Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Seiring berjalannya waktu, perkembangan industri akan menghasilkan limbah yang
semakin banyak. Khususnya pada limbah industri batik merupakan salah satu penyebab masalah
lingkungan akibat dari buangan limbah tersebut yang mencemari lingkungan. Akibatnya beban
pencemaran lingkungan semakin berat, sedangkan kemampuan alam untuk menerima beban
limbah terbatas. Jenis limbah industri banyak macamnya, tergantung bahan baku dan proses yang
digunakan masing-masing industri. Salah satu masalah yang paling mengganggu dari limbah
industri tersebut adalah kandungan zat warna.
Industri batik merupakan salah satu jenis industri di Indonesia. Industri tekstil
menghasilkan limbah zat cair berwarna, zat warna dalam industri batik merupakan salah satu
bahan baku utama, sekitar 10-15% dari zat warna yang sudah digunakan tidak dapat dipakai ulang
dan harus dibuang. Zat warna yang dikandung limbah industri batik dapat mengganggu kesehatan,
misalnya iritasi kulit dan iritasi mata hingga menyebabkan kanker. Selain itu, zat warna juga dapat
menyebabkan terjadinya mutagen. Zat warna juga dapat memberikan efek terhadap organisme
akuatik akibat berkurangnya intensitas cahaya matahari dan dapat bersifat toksik bagi flora dan
fauna karena mengandung senyawa aromatik, logam, khlorida,dll.
Salah satu limbah industri yang menjadi kontributor utama penyebab pencemaran air
adalah limbah zat warna yang dihasilkan dari proses pencelupan pada suatu industri batik. Untuk
itu, dalam makalah ini penulis akan memaparkan bagaimana tingkat tercemarnya aliran Sungai
Jenes dan Pepe.
1.2. Tujuan
- Memahami pengertian dari limbah industri batik
- Mengetahui karakteristik pencemar limbah industri batik
- Mengetahui permasalahan pencemaran air di aliran Sungai Jenes dan Pepe
- Mengetahui cara penanganan pencemaran limbah industri batik

1.3. Rumusan Masalah


- Apa pengertian dari limbah industri batik?
- Apa saja karakteristik pencemar limbah industri?
- Bagaimana permasalahan pencemaran air di aliran Sungai Jenes dan Pepe?
- Bagaimana cara menangani pencemaran limbah pada kasus tersebut?

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Limbah Industri Tekstil


Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan
dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas
domestik lainnya (grey water).Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak
dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi,
limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik.Dengan konsentrasi
dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama
bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.Tingkat bahaya
keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses
penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses
penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas menghasil kan limbah yang lebih banyak dan lebih
kuat dari pada limbah dari proses penyempurnaan bahan sistesis.

Limbah tekstil merupakan limbah cair dominan yang dihasilkan industri tekstil karena
terjadi proses pemberian warna (dyeing) yang di samping memerlukan bahan kimia juga
memerlukan air sebagai media pelarut. Industri tekstil merupakan suatu industri yang bergerak
dibidang garmen dengan mengolah kapas atau serat sintetik menjadi kain melalui tahapan proses
: Spinning (Pemintalan) dan Weaving (Penenunan).Limbah industri tekstil tergolong limbah cair
dari proses pewarnaan yang merupakan senyawa kimia sintetis, mempunyai kekuatan pencemar
yang kuat. Bahan pewarna tersebut telah terbukti mampu mencemari lingkungan.Zat warna tekstil
merupakan semua zat warna yang mempunyai kemampuan untuk diserap oleh serat tekstil dan
mudah dihilangkan warna (kromofor) dan gugus yang dapat mengadakan ikatan dengan serat
tekstil (auksokrom).

Gabungan air limbah pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/l padatan
tersuspensi dan 500 mg/l BOD. Perbandingan COD : BOD adalah dalam kisaran 1,5 : 1 sampai 3
: 1. Pabrik serat alam menghasilkan beban yang lebih besar.Beban tiap ton produk lebih besar
untuk operasi kecil dibandingkan dengan operasi modern yang besar, berkisar dari 25 kg BOD/ton
produk sampai 100 kg BOD/ton.Informasi tentang banyaknya limbah produksi kecil batik
tradisional belum ditemukan.

Zat warna tekstil merupakan gabungan dari senyawa organik tidak jenuh, kromofor dan
auksokrom sebagai pengaktif kerja kromofor dan pengikat antara warna dengan serat. Limbah air
yang bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam proses produksinya.

4
Di samping itu ada pula bahan baku yang mengandung air sehingga dalam proses pengolahannya
air tersebut harus dibuang.

2.2. Permasalahan
Lingkungan yang tercemar akan mengganggu kelangsungan hidup makhluk hidup
disekitarnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kegiatan industri, air yang telah
digunakan (air limbah industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan, tetapi air limbah
industri harus mengalami proses pengolahan sehingga dapat digunakan lagi atau dibuang ke
lingkungan tanpa menyebabkan pencemaran. Proses pengolahan air limbah industri adalah salah
satu syarat yang harus dimiliki oleh industri yang berwawasan lingkungan.

Menurut telaah Informasi Regional (PATTIRO), Lembaga Swadaya Masyarakat di


Surakarta, sepanjang tahun 2008 terdapat banyak limbah industri batik yang langsung dibuang
tanpa diolah terlebih dahulu, kalaupun ada yang diolah, pengolahannya kurang maksimal. Bahan
kimia batik selain mencemari sungai juga menurunkan kualitas air di sumur-sumur penduduk
sekitar wilayah industri batik, sehingga air sumur tidak dapat dikonsumsi oleh penduduk.
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa usaha pemerintah untuk menanggulangi limbah industri
batik masih harus ditingkatkan, permasalahan pencemaran ini merupakan permasalahan yang
mendesak dan harus ditangani segera untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Remazol black B, zat warna reaktif yang banyak digunakan dalam industri pewarnaan
batik, Zat warna ini stabil secara kimia. Pada penggunaannya, zat pewarna ini hanya dipakai sedikit
dan sisanya akan dibuang sebagai limbah. Apabila limbah terbuang ke sungai, limbah ini akan
menaikkan chemical oxygen demand, biological oxygen demand, menimbulkan padatan
tersuspensi, menurunkan kualitas air dan akan menimbulkan masalah kesehatan jika air tersebut
digunakan oleh masyarakat.

Industri batik di kelurahan Laweyan membuang limbah produksinya ke sungai Jenes,


sungai Jenes mengalir menju muara sungai Pepe. Berikut adalah data pencemaran sungai Jenes
dan sungai Pepe berdasarkan data dari Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta (BLH) dari tahun
2007-2009 :

Tabel 2.2.1
Monitoring Sungai Kota Surakarta
Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta
Tahun 2007
Berdasarkan Parameter Fisika
Baku Mutu Air Limbah

Parameter Fisika
No Lokasi pengambilan sampel
Suhu (°C) TSS (mg/L)

5
1 S. Pepe hulu 28,4 61
2 S. Pepe tengah 28,6 46,5
3 S. Pepe hilir 29 48
4 S. Jenes Hulu 29,2 55
5 S. Jenes tengah 29,4 62
6 S. Jenes hilir 29,2 69
Sumber : Badan Lingkungan Hidup

Tabel 2.2.2
Monitoring Sungai Kota Surakarta
Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta
Tahun 2008
Berdasarkan Parameter Fisika
Baku Mutu Air Limbah

Parameter Fisika
No Lokasi pengambilan sampel
Suhu (°C) TSS (mg/L)
1 S. Pepe hulu 27,8 49,5
2 S. Pepe tengah 28 47,5
3 S. Pepe hilir 28,1 48
4 S. Jenes Hulu 28,1 59
5 S. Jenes tengah 28,2 82
6 S. Jenes hilir 28 80
Sumber : Badan Lingkungan Hidup

Tabel 2.2.3
Monitoring Sungai Kota Surakarta
Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta
Tahun 2009
Berdasarkan Parameter Fisika
Baku Mutu Air Limbah

Parameter Fisika
No Lokasi pengambilan sampel
Suhu (°C) TSS (mg/L)
1 S. Pepe hulu 33,6 16
2 S. Pepe tengah 32,7 14
3 S. Pepe hilir 33,3 20
4 S. Jenes Hulu 29,5 36
5 S. Jenes tengah 32,3 53
6 S. Jenes hilir 31,7 69
Sumber : Badan Lingkungan Hidup

Baku mutu air limbah : batas maksimal kandungan limbah yang diperbolehkan

TSS : Zat Padat Tersuspensi

6
Tabel diatas menggunakan batas dari kelas II, yaitu air yang peruntukannya digunakan
untuk sarana/prasarana rekreasi air, pengelolaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman (batas maksimalnya 50 mg/L).

Dari tabel diatas terlihat bahwa pada tahun 2007 terjadi pencemaran sungai Pepe hulu,
sungai Jenes hulu, tengah dan hilir. Pada tahun 2008 pencemaran terjadi pada sungai Jenes hulu,
tengah dan hilir. Sedangkan pada tahun 2009 pencemaran terjadi pada sungai Jenes tengah dan
sungai Jenes hilir, kandungan limbah di sungai-sungaiA tersebut melebihi dari yang diperbolehkan
yaitu lebih dari 50 mg/L.

Berikut kondisi lintasan aliran sungai Jenes dan sungai Pepe :

Gambar 2.2.1 aliran sungai Jenes dan sungai Pepe

Di Kota Surakarta sendiri instalasi pengolahan air limbah yang sering disebut dengan
istilah IPAL masih sangat kurang untuk puluhan industri batik rumahan Kampung Batik Laweyan
dan Kampung Batik Kauman. Bahkan banyak masyarakat di pinggir sungai yang berkeluh kesah
bahwa IPAL ini sangat dekat atau berda di sungai Jenes, mereka yang limbahnya tidak tertampung
IPAL langsung membuangnya ke sungai Jenes dan mengalir ke sungai bengawan Solo”. Limbah
tersebut berupa air yang berwarna hitam pekat, berbusa dan berbau menyengat atau busuk. Limbah
industri batik yang dibuang langsung ke sungai dapat membuat pencemaran air, selain itu salah
satu yang terkena dampaknya adalah masyarakat yang tinggal dibantaran sungai, air sumurnya
sama sekali tidak bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti, mandi, mencuci, memasak
air karena terasa asin, pahit dan getir serta warnanya berubah menjadi kuning. Pewarna kimiawi
yang digunakan untuk mewarnai batik sama sekali tidak bisa terurai dan bisa menyebabkan kanker,
gangguan pencernaan, serta melemahnya ketahan tubuh dari serangan penyakit dan juga
pencemaran lingkungan.

7
2.3. Pengolahan Limbah Tekstil

2.3.1. Anaerobik Baffle Reaktor


Reaktor ini melibatkan mikroorganisme yang tahan pada kondisi anaerob
dan toleran terhadap konsentrasi bahan organik tinggi dan kondisi lingukngan yang
sulit. Kelebihan dari reactor ini adalah rancangannya sederhana, kestabilan tinggi
dan efisiensi tinggi. Akan tetapi, anaerobic baffle reactor sederhana akan
memerlukan reactor dangkal untuk mempertahankan laju gas dan cair, sehingga
dapat bakteri mudah sekali terbuang dan menyebabkan penundaan pada start-up.
Akibat sifatnya yang seperti aliran sumbat, terjadi akumulasi asam lemak volatile
dan pH rendah, dan juga eksposisi bakteri sensitive pada bagian menjadi senyawa
tingkat anorganik dan organik pada kekuatan umpan limbah besar. Hal ini dapat
diatasi dengan pengenceran umpan, pengumpanan secara periodik, pengumpanan
dengan laju rendah dan daur ulang efluen.

2.3.2. Sistem Lumpur Aktif


Sistem ini merupakan sistem pengolahan limbah menggunaan
mikroorganisme dengan proses aerobic, dimana zat organik dikonversi menjadi
CO2, H2O, NH4 dan biomassa baru. Terdapat 4 bagian proses pada sistem ini,
yaitu: aerasi, pegendapan, resirkulasi lumpur, serta penghilangan lumpur sisa.
Aerasi ditujukan sebagai sumber oksigen. Pada tahap ini pulalah, terjadi reaksi
konversi zat organik. Kemudian, biomassa diendapkan pada tangka pengendapan
sekunder. Bagian padat kemudian disirkulasi pada tangka aerasi untuk
mempertahankan konsentrasi biomassa, sehingga efisiensi tinggi.

Gambar 2.3.2 Alur Sistem Lumpur Aktif

Pertama-tama, dilakukan pengendapan awal untuk mengurangi padatan


tersuspensi sebesar 30-40% serta BOD sebesar 25%. Kemudian, air tersebut
dialirkan ke bak aerasi dengan gaya gravitasi. Pada tahap ini, air limbah dipaparkan
ke udara sehingga bakteri aerob dapat menguraikan limbah organik. Kemudian, air
sudah diuraikan tersebut dialirkan ke tangki pengendapan sekunder. Didalam
tangki tersebut lumpur diendapkan dan di pompa ke bak aerasi dan airnya akan
disterilisasi dengan klorinasi. Proses ini penting untuk mematikan mikroorganisme
patogen. Pada proses ini juga BOD turun menjadi 20-30 mg/L. Surplus lumpur dari
keseluruhan proses ditampung dalam bak pengering lumpur sedangkan air
resapannya ditampung kembali di bak penampung air limbah. Mikroorganisme
yang ditemukan pada bak aerasi diantaranya adalah bakteri, protozoa, metazoa,

8
bakteri berfilamen, dan fungi. Sedangkan mikroorganisme yang paling berperan
pada proses lumpur aktif adalah bakteri aerob.
Pada prinsipnya, mikroorganisme memanfaatkan senyawa organik yaitu
polutan sebagai makanan dengan proses adsorpsi kedalam selnya. Untuk mencerna
partikel polutan, sel mikroorganisme membentuk enzim-enzim tertentu sehingga
polutan baik teradsorpsi maupun didalam cairan limbah dapat dihilangkan.
Mikroorganisme ini harus dipertahankan aktif dengan kondisi lingkungan tertentu,
salah satunya kadar pH dalam cairan dan kadar nitrogen dan fosfat. Kadar pH dapat
dipertahankan dengan menambah asam atau basa pada khamar, sedangkan
penambahan urea dilakukan untuk meningkatkan sumber nitrogen dan penambahan
asam fosfat untuk sumber fosfat.

2.3.3. Bioremediasi
Bioremediasi merupakan pengolahan limbah dengan mikroorganisme
sehingga diperoleh enzim yang mengubah struktur kimia polutan sehingga limbah
menjadi relatif tidak berbahaya bagi lingkungan. Pengolahan limbah dengan
bioremediasi sudah lama diterapkan secara terpusat yaitu pada tahun 1900-an [24].
Pada teknologi pengolahan limbah air, bioremediasi telah mencapai pada
pengolahan air limbah yang mengandung senyawa-senyawa kimia industri yang
sulit untuk didegradasi, seperti logamlogam berat, petroleum hidrokarbon, dan
senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida dan herbisida.
Prinsip mikroorganisme pada penguraian polutan ada 2 yaitu pertumbuhan
mikroorganisme menempel dan tersuspensi. Pertumbuhan mikrooganisme
menempel merupakan jenis mikroorganisme yang dibiakkan pada batuan atau
tanaman air, kemudian di aplikasikan pada unit pengolah air dengan sistem
trickling filter. Pengolahan dilakukan secara aerobik. Jenis bakteri yang digunakan
biasanya bakteri gram negatif dengan bentuk batang heterotrofik seperti Zooglea,
Pseudomonas, Chromobacter, Achromobacter, Alcaligenes dan Flavobacterium,
atau bakteri filamentous seperti Beggiatoa, Thiotrix dan Sphaerotilus.
Mikroorganisme dalam bentuk suspense berarti mikroorganisme ini
dibiakkan dalam bentuk lumpur aktif pada air tercemar. Pada dasarnya, sistem ini
dapat digabung menjadi reactor hybrid. Akan tetapi, pada dasarnya tahapan dasar
terdiri dari isolasi bakteri, pengujian kemampuan bakteri dalam mendegradasi,
identifikasi dan multiplikasi bakteri. Penggunaan bakteri indigenous harus
memperhatikan persyaratan Kep Men LH No.128 (2003).

2.3.4. Ozonasi
Ozonasi ditujukan untuk memenuhi persyaratan BOD dan COD dari limbah
buangan. Analisis Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen
biologis adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global
proses-proses mikrobiologis yang terjadi didalam air. Angka BOD adalah jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mendegradasi hampir semua zat
organik yang terlarut termasuk zat organik yang tersuspensi didalam air, sedangkan
Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah
oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zatzat organis yang ada

9
dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasian K2Cr2O7 digunakan sebagai
sumber oksigen (Oxidizing agent).
Langkah-langkah dari pengolahan limbah secara ozonisasi adalah
pengolahan awal yang berupa aerasi dan penambahan absorben (dapat berupa zeolit
atau koagulan seperti tawas). Tujuan dari pengolahan awal ini adalah untuk
mengoptimalkan kerja ozon sehingga efektif, dengan menyingkirkan zat pewarna
dan butiran-butiran padat sehingga menjadi jernih. Ozon bekerja lebih efektif pada
pH basa, sehingga sering ditambahkan air kapur. Reaksi yang terjadi pada ozonisasi
adalah :

Radikal bebas O* dan OH* akan memutus ikatan senyawa organic sehingga polutan
akan terdegradasi.

2.3.5. Menggunakan Membran


Kekurangan dari proses pengolahan nonmembran dapat diatasi dengan
penggunaan membran dalam proses. Sistem pengolahan menggunakan membran
mencakup tahap pretreatment, unit daur ulang, unit reverse osmosis dan unit
nanofiltrasi dan sistem rejeksi mengikuti unit daur ulang. Teknologi membran pada
dasarnya ramah lingkungan, akan tetapi permasalahan utama dari penggunaan
membran adalah fouling. Pemilihan teknologi yang baik bergantung dari bahan
membran yang digunakan dan diatur oleh sifat membran seperti sifat kimia, fisika,
resistensi kimia, mekanik, termal dan kemungkinan membran untuk fouling.
Fouling memiliki faktor selain ukuran fouling, yaitu kecenderungan untuk fouling
dan bentuk membran. Pemilihan jenis membran yang perlu diperhatikan lagi adalah
jenis bahan kimia dan efluen yang akan kontak dengan membran. Selain jenis,
pengolahan limbah memerlukan perhitungan atas energi, biaya dan efisiensi. Oleh
karena alasan inilah membran harus benar-benar dipilih yang tepat. Ada beberapa
membran yang umum digunakan dalam remediasi limbah tekstil, antara lain
mikrofiltrasi, ultrafitrasi, nanofiltrasi, reverse osmosis, elektrodialisis, dan
membran terintegrasi.

10
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa :
- Batik dan tekstil merupakan salah satu budaya negeri yang menghasilkan banyak
keuntungan, namun merugikan lingkungan apabila limbah tidak diolah dengan baik.
- Zat warna yang sering digunakan dalam proses industry adalah zat warna azo dan
turunan dari benzene.
- Limbah ini berupa sisa pemrosesan maupun air yang diperlukan dalam pendukung proses.
Ada beberapa metode yang baik digunakan, antara lain absorbsi, sistem lumpur aktif ,
bioremediasi, dan menggunakan membran.
- Ada beberapa jenis membran yang biasa digunakan dalam pengolahan limbah, yaitu
membran mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi, reverse osmosis dan elektrodialisis.

3.2. Saran
Hendaknya para pemilik industri tekstil lebih memerhatikan kelestarian dan kesehatan
lingkungan pada proses industrinya.

11

Anda mungkin juga menyukai