Anda di halaman 1dari 4

TUGAS EKONOMI ISLAM

HARTA DALAM ISLAM

Nama : Siti Hartina


Nim : C1A015094
Kelas : H

EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
1. Pengertian Harta

Istilah HARTA, atau al-mal dalam al-Quran maupun Sunnah tidak dibatasi dalam
ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Mal sangat luas dan selalu
berkembang.
Kriteria harta menurut para ahli fiqh terdiri atas : pertama,memiliki unsur
nilai ekonomis.Kedua, unsur manfaat atau jasa yang diperoleh dari suatu barang.
Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf
(kebiasaan/ adat) yang berlaku di tengah masyarakat.As-Suyuti berpendapat bahwa
istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan,
dan dikenakan ganti rugi bagi yang merusak atau melenyapkannya.
Dengan demikian tempat bergantungna status al-mal terletak pada nilai ekonomis (al-
qimah) suatu barang berdasarkan urf. Besar kecilnya al-qimah dalam harta tergantung
pada besar ekcilnya anfaat suatu barng. Faktor manfaat menjadi patokan dalam
menetapkan nilai ekonomis suatu barang. Maka manfaat suatu barang menjadi tujuan
dari semua jenis harta.

2.Pandangan Islam Mengenai Harta

Pertama, Pemiliki Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah
ALLAH SWT. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan
amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya (QS al_Hadiid: 7).
Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah bersabda:

Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya untuk apa
dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan
untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dipergunakan.

Kedua, status harta yang dimiliki manusia adlah sebagai berikut :

1. harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah
karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.

2. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan
baik dan tidak berlebih-lebihan ( Ali Imran: 14). Sebagai perhiasan hidup harta sering
menyebabkan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan diri.(Al-Alaq: 6-7).

3. Harta sebgai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan
memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak (al-Anfal: 28)

4. harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksankan perintahNyadan melaksanakan


muamalah si antara sesama manusia, melalui zakat, infak, dan sedekah.(at-Taubah :41,60; Ali
Imran:133-134).

Ketiga, Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (amal) ataua mata pencaharian
(Maisyah) yang halal dan sesuai dengan aturanNya. (al-Baqarah:267)
Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja keras
mencari nafkah yang halal untk keluarganya maka sama dengan mujahid di jalan Allah (HR
Ahmad).Mencari rezki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain(HR
Thabrani).jika telah melakukan sholat subuh janganlah kalian tidur, maka kalian tidak akan
sempat mencari rezki (HR Thabrani).

Keempat, dilarang mencari harta ,berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-Takatsur:1-
2), melupakan Zikrullah/mengingat ALLAH (al-Munafiqun:9), melupakan sholat dan zakat
(an-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr:
7)

Kelima: dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-Baqarah:
273-281), perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah :90-91), mencuri merampok (al-
Maidah :38), curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifin: 1-6), melalui cara-cara
yang batil dan merugikan (al-Baqarah:188), dan melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad).

Semua orang senang dengan yang namanya harta, tak terkecuali, siapa pun dia. Allah
menghadirkan rasa senang pada manusia terhadap harta, dalam semua bentuknya. Allah
menyatakan, “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia, kecintaan terhadap apa
yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk
dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik” (Ali Imran
14). Kita juga bisa memperhatikan firman Allah di surat Al-Fajr ayat 20 “watuhibbunal
maalaa hubban jamma” dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.

Pada sisi yang lain, harta itu juga merupakan perhiasan hidup di dunia. Semua perhiasan
akan membuat seseorang yang memakainya akan kelihatan lebih indah, lebih cantik atau
lebih ganteng. Demikian juga dengan harta, keberadaannya boleh jadi akan membuat
seseorang kelihatan lebih “ indah”. Namun harus dipahami bahwa yang namanya perhiasan
itu akan terlihat indah manakala dikenakan secara seimbang dan proporsional, sesuai
kewajaran dan kebutuhan. Jika berlebihan, maka keindahan itu akan menjadi hilang. Maka
seseorang boleh bersenang senang dan berhias dengan harta bendanya di dunia, tapi tidak
boleh berlebihan, dan membuatnya lalai dari mengingat pemilik harta yang sesungguhnya,
yakni Allah swt. Allah swt mengingatkan kita “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,
hingga kamu masuk ke dalam kubur.“ (At-Takasur 1-2)
Harta juga merupakan ujian keimanan bagi seseorang. Wa’lamuu annamaa amwaalukum
wa aulaadukum fitnah (Al-Anfal 28). Dan ketahuilah, hartamu dan anak-anakmu hanyalah
sebagai cobaan bagimu, dan di sisi Allah ada pahala yang besar. Sejauh mana harta titipan
Allah yang ada padanya, membuat dirinya makin dekat dan beriman kepada Allah swt, atau
justru malah menjauhkannya dari keimanan dan ketaatan kepadanya. Kisah yang Allah
ungkap dalam Al-Quran, di antaranya adalah kisah tentang kepemilikan harta yag justru telah
membuat Qarun menjadi semakin jauh dari keimanan dan ketaatan, hingga akhirnya Allah
swt membenamkan seluruh kekayaan Qarun ke dalam perut bumi. Manusia pada zaman
sekarang, sering berseloroh telah menemukan harta karun, manakala mendapatkan harta dari
perut bumi. Itulah kesudahan Qarun, harta telah membuatnya jauh dari Allah.
Kisah Tsa’labah yang hidup di zaman Rasulullah Muhammad saw, juga menjadi pelajaran
bagi kita agar terus bersyukur dan mengelola harta sesuai kehendak Allah, tidak membuat
lalai dari ibadah. Ternak Tsa’labah yang banyak da terus bertambah, sempat membuat jauh
dari kebiasaan shalat jamaah di masjid yang selama ini telah menjadi kebiasaannya.
Selain kisah tersebut, ada juga kisah tentang kepemilikan harta yang menjadikan dirinya tetap
taat dan dekat serta meningkatkan keimanannya kepada Allah swt. Misalnya kita bisa
mendapatkan kisah tentang kesuksesan nabi Sulaiman dalam mengelola kekuasaan dan harta
kekayaan yang berlimpah dalam bentuk istana megah dan lainnya. Semua harta dan
kekuasaan tersebut tidak melenakannya, justru malah membuat nabi Sulaiman semakin giat
dalam menjalankan perintah dakwah dari Allah. Hal ini tergambar dalam usahanya untuk
mengajak Ratu Bilqis dari kerajaan Saba untuk beriman kepada Allah swt.
Harta juga merupakan bekal agar manusia dapat beribadah dengan sebaik-baiknya.
“Wajaahiduu biamwaalikum wa anfusikum fie sabiilillah“ dan berjihadlah di jalan Allah
dengan harta dan jiwamu.
Seluruh ibadah yang Allah perintahkan kepada kita, dalam kadar tertentu dan berbeda-
beda, membutuhkan bekal materi/harta. Yang jelas-jelas terlihat membutuhkan bekal atau
modal harta, misalnya menunaikan ibadah haji, berperang atau berjihad di jalan Allah
membutuhkan perbekalan kendaraan transportasi perang, persenjataan dan perbekalan
makanan dan obat-obatan. Demikian juga dengan pelaksana zakat. Hal ini jelas berkaiatan
dengan kebutuhan untuk memiliki harta, sebagai bekal ibadah. Shalat yang kita lakukan,
sesungguhnya juga membutuhkan modal harta, meski dalam jumlah yang tidak sebanyak
untuk menunaikan ibadah haji. Untuk bisa melaksanakan shalat dengan baik dan sempurna
serta khusyu, kita harus memiliki pakaian dan atau mukena yang dapat menutup aurat dengan
sempurna, demikian juga dengan kondisi tubuh yang sehat dan kuat, insya Allah bisa shalat
dengan husyuk. Untuk bisa sehat kita membutuhkan makanan yang bergizi, yang berarti kita
membutuhkan harta.
Dengan adanya harta, Allah swt juga memerintahkan kepada kita untuk bisa mensyukuri
nikmatnya. Allah ingin melihat siapa di antara hamba-Nya yang mampu mensyukuri
nikmatnya. Maka Allah akan melimpahkan tambahan kenikmatan padanya. Syukur adalah
amalan yang sangat besar. Dan hanya sedikit di antara hamba yang mampu
bersyukur. Waqaliilan min ibadi yasyakuur. Dan sedikit dari hamba-Ku yang pandai
bersyukur.
Kepemilikan harta bagi seseorang, dapat diperoleh melalui berbagai jalan, yaitu melalui
usaha, bekerja, maisyah, melalui pewarisan atau mendapatkan harta waris, melalui
hibah/pemberian, dan bisa juga kepemilikan tersebut. Allah swt memerintahkan hambanya
untuk bekerja atau berikhtiar mencari penghidupan, menjemput rezki Allah swt. Dalam kerja
dan ikhtiar ini ada pahala yang Allah sediakan, apalagi bagi seorang suami, kepala keluarga,
kewajiban memberikan nafkah untuk istri dan anak-anaknya, mengharuskannya untuk ikhtiar
menjemput rezki dengan sebaik-baiknya, dan dia akan berdosa jika tidak melakukannya.
Namun satu hal yang harus kita sadari dan pahami adalah, harta dan rezki yang berikan
kepada hamba-Nya, tidak selalu berbanding lurus dengan kerja keras yang telah
dilakukannya. Tetapi sunnatullah memang tetap berlaku, man jadda wajadda, siapa yang
bersungguh-sungguh, dia akan mendapatkan. Peru dipahami, bahwa ada karunia Allah yang
datang tanpa diduga, dan tidak terkait dengan kerja seseorang… min haitsu laa yahtasib.
Sebagian ulama kemudian membedakan istilahnya. Ada istilah kasab, yakni harta yang
didapat seseorang yang sejalan dengan kerja dengan ikhtiarnya, misalnya seorang pegawai
setiap bulan akan mendapatkan gaji, ini menjadi kasab, dan ada istilah rezki, adalah harta
yang diperoleh seseorang tidak terkait dengan pekerjaannya, dan tidak terduga-duga
datangnya. Demikianlah seorang mukmin semestinya dapat memandang dan menggunakan
harta sesuai perintah pemilik aslinya , Allah swt. Semoga kesenangan akan kita dapatkan,
bukan hanya di dunia , tapi juga kesenangan dan kebahagiaan di akhirat. Amin. Wallahu
a’lam. (usb/dakwatuna)

Anda mungkin juga menyukai