Pembimbing:
dr. Imawarni
dr. Ari Fajarudi
Disusun oleh:
dr. Muhammad Dicky Hidayattullah
RSUD NATUNA
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA 2017-2018
OKTOBER 2018
BAB I
KASUS
I. SUBYEKTIF:
Identitas Pasien
Nama : Tn. EJ Agama : Islam
Usia : 75 tahun Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Cileunyi, No. RM : 004xx
Bandung Masuk RS : 9/2/2011
Pekerjaan : Pedagang Tgl. Periksa : 9/2/2011
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Dua jam SMRS saat sedang dibonceng dengan sepeda motor tanpa
menggunakan helm, pasien terjatuh dari sepeda motor karena berusaha
menghindari sebuah truk dari arah berlawanan. Pasien terjatuh dengan bagian
belakang kepala membentur aspal, kemudian berguling-guling dengan bagian
dada dan perut membentur batu pembatas jalan. Pasien langsung tidak sadarkan
diri dan langsung dibawa ke RSHS. Selama perjalanan, kesadaran pasien tidak
pernah pulih.
Adanya muntah, kejang, perdarahan atau keluarnya cairan dari telinga,
hidung dan mulut disangkal. Adanya suara mengorok diakui.
Riwayat konsumsi alkohol dan obat-obatan disangkal. Riwayat tekanan
darah tinggi diakui, namun riwayat DM, stroke, penyakit jantung, alergi dan
asthma. Pasien langsung dirawat di ruang resusitasi.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey
Airway :
Terpasang oropharyngeal tube (Mayo), gurgling (+), dilakukan suctioning
clear. Terpasang collar neck. Dilakukan intubasi.
Breathing dan ventilatory control :
Bentuk dan gerak asimetris, hemithoraks sin tertinggal. Deviasi trakhea
(-), VBS ka ≠ ki, kiri ↓, Rh -/-, Wh -/-, RR : 36 x/menit, terpasang
ventilator.
Circulation :
T : 90 per palpasi, N : 122 x/menit
Akral dingin, Sianosis (-), CRT > 2”.
Diberikan resusitasi cairan NaCl 2000 cc dan koloid (gelofusin) 700 cc,
tekanan darah setelah resusitasi: 110/70 mmHg, nadi 104 x/menit.
Disability :
Keadaan umum : tampak sakit berat
Mini neurological examination:
GCS : E2M5V1 = 8 (somnolen)
Pupil : isokhor, Ø ODS : 3mm, RC +/+
Motorik : kesan hemiparesis (-)
Exposure : Pada Status Lokalis
Secondary Survey
Kepala :
- a/r Parieto-occipitalis Dextra:
Deformitas (+), Swelling (+), krepitasi (+)
Vulnus Laceratum (+)
Thoraks
- Bentuk dan pergerakan : asimetris, hemithoraks sin tertinggal
- Deformitas (+), Jejas (+), diskontinuitas os. costa (+), krepitasi (+)
- VBS ka ≠ ki, kiri ↓, Rh -/-, Wh -/-
- Batas jantung : dbn, S1, S2 murni regular, murmur (-)
Abdomen
- Datar, lembut, jejas (-), BU (+) normal
Pelvis
- Deformitas (-), jejas (-)
Ekstremitas
- a/r cruris sinistra : deformitas (-), swelling (-), vulnus laceratum (+), nyeri
tekan: sdn, pulsasi distal (+), distal sensibility : sdn, krepitasi (-), ROM:
sdn
V. USUL PEMERIKSAAN
- CT scan kepala dan abdomen
- Rontgen toraks ulang setelah 6 jam
- EKG
- Cross match
VI. TERAPI
1. Observasi tanda vital
2. Rencana laparotomi eksplorasi untuk mencari sumber perdarahan
3. Siapkan darah PRC
4. Konsul anestesi untuk persiapan operasi
VII. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad malam
Ad Functionam : dubia ad bonam
PEMBAHASAN
Fraktur pada basis cranii sering terjadi pada pasien dengan cedera kepala.
Fraktur basis cranii secara umum dapat terlihat dengan pemeriksaan CT-scan
kepala rutin, namun harus dievaluasi dengan potongan koronal yang tipis untuk
mengetahui luas fraktur dan struktur yang terlibat. Jika asimptomatik, fraktur
basis cranii tidak membutuhkan pengobatan.
Gejala dari fraktur basis cranii meliputi defisit nervus kranialis dan
kebocoran CSF. Fraktur tulang temporal dapat merusak CN VII dan VIII
menyebabkan vertigo, ketulian ipsilateral, atau paralisis fasialis. Komunikasi
dapat terbentuk antara ruang subarachnoid dengan telinga tengah sehingga terjadi
pengeluaran CSF ke luar telinga (CSF otorrhea) ataupun keluar hidung (CSF
Rhinorrhea) melalui tuba eustachius dan nasofaring. Ekstravasasi darah
menyebabkan ekimosis di belakang telinga (Battle sign).
Fraktur basis cranii fossa anterior dapat menyebabkan anosmia (hilangnya
penciuman akibat kerusakan CN I), keluarnya CSF melalui hidung (CSF
Rhinorrhea), atau ekimosis periorbital yang di kenal dengan Raccoon eyes atau
Panda sign.
Keluarnya cairan jernih dari hidung dan telinga membuat diagnosis
kebocoran CSF menjadi jelas. Namun, seringkali CSF sering disertai darah atau
jumlahnya sedikit jika tertelan lewat tenggorokan. Tes Halo dapat digunakan
untuk membantu membedakan. Cara melakukannya adalah: teteskan cairan pada
permukaan penyerap (misalnya kertas saring atau tisu wajah). Jika CSF
bercampur darah, maka akan terbentuk 2 buah cincin (halo) dengan titik gelap di
tengah mengandung darah yang dikelilingi cincin CSF yang berwarna lebih terang
di tepinya. Jika masih tidak dapat ditentuka, dapat dilakukan pengiriman sampel
ke laboratorium untuk diperiksa β-transferrin. β-transferrin akan positif jika
terdapat CSF.
DAFTAR PUSTAKA
2. Alexander RH, Proctor HJ. Head Trauma. In: Advance Trauma Life Support:
Course for Physician edisi ke-5. 1993. USA: American Collegues of Surgeons.
Hal 159-183.
3. Brunicardi FC, et all. Neurosurgery. In: Schwatrz’s Principles of Surgery edisi
ke-8. 2005. USA: McGraw-Hill.. hal. 1618-1620.
4.