Ekspektoran atau mukolitik
3. RAWAT INAP DI ICU
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi, koreksi kalori & elektrolit
- Pemberian obat simtomatik antara lain antipiretik, mukolitik
- Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik.
- Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil
sampel untuk kultur guna penelusuran mikrobiologi lain dan
menyingkirkan kelainan endobronkial. 1
9. TERAPI ANTIBIOTIK
A. KELOMKOK I: rawat jalan tanpa penyakit kardiopulmonal, tanpa
faktor modifikasi
- Makrolid (Azytromicin 1x500mg per oral (p.o), lalu 1x250mg
(p.o), clarithromycin 2x500mg (p.o) atau erythromicyn
4x500mg (p.o), doxycycline 2x100mg po).

16
B. KELOMPOK II: rawat jalan dengan penyakit kardiopulmonal, dan
atau faktor modifikasi
- Fluoroquinolone (moxifloxacyn 1x400mg po, gemifloksacyn,
atau levofloxacyn 1x500mg po/iv)
- B-Lactam + makrolid (pilihan amoxicilyn dosis tinggi 3x1g iv
atau amoxicillin-clafulanate 2x2g, atau alternatif seftriaxon
1x1g iv, cefpodoxime 2x200mg po, dan cefuroxime 2x500mg
po atau 3x750-1500mg iv dengan doxycycline.
C. KELOMPOK III: rawat inap non ICU
- Fuoroquinolone
- B-Lactam + makrolid (pilihan B-Lactam: cefotaxime,
ceftriaxone dan ampicillin, ertapenem (untuk pasien tertentu))
dengan doxycycline 4x500-1000mg iv (alternatif makrolid)).
D. KELOMPOK IV: rawat ICU
- B-Lactam (cefotaxime, ceftriaxone atau ampicillin-sulbactam)
+ axitromycin atau fluoroquinolon (jika alergi penicillin,
gunakan fluoroquinolon atau aztreonam)
- Jika ada risiko infeksi pseudomonas, gunakan
antipneumococcal, antipseudomonal B-Lactam (piperacillin-
tazobactam, cefepime, imipenem, atau meropenem) +
ciprofloxacin atau levofloxacin 750mg atau B-Lactam +
aminoglikosida + azitromycin atau B-Lactam plus +
aminoglycosida + antipneumococcal fluoroquinolon (untuk
alergi penicillin, ganti B-Lactam dengan aztreonam). 1

Pengawasan pemberian antibiotik:

- Pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin,


berdasarkan perkiraaan etiologi yang menyebabkan CAP pada
kelompok pasien tertentu.
- Terapi antibiotik diberikan selama 5 hari.

17
- Syarat untuk alih terapi antibiotik intravena keoral:
hemodinamik stabil dengan gejala klinis membaik.
- Kriteria pasien dipulangkan: klinis stabil, tidak ada masalah
medis aktif, memiliki lingkungan untuk rawat jalan.
- Kriteria klinis stabil: suhu ≤ 37,6oC, Nadi ≤100x/menit, napas
≤24x/menit, tekanan darah ≥90 mmHg, saturasi oksigen arteri
≥90% atau PaO2 ≥60mmHg pada udara ruangan, dapat
memelihara asupan oral, status kesadaran kompos mentis. 1
10. KOMPLIKASI
Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya
pada pneumonia pneumokokkus dengan bakteriemi dijumpai pada 10%
kasus berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis dan
empiema. Terkadang dijumpai komplikasi ekstrapulmoner non infeksius
bisa dijumpai yang memperlambat resolusi gambaran radiologi paru,
antara lain gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru atau infark paru dan
infark miokard akut dan sering komplikasi lanjut berupa pneumonia
nosokomial. 2
11. PROGNOSIS

Mortalitas pasien CAP yang dirawat jalan < 1%, yang dirawat inap
di rumah sakit 5,7-14%, yang dirawat di ICU >30% (Penelitian di United
Kingdom). Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan faktor modifikasi
yang ada pada pasien.1,2

18
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : By. N N R

Tempat Tanggal Lahir: 10-05-2018

Jenis Kelamin : Laki - laki

Umur : 43 Hari

Agama : Hindu

Alamat :Pingan kintamani

No. RM : 274133

Tanggal MRS : 15-06-2018

Tanggal Pemeriksaan : 15-06-2018

3.2 Anamnesa (Alo Anamnesa)

3.2.1 Keluhan utama

Sesak

3.2.2 Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Bangli dengan keluhan sesak

yang dirasakan sejak tadi pagi, tetapi tetap mau minum susu ibu

pasien mengatakan tidak ada kebiruan pada tubuh anknaya hanya

anaknya sedikit rewel, dan tidak terdengar suara grok-grok,

keluhan sesak awalnya di awali dengan keluhan batuk sejak 2

19
minggu sebelum masuk rumah sakit, batuk yang dialami pasien

membuat pasien rewel dan sudah sejak 2 hari terakhir minum

pasien berkurang. Batuk disertai dengan dahak yg berwarna

keputihan, pasien dikatakan muntah sebanyak satu kali dalam

sehari yang berisi cairan dengan volume setengah gelas setiap kali

muntah. Keluhan batuk disertai sesak tersebut semakin memberat

saat malam hari sehingga mengganggu tidur pasien dan juga saat

Asi. Keluhan sesak tidak disertai dengan suara mengorok, serta

tidak berhubungan dengan aktivitas atau cuaca.

Sebelumnya pasien pada tanggal 15-6-2018 pernah dibawa ke

ugd dengan keluhan batuk tetapi di ugd hanya diberikann terapi dan

diperbolehkan pulang dengan syarat jika batuk dan sesak

bertambah parah segera dbawa ke ugd, ibu pasien mengatakan ayah

pasien seorang perokok dan sering menggendong anaknya setelah

merokok. .BAB dan BAK tidak ada keluhan.

3.2.3 Riwayat penyakit dahulu

1. Pasien tidak pernah mengidap penyakit serupa sebelumnya.

2. Kejang demam (-)

3.2.4 Riwayat pengobatan

1. Mucos drop 2x0,3 cc

3.2.5 Riwayat alergi

1. Riwayat alergi (-)

2. Keluarga tidak ada yang alergi

20
3.2.6 Riwayat penyakit keluarga

1. Asma (-)

2. Hipertensi (-)

3. Diabetes Melitus (-)

4. TB (-)

5. Jantung (-)

3.2.7 Riwayat Kehamilan dan Persalinan

1. ANC 6 kali

2. USG 2 kali

3. Pasien lahir cukup bulan

4. Persalinan di Bidan di puskesmas

5. Lahir dengan berat 3900 gram dan panjang (lupa)

3.2.8 Riwayat Nutrisi

Asi Ekslusif

3.2.9 status Gizi

Umur 43 hari dengan BB sekarang 3300 gram, PB 50 cm dan

lingkar kepala sekarang 45 cm.

- Status gizi menurut WHO berdasarkan :

BB/UMUR : 3300/2 Bulan -------- ideal 3.600 ( Normal)

PB/UMUR : 50/2 Bulan ------------ ideal 51 (normal)

BB/PB : 3300/50 --------------------- ideal 3,5 (normal)

21
- Status gizi menurut waterlow

BB sekarang/ BB ideal x 100% = 3300/3600 x 100% = 91 %

(gizi baik)

3.2.9 Riwayat Perkembangan bayi usia 43 hari menurut denver II

1. Personal sosial : tersenyum spontan

2. Motorik halus : -

3. Bahasa : bersuara

4. Motorik kasar :-

Interpretasi : suspek ( bila didapatkan > 2 caution dan atau > 1

keterlambatan

3.2.10 Riwayat Imunisasi

1. BCG : 1 kali

2. DPT /TT :-

3. Polio : 1 kali

4. Hepatitis B : 1 kali

5. Campak :-

6. HIB :-

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Tanda Vital

1. Keadaan umum : Lemah

2. Kesadaran : Composmentis

3. Nadi : 140 x/menit

4. Respiratory Rate : 40x/menit

22
5. Temperatur : 37˚C

6. SpO2 : 96 %

3.3.2 Status Generalis

3.3.2.1 Kepala Leher

1. Kepala : Normocephali, ubun-ubun datar, cephal

hematom (-), rambut hitam, tidak mudah dicabut, kulit

kepala tidak ada kelainan.

2. Mata : Mata cowong (-/-), palpebra odem (-/-),

konjungtiva hiperemi (-/-).

3. Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), bentuk normal,

secret (-/-).

4. Telinga : kesan tenang, discharge (-/-)

5. Mulut :Sianosis (-), stomatitis (-), bibir kering (-).

6. Leher :Pembesaran KGB (-), Pembesaran thyroid (-

),massa (-)

3.3.2.2 Thoraks

1 Paru-Paru

a) Inspeksi : Bentuk dan pergerakan dada

simetris, retraksi (-)

b) Palpasi : Bentuk dan pergerakan dada

simetris

c) Perkusi : Tidak di evaluasi

d) Auskultasi :

23
Bronkovaskuler

+ +

+ +

+ +

Ronchi / Crackles

- -

- -

+ +

Whezing

- -

- -

- -

2. Jantung

a) Inspeksi : Pulsasi iktus cordis tidak terlihat

b) Palpasi : Ictus kordis tidak teraba

c) Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan

d) Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-

24
3.3.2.3 Abdomen

1. Inspeksi : Datar, sikatrik luka post operasi (-)

2. Auskultasi : Bising usus (+) normal

3. Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, Turgor kulit

normal

4. Perkusi : tidak dilakukan

3.3.2.1 Genetalia : Dalam Batas Normal

3.3.2.2 Anus : (+)

3.3.2.3 Ekstremiras :

Hangat

+ +

+ +

Edema

- -

- -

3.4 Pemeriksaan Penunjang

3.4.1 Laboratorium

Darah lengkap (15-06-2018)

Hasil Nilai Rujukan


Hematologi

14,8 3,5 – 10
WBC

25
61,7 0,5 – 5,0
LYM

4,9 1,2 – 8,0


GRA

3,53 3,50 – 5,50


RBC

10,4 11,5 – 16,5


HGB

29,5 25,0 – 38,0


MCH

35,7 31,0 – 38,0


MCHC

3,53 3,50 – 5,50


RBC

82,7 75,0 – 100


MCV

29,2 35,0 – 55,0


HCT

384 100 – 400


PLT

3.4.2 Foto Thorax

26
3.5 Diagnosis Banding

1. Pneumonia

2. Bronkiolitis

3. Asma

3.6 Diagnosa Kerja

Pneumonia

3.7 Penatalaksanaan

1. O2 2 liter/menit

2. IVFD D5 ¼ NS 12 tetes/menit mikro

3. Injeksi Ceftriakson 2 x 200mg

4. Dexametason 3x0,1cc

5. Ranitidine 2x4 mg

6. Sanmol drop 3x0,4 ml

7. Evaluasi ttv tiap 4 jam, gcs, spo2

3.8 Follow Up

Tanggal Follow Up

S: Batuk (+), pilek (-), sesak (-) membaik, demam (-),


16/06-2018
muntah (-)

O:

Tax : 360C

Nadi: 140x/menit

RR: 40x/menit

SpO2: 98%

27
Pulmo : B.vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

A: Pneumonia

P: - O2 2 liter/menit

- IVFD D5 ¼ NS 12 tetes/menit mikro

- Injeksi Ceftriakson 2 x 200mg

- Dexametason 3x0,1cc

- Ranitidine 2x4 mg

- Sanmol drop 3x0,4 ml

- Evaluasi ttv tiap 4 jam, gcs, spo2

S: Batuk (+) berkurang, sesak (-) , pilek (-) demam (-),


21/06-2018
makan/minum (baik), BAB/BAK (+)

O:

KU: Baik

Tax : 36,40C

Nadi: 100x/menit

RR:40x/menit

SpO2 :97%

Pulmo : B.vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

A: Pneumonia

P: - O2 2 liter/menit

- IVFD D5 ¼ NS 12 tetes/menit mikro

28
- Injeksi Ceftriakson 2 x 200mg

- sanmol drop 3x0,4 ml

29
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien usia 43 hari datang ke UGD dengan keluhan sesak sejak tadi pagi

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Alwi, Idrus., Salim, Simon., Hidayat, Rudy., Kurniawan, Juferdy.,


Tahapary, Dicky. 2016. Penatalaksanaan Dibidang Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Praktis Klinis. Jakarta: Interna Publishing.
2. Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang., Alwi, Idrus, Simadibrata,
Marcellus., Setiati, Siti. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumoni Komuniti. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia. 29/01/2017. 19:47.
https://www.scribd/doc/232259293/Pneumonia-Komuniti-Community-
Acquied-Pneuminia
4. Arjanadi, Nur, Muhammad. 2014. Pneumonia Komunitas. 29/01/2017.
19:50.
http://eprints.undip.ac.id/44856/1/Nur_Muhamad_A_22010110120067_Bab
0KTI.pdf
5. Elfan, Danias. 2016. Pneumonia Komuniti. 29/01/2017. 19:51.
https://www.scribd.com/document/321370793/Pneumonia-Komuniti
6. WHO. 2009. Buku Saku pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit.http://www.gizikia.depkes.go.id/wpcontent/uploads/downloads/2011/0
9/Buku-Saku-Pelayanan-Kesehatan-Anak-di-RS.pdf (08-04-2018)
7. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, et al. 2011. The Management of
Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3
Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious
Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect
Dis.

31

Anda mungkin juga menyukai