Anda di halaman 1dari 46

Sel bakteri dapat teramati dengan jelas jika digunakan mikroskop dengan perbesaran 100x10

yang ditambah minyak imersi. Jika dibuat preparat ulas tanpa pewarnaan, sel bakteri sulit terlihat.
Pewarnaan bertujuan untuk memperjelas sel bakteri dengan menempelkan zat warna ke
permukaan sel bakteri. Zat warna dapat mengabsorbsi dan membiaskan cahaya, sehingga kontras
sel bakteri dengan sekelilingnya ditingkatkan. Zat warna yang digunakan bersifat asam atau basa.
Pada zat warna basa, bagian yang berperan dalam memberikan warna disebut kromofor dan
mempunyai muatan positif. Sebaliknya pada zat warna asam bagian yang berperan memberikan
zat warna memiliki muatan negatif. Zat warna basa lebih banyak digunakan karena muatan
negatif banyak banyak ditemukan pada permukaan sel. Contoh zat warna asam antara lain
Crystal Violet, Methylene Blue, Safranin, Base Fuchsin, Malachite Green dll. Sedangkan zat warna
basa antara lain Eosin, Congo Red dll.

Tujuan dari pewarnaan tersebut ialah untuk :

1. Mempermudah melihat bentuk jasad, baik bakteri, ragi, ataupun fungi.


2. Memperjelas ukuran dan bentuk jasad.
3. Melihat struktur luar dan kalau memungkinkan juga struktur dalam jasad.
4. Melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat fisik dan kimia yang
ada akan dapat diketahui.

1.1 Pewarnaan Sederhana


1.1.1 Pewarnaan Positif
Sebelum dilakukan pewarnaan dibuat ulasan bakteri di atas object glass yang
kemudian difiksasi. Jangan menggunakan suspensi bakteri yang terlalu padat, tapi
jika suspensi bakteri terlalu encer, maka akan diperoleh kesulitan saat mencari
bakteri dengan mikroskop. Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri dan
melekatkan sel bakteri pada object glass tanpa merusak struktur selnya.

Cara Kerja :

 Bersihkan object glass dengan kapas


 Jika perlu tulislah kode atau nama bakteri pada sudut object glass
 Bila menggunakan biakan cair maka pindahkan setetes biakan dengan pipet
tetes atau dapat juga dipindahkan dengan jarum inokulum. Jangan lupa biakan
dikocok terlebih dahulu. Jika digunakan biakan padat, maka biakan
dipindahkan dengan jarum inokulum, satu ulasan saja kemudian diberi
akuades dan disebarkan supaya sel merata.
 Keringkan ulasan tersebut sambil memfiksasinya dengan api Bunsen
(lewatkan di atas api 2-3 kali)
 Setelah benar-benar kering dan tersebar selanjutnya ditetesi dengan pewarna

1
(dapat digunakan Methylen blue, Safranin, Crystal Violet) dan tunggu kurang
lebih 30 detik.
 Cuci dengan akuades kemudian keringkan dengan kertas tissue
 Periksa dengan mikroskop (perbesaran 100 x 10).

1.1.2 Pewarnaan Negatif


Beberapa bakteri sulit diwarnai dengan zat warna basa. Tapi mudah dilihat dengan
pewarnaan negatif. Zat warna tidak akan mewarnai sel melainkan mewarnai
lingkungan sekitarnya, sehingga sel tampak transparan dengan latar belakang hitam.

Prosedur:

 Ambil dua object glass, teteskan nigrosin atau tinta cina di ujung kanan salah satu
object glass
 Biakan diambil lalu diulaskan atau diteteskan dalam tetesan nigrosin tadi, lalu
dicampurkan
 Tempelkan sisi object glass yang lain kemudian gesekkan ke samping kiri
 Biarkan preparat mengering di udara, jangan difiksasi atau dipanaskan di atas api.

1. 2.

3 4.

1.2 Pewarnaan Differensial


1.2.1 Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang paling
penting dan luas yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Dalam proses ini,
olesan bakteri yang sudah terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut : zat pewarna kristal

2
violet, larutan yodium, larutan alkohol (bahan pemucat), dan zat pewarna
tandingannya berupa zat warna safranin atau air fuchsin.
Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian
Gram (1853–1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk
membedakan antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae. Bakteri yang
terwarnai dengan metode ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bakteri Gram Positif
dan Bakteri Gram Negatif.
Bakteri Gram positif akan mempertahankan zat pewarna kristal violet dan karenanya
akan tampak berwarna ungu tua di bawah mikroskop. Adapun bakteri gram negatif
akan kehilangan zat pewarna kristal violet setelah dicuci dengan alkohol, dan sewaktu
diberi zat pewarna tandingannya yaitu dengan zat pewarna air fuchsin atau safranin
akan tampak berwarna merah. Perbedaan warna ini disebabkan oleh perbedaan dalam
struktur kimiawi dinding selnya.
Pewarnaan ini didasarkan pada tebal atau tipisnya lapisan peptidoglikan di dinding
sel dan banyak sedikitnya lapisan lemak pada membran sel bakteri. Jenis bakteri
berdasarkan pewarnaan gram dibagi menjadi dua yaitu gram positif dan gram negatif.
Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal dan membran sel selapis.
Sedangkan baktri gram negatif mempunyai dinding sel tipis yang berada di antara
dua lapis membran sel.

Berikut ini adalah beberapa perbedaan sifat yang dapat dijumpai antara bakteri
gram positif dan bakteri gram negatif:

Perbedaan Bakteri gram positif Bakteri gram negatif


Dinding sel:Lapisan Lebih tebal (20-80nm)1-4 % Lebih tipis11-22 %
peptidoglikanKadar lipid
Resistensi terhadap alkali(1 % Tidak larut Larut
KOH)
Kepekaan terhadap Iodium Lebih peka Kurang peka

3
Toksin yang dibentuk Eksotoksin Endotoksin
Bentuk sel Bulat, batang atau filamen Bulat, ova, batang lurus atau
melingkar seperti tanda koma,
heliks atau filament, beberapa
mempunyai selubung atau
kapsul
Reproduksi Pembelahan biner Pembelahan biner, kadang-
kadang pertunasan
Metabolisme Kemoorganoheterotrof Fototrof, kemolitoautotrof, atau
kemoorganoheterotrof
Resistensi terhadap tellurit Lebih tahan Lebih peka
Sifat tahan asam Ada yang tahan asam Tidak ada yang tahan asam
Kepekaan terhadap penisilin Lebih peka Kurang peka
Kepekaan terhadap Tidak peka Peka
streptomisin
Motilitas Kebanyakan nonmotil, bila Motil atau nonmotil. Bentuk
motil tipe flagelanya adalah flagella dapat bervariasi
petritikus (petritrichous)
Anggota tubuh Biasanya tidak memiliki Dapat memiliki pili, fimbriae,
apandase tangkai
Endospora Beberapa grup dapat Tidak dapat membentuk
membentuk endospora endospore
Penghambatan warna basa Lebih dihambat Kurang dihambat
Kebutuhan nutrien Kompleks Relatif sederhana
Ketahanan terhadap perlakuan Lebih tahan Kurang tahan
fisik

Bakteri yang termasuk ke dalam bakteri Sedangkan bakteri yang termasuk ke dalam
gram positif di antaranya: bakteri gram negatif jenis-jenisnya yaitu:
 Staphylococcus  Enterobactericeae (Escherichia
 Streptococcus coli, Salmonella, Shigella)
 Enterococcus  Pseudomonas
 Bacillus  Moraxella
 Corynebacterium  Helicobacter
 Nocardia  Stenotrophomas
 Clostridium  Bdellovibrio
 Actinobacteria  Bakteri asam laktat
 Listeria  Legionella
 Cyanobacteria
 Sprichaeta
 Green sulfur & non-sulfur bacteria

4
Berikut merupakan prosedur Pewarnaan Gram

Cara Kerja : Dampak/Hasil


Buat preparat ulas (smear) yang telah Sel bakteri tertempel pada permukaan kaca
difiksasi dari bakteri gram positif (object glas)
misal Bacillus subtilis dan gram negatif
misal Escherichia coli
Teteskan kristal violet sebagai Kristal ungu akan mewarnai seluruh
pewarna utama pada kedua preparat , permukaan sel bakteri gram positif dan negatif
usahakan semua ulasan terwarnai dan
tunggu selama ± 1 menit
3.Cuci dengan akuades mengalir
4.Teteskan mordant (lugol,s iodine) lalu Adanya lugol’s iodine menyebabkan adanya
tunggu ± 1 menit ikatan CV dengan iodine yang akan meningkatkan
afinitas pengikatan zat warna oleh bakteri. Pada
gram positif dapat terbentuk CV iodin-
ribonukleat pada dinding sel
5.Cuci dengan akuades mengalir
6.Beri larutan pemucat (ethanol 96%/ Penetesan etanol absolut menyebabkan
aseton) setetes demi setetes hingga etanol terbentuknya pori-pori pada gram negatif yang
yang jatuh berwarna jernih. Jangan sampai memiliki banyak lapisn lemak (lipid) larut dalam
terlalu banyak (overdecolorize) (etanol), sehingga komplek CV-iodine akan lepas
dari permukaan sel gram negatif, sedangkan pada
gram positif CV-iodine tetap menempel di
dinding sel, sel gram negatif menjadi bening

7.Cuci dengan akuades mengalir


8.Teteskan counterstain (safranin) dan Safranin akan mewarnai sel gram negative
tunggu selama ± 45 detik menjadi berwarna merah, sedangkan
gram positif tidak terpengaruh.
Counterstain hanya berfungsi sebagai
pengontras saja
9.Cuci dengan akuades mengalir
10.Keringkan preparat dengan kertas tissue
yang ditempelkan di sisi ulasan (jangan
sampai merusak ulasan) lalu biarkan
mengering di udara.

Tahapan Pewarnaan Gram


Zat Gram Positif Gram Negatif
Kristal Violet Ungu Ungu
Larutan Lugol (mordans) Ungu Ungu
Larutan Pemucat Ungu Tidak berwarna/transparan
Safranin Ungu Merah

5
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pewarnaan gram adalah sbb:

 Pelaksanaan Fiksasi panas terhadap olesan, Olesan bakteri yang dipanaskan secara
berlebihan akan menyebabkan pecahnya dinding sel bakteri, dalam kondisi demikian
maka proses pewarnaan tidak effektif atau dengan kata lain gram positif dan gram
negative sama-sama akan melepaskan zat warna ketika proses pelunturan dgn alcohol
 Kerapatan sel pada olesan, olesan yang baik hendaknya tidak terlalu tebal atau terlalu
tipis karena jika terlalu tebal maka akan memperlambat pelunturan zat warnanya
 Jenis dan konsentrasi zat peluntur, komposisi yang salah dr larutan pemucat juga akan
memperlambat atau mempercepat proses pemucatan, larutan pemucat yang paling
banyak digunakan adalah campuran etanol 95 % dgn aseton ( 1 : 1 )
 Fase yang paling kritis dari prosedur di atas adalah tahap dekolorisasi yang
mengakibatkan CV-iodine lepas dari sel. Pemberian ethanol jangan sampai berlebih
yang akan menyebabkan overdecolorization sehingga sel gram positif tampak seperti
gram negatif. Namun juga jangan sampai terlalu sedikit dalam penetesan etanol
(underdecolorization) yang tidak akan melarutkan CV-iodine secara sempurna
sehingga sel gram negatif seperti gram positif.
 Preparasi pewarnaan gram terbaik adalah menggunakan kultur muda yang tidak lebih
lama dari 24 jam. Umur kultur akan berpengaruh pada kemampuan sel menyerap
warna utama (CV), khususnya pada gram positif. Hal ini dikarenakan jika terlalu tua
maka dinding sel mikroba dikawatirkan akan rusak

6
1.2.2 Pewarnaan Bakteri Tahan Asam (BTA)
Bakteri tahan asam merupakan bakteri yang kandungan lemaknya sangat tebal
sehingga tidak bisa diwarnai dengan reaksi pewarnaan biasa, tetapi harus dengan
pewarnaan tahan asam. Kelompok bakteri ini disebut bakteri tahan asam (BTA) karena
dapat mempertahankan zat warna pertama sewaktu dicuci dengan larutan pemucat.
Golongan bakteri ini biasanya bersifat patogen pada manusia contohnya adalah
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat diisolasi dari
sputum penderita TBC. Reaksi hasil pewarnaannya jika positif terdapat bakteri TBC
berwarna merah. Selain menyerang manusia juga menyerang hewan seperti marmut,
dan kera. Penularannya dapat melalui udara yang masuk ke saluran pernafasan (Pelczar
dan Chan, 1988).
Bakteri tahan asam dapat diamati dengan teknik pewarnaan Ziehl Neelson, Kinyoun
Gabber, dan Fluorochrom.
Ada beberapa metode pewarnaan Bakteri Tahan Asam, antara lain :
a. Metode Ziehl Neelsen
b. Metode Kinyoun – Gabbet
1.2.2.1 Pewarnaan Ziehl Neelsen
Pewarnaan Ziehl Neelsen, termasuk pewarnaan tahan asam. Biasanya dipakai untuk
mewarnai golongan Mycobacterium (M. tuberculosis dan M. leprae) dan Actinomyces.
Bakteri genus Mycobacterium dan beberapa spesies nocardia pada dinding selnya
mengandung banyak zat lipid (lemak) sehingga bersifat permeable dengan pewarnaan
biasa. Bakteri tersebut bersifat tahan asam (+) terhadap pewarnaan tahan asam.
Pewarnaan tahan asam dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa
tuberculosis.
Pewarnaan ini merupakan prosedur untuk membedakan bakteri menjadi 2 kelompok
tahan asam dan tidak tahan asam.
Bila zat warna yang telah terpenetrasi tidak dapat dilarutkan dengan alkohol asam,
maka bakteri tersebut disebut tahan asam sedangkan sebaliknya disebut tidak tahan
asam.
Teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen, yaitu dengan menggunakan zat warna carbol fuchsin
0,3 %, asam alkohol 3 %, dan methylen blue 0,3%. Pada pemberian warna pertama,
yaitu carbol fuchsin, BTA bersifat mempertahankannya. Carbol fuchsin merupakan
fuksin basa yang dilarutkan dalam larutan fenol 5 %. Larutan ini memberikan warna
merah pada sediaan dahak. Fenol digunakan sebagai pelarut untuk membantu
pemasukan zat warna ke dalam sel bakteri sewaktu proses pemanasan. Fungsi
pemanasan untuk melebarkan pori-pori lemak BTA sehingga carbol fuchsin dapat
masuk sewaktu BTA dicuci dengan larutan pemucat, yaitu asam alkohol, maka zat
warna pertama tidak mudah dilunturkan. Bakteri kemudian dicuci dengan air mengalir
untuk menutup pori-pori dan menghentikan pemucatan. BTA akan terlihat berwarna
merah, sedangkan bakteri yang tidak tahan asam akan melarutkan carbol fuchsin
dengan cepat sehingga sel bakteri tidak berwarna. Setelah penambahan zat warna
kedua yaitu methylen blue, bakteri tidak tahan asam akan berwarna biru (Lay, 1994)
7
Cara Pewarnaan ZN:
a) Sediaan dituangi Carbol Fuchsin sampai penuh
b) Panaskan selama 3-5 menit, jangan sampai mendidih
c) Biarkan dingin selama 5 menit, cuci dengan air
d) Dekolorisasi dengan alkohol asam 10-30 detik, cuci dengan air
e) Tuangi dengan methylen blue selama 20-30 detik, cuci dengan air

1.2.2.2 Pewarnaan Kinyoun & Gabbet


Pewarnaan Kinyoun & Gabbet berbeda dari Ziehl-Neelsen yaitu bahwa tidak diperlukan
pemanasan terhadap warna primer (Larutan Kinyoun). Digunakan reagen fuksin-karbol
yang lebih pekat sehingga zat warna dapat menembus mikroba sehingga tidak
diperlukan pemanasan.
a) Larutan Kinyoun (fuchsin basis 4g, fenol 8ml, alkohol 95% 20ml, H2O destilata
(100ml) dituang pada permukaan sediaan
b) Didiamkan selama 3 menit, kemudian kelebihan zat warna dibuang dan dicuci
dengan air yang mengalir perlahan.

8
c) Selanjutnya larutan Gabbet (methylene blue 1g, H2SO4 96% 20ml, alkohol absolut
30ml, H2O destilata 50ml) dituang pada permukaan sediaan,
d) Didiamkan 1 menit kemudian kelebihan zat warna dibuang dan dicuci dengan air
yang mengalir perlahan, kemudian sediaan dikeringkan di udara
e) Setelah kering, sediaan dibaca dibawah mikroskop cahaya.

1.3 Pewarnaan Khusus

1.3.1. Pewarnaan Flagel


Flagella merupakan alat gerak bakteri. Flagella mengakibatkan bakteri dapat bergerak
berputar. Penyusun fagella adalah sub unit protein yang di sebut fagellin yang
mempunyai berat molekul rendah. Berdasarkan jumlah dan letak fagella nya bakteri di
bedakan menjadi monotorik, lapotrik, amftrik, peritrik, dan atrik. Flagella merupakan
salah satu organel bakteri yang tidak dapat dilihat dengan pewarnaan biasa. Untuk
dapat melihat fagella harus dengan pewarnaan khusus dan di lihat dengan
menggunakanmikroskop. salah satu cara pewarnaan fagella adalah pewarnaan
Graydan dan Leiyson. keberadaan fagella pada bakteri juga dapat di ketahuidengan
melihat efek atau akibat dari adanya fagella tersebut. Pada pewarnaan fagella ada
beberapa bakteri yang mampu bergerak dengan menggunakan bulu cambuk/fagella.
Flagella terdiri dariprotein dengan diameter 12-13/ nanometer. Pada pembuatan
preparat tidak di perbolehkan menggunakan ose dan tidak boleh di keringkan pada
suhu yang tinggi karena dapat merusak morfologi dan fagella dapat rontok.
Prinsip pewarnaan fagella adalah membuat organel tersebut dapat di lihat dengan cara
melapisinya dengan larutan mordant dalam jumlah yang cukup ada dua metode pada
pewarnaan fagella yaitu metode Gray dan dan metode Leiyson. Metode gray di
gunakan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan mengena walaupun dalam
metode ini tidak di lakukan pencelupan khusus.

1.3.2. Pewarnaan Kapsula


Kapsula merupakan lapisan polimer yang terletak di luar dinding sel. Jika lapisan
polimer ini terletak berlekatan dengan dinding sel maka lapisan ini disebut kapsula.
Tetapi jika polimer atau polisakarida ini tidak berlekatan dengan dinding sel maka
lapisan ini disebut lendir (Darkuni: 2001). Baik kapsula maupun lendir terdiri dari
polisakarida dan polipeptin (komplek polisakarida dengan protein). Kapsula bukan
organ yang penting untuk kehidupan sel bakteri. Hal ini terbukti bahwa sel bakteri yang
tidak dapat membentuk kapsula mampu tumbuh dengan normal dalam medium.
Kapsula berfungsi dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya. Misalnya berperan
dalam mencegah terhadap kekeringan, mencegah atau menghambat terjadinya
pencantelan bakteriofag, bersifat antifagosit sehingga kapsul memberikan sifat virulen
bagi bakteri. Kapsula juga berfungsi untuk alat mencantelkan diri pada permukaan
seperti yang dilakukan oleh Streptococcus muans (Darkuni, 2008).
9
Tanpa pewarnaan, kapsul bakteri sangat sukar diamati dengan mikroskop cahaya biasa
karena tidak berwarna dan mempunyai ideks bias yang rendah. Karena kapsul bersifat
non-ionik, maka pewarnaanya tidak dapat dilakukan menggunakan prosedur yang
sederhana dan biasa. Masalah utama dalam pewarnaan kapsul ialah bila olean bakteri
yang telah isiapkan itu difiksasi dengan panas menurut metode yang biasa, maka kapsul
tersebut akan rusak, namun apabila tidak difikasi dengan panas, maka organisme
tersebut akan meluncur pada waktu pencucian. Dalam banyak pekerjaan bakteriologis,
yang kita perlukan hanyalah sekedar memperagakan ada atau tidaknya kapsul. Tujuan
ini dapat digunakan dengan cara menggabungkan proses pewarnaan negatif dengan
pewarnaan sederhana. Teknik pewarnaan lain untuk melihat kapsul pada bakteri antara
lai dengan metoda pewarnaan Anthony, Pewarnaan Hiss, Pewarnaan Leifson,
pewarnaan Tyler, Pewarnaan Tinta India

1.3.2.1 Pewarnaan kapsula metode Tinta India ( India Ink Method)


Dalam metode ini dua pewarna, kristal violet dan tinta india digunakan. Kapsul ini
terlihat sebagai lingkaran cahaya yang jelas di sekitar mikroorganisme dengan latar
belakang hitam. Metode ini digunakan untuk mengamati Cryptococcus.
 Latar belakang akan gelap (warna tinta india).
 Sel-sel bakteri akan berwarna ungu (sel bakteri mengambil pewarna dasar kristal
violet karena mereka bermuatan negatif).
 Kapsul (jika ada) akan tampak jernih dengan latar belakang gelap (kapsul tidak
mengambil noda apa pun)
Cara Kerja
1. Teteskan tinta india di atas kaca preparat
2. Oleskan sample mikroba tepat diatas tinta india
3. Gunakan slide lainnya untuk menyeret campuran sel tinta hingga rata dan tipis di
sepanjang slide pertama dan diamkan selama 5-7 menit.
4. Biarkan mongering ( ingat jangan dipanaskan)
5. Bilas noda dengan noda violet kristal (ini akan menodai sel tetapi tidak kapsul)
selama sekitar 1 menit. Tiriskan violet kristal dengan memiringkan slide pada
sudut 45 derajat dan biarkan noda mengalir sampai udara mengering.
6. Amati hasil pewarnaan dengan mikroskop

1.3.2.2 Pewarnaan kapsula metode Anthony (Anthony’s Stain Method)


Dalam jenis prosedur pewarnaan kapsul ini, pewarnaan primer adalah kristal violet, dan
semua bagian sel mengambil noda ungu kristal ungu. Tidak ada mordan dalam prosedur
pewarnaan kapsul. Larutan sulfat tembaga 20% berfungsi sebagai peran ganda sebagai
dekolorisasi agen dan counterstain. Sulfat tembaga akan mendekolorisasi kapsul
dengan mencuci kristal ungu, tetapi tidak akan menghitamkan sel. Ketika tembaga
sulfat menipiskan kapsul, ia juga menebalkan noda kapsul. Dengan demikian, kapsul
muncul sebagai lingkaran biru samar di sekitar sel ungu.
Cara Kerja
10
1. Teteskan crystal violet di atas kaca preparat
2. Oleskan sample mikroba tepat diatas tinta india
3. Gunakan slide lainnya untuk menyeret campuran sel tinta hingga rata dan tipis di
sepanjang slide pertama dan diamkan selama 5-7 menit. (jangan dipanaskan)
4. Miringkan slide dan bilas dengan menggunakan tembaga sulfat 20 %. JANGAN
BILAS DENGAN AIR, KARENA AKAN MELUNTURKAN SAMPEL BAKTERI
5. Biarkan mongering. Jangan keringkan menggunakan kertas hisap
6. Amati hasil pewarnaan dengan mikroskop

1.3.3. Pewarnaan Endospora


Ketika sel vegetatif dari bakteri tertentu seperti Bacillus spp dan Clostridium spp
mengalami tekanan lingkungan seperti kekurangan nutrisi, mereka menghasilkan
bentuk-endospora. Pembentukan endospore menghindari masalah yang terkait
dengan stres lingkungan dan membantu mereka bertahan hidup.
Kebanyakan bakteri pembentuk endospore ditemukan di tanah atau lingkungan
akuatik. Bahkan, beberapa spesies Bacillus dan Clostridium biasanya menimbulkan
masalah pada kesehatan.
Teknik pewarnaan diferensial (metode Schaeffer-Fulton) digunakan untuk
membedakan antara sel vegetatif dan endospora. Pewarnaan primer (malachite
green) digunakan untuk mewarnai endospora. Karena endospora menolak
pewarnaan, hijau malachite akan dipaksa masuk (yaitu, hijau malachite menembus
dinding spora) endospora dengan pemanasan. Dalam teknik ini pemanasan bertindak
sebagai mordan.
Tidak diperlukan decolorozer khusus dalam pewarnaan ini, karena zat warna primer
tidak terikat kuat pada dinding sel atau endospora. Proses decolorizer hanya
menggunakan air
Karena spora sangat kuat mengikat warna utama, ketika proses decolorizer zat warna
utama yang menempel pada sel vegetative akan luntur, dan yang melekat pada sel
spora tidak luntur.
Sehingga diharapkan :
1. Sel vegetative akan berwarna merah muda ( karena pewrna skunder)
2. Sedangkan sel yang berbentuk endospora akan berwarna hijau ( pewarna primer)

11
Lembar Praktikum 1
Percobaan 1.1 Pewarnaan Bakteri Gram
A. Tujuan Praktikum
1. Peserta didik mampu melakukan langkah-langkah pewarnaan bakteri gram
2. Peserta didik mampu mengamati bakteri gram
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a) Batang oase ( 1 buah)
b) Pembakar spiritus ( 1 buah )
c) Botol akuades ( 1buah )
d) Kaca preparat ( 5 buah)
e) Penjepit tabung reaksi (1 buah)
f) Mikroskop (1 buah)
2. Bahan
a) Sampel mikroba
b) Pewarna Crystal violet
c) Pewarna Safranin
d) Larutan Lugol Iodin /Mordan
e) Larutan Aseton alcohol / decolorizer
f) Aquades
C. Cara Kerja
1. Bersihkan dan sterilkan kaca preparat
2. Oleskan sampel mikroba diatas kaca preparat secukupnya
3. Memfiksasi olesan sampel mikroba dengan cara melewatkan 5-10 kali diatas pembakar spiritus
4. Meneteskan 2-3 tetes pewarna crystal violet tepat diatas olesan sampel mikroba
5. Menunggu sekitar 3-5 menit
6. Membilas dengan aquades hingga sisa pewarna yang ada disekitar olesan sampel hilang
7. Meneteskan 2-3 tetes larutan lugol-iodin tepat diatas olesan sampel mikroba
8. Membilas dengan aquades secukupnya
9. Membilas lagi dengan larutan aseton alcohol sekitar 10 – 15 tetes tepat diatas sampel mikroba
10. Membilas dengan aquades secukupnya
11. Meneteskan 2-3 tetes pewarna safranin tepat diatas olesan sampel mikroba
12. Menunggu sekitar 30 detik – 1 menit
13. Membilas dengan aquades hingga sisa pewarna yang ada disekitar olesan sampel hilang
14. Mengeringkan preparat di udara terbuka
15. Mengamati hasil pewarnaan bakteri
16. Lakukan langkah 1 – 15 untuk 3 sampel yang lain
D. Data Pengamatan
Sampel ke 1 2 3 4
Gambar

Penjelasan

12
Lembar Praktikum 2
Percobaan 1.2 Pewarnaan Ziehl-Neelseen
A. Tujuan Praktikum
1. Peserta didik mampu melakukan pewarnaan bakteri tahan asam dengan metode Ziehl-Neelsen
2. Peserta didik mampu mengidentifikasi BTA pada sampel dahak
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a) Batang oase ( 1 buah)
b) Pembakar spiritus ( 1 buah )
c) Botol akuades ( 1buah )
d) Kaca preparat ( 5 buah)
e) Penjepit tabung reaksi (1 buah)
f) Mikroskop (1 buah)
2. Bahan
a) Sampel dahak
b) Reagen karbol fuchsin
c) Decolorizer (asam – alcohol)
d) Reagen methylene biru
C. Cara Kerja
1. Mencuci bersih kaca preparat menggunakan air steril
2. Membilas kaca preparat dengan alcohol dan mengeringkannya
3. Mengulaskan sampel diatas kaca preparat (untuk hasil yang bagus gunakan cetakan di bawah kaca
preparat)
4. Mengecek ketebalan ulasan sampel
5. Memfiksasi ulasan sampel di kaca preparat, lalu diamkan sekitar 5 detik
6. Menetesi ulasan sampel menggunakan karbol fuchsin ( kira-kira 5 tetes, dan usahakan semua ulasan
terkena semua)
7. Memanaskan ulasan sampel hingga keluar asap
8. Mendinginkan selama 5 menit
9. Membilas ulasan sampel dengan air steril
10. Menambahkan decolorizer ke ulasan sampel
11. Membilas dengan air steril
12. Menetesi ulasan sampel dengan menggunakan methylene biru (kira-kira 5 tetes, dan usahakan
semua ulasan terkena semua)
13. Membilas dengan air steril
14. Mengeringkan kaca preparat dengan cara di diamkan
15. Menngamati hasil pewarnaan dengan menggunakan mikroskop
16. Melakukan langkah 1-15 untuk 3 sampel yang lain
D. Data Pengamatan
Sampel ke 1 2 3 4
Gambar

Penjelasan

13
Tugas

1. Sebutkan tujuan pewarnaan mikroba


2. Jelaskan Perbedaan antara pewarnaan positif dengan pewarnaan negative
3. Mengapa perlu dilakukan pewarnaan negatif
4. Sebutkan zat warna yang dipakai dalam pewarnaan positif dan negative
5. Buatkan bagan cara melakukan pewarnaan positif dan pewarnaan negative
6. Jelaskan perbedaan pewarnaan gram dengan pewarnaan sederhana
7. Jelaskan perbedaan antara bakteri gram positif dengan bakteri gram negative
8. Sebutkan zat warna yang dipakai untuk pewarnaan gram positif dan pewarnaan gram negative
9. Jelaskan cara kerja melakukan pewarnaan gram
10. Jelaskan apa itu bakteri Tahan Asam
11. Jelaskan Mekanisme dasar dalam mewarnai bakteri Tahan asam
12. Apa fungsi decolorizer pada pewarnaan bakteri tahan asam
13. Buatkan bagan cara kerja metode Ziehl-Neelsen
14. Jelaskan mekanisme dasar pewarnaan flagel
15. Jelaskan mekanisme dasar pewarnaan kapsula
16. Kenapa pewarnaan kapsula menggunakan prinsip pewarnaan negative
17. Buat bagan pewarnaan kapsula metode Anthony
18. Jelaskan mekanisme dasar pewarnaan endospora
19. Bagaimana cara membuat zat warna bisa menempel pada endospore
20. Buat bagan pewarnaan endospora

14
Prinsip dari metode hitungan cawan atau Total Plate Count (TPC) adalah menumbuhkan sel
mikroorganisme yang masih hidup pada media agar, sehingga mikroorganisme akan berkembang
biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa
menggunakan mikroskop. Metode ini merupakan metode yang paling sensitif untuk menentukan
jumlah mikroorganisme.Dengan metode ini, kita dapat menghitung sel yang masih hidup,
menentukan jenis mikroba yang tumbuh dalam media tersebut serta dapat mengisolasi dan
mengidentifikasi jenis koloni mikroba tersebut.
Pada metode ini, teknik pengenceran merupakan hal yang harus dikuasai.Sebelum
mikroorganisme ditumbuhkan dalam media, terlebih dahulu dilakukan pengenceran sampel
menggunakan larutan fisiologis.Tujuan dari pengenceran sampel yaitu mengurangi jumlah
kandungan mikroba dalam sampel sehingga nantinya dapat diamati dan diketahui jumlah
mikroorganisme secara spesifik sehingga didapatkan perhitungan yang tepat.Pengenceran
memudahkan dalam perhitungan koloni (Fardiaz, 1993). Menurut Waluyo (2005), tahapan
pengenceran dimulai dari membuat larutan sampel sebanyak 10 ml (campuran 1 ml/1gr sampel
dengan 9 ml larutan fisiologis). Dari larutan tersebut diambil sebanyak 1 ml dan masukkan
kedalam 9 ml larutan fisiologis sehingga didapatkan pengenceran 10 -2. Dari pengenceran 10-2
diambil lagi 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan fisiologis sehingga
didapatkan pengenceran 10-3, begitu seterusnya sampai mencapai pengenceran yang kita
harapkan.Secara keseluruhan, tahap pengenceran dijelaskan dalam gambar 1.

Gambar 1. Teknik pengenceran Sampel 15


Setelah dilakukan pengenceran, kemudian dilakukan penanaman pada media lempeng agar.
Setelah diinkubasi, jumlah koloni masing-masing cawan diamati dan dihitung.Koloni merupakan
sekumpulan mikroorganisme yang memiliki kesamaan sifat seperti bentuk, susunan, permukaan,
dan sebagainya. Sifat-sifat yang perlu diperhatikan pada koloni yang tumbuh di permukaan
medium adalah sebagai berikut:
• Besar kecilnya koloni. Ada koloni yang hanya berupa satu titik, namun ada pula yang melebar
sampai menutup permukaan medium.
• Bentuk. Ada koloni yang bulat dan memanjang. Ada yang tepinya rata dan tidak rata.
• Kenaikan permukaan. Ada koloni yang rata dengan permukaan medium, ada pula yang timbul
diatas permukaan medium.
• Halus kasarnya pemukaan. Ada koloni yang permukaannya halus, ada yang permukaannya
kasar dan tidak rata.
• Wajah permukaan. Ada koloni yang permukaannya mengkilat dan ada yang permukaannya
suram.
• Warna. Kebanyakan koloni bakteri berwarna keputihan atau kekuningan.
• Kepekatan. Ada koloni yang lunak seperti lender, ada yang keras dan kering.
Selanjutnya perhitungan dilakukan terhadap cawan petri dengan jumlah koloni bakteri antara
25 – 250 . Perhitungan Total Plate Countdinyatakan sebagai jumlah koloni bakteri hasil
perhitungan dikalikan faktor pengencer.
Keuntungan dari metode TPC adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang dominan.
Keuntungan lainnya dapat diketahui adanya mikroba jenis lain yang terdapat dalam
contoh.Adapun kelemahan dari metode ini adalah:
• Memungkinkan terjadinya koloni yang berasal lebih dari satu sel mikroba, seperti pada
mikroba yang berpasangan, rantai atau kelompok sel.
• Memungkinkan ini akan memperkecil jumlah sel mikroba yang sebenarnya. Kemungkinan
adanya jenis mikroba yang tidak dapat tumbuh karena penggunaan jenis media agar, suhu, pH,
atau kandungan oksigen selama masa inkubasi.
• Memungkinkan ada jenis mikroba tertentu yang tumbuh menyebar di seluruh permukaan
media,sehingga menghalangi mikroba lain. Hal ini akan mengakibatkan mikroba lain tersebut
tidak terhitung.
• Penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi mikrobanya antara 25 - 250
koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 25 koloni akan menghasilkan penghitungan yang
kurang teliti secara statistik, namun bila lebih dari 250 koloni akan menghasilkan hal yang sama
karena terjadi persaingan diantara koloni.
• Penghitungan populasi mikroba dapat dilakukan setelah masa inkubasi yang umumnya
membutuhkan waktu 24 jam atau lebih.
Uji Total Plate Countmenggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat
diamati secara visual dan dihitung. Sebelum diuji di media padat, sampel terlebih dahulu harus
diencerkan. Pengenceran sampel dilakukan terhadap sediaan yang akan didentifikasi kemudian
ditanam pada media lempeng agar.

16
Jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada lempeng agar dihitung setelah inkubasi pada suhu dan
waktu yang sesuai. Perhitungan dilakukan terhadap petri dengan jumlah koloni bakteri antara
25-250. Total Plate Count dinyatakan sebagai jumlah koloni bakteri hasil perhitungan dikalikan
faktor pengencer.

2.1 Perhitungan Koloni Bakteri

Cara menghitung koloni pada cawan harus memperhatikan hal-hal berikut ini :
a) Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 25 sampai
250.
b) Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan koloni yang
besar dimana jumlah koloninya diragukan, dapat dihitung sebagai satu koloni.
c) Suatu deretan atau rantai koloni yang terlihat seperti suatu garis tebal dihitung sebagai
satu koloni.
d) Rumus umum perhitungan koloni adalah
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖
=
𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
e) Satuan yang dipakai untuk perhitungan TPC adalah CFU (Colony forming unit)
Sedangkan data yang dilaporkan sebagai Standard Plate Count (SPC) harus mengikuti
peraturan sebagai berikut (SNI 01-2897-1992):
a) Jika semua koloni pada sampel berada di bawah jumlah 25, maka yang dilaporkan adalah
jumlah koloni yang mendekati jumlah 25

Factor pengenceran 10-2 10-3


Jumlah koloni 15 8

Yang dilaporkan adalah jumlah koloni yang mendekati 25 yaitu pada pengenceran 10 -2.
Sehingga hasil akhir
15
= −2 = 1.500 cfu
10

b) Jika semua koloni pada sampel berada di atas jumlah 250, maka yang dilaporkan adalah
jumlah koloni yang mendekati jumlah 250

Factor pengenceran 10-2 10-3


Jumlah koloni 280 230

Yang dilaporkan adalah jumlah koloni yang mendekati 250 yaitu pada pengenceran 10 -3.
Sehingga hasil akhir
230
= −3 = 230.000 cfu
10

17
c) Jika semua koloni pada sampel berada di range 25 – 250 maka jumlah koloni pada
pengenceran tertinggi ( 10-3) dibagi dibagi terlebih dahulu dengan jumlah koloni pada
pengenceran terendah (10-2),
 Jika hasil pembagian lebih kecil sama dengan 2 ( ≤ ) maka yang dilaporkan adalah hasil
rata – rata jumlah koloni pengenceran tertinggi dengan terendah
 Jika hasil pembagian lebih besar dengan 2 ( > ) maka yang dilaporkan adalah hasil pada
pengenceran terendah
Contoh
Factor pengenceran 10-2 10-3
Jumlah koloni 230 75

Pengenceran 10-3 dibagi dengan pengenceran 10-2


75000
= = 3,26 (lebih besar 2)
23000
Sehingga yang dilaporkan dari data diatas adalah pada jumlah koloni pada
pengenceran terendah yaitu 23000 CFU

Contoh
Factor pengenceran 10-2 10-3
Jumlah koloni 235 30

Pengenceran 10-3 dibagi dengan pengenceran 10-2


30000
= = 1,27 (lebih lebih kecil 2)
23500
Sehingga yang dilaporkan dari data diatas adalah rata – rata dari pengenceran
terendah dan tertinggi
23500+30000
= = 26.750 CFU
2

d) Jika pada tiap pengenceran ditanam di dua cawan petri ( duplo ) atau lebih, maka sebelum
dihitung hasil di masing masing pengenceran harus di rata- rata terlebih dahulu, baru
dihitung sesuai perhitungan pada penjelasan di point a – c (diatas)
Contoh
Factor pengenceran 10-2 10-3
Cawan 1 120 65
Cawan 2 135 70

Langkah pertama adalah merata-rata hasil koloni ditiap pengenceran


12000+13500
Pengenceran 10-2 = = 12.750 CFU
2
65000+70000
Pengenceran 10-3 = = 67.500 CFU
2

18
Karena pada semua pengenceran datanya berada di range 25 – 250, maka kita bagi
dulu jumlah koloni pada pengenceran tertinggi ( 10-3) dengan jumlah koloni pada
pengenceran terendah (10-2)
67500
= = 5,29 (lebih besar 2)
12750

Sehingga yang dilaporkan dari data diatas adalah pada jumlah koloni pada
pengenceran terendah yaitu 12.750 CFU

2.2 Media Biakan Mikroba yang digunakan dalam TPC/ALT


2.2.1. Media Plate Count Agar (PCA)
Plate Count Agar (PCA) atau yang juga sering disebut dengan Standard Methods Agar
(SMA) merupakan sebuah media pertumbuhan mikroorganisme yang umum
digunakan untuk menghitung jumlah bakteri total (semua jenis bakteri) yang terdapat
pada setiap sampel seperti makanan, produk susu, air limbah dan sampelsampel
lainnya yang juga biasanya menggunakan metode Total Plate Count (TPC). Plate Count
Agar (PCA) merupakan media padat, yaitu media yang mengandung agar sehingga
setelah dingin media tersebut akan menjadi padat. Plate Count Agar (PCA) pertama
kali dikembangkan oleh Buchbinder, Baris, dan Goldstein pada tahun 1953 atas
permintaan dari American Public Health Association (APHA).
Penggunaan Plate Count Agar (PCA) sebagai media untuk menghitungjumlah total dari
bakteri sudah dilakukan sejak lama. Sekarang industri-industri seperti makanan,
produk susu dan juga pengolahan limbah sudah menerapkan perhitungan jumlah total
bakteri pada sampel mereka sesuai dengan standar yang ada menggunakan Plate
Count Agar (PCA). Plate Count Agar (PCA) dibuat dengan melarutkan semua bahan
hingga membentuk suspensi 23,5 g/L kemudian disterilisasi pada autoklaf.
Komposisi Plate Count Agar (PCA) dapat bervariasi, tetapi biasanya mengandung :
0,5% trypton, 0,25% ekstrak ragi, 0,1% glukosa, 1,5% agar-agar. Plate Count Agar
(PCA) mengandung glukosa dan ekstrak ragi yang digunakan untuk menumbuhkan
semua jenis bakteri. Plate Count Agar (PCA) mengandung nutrisi yang disediakan oleh
trypton, vitamin dari ekstrak ragi, dan glukosa yang digunakan sebagai sumber energi
bagi mikroorganisme sehingga mendukung pertumbuhan dari bakteri. Plate Count
Agar (PCA) bukan merupakan media selektif karena media ini tidak hanya ditumbuhi
oleh satu jenis mikroorganisme tertentu (Syamsuri, 1992)

2.2.2. Media Nutrient Agar (NA)


Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk dairy. NA juga digunakan
untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian
mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana yang dibuat dari
ekstrak beef, pepton, dan agar. Na merupakan salah satu media yang umum
digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage, produk
pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri,

19
dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni. Untuk komposisi nutrien agar
adalah eksrak beef 10 g, pepton 10 g, NaCl 5 g, air desitilat 1.000 ml dan 15 g agar/L.

2.2.3. Media Potato Dextrose Agar


Potato dextrose agar merupakan salah satu media yang baik digunakan untuk
membiakkan suatu mikroorganisme, baik itu berupa cendawan/fungsi, bakteri,
maupun sel mahluk hidup. Media PDA merupakan jenis media biakan dan memiliki
bentuk/ konsistensi padat (solid). Potato dextrose agar merupakan paduan yang
sesuai untuk menumbuhkan biakan (Winda, 2009).
Media potato dextrose agar (PDA) berfungsi sebagai media kapang (jamur) dan
khamir. Selain itu PDA digunakan untuk enumerasi yeast dan kapang dalam suatu
sampel atau produk makanan. PDA mengandung sumber karbohidrat dalam jumlah
cukup yaitu terdiri dari 20% ekstrak kentang dan 2% glukosa sehingga baik untuk
pertumbuhan kapang dan khamir tetapi kurang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Secara lebih rinci karakteristik media PDA terdiri dari :
Potato extract : 40,0 gram
Dextrose : 20,0 gram
Agar : 15,0 gram
Fungsi dari Komposisi Media PDA (Potato Dextrose Agar)
 Potato extract: Potato extract atau ekstrak kentang merupakan sumber
karbohidrat atau makanan bagi biakan pada media PDA (Potato Dextrose Agar).
 Dextrose: Dextrose atau gugusan gula baik itu monosakarida maupun polisakarida
merupakan penambah nutrisi bagi biakan pada media PDA (Potato Dextrose
Agar).
 Agar: Agar merupakan bahan media/tempat tumbuh bagi biakan yang baik,
karena mengandung cukup air.

20
2.2.4. Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
Sabouraud (diucapkan sah-bu-Ro ') medium agar dikembangkan oleh dokter kulit
Perancis, Raymond JA Sabouraud pada akhir 1800 untuk mendukung pertumbuhan
jamur yang menyebabkan infeksi kulit, rambut, atau kuku, secara kolektif disebut
sebagai dermatofit. Investigasi medis Sabouraud berfokus pada bakteri dan jamur
yang menyebabkan lesi kulit, dan ia mengembangkan banyak agar dan teknik untuk
cetakan patogen budaya dan ragi, seperti dermatofita dan Malassezia. Media ini
sangat diharapkan bahwa semua mycologists detil formulasi mereka tepat media,
suhu dan waktu inkubasi spesimen, dalam rangka standarisasi observasi lapangan dan
dengan demikian mengurangi perbedaan dalam penampilan sebagai kemungkinan
sumber kesalahan dalam identifikasi. Secara historis, Sabouraud agar dikembangkan
untuk mendukung studi dermatofit, yang membutuhkan masa inkubasi yang lama
(minggu). Ada dua kekuatan pendorong di belakang pengembangan Sabouraud
tentang media ini: kebutuhan untuk menghindari kontaminasi bakteri sementara
dermatofit kultur dan jamur lainnya, dan kebutuhan untuk menyediakan media yang
akan menghasilkan hasil yang dapat diandalkan untuk identifikasi jamur di
laboratorium.

Media SDA yang ditumbuhi jamur Candida albicans

21
a) Menurut konsistensinya: media Sabouraud Dextrose Agar merupakan media
berbentuk padat (solid).
b) Menurut fungsinya: media Sabouraud Dextrose Agar merupakan media selektif
untuk pertumbuhan jamur dan menghambat pertumbuhan bakteri.
c) Menurut bahan penyusunnya: media Sabouraud Dextrose Agar tersusun dari
bahan sintetis.
d) Menurut wadahnya: media Sabouraud Dextrose Agar merupakan media yang
disimpan dalam plate (cawan petri).

Adapun fungsi media secara umum yaitu:


a) Isolasi mikroorganisme menjadi kultur murni,
b) Memanipulasi komposisi media pertumbuhannya,
c) Menumbuhkan mikroorganisne,
d) Memperbanyak jumlah,
e) Menguji sifat-sifat fisiologisnya
f) Menghitung jumlah mikroba.
g) Media SDA banyak di gunakan untuk media jamur khususnya banyak ke jamur
Aspargilus, di media ini pertumbuhan jamur akaan optimal di suhu 25 - 30 drajat
celcius.

Komposisi Media SDA (Sabouraud Dextrose Agar)


a) Mycological peptone 10 g
b) Glucose 40 g
c) Agar 15 g

Fungsi dari komponen dalam SDA


a) Mycological peptone: menyediakan nitrogen dan sumber vitamin yang diperlukan
untuk pertumbuhan organisme dalam Sabouraud Dextrose Agar.
b) Glucose: dalam konsentrasi yang tinggi dimasukkan sebagai sumber energi
c) Agar: berperan sebagai bahan pemadat

Digunakan pada mikrobiologi


a) Untuk budidaya jamur patogen & komensal dan ragi
b) Baik untuk isolasi terutama dermatofit
c) Digunakan untuk menentukan kandungan mikroba dalam kosmetik
d) Digunakan dalam evaluasi mikologi makanan, dan secara klinis membantu dalam
diagnosis ragi dan jamur penyebab infeksi.

Prosedur Pembuatan Media SDA


a) Semua APD digunakan dengan baik, benar dan lengkap.
b) Disiapkan semua alat- alat dan bahan- bahan yang akan digunakan.
c) Dipastikan semua alat dan bahan dalam keadaan siap digunakan.
22
d) Ditimbang serbuk media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) sebanyak 1,560 gram.
e) Dipindahkan serbuk media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) ke beaker glass, lalu
ditambahkan aquades sebanyak 24 ml, dipindahkan ke dalam erlenmeyer.
f) Dihomogenkan larutan dengan bantuan pemanasan dan pengadukan.
g) Pelarutan tidak boleh sampai mendidih(pelarutan harus sempurna sehingga tidak
ada kristal yang tersisa).
h) Dicek pH larutan sesuai petunjuk media (pH = 5,6 ±0,2) pada suhu 25°C
i) Diperhatikan pengecekan suhu larutan saat pengecekan pH media.
j) Ditambahkan NaOH 0,01N jika pH larutan kurang basa dan ditambahkan HCl
0,01N jika pH larutan kurang asam.
k) Disterilisasi ±121°C (1 atm) selama ±15 menit.
l) Dikeluarkan larutan dari autoklaf , saat suhu rendah (200C) dan tekanan telah
turun (dilihat indikator autoklaf).
m) Dibiarkan larutan hingga suhu ±500C lalu ditambahkan antibiotik amoxicilyne 500
mg (sebelumnya antibiotik amoxicilyne 500 mg telah dilarutkan dengan 10 ml
aquades, dan tiap 100 ml SDA = 1 ml suspensi amoxicilyne).
n) Dihomogenkan larutan yang telah ditambahkan antibiotik amoxicilyne(dapat
dibantu pemanasan, suhu ≤ 70°C).
o) Dituangkan ke petri disk steril yang telah disediakan.
p) Dibiarkan media pada petri disk membeku dengan sempurna.
q) Dimasukkan media ke inkubator (± 37°C) ,selama ± 24 jam untuk uji kualitas
media, dengan posisi petri disk terbalik.
r) Disimpan pada suhu 4°C- 8°C untuk menyimpan media.

Uji Kualitas Media SDA


Agar media mempunyai kualitas seperti yang diharapkan perlu dilakukan uji
kualitas,seperti uji sterilitas dan uji spesifitas. Uji sterilisasi dilakukan untuk
mengetahui apakah bahan atau sediaan yang harus steril, sudah memenuhi syarat
atau tidak. Uji isterilitas dapat dilakukan dengan menginkubasi media selama sehari
dalam inkubator. Pada media idealnya tidak boleh ditemukan pertumbuhan bakteri.
Akan tetapi koloni yang tumbuh kurang dari 2 dapat diterima. Sedangkan uji spesifitas
dilakukan dengan menggunakan bakteri kontrol yang sesuai dengan jenis dan fungsi
media yang dibuat. Hal ini bermanfaat untuk membantu mengetahui kelompok dan
jenis serta fungsi media yang dibutuhkan. Uji kualitas media mencakup aspek yang
luas, baik media buatan sendiri maupun media jadi. Oleh karena itu, penyiapan media
harus mendapat perhatian. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyiapan media.

Ada bermacam-macam cara untuk menguji mutu media SDA yang telah dibuat, yaitu:
a) Secara Visual
Yaitu dengan memperhatikan atau melihat warna, kekeruhan dan lain-lain. Bila
warna media tidak sesuai dengan warna standar maka harus dicurigai adanya
perbedaan pH, untuk dapat diperiksa dengan kertas pH atau pH meter. Bila pH
23
media berbeda ± 0,2 satuan, dapat ditambahkan asam atau basa atau membuat
media yang baru. Warna media SDA adalah kuning sedikit kecoklatan

b) Uji Sterilitas
Uji sterilitas merupakan suatu keharusan terutama pada media yang diperkaya
dengan bahan-bahan tertentu seperti agar darah atau agar coklat. Cara untuk
menguji sterilitas media adalah dengan:
 Mengambil sejumlah 5 %volume dari tiap wadah media yang dibuat.
 Media diinkubasi selama 1-2 hari pada suhu 35° C.
 Apabila terdapat pertumbuhan lebih dari 2 koloni mikroorganisme/cawan
petri atau lebih, hal itu menandakan seluruh media dari wadah tersebut tidak
dapat digunakan.

c) Uji Spesifitas
Uji spesifitas dengan penanaman mikroorganisme kontrol positif dan control
negatif. Mikroorganisme kontrol kualitas (strain kuman) adalah mikroorganisme
spesifik yang seharusnya tumbuh pada media tertentu. Mikroorganisme tersebut
memiliki ciri morfologi, biokimia, serologi yang dapat diuji dan mampu
menunjukkan stabilitas reproduksi yang tetap ketika ditempatkan pada kondisi
yang sesuai.

Penyimpanan Media SDA


Setelah pembuatan media selesai, media serta bahan pendukung yang ditempatkan
dalam wadah-wadah petridisk (dalam posisi terbalik) dan diberi label berupa; Nama
media dan tanggal pembuatan, label ditempel pada badan media agar mudah dilihat
pada saat pengambilan media karena petridisk diletakkan terbalik. Fungsi dari
peletakkan petridisk terbalik agar mudah dalam pengangkatan karena tutup petridisk
lebih besar dari badannya, untuk memperlancar sirkulasi udara karena udara masuk
melalui atas, agar uap air hasil pemanasan tidak jatuh ke media. Media yang telah
dibuat namun belum digunakan dapat disimpan di dalam lemari es dengan suhu yang
relatif stabil yaitu ± 40C. Hal ini untuk menjaga kualitas media dan mencegah
tumbuhnya mikroorganisme dalam media. Karena suhunya yang rendah,
mikroorganisme sulit tumbuh dalam media. Batas waktu penyimpanan media jadi,
bila disimpan di dalam gelap dan dingin yaitu
a) Media didalam tabung dengan tutup kapas/aluminium foil: 1 minggu
b) Media di dalam tabung dengan tutup screw cap: 3 bulan
c) Media di dalam cawan petri: 1-2 minggu

24
Nilai Kritis Pembuatan Media SDA
a) Penimbangan media harus sesuai dengan perhitungan yaitu menggunakan rumus
v1/m1 = v2/m2 dimana massa awal dan volume awalnya terdapat pada kemasan
media.
b) Pada saat penghomogenan dengan cara pemanasan, media tidak boleh sampai
mendidih. Pemanasan berlebihan dapat menyebabkan penyimbangan pH, warna
lebih gelap (darkening), kekuatan gel menjadi berkurang, menurunnya kualitas
media. Pelarutan harus sempurna sehingga tidak ada Kristal yang bersisa agar
media dapat memadat dengan sempurna.
c) Tingkat keasaman (pH) media harus diperhatikan karena mikroorganisme yang
tumbuh hanya akan tumbuh optimal pada pH tersebut. Ph yang tepat pada media
SDA adalah 5,6 ±0,2. Pengecekan pH harus dilakukan pada suhu 25oC agar hasil
pengukuran pH akurat. Apabila pH kurang asam dapat ditambahkan HCl 0,01 N,
sedangkan apabila pH kurang basa dapat ditambah NaOH setetes demi setetes
hingga menunjukkan pH yang diinginkan.
d) Penambahan antibiotik pada media dilakukan setelah proses sterilisasi oleh
karena itu, penuangan antibiotik harus dilakukan dengan cara aseptis atau dekat
dengan api spiritus agar tidak ada kontaminan yang masuk.
e) Antibiotik yang biasa digunakan adalah kloramfenikol namun penggunaan
antibiotik dapat menggunakan antibiotik apa saja karena fungsi antibiotik pada
media ini adalah untuk mencegah bakteri tumbuh pada media karena media SDA
berfungsi untuk menumbuhkan jamur. Apabila bakteri tumbuh pada media akan
mengganggu pengamatan pada media.
f) Antibiotik yang ditambahkan adalah sebanyak 1% dari media atau 1 ml dalam 100
ml media. Volume tersebut cukup untuk mencegah bakteri tidak tumbuh pada
media.

2.2.5 Media Trypticase Soy Agar (TSA)


Trypticase soy agar atau tryptone soya agar (TSA) adalah media pertumbuhan untuk kultur
bakteri. Secara umum mereka adalah media non selektif yang menyediakan cukup nutrisi
untuk memungkinkan berbagai mikroorganisme tumbuh. Mereka digunakan untuk
berbagai aplikasi, termasuk penyimpanan kultur, penghitungan (penghitungan), isolasi
kultur murni, atau kultur umum yang sederhana.
TSA mengandung enzimatik kasein dan bungkil kedelai, yang menyediakan asam amino dan
zat nitrogen lainnya, menjadikannya sebagai media bergizi untuk berbagai organisme.
Glukosa adalah sumber energi. Natrium klorida mempertahankan keseimbangan osmotik,
sementara fosfat dipotassium bertindak sebagai penyangga untuk mempertahankan pH.
Agar digunakan sebagai pemadat.
Satu liter TSA mengandung : Tryptone, 5 g soytone – enzymatic digest of soybean meal, 5 g
NaCl dan 15 g agar

25
2.2.6 Media Reasoner's 2A agar
Agar R2A digunakan untuk perhitungan dan budidaya bakteri dari air minum dalam
pengaturan laboratorium. Agar R2A tidak untuk digunakan dalam diagnosis penyakit atau
kondisi lain pada manusia.
Agar R2A dikembangkan oleh Reasoner dan Geldreich untuk perhitungan cawan bakteri
pada air minum. Agar R2A mengandung nutrisi yang rendah, dan dalam kombinasi dengan
suhu inkubasi yang lebih rendah dan waktu inkubasi yang lebih lama, media ini dapat
merangsang pertumbuhan bakteri yang rusak dan bakteri di dalam klorin. Biasanya media
yang kaya nutrisi dapat mempercepat pertumbuhan bakteri yang pertumbuhannya cepat
tapi sebaliknya malah menekan pertumbuhan bakteri yang lambat pertumbuhannya
dalam air minum . Jika dibandingkan dengan Tryptone Glucose Yeast Extract Agar atau
Standard Methods Agar. R2A Agar lebih dapat memperbaiki pertumbuhan bakteri yang
rusak dan bakteri toleran klorin dalam air minum. Teknik inokulasi pada R2A dapat
menggunakan metode spread plate, pour plate, dan metode filter membrane untuk
perhitungan cawan heterotrofik.

Komposisi R2A agar dalam 1 liter :


 Enzymatic Digest of Casein ................................................. 0.25 g
 Enzymatic Digest of Animal Tissue (Proteose Peptone) ......0.25 g
 Acid Hydrolysate of Casein ..................................................0.5 g
 Yeast Extract.........................................................................0.5 g
 Dextrose (Glucose) ...............................................................0.5 g
 Soluble Starch........................................................................0.5 g
 Dipotassium Phosphate ........................................................0.3 g
 Magnesium Sulfate Heptahydrate........................................ 0.05 g
 Sodium Pyruvate....................................................................0.3 g
 Agar .......................................................................................15 g
 Final pH: 7.2 ± 0.2 pada suhu 25oC

Fungsi komponen pada R2A agar


 Enzim Digest, dan Asam Hidrosilase menyediakan nitrogen, karbon dan mineral dalam
R2A Agar.
 Ekstrak ragi adalah sumber vitamin.
 Dekstrosa berfungsi sebagai sumber karbon.
 Larutan pati/amilum membantu dalam pemulihan organisme yang terluka dengan
menyerap produk sampingan metabolik beracun.
 Dipotassium Phosphate digunakan untuk menyeimbangkan pH, dan
 Magnesium Sulfate Heptahydrate adalah sumber kation divalen dan sulfat.
 Sodium Pyruvate meningkatkan pemulihan sel bakteri yang rusak.
 Sedangkan Agar adalah agen pemadatan.

26
Perkiraan hasil pertumbuhan kultur pada R2A
Pertumbuhan kultur pada R2A agar ketika diinkubasi secara aerobic pada suhu 35 ± 2oC
dan waktu inkubasi selama 40 – 72 jam.
Mikroba Rata-rata pertumbuhan Hasil Pertumbuhan
koloni
Enterococcus faecalis 10 - 300 Poor to Good
ATCC® 29212
Escherichia coli ATCC® 10 - 300 Fair to Excellent
25922
Staphylococcus aureus 10 - 300 Poor to Good
ATCC® 25923

Prosedur Uji ketika menggunakan R2A Agar


a) Menyiapkan medium biakan secara heterotrophic plate count
b) Menginokulasi sample ke media R2A agar secara spread plate, pour plate atau metode
membrane filter. Untuk metode spread plate dan pour plate sampel yang dinokulasi
tidak boleh melebihi 1 ml. Sedangkan untuk metode membrane filter volume sampel
yang diinokulasi sesuai kebutuhan.
c) Mengatur waktu dan suhu yang pas selama waktu inkubasi
Suhu Inkubasi Waktu inkubasi minimal Waktu inkubasi optimal
35oC 72 jam 5 – 7 hari
20oC atau 28oC 5 hari 7 hari

Perhitungan hasil pengujian


Syarat koloni yang terhitung pada spread plate dan pour plate adalah 30 – 300 koloni (
25 – 250 koloni untuk SNI) atau 20 – 200 koloni ketika menggunakan metode membrane
filter. Hasil akhir perhitungan menggunakan satuan CFU ( Colony Forming Unit) dan
menggunakan variable suhu dan waktu inkubasi

Batasan prosedur pada R2A agar


 Perbedaan komposisi bahan selama pembuatan medium R2A, dapat menyebabkan
beberapa strain bakteri tumbuh sangat jelek atau bahkan tidak bias tumbuh dalam
media ini
 R2A agar hanya disarankan untuk digunakan pada sampel air minum
 Inokulasi sampel dengan Metode pour plate mungkin tidak disarankan untuk media
R2A agar, karena pemulihan bakteri yang rusak dapat terkendala dengan suhu tinggi
diawal inkubasi (44 – 46oC) dan jumlah oksigen yang rendah.

27
Lembar Praktikum 3
Percobaan 2.1 Perhitungan Bakteri Metode TPC menggunakan media PCA
A. Tujuan Praktikum
1. Peserta didik mampu melakukan langkah-langkah perhitungan mikroba menggunakan media PCA
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a) Batang oase ( 1 buah)
b) Pembakar spiritus ( 1 buah )
c) Botol akuades ( 1buah )
d) Botol penyemprot alkohol ( 1 buah)
e) Cawan petri (4 buah)
f) Tabung reaksi tutup ulir (3 buah)
g) Erlenmeyer ( 2 buah)
h) Timbangan ( 1 buah )
i) Autoklaf ( 1 buah )
j) Inkubator ( 1 buah )
2. Bahan
a) Sampel mikroba
b) Media PCA
c) Larutan butterfield phosphate buffer
d) Aquades
C. Cara Kerja
1. Tahap Sterilisasi Alat
a. Sebelum bekerja, siswa memakai semua APD sesuai SOP yaitu jas lab, sarung tangan dan
masker
b. Sebelum bekerja, siswa mensterilkan area kerja dengan menyemprot meja kerja dan tangan
dengan alcohol 76 %
c. Beberapa alat disterilisasi menggunakan autoklaf.
d. Mensterilisasi alat dengan autoklaf selama 15 menit ( pemanasan 30 – 60 menit )
2. Tahap Pembuatan medium biakan
a. Menimbang medium biakan yang dibutuhkan
1) Media PCA sebanyak 2 gram
b. Memasukkan media PCA ke dalam erlenmeyer kemudian menambahkan 50 ml aquades lalu
mengaduk hingga homogen
c. Memasukkan media PCA ke dalam autoklaf
d. Setelah media di autoklaf, menuang media PCA ke cawan petri sebanyak 4 cawan petri sesuai
prosedur aseptis
e. Menyimpan media sampai memadat
3. Tahap pengenceran sampel
a. Mengambil sampel sebanyak 1 ml, kemudian memasukkan ke tabung reaksi pertama
( tabung reaksi dengan factor pengenceran 10 -1) dan menambahkan pelarut butterfield
phosphate buffer sebanyak 9 ml.
b. Mengambil sampel sebanyak 1 ml dari tabung reaksi pertama , kemudian memasukkan ke
tabung reaksi kedua ( tabung reaksi dengan factor pengenceran 10 -2) dan menambahkan
pelarut butterfield phosphate buffer sebanyak 9 ml.
c. Mengambil sampel sebanyak 1 ml dari tabung reaksi kedua , kemudian memasukkan ke
tabung reaksi ketiga ( tabung reaksi dengan factor pengenceran 10 -3) dan menambahkan
pelarut butterfield phosphate buffer sebanyak 9 ml.

28
d. Semua langkah diatas dilakukan sesuai prosedur aseptis
4. Tahap inokulasi
a. Mengambil 1 ml sampel dari tabung reaksi kedua, kemudian menginokulasikan ke cawan
petri 1 dan cawan petri 2 dengan metode spread plate
b. Mengambil 1 ml sampel dari tabung reaksi ketiga, kemudian menginokulasikan ke cawan
petri 3 dan cawan petri 4 dengan metode spread plate
5. Tahap inkubasi dan pengamatan
a. Menginkubasi ke eempat cawan petri dengan suhu 30oC selama 2 hari
b. Mengamati dan menghitung koloni yang tumbuh kemudian menghitungnya
D. Data Pengamatan
Pengenceran 10-2 Pengenceran 10-3
Cawan Petri 1
Cawan Petri 2

Lembar Praktikum 4
Percobaan 2.2 Perhitungan Bakteri Metode TPC menggunakan media SDA
A. Tujuan Praktikum
1. Peserta didik mampu melakukan langkah-langkah perhitungan mikroba menggunakan media SDA
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a) Batang oase ( 1 buah)
b) Pembakar spiritus ( 1 buah )
c) Botol akuades ( 1buah )
d) Botol penyemprot alkohol ( 1 buah)
e) Cawan petri (4 buah)
f) Tabung reaksi tutup ulir (3 buah)
g) Erlenmeyer ( 2 buah)
h) Timbangan ( 1 buah )
i) Autoklaf ( 1 buah )
j) Inkubator ( 1 buah )
2. Bahan
a) Sampel mikroba
b) Media SDA
c) Larutan butterfield phosphate buffer
d) Aquades
C. Cara Kerja
1. Tahap Sterilisasi Alat
a. Sebelum bekerja, siswa memakai semua APD sesuai SOP yaitu jas lab, sarung tangan dan
masker
b. Sebelum bekerja, siswa mensterilkan area kerja dengan menyemprot meja kerja dan tangan
dengan alcohol 76 %
c. Beberapa alat disterilisasi menggunakan autoklaf.
d. Mensterilisasi alat dengan autoklaf selama 15 menit ( pemanasan 30 – 60 menit )
2. Tahap Pembuatan medium biakan
a. Menimbang medium biakan yang dibutuhkan
1) Media SDA sebanyak 2 gram
b. Memasukkan media SDA ke dalam erlenmeyer kemudian menambahkan 50 ml aquades lalu
mengaduk hingga homogen
29
c. Memasukkan media SDA ke dalam autoklaf
d. Setelah media di autoklaf, menuang media SDA ke cawan petri sebanyak 4 cawan petri sesuai
prosedur aseptis
e. Menyimpan media sampai memadat
3. Tahap pengenceran sampel
a. Mengambil sampel sebanyak 1 ml, kemudian memasukkan ke tabung reaksi pertama
( tabung reaksi dengan factor pengenceran 10 -1) dan menambahkan pelarut butterfield
phosphate buffer sebanyak 9 ml.
b. Mengambil sampel sebanyak 1 ml dari tabung reaksi pertama , kemudian memasukkan ke
tabung reaksi kedua ( tabung reaksi dengan factor pengenceran 10 -2) dan menambahkan
pelarut butterfield phosphate buffer sebanyak 9 ml.
c. Mengambil sampel sebanyak 1 ml dari tabung reaksi kedua , kemudian memasukkan ke
tabung reaksi ketiga ( tabung reaksi dengan factor pengenceran 10 -3) dan menambahkan
pelarut butterfield phosphate buffer sebanyak 9 ml.
d. Semua langkah diatas dilakukan sesuai prosedur aseptis
4. Tahap inokulasi
a. Mengambil 1 ml sampel dari tabung reaksi kedua, kemudian menginokulasikan ke cawan
petri 1 dan cawan petri 2 dengan metode spread plate
b. Mengambil 1 ml sampel dari tabung reaksi ketiga, kemudian menginokulasikan ke cawan
petri 3 dan cawan petri 4 dengan metode spread plate
5. Tahap inkubasi dan pengamatan
a. Menginkubasi ke eempat cawan petri dengan suhu 37oC selama 1 hari
b. Mengamati dan menghitung koloni yang tumbuh kemudian menghitungnya
D. Data Pengamatan
Pengenceran 10-2 Pengenceran 10-3
Cawan Petri 1
Cawan Petri 2

Lembar Praktikum 5
Percobaan 2.3 Perhitungan Bakteri Metode TPC menggunakan media TSA
A. Tujuan Praktikum
1. Peserta didik mampu melakukan langkah-langkah perhitungan mikroba menggunakan media TSA
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a) Batang oase ( 1 buah)
b) Pembakar spiritus ( 1 buah )
c) Botol akuades ( 1buah )
d) Botol penyemprot alkohol ( 1 buah)
e) Cawan petri (4 buah)
f) Tabung reaksi tutup ulir (3 buah)
g) Erlenmeyer ( 2 buah)
h) Timbangan ( 1 buah )
i) Autoklaf ( 1 buah )
j) Inkubator ( 1 buah )
2. Bahan
a) Sampel mikroba
b) Media TSA

30
c) Larutan butterfield phosphate buffer
d) Aquades
C. Cara Kerja
1. Tahap Sterilisasi Alat
a. Sebelum bekerja, siswa memakai semua APD sesuai SOP yaitu jas lab, sarung tangan dan
masker
b. Sebelum bekerja, siswa mensterilkan area kerja dengan menyemprot meja kerja dan tangan
dengan alcohol 76 %
c. Beberapa alat disterilisasi menggunakan autoklaf.
d. Mensterilisasi alat dengan autoklaf selama 15 menit ( pemanasan 30 – 60 menit )
2. Tahap Pembuatan medium biakan
a. Menimbang medium biakan yang dibutuhkan
1) Media TSA sebanyak 2 gram
b. Memasukkan media TSA ke dalam erlenmeyer kemudian menambahkan 50 ml aquades lalu
mengaduk hingga homogen
c. Memasukkan media TSA ke dalam autoklaf
d. Setelah media di autoklaf, menuang media TSA ke cawan petri sebanyak 4 cawan petri sesuai
prosedur aseptis
e. Menyimpan media sampai memadat
3. Tahap pengenceran sampel
a. Mengambil sampel sebanyak 1 ml, kemudian memasukkan ke tabung reaksi pertama
( tabung reaksi dengan factor pengenceran 10 -1) dan menambahkan pelarut butterfield
phosphate buffer sebanyak 9 ml.
b. Mengambil sampel sebanyak 1 ml dari tabung reaksi pertama , kemudian memasukkan ke
tabung reaksi kedua ( tabung reaksi dengan factor pengenceran 10 -2) dan menambahkan
pelarut butterfield phosphate buffer sebanyak 9 ml.
c. Mengambil sampel sebanyak 1 ml dari tabung reaksi kedua , kemudian memasukkan ke
tabung reaksi ketiga ( tabung reaksi dengan factor pengenceran 10 -3) dan menambahkan
pelarut butterfield phosphate buffer sebanyak 9 ml.
d. Semua langkah diatas dilakukan sesuai prosedur aseptis
4. Tahap inokulasi
a. Mengambil 1 ml sampel dari tabung reaksi kedua, kemudian menginokulasikan ke cawan
petri 1 dan cawan petri 2 dengan metode spread plate
b. Mengambil 1 ml sampel dari tabung reaksi ketiga, kemudian menginokulasikan ke cawan
petri 3 dan cawan petri 4 dengan metode spread plate
5. Tahap inkubasi dan pengamatan
a. Menginkubasi ke eempat cawan petri dengan suhu 37oC selama 2 hari
b. Mengamati dan menghitung koloni yang tumbuh kemudian menghitungnya
D. Data Pengamatan
Pengenceran 10-2 Pengenceran 10-3
Cawan Petri 1
Cawan Petri 2

31
Lembar Praktikum 6

Percobaan 2.4 Perhitungan Bakteri Metode TPC menggunakan media R2A Agar
A. Tujuan Praktikum
1. Peserta didik mampu melakukan langkah-langkah perhitungan mikroba menggunakan media R2A
Agar
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a) Batang oase ( 1 buah)
b) Pembakar spiritus ( 1 buah )
c) Botol akuades ( 1buah )
d) Botol penyemprot alkohol ( 1 buah)
e) Cawan petri (4 buah)
f) Tabung reaksi tutup ulir (3 buah)
g) Erlenmeyer ( 2 buah)
h) Timbangan ( 1 buah )
i) Autoklaf ( 1 buah )
j) Inkubator ( 1 buah )
2. Bahan
a) Sampel mikroba
b) Media SDA
c) Larutan butterfield phosphate buffer
d) Aquades
C. Cara Kerja
1. Tahap Sterilisasi Alat
a. Sebelum bekerja, siswa memakai semua APD sesuai SOP yaitu jas lab, sarung tangan dan
masker
b. Sebelum bekerja, siswa mensterilkan area kerja dengan menyemprot meja kerja dan tangan
dengan alcohol 76 %
c. Beberapa alat disterilisasi menggunakan autoklaf.
d. Mensterilisasi alat dengan autoklaf selama 15 menit ( pemanasan 30 – 60 menit )
2. Tahap Pembuatan medium biakan
a. Menimbang medium biakan yang dibutuhkan
1) Media R2A Agar sebanyak 2 gram
b. Memasukkan media R2A Agar ke dalam erlenmeyer kemudian menambahkan 50 ml aquades
lalu mengaduk hingga homogen
c. Memasukkan media R2A Agar ke dalam autoklaf
d. Setelah media di autoklaf, menuang media SDA ke cawan petri sebanyak 4 cawan petri sesuai
prosedur aseptis
e. Menyimpan media sampai memadat
3. Tahap pengenceran sampel
a. Mengambil sampel sebanyak 1 ml, kemudian memasukkan ke tabung reaksi pertama
( tabung reaksi dengan factor pengenceran 10 -1) dan menambahkan pelarut butterfield
phosphate buffer sebanyak 9 ml.
b. Mengambil sampel sebanyak 1 ml dari tabung reaksi pertama , kemudian memasukkan ke
tabung reaksi kedua ( tabung reaksi dengan factor pengenceran 10 -2) dan menambahkan
pelarut butterfield phosphate buffer sebanyak 9 ml.

32
c. Mengambil sampel sebanyak 1 ml dari tabung reaksi kedua , kemudian memasukkan ke
tabung reaksi ketiga ( tabung reaksi dengan factor pengenceran 10 -3) dan menambahkan
pelarut butterfield phosphate buffer sebanyak 9 ml.
d. Semua langkah diatas dilakukan sesuai prosedur aseptis
4. Tahap inokulasi
a. Mengambil 1 ml sampel dari tabung reaksi kedua, kemudian menginokulasikan ke cawan
petri 1 dan cawan petri 2 dengan metode spread plate
b. Mengambil 1 ml sampel dari tabung reaksi ketiga, kemudian menginokulasikan ke cawan
petri 3 dan cawan petri 4 dengan metode spread plate
5. Tahap inkubasi dan pengamatan
a. Menginkubasi ke eempat cawan petri dengan suhu 37oC selama 1 hari
b. Mengamati dan menghitung koloni yang tumbuh kemudian menghitungnya
D. Data Pengamatan
Pengenceran 10-2 Pengenceran 10-3
Cawan Petri 1
Cawan Petri 2

Tugas
1. Jelaskan prinsip dari perhitungan mikroba dengan teknik TPC
2. Sebutkan kelebihan dan kelemahan dari perhitungan mikroba dengan teknik TPC
3. Jelasakan kenapa dalam perhitungan mikroba dengan teknik TPC syarat koloni terhitung adalah
30 – 300 koloni ( 25 – 250 untuk SNI)
4. Jelaskan fungsi pengenceran (pengenceran bertingkat) sampel, dan tuliskan secara rinci langkah
– langkah dlam melakukan pengenceran sampel
5. Jelaskan fungsi media PCA dan bagaimana prosedur pembuatannya
6. Jelaskan fungsi media PDA dan bagaimana prosedur pembuatannya
7. Jelaskan fungsi media TSA dan bagaimana prosedur pembuatannya
8. Jelaskan fungsi media SDA dan bagaimana prosedur pembuatannya
9. Jelaskan fungsi media R2A agar dan bagaimana prosedur pembuatannya
10. Hitung jumlah koloni mikroba pada data hasil pengamatan di bawah
a. b.
Faktor 10-2 10-3 Faktor 10-2 10-3
pengenceran pengenceran
Jumlah 11 6 Jumlah 326 311
koloni koloni

c. d.
Faktor 10-2 10-3 Faktor 10-2 10-3
pengenceran pengenceran
Jumlah 147 46 Cawan 1 150 38
koloni
Cawan 2 165 40

33
3.1. Bakteri Coliform
Bakteri coliform merupakan golongan bakteri intestinal, yakni hidup dalam saluran pencernaan
manusia. Bakteri coliform sendiri ialah bakteri indikator keberadaan dari bakteri patogenik lain.
Lebih tepatnya, sebenarnya, bakteri coliform fekal merupakan bakteri indikator adanya
pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran
dikarenakan jumlah koloninya yang pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen.
Bakteri coliform merupakan parameter mikrobiologis terpenting bagi kualitas dari air minum.
Kelompok dari bakteri coliform, antara lain, yaitu Eschericia coli, Enterrobacter aerogenes, serta
Citrobacter fruendii. Keberadaan bakteri di dalam air minum itu menunjukkan tingkat sanitasi
yang rendah. Keberadaan dari bakteri ini juga menunjukkan adanya bakteri patogen lain,
misalnya, Shigella, yang mengakibatkan diare hingga muntaber.
Golongan Bakteri coliform selain Escherichia coli :
a) Golongan Klebsiella-Enterobacter-Serratia, meliputi, antara lain : Klebsiella pneumoniae,
dalam saluran pernapasan dan tinja dari 5% orang normal, serta penyebab sebagian kecil (kira-
kira 3%) pneumonia. Terkadang menginfeksi saluran kemih atau enteritis pada anak dan
bakteremia dengan lesi-lesi fokal pada penderita yang lemah; Enterobacter aerogenes hidup
bebas, dalam saluran pencernaan, atau pada infeksi saluran air kemih, dan pada sepsis;
Enterobacter hafniae, terkadang dihubungkan dengan gastroenteritis; Serratia marcescens,
hidup bebas dan berpigmen merah kuat (biakan);
b) Golongan Arizona-Edwardsiella-Citrobacter. Golongan ini mirip Salmonella dalam ciri-ciri
biokimia dan kadang-kadang menyebabkan gastroenteritis atau sepsis.
c) Golongan “Providence”(Providentia). Secara biokimia, golongan ini memiliki kesamaan
dengan Proteus. Kebanyakan spesies ini hidup bebas dalam air, tanah, dan sampah, serta
terdapat dalam flora normal saluran pencernaan

Bakteri coliform sendiri timbul karena buangan kotoran manusia serta limbah laundry dari rumah
tangga yang merembes dari sungai-sungai dan disebabkan juga oleh pencemaran mata air atau
air baku, lemahnya sistem filterisasi. Oleh karena itu, air minum haruslah bebas dari semua jenis
coliform. Karena semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri coliform, maka semakin tinggi pula
risiko akan kehadiran bakteri-bakteri patogen lain yang biasa hidup dalam kotoran manusia &
hewan. E. coli bila masuk ke dalam saluran pencernaan dalam jumlah banyak bisa membahayakan
kesehatan.
Menurut Pelczar & Chan (2008) walaupun E. coli merupakan bagian dari mikroba normal saluran
pencernaan, tapi saat ini telah terbukti bahwa galur-galur tertentu mampu mengakibatkan
gastroeritris taraf sedang hingga parah pada manusia & hewan.

34
3.2. Escherichia coli
Bakteri merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan berdarah panas.Bakteri ini
tergolong bakteri gram negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, kebanyakan bersifat
motil (dapat bergerak) menggunakan flagela, ada yang mempunyai kapsul, dapat menghasilkan
gas dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa. Kebanyakan strain tidak bersifat
membahayakan, tetapi ada pula yang bersifat patogen terhadap manusia, seperti
Enterohaemorragic Escherichia coli (EHEC). Escherichia coli merupakan tipe EHEC bersifat
patogen terkait dengan kesehatan masyarakat. E. coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia
terutama melalui konsumsi pangan yang tercemar, misalnya daging mentah, daging yang dimasak
setengah matang, susu mentah, dan cemaran fekal pada air dan pangan.
Untuk menghitung bakteri Coliform ( Total Colifrom) dapat digunakan metode MPN (Most
ProbableNumber). MPN merupakan suatu metode untuk menghitung jumlah mikroba dengan
menggunakan media cair dalam tabung reaksi yang pada umumnya setiap pengenceran
menggunakan 3 seri tabung dan perhitungan yang dilakukan merupakan tahap pendekatan secara
statistik. Tabung positif ditunjukkan oleh adanya pertumbuhan bakteri dan gas (SNI 2332.9:2001).
Nilai MPN diperoleh dengan asumsi sebagai berikut:
• Bakteri dalam contoh menyebar secara random
• Bakteri dalam contoh tidak berkelompok tetapi saling terpisah
• Organisme yang terdapat dalam contoh dapat tumbuh dalam media selama inkubasi
• Kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan seperti media, suhu, dan waktu inkubasi.
Perhitungan MPN berdasarkan pada jumlah tabung reaksi yang positif, yakni yang ditumbuhi oleh
mikroba setelah diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung yang positif dapat
dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan atau terbentuknya gas di dalam tabung kecil
(tabung durham) yang diletakan terbalik, yaitu jasad renik yang membentuk gas (Waluyo, 2008).
Selain E. coli strain apatogen, strain patogen dapat menginfeksi manusia, terdiri dari :
Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterohaemorrhagic E. coli (EHEC), Enteropathogenic E. coli (EPEC),
dan Enteroinvasive E. coli(EIEC). Sebanyak 500 E. coli/100 ml air (minum), berpeluang
menimbulkan gastroenteritis pada manusia. Kira-kira 2%-8% E. coli dalam air, ditemukan sebagai
Enteropathogenik E. coli.

3.3. Media yang dipakai dalam uji bakteri coliform dan Escherichia coli
3.3.1. Lauryl Tryptose Broth
Lauryl Tryptose Broth dibuat diperkenalkan pertama oleh Mallmann dan Darby.
Natrium Lauryl sulfat sebagai agen selektif yang mencegah tumbuhnya sebagian besar
bakteri gram positif. Penambahan laktosa pada medium ini dapat digunakan untuk
mendeteksi kemampuan bakteri coliform dlam memfermentasi laktosa. Casein pepton
merupakan bahan pertumbuhan yang mengandung Nitrogen, senyawa karbon dan
sulfur. Kalium phosfat berfungsi sebagai buffer sedangkan natrium klorida sebagai
pengendali tekanan osmotic pada media. Bakteri coliform yang tumbuh di media Lauryl
Tryptose Broth dapat memfermentasi laktosa dan menghasilkan gas, sedangkan bakteri
lain biasanya terhambat pertumbuhannya dan tidak menghasilkan gas.
Untuk menangkap gas yang terbentuk biasanya digunakan tabung durham
35
Positive control: Expected result at 35°C
Escherichia coli ATCC® 25922 * keruh; muncul gas
Negative control:
Staphylococcus aureus ATCC® 25923* Terhambat atau tidak tumbuh

3.3.2. Media Brillian Green Lactose Broth (BGLB)


Media yang digunakan untuk mendeteksi bakteri coliform (Gram negatif) di dalam air,
makanan, dan produk lainnya. Media ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Gram positif dan menggiatkan pertumbuhan bakteri coliform. Ada atau tidaknya
bakteri coliform ditandai dengan terbentuknya asam dan gas yang disebabkan karena
fermentasi laktosa oleh bakteri golongan coli (Munif,A. 2012).

Media Brillian Green Lactose Broth (BGLB) khususnya digunakan untuk pemeriksaan
MPN coliform, yaitu pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui perkiraan jumlah
terdekat bakteri coli dan coliform dalam 100ml sampel. Penggunaan media BGLB ini
digunakan pada tahap uji penguat. Media ini digunakan dengan maksud untuk media
penyubur bagi bakteri coliform sekaligus sebagai media selektif bagi bakteri selain
bakteri coliform. Dengan komposisi media yang mengandung laktossa dan garam
empedu inilah yang dapat mengizinkan dan mendorong bakteri-bakteri coliform untuk
tumbuh secara optimal.
Media BGLB merupakan media yang digunakan untuk uji bakteri coliform yang biasanya
terdapat pada air minum, air limbah, makanan dan produk susu serta produk lain yang
menjadi perhatian sanitasi. Komposisi media ini adalah petone untuk menyediakan
nitrogen , vitamin, mineral dan asam amino esensisal untuk pertumbuhan bakteri,
laktosa merupakan karbohidrat yang difermentasi sehingga dapat menyediakan
karbon dan energi. Oxbile dan brilliant ngreen dapat menghambat bakteri gram positif
dan bakteri garm negatif kecuali coliform. Media BGLB dibuat dengan menimbang
bubuk media sebanyak 8 g dan dilarutkan dengan aquadest sebanyak 200 ml, warna
dari media BGLB adalah hijau tua . Kemudian dipanaskan dengan kompor listrik sampai
homogen, dan di cek pH media BGLB yakni 7,4 ± 0,2 setelah itu di tuang media BGLB
kedalam tabung reaksi yang telah berisi tabung durham (posisi terbalik) sebanyak 10
ml, dan dipastikan tidak terdapat gelembung udara dalam tabung durham. Kemudian

36
di tutup tabung reaksi dengan kapas berlemak dan kertas buram untuk selanjutnya
disterilisasi di autoclave dengan suhu 121ºC selama 15 menit. Jika tidak segera
digunakan media disimpan dalam kulkas.
Khusus untuk media yang menggunakan tabung durham ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam pembuatannya, antara lain:
 Seluruh bagian tabung durham harus terendam oleh media.
 Tidak boleh ada gelembung udara dalam tabung udara.
 Tabung durham harus menyentuh dasar tabung reaksi yang digunakan.

3.3.3. Media EC Broth


Pada pengujian mikrobiologi bakteri Escherechia coli, media EC Broth digunakan untuk
uji pendugaan Escherechia coli. Komposisi EC Broth yaitu Tryptose atau trypticase 20 g,
Bile salt No. 31,5 g, Lactose 5 g, K2HPO4 4 g, KH2PO4 1,5 g, NaCl 5 g, dan aquades 1
liter.
EC broth telah diformulasikan oleh Hajna dan Perry untuk pengujian kontaminasi air,
susu, produk ikan dan produk lainnya oleh bakteri coliform fekal. Media mengandung
buffered lactose broth yang ditambahkan casein pepton dan bile salt.
Laktosa digunakan untuk fermentasi karbohidrat dalam perkembangbiakan bakteri
coliform. Pepton sebagai sumber nutrisi, sedangkan bile salt sebagai agen selektif
terhadap bakteri gram positif, bakteri pembentuk spora, bakteri streptococci dan baciili
fekal.
Bakteri yang terseleksi karena bile salt akan memfermentasi laktosa yang nantinya
menghasilkan gas. Gas yang muncul akan ditangkap oleh tabung durham. Pada
pengujian air, air limbah dan produk ikan, munculnya kekeruhan dan gas pada suhu
44,5oC selama 24 jam, menunjukkan adanya bakteri coliform fekal. Ketika menguji
makanan selain produk ikan, munculnya kekeruhan dan gas pada suhu 45,5 oC selama
48 jam, menunjukkan adanya bakteri coliform fekal.
The American Public Health Association (APHA) merekomendasikan bahwa EC broth
dapat digunakan untuk uji bakteri coliform fekal, uji air, air limbah dan makanan dengan
metode MPN
Incubation
Test Organism Results
Time Temperature Atmosphere
Growth;
turbidity with
Escherichia coli
24hr 35°C Aerobic gas production
ATCC® 25922
(bubble in
durham tube)

Enterococcus
faecalis 24hr 35°C Aerobic Inhibited
ATCC® 29212

37
3.3.4. Lactosa Broth (LB)
Lactose broth digunakan sebagai media untuk mendeteksi kehadiran koliform dalam
air, makanan, dan produk susu, sebagai kaldu pemerkaya (pre-enrichment broth) untuk
Salmonellae dan dalam mempelajari fermentasi laktosa oleh bakteri pada umumnya.
Pepton dan ekstrak beef menyediakan nutrien esensial untuk memetabolisme bakteri.
Laktosa menyediakan sumber karbohidrat yang dapat difermentasi untuk organisme
koliform. Pertumbuhan dengan pembentukan gas adalah presumptive test untuk
koliform. Lactose broth dibuat dengan komposisi 0,3% ekstrak beef; 0,5% pepton; dan
0,5% laktosa.

3.3.5. Media Eosin Methylene Blue Agar (EMB)


Media Eosin Methylene Blue Agar adalah hasil modifikasi dari Levine M. (1918-1921)
yang digunakan untuk diferensiasi Escherichia coli dan Enterobacteria aerogenes, untuk
identifikasi cepat dari Candida albicans, dan untuk identifikasi Staphylococcus
koagulase-positif. Media yang sudah jadi dirumuskan secara spesifik oleh APHA
(American Public Health Association) (1970-1992). Media ini dibuat dan dirumuskan
dengan tujuan untuk mendeteksi dan membedakan mikroorganisme dari kelompok
bakteri coliform.
Weld Julia (1951-1953) mengusulkan penggunaan media Levine Eosin methylene blue
agar, dengan menambahkan chlortetracycline hydrochloride untuk identifikasi cepat
Candida albicans untuk spesimen klinis. Dengan metode ini identifikasi positif Candida
albicans dapat dilakukan setelah 24 sampai 48 jam inkubasi pada 37 ° C dalam 10%
karbon dioksida dari feses, sekresi oral dan vaginal, dan kuku atau kerokan kulit. Vogel
dan Moses mengkonfirmasi keunggulan metode Weld untuk identifikasi yang relatif
cepat untuk spesies Candida albicans dalam dahak. Mereka menemukan bahwa
penggunaan Eosin methylene blue agar hanya dapat digunakan untuk metode yang
lebih konvensional untuk identifikasi Candida albicans dalam dahak. Selain itu, dengan
penambahan chlortetracycline hydrochloride media menyediakan sarana untuk
identifikasi beberapa jenis bakteri Gram-negatif. Doupagne juga meneliti penggunaan
media Levine dalam kondisi tropis.
Haley dan Stonerod menemukan bahwa metode Weld adalah variabel sehingga Walker
dan Huppert 14 menganjurkan penggunaan agar tepung jagung dan tes fermentasi
cepat di samping media Levine. Dengan menggunakan teknik cepat gabungan mereka
mampu mendapatkan hasil dalam waktu 48 sampai 72 jam. Setelah temuan Vogel dan
Moses, Menolasino dan kawan-kawan menggunakan media Levine Eosin methylene
blue agar untuk identifikasi Staphylococcus koagulase-positif yang tumbuh dengan
warna yang khas, dengan koloni titik yang tersebar. Media Levine lebih efisien jika
dibandingkan dengan media Tellurite Glisin Agar dan menunjukkan korelasi yang baik
dengan tes koagulase plasma. (Thermo Fisher Scientific, 2013)

38
Media EMB Agar agar yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
 Berdasarkan sifat fisiknya media EMB Agar merupakan media padat atau solid
karena mengandung agar sekitar 15g /liter sehingga setelah dingin media akan
menjadi padat.
 Berdasarkan kandungan bahannya media EMB Agar merupakan media sintetis
karena komposisinya tersusun dari bahan-bahan kimia yang telah diketahui
komposisinya secara pasti.
 Berdasarkan tujuan pembuatannya media EMB Agar merupakan media selektif
diferensial untuk menubuhkan bakteri gram negatif dari golongan
Enterobacteriaceae.
 Media EMB Agar yang masih berupa serbuk memiliki warna ungu berbentuk serbuk
dan media yang sudah jadi berwarna ungu gelap dengan konsistensi padat.
 Berdasarkan jenisnya media EMB Agar merupakan media plate, karena dicetak di
dalam petridisk steril.
 Media EMB Agar memiliki pH asam yaitu pH 6.8 ± 0,2.

Fungsi Media Eosin Methylene Blue Agar


Secara umum media EMB agar adalah media isolasi untuk membedakan bakteri
Enterobacteriaceae. EMB Agar adalah media yang digunakan untuk mengetahui ada
atau tidaknya bakteri coliform di dalam suatu sample. Media Eosin Methylene Blue Agar
ini mempunyai keistimewaan mengandung laktosa dan berfungsi untuk membedakan
mikroba yang memfermentasikan laktosa seperti S. aureus, P. aerugenosa, dan
Salmonella. Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan koloni dengan inti
berwarna gelap dengan kilap logam. Sedangkan mikroba lain yang dapat tumbuh
koloninya tidak berwarna. Fungsi dari eosin dan metilen blue membantu mempertajam
perbedaan warna. Namun demikian, jika media ini digunakan pada tahap awal, kuman
lain bisa juga tumbuh terutama P. Aerugenosa dan Salmonella sp. Hal ini dapat
menimbulkan keraguan. Bagaiamanapun media ini sangat baik untuk mengkonfirmasi
bahwa kontaminan tersebut adalah E.coli. Media ini berbentuk padat berguna untuk

39
menjaga sel tidak berpindah tempat sehingga akan mudah dihitung dan dipisahkan
jenisnya ketika tumbuh menjadi koloni. Media padat juga menampakkan difusi hasil
metabolit bakteri sehingga memudahkan dalam pengujian suatu hasil metabolit.

Komponen Media Emb Agar


Komposisi dari EMB Agar secara umum terdiri dari sumber nutrisi atau zat makanan
dan komposisi media pertumbuhan. Salah satu media EMB Agar yang diproduksi oleh
pabrik yang biasa digunakan di laboratorium adalah media EMB Agar dengan merk
Oxoid CM0069, terdiri dari komponen :
Peptone : 10.0 g/L
Lactose : 10.0 g/L
Dipotassium hydrogen phosphate: 2.0 g/L
Eosin : 0.4 g/L
Methylene blue : 0.065 g/L
Agar : 15.0 g/L

Fungsi Komponen Penyusun Media


Adapun fungsi dari masing-masing komponen tersebut adalah sebagai berikut :
 Pepton 10 g
Peptone adalah produk hidrolisis protein hewani atau nabati seperti otot, liver,
darah, susu, casein, lactalbumin, gelatin dan kedelai. Komposisinya tergantung
pada bahan asalnya dan bagaimana cara memperolehnya. Sebagai sumber protein
untuk mikroorganisme yang akan dibiakkan.
 Lactose 10 g
Laktosa dan berfungsi untuk memisahkan bakteri yang memfermentasikan laktosa
seperti E.coli, dengan bakteri yang tidak memfermentasi laktosa seperti S. aureus,
Pseudomonas aeruginusae, dan Salmonella. Berfungsi sebagai sumber karbohidrat
untuk pertumbuhan mikroorganisme.
 Di-potassium hydrogen phosphate 21 g
Merupakan garam yang sangat larut dalam air. Bahan ini berfungsi sebagai pupuk,
makanan aditif dan zat penyangga.
 Eosin 0.4 g
Berfungsi sebagai indikator warna.
 Methyline blue 0.06 g
Berfungsi sebagai Indikator warna.
 Agar 15 g
Agar (dari rumput laut) yang berfungsi untuk pemadat media. Agar sulit
didegradasi oleh mikroorganisme pada umumnya dan mencair pada suhu 45⁰C.

40
Uji Kualitas Media
Kualitas media harus diperiksa terlebih dahulu sebelum media digunakan. Secara
umum ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menguji mutu media yang telah
diuat, antara lain.
a) Secara visual
Secara visual dapat dilakukan dengan cara melihat warna, kekeruhan, dan
perubahan lain yang dapat dilihat, contohnya :
Bila warna media EMB berubah warna dari warna standarnya yaitu ungu gelap. Jika
hal ini terjadi patut dicurigai terjadi pergeseran nilai pH. Untuk itu dapat nilai pH
dapat diukur kembali menggunakan alat ukur pH, seperti pH stik atau pH meter.
Bila pH media berbeda ± 0,2 satuan , maka media harus dibuat baru, atau dapat
pula ditambahkan larutan basa seperti NaOH jika kurang basa, atau larutan asam
seperti HCl jika kurang asam.
b) Uji sterilitas
Uji sterilitas merupakan satu keharusan untuk mengetahui kualitas media apakah
masih layak digunakan atau tidak. Uji sterilitas ini dilakukan dengan mengambil 5
% media dari setiap batch media yang dibuat. Kemudian diinkubasi selama dua hari
pada suhu 350 C. Bila terdapat pertumbuhan lebih dari dua koloni kuman pada satu
cawan petri atau lebih, berarti seluruh media dari batch tersebut tidak dapat
dipakai.
c) Penanaman kuman kontrol positif dan kontrol negatif
Kuman kontrol positif adalah kuman yang seharusnya tumbuh pada media
tertentu, sedangkan kontrol kuman negatif adalah kuman yang seharusnya tidak
tumbuh pada media tertentu.

Nilai-Nilai Kritis Dalam Pembuatan Madia EMB Agar ( Eosin Methylene Blue Agar)
 Penimbangan bubuk media harus sesuai dengan volume yang akan dibuat, maka
dari itu dapat dibantu dengan perhitungan.
 Pelarutan media jangan sampai mendidih karena dapat merusak komposisi media,
khususnya kandungan gula (laktosa), merubah pH media, dan membuat media
susah memadat.
 Pengecekan pH media harus pada suhu 25 °C agar tidak merusak indikator pH yang
digunakan.
 Proses sterilisasi harus tepat suhu, waktu dan tekanan pada autoklaf agar media
yang dibuat terhindar dari mikroorganisme yang tidak diinginkan.
 Proses pengerjaan harus cepat dan tepat, khususnya saat media akan dituang ke
petridisk, agar media tidak memadat sebelum dipindahkan ke petridisk.
 Penuangan media ke petri disk harus pada kondisi steril yaitu melalui proses fiksasi.
 Media diinkubasi selama ± 24 jam, dengan posisi petridisk terbalik, untuk
menyediakan sirkulasi udara yang baik untuk pertumbuhan bakteri, dan agar uap
air yang berkondensasi menjadi tetesan air tidak jatuh ke permukaan media dan
menyebabkan kontaminasi.
41
 Jika tidak digunakan media harus disimpan terhindar dari sinar matahari langsung
dan disimpan di dalam kulkas pada suhu 20 – 80 C.

3.3.6. Media Mac Conkey Agar (MCA)


Mac Conkey Agar (MCA) adalah suatu jenis media yang digunakan untuk identifikasi
mikroorganisme, yang merupakan medium kultur yang dirancang untuk tumbuhnya
bakteri gram negative dan noda mereka untuk fermentasi laktosa, serta menghambat
pertumbuhan mikroorganisme gram positif. Mac Conkey Agar termasuk dalam media
selektif diferensial bagi mikroba. Jenis mikroba tertentu akan membentuk koloni
dengan ciri tertentu yang khas apabila ditumbuhkan pada media ini. Persenyawaan
utama dalam media ini adalah laktosa, garam empedu, dan neutral red sebagai
indicator warna. Media ini akan menghambat pertumbuhan bakteri gram positif
dengan adanya garam empedu yang akan membentuk kristal violet. Bakteri gram
negatf yang tumbuh dapat dibedakan dalam kemampuannya memfermentasikan
laktosa. Koloni bakteri yang memfermentasikan laktosa berwarna merah bata dan
dapat dikelilingi oleh endapan garam empedu. Endapan ini disebabkan oleh penguraian
laktosa menjadi asam yang akan bereaksi dengan garam empedu.
Bakteri yang tidak memfermentasikan laktosa biasanya bersifat patogen. Golongan
bakteri ini tidak memperlihatkan perubahan pada media. Hal ini menyebabkan warna
koloninya sama dengan warna media. Dimana warna koloni dapat dilihat pada bagian
koloni yang terpisah. Beberapa contoh pertumbuhan koloni pada MCA, adalah sebagai
berikut :
Salmonella dan Shigella : serupa media
Escherichia coli : merah dikelilingi zona keruh
Enterobacter dan Klebsiella : merah muda dan mukoid
Enterococcus dan Staphylococcus : kecil dan tidak terang tembus
Untuk membuat Media Mac Conkey Agar, timbang bubuk MCA menggunakan neraca
analitik kemudian masukkan ke dalam Erlenmeyer. Tambahkan aquades, diaduk hingga
homogen dengan batang pengaduk. Panaskan sampai larut sempurna di atas kompor
listrik. Cek pH hingga menunjukkan pH 7,4±0,2. Tutup mulut Erlenmeyer dengan kapas
berlemak, aluminium foil, dan diikat dengan benang pulung. Sterilkan pada suhu 121ºC
selama 15 menit di dalam autoclave. Tuang media ke dalam plate di depan api bunsen.
Setelah media memadat media MCA berwarna merah muda, kemudian media disimpan
dalam posisi terbalik agar uap air yang tersisa pada bagian tutup plate tidak jatuh ke
permukaan media dan menyebabkan kontaminasi. Media MCA kemudian disimpan
dalam lemari pendingin atau dapat langsung digunakan.

Perkiraan hasil pada Mc Conkey Agar


Strain bakteri yang dapat memfermentasi laktosa akan berwarna merah atau pink yang
dikelilingi oleh asam bile. Perubahan warna merah diakibatkan pembentukan asam dari
fermentasi laktosa yang mengubah warna indicator neutral Red karena pH lingkungan
turun menjadi 6,8.
42
Strain bakteri yang tidak memfermentasi laktosa, seperti Shigella dan salmonella
koloninya tidak berwarna dan transparan dan biasanya tidak mengubah warna media.

Organism Colour Remarks


Escherichia coli red/pink non-mucoid
Aerobacter aerogenes pink mucoid
Enterococcus species red minute, round
Staphylococcus species pale pink opaque
Pseudomonas aeruginosa green-brown fluorescent growth

3.4. Uji Biokimia Bakteri Coliform dan Escherichia coli


3.4.1. Uji Indol
Asam amino triptofan merupakan kompunen asam amino yang lazim terdapat pada protein,
sehingga asam amino ini dengan mudah dapat digunakan oleh mikroorganisme akibat
penguraian protein. Bakteri tertentu seperti misalnya Escherichia Coli mampu
menggunakan triptofan sebagai sumber karbon. Escherichia coli menghasilkan enzim
triptofanase yang mengkatalisasikan penguraian gugus indol dari triptofan. Dalam media
biakan, indol menumpuk sebagai produk buangan, sedangkan bagian lainnya dari molekul
triptofan (asam piruvat dan NH4) dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan zat hara
mikroorganisme. Reagen bereaksi dengan indol dan menghasilkan senyawa yang tidak larut
dalam air dan berwarna merah pada permukaan medium. Dan hal ini terlihat dalam
praktikum yang dilakukan sehingga didapatkan hasil dua tabung semuanya bernilai positif.
Pada prinsipnya, uji Indol dilakukan untuk menentukan kemampuan mikroorganisme untuk
menghasilkan indol dari triptofan. Asam amino triptofan merupakan kompoen asam amino
yang lazim terdapat pada protein, sehingga sama amio ini dengan mudah dapat digunakan
oleh mikroorganisme
akibat penguraian protein. Bakteri tertentu seperti misalnya Escherichia coli mampu
menggunakan triptofan sebagai sumber karbon. Pembentukan indol dari triptofan oleh

43
mikroorganisme dapat diketahui dengan menumbuhkannya dalam media biakan yang kaya
dengan triptofan.
Adanya indol dapat diketahui dengan penambahan reagen Ehrlich/Kovac’s yang berisi
paradimetil amino bensaldehid. Interpretasi hasil : negatif (-) : Tidak terbentuk lapisan cincin
berwarna merah pada permukaan biakan, artinya bakteri ini tidak membentuk indol dari
triptophan sebagai sumber karbon. Positif (+) : Terbentuk lapisan cincin berwarna merah
pada permukaan biakan, artinya bakteri ini membentuk indol dari triptophan sebagai
sumber karbon(Cowan, 2004).

3.4.2. Uji Methyl Red ( Metil Merah)


Uji methyl red digunakan untuk menentukan adanya fermentasi asam campuran. Beberapa
bakteri memfermentasikan glukosa dan menghasilkan berbagai produk yang bersifat asam
sehingga akan menurunkan pH media pertumbuhannya menjadi 5.0 atau lebih rendah.
Penambahan indikator pH ”methyl red” dapat menunjukkan adanya perubahan pH menjadi
asam. Methyl Red berwarna merah pada lingkungan dengan pH 4.4 dan berwarna kuning
dalam lingkungan dengan pH 6.2. Fermentasi asam campuran ditentukan dengan cara
menumbuhkan mikroorganisme dalam kaldu yang mengandung glukosa, dan setelah masa
inkubasi menambahkan reagens methyl red. Bila terjadi fermentasi, biakan akan tetap
berwarna merah. Bila tidak terjadi fermentasi, biakan berubah menjadi kuning setelah
penambahan reagen methyl red. Uji ini sangat berguna dalam identifikasi kelompok bakteri
yang menempati saluran pencernaan.
Interpretasi hasil : negatif (-) : Tidak terjadi perubahan warna media menjadi merah setelah
ditambah methyl red 1%. Positif (+) : Terjadi perubahan warna media menjadi merah
setelah ditambahkan methyl red 1%. Artinya bakteri menghasilkan asam campuran (metilen
glikon) dari proses fermentasi glukosa yang terkandung dalam media MR (Cowan, 2004).
Pada uji baktri Escherichia coli menunjukkan hasil positif, karena bakteri Escherichia coli
dapat memfermentasi glukosa dan menghasilkan asam campuran (metilen glikol)

3.4.3. Uji Voges - Proskauer


Uji ini digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang melaksanakan fermentasi
2,3-butanadiol. Bila bakteri memfermentasi karbohidrat menjadi 2,3-butanadiol sebagai
produk utama, akan terjadi penumpukan bahan tersebut dalam media pertumbuhan.
Penambahan 40% KOH dan 5% larutan alphanaphtol dalam ethanol dapat menentukan
adanya asetoin (asetil metil karbonil), suatu senyawa pemuka dalam sintesis 2,3-
butanadiol. Pada penambahan KOH, adanya asetoin ditunjukan adanya perubahan warna
menjadi merah muda. Perubahan warna ini diperjelas dengan penambahan larutan alpha-
naphtol.
Perubahan warna biakan lebih jelas pada bagian yang berhubungan dengan udara, karena
sebagian 2,3-butanadiol dioksidasikan kembali menjadi asetoin sehingga memperjelas hasil
reaksi.
Interpretasi hasil : negatif (-) : tidak terjadi perubahan warna media menjadi merah setelah
ditambahkan a naphtol 5% dan KOH 40%. Positif (+) : terjadi perubahan warna media
44
menjadi merah setelah ditambahkan a naphtol 5% dan KOH 40%, artinya hasil akhir
fermentasi bakteri adalah asetil metil karbinol (asetoin) (Colome, 2001).
Untuk uji bakteri Escherichia coli menunjukkan hasil negatif, karena bakteri Escherichia coli
tidak dapat memfermentasi 2,3-butanadiol dan tidak akan terbentuk asetoin pada media.

3.4.4. Uji Citrat


Uji Citrat digunakan untuk melihat kemampuan mikroorganisme menggunakan sitrat
sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Untuk uji ini dapat digunakan medium
sitrat-koser berupa medium cair. Bila mikroorganisme mampu menggunakan sitrat, maka
asam akan dihilangkan dari medium biakan, sehingga menyebabkan peningkatan pH dan
mengubah warna medium dari hijau menjadi biru. Perubahan warna dari hijau menjadi biru
menunjukan bahwa mikroorganisme mampu menggunakan sitrat sebagai satu- satunya
sumber karbon. Sedangkan para medium sitrat-Koser kemampuan menggunakan sitrat
ditunjukan oleh kekeruhan yang menandakan adanya pertumbuhan.
Interpretasi hasil : negatif (-) : tidak terjadinya perubahan warna media dari hijau menjadi
biru. Artinya bakteri ini tidak mempunyai enzim sitrat permease yaitu enzim spesifik yang
membawa sitrat ke dalam sel. Sehingga kuman tidak menggunakan citra sebagai salah
satu/satu-satunya sumber karbon. Positif (+) : terjadinya perubahan warna media dari hijau
menjadi biru, artinya kuman menggunakan citrat sebagai salah satu/satu-satunya sumber
karbon (Ratna, 2012).
Untuk uji Escherichia coli harusnya sampel tetap bening karena bakteri Escherichia coli yang
tidak dapat menggunakan citrat sebagai sumber karbonnya

45
Lembar Praktikum 7

Percobaan 3.1 Pengujian bakteri coliform dan Escherichia coli dengan metode MPN
A. Tujuan Praktikum
1. Peserta didik mampu melakukan langkah-langkah perhitungan mikroba menggunakan media R2A
Agar
B. Alat dan Bahan
1. Alat
k) Batang oase ( 1 buah)
l) Pembakar spiritus ( 1 buah )
m) Botol akuades ( 1buah )
n) Botol penyemprot alkohol ( 1 buah)
o) Cawan petri (4 buah)
p) Tabung reaksi tutup ulir (3 buah)
q) Erlenmeyer ( 2 buah)
r) Timbangan ( 1 buah )
s) Autoklaf ( 1 buah )
t) Inkubator ( 1 buah )
2. Bahan
e) Sampel mikroba
f) Media SDA
g) Larutan butterfield phosphate buffer
h) Aquades
C. Cara Kerja
6. Tahap Sterilisasi Alat
e. Sebelum bekerja, siswa memakai semua APD sesuai SOP yaitu jas lab, sarung tangan dan
masker
f. Sebelum bekerja, siswa mensterilkan area kerja dengan menyemprot meja kerja dan tangan
dengan alcohol 76 %
g. Beberapa alat disterilisasi menggunakan autoklaf.
h. Mensterilisasi alat dengan autoklaf selama 15 menit ( pemanasan 30 – 60 menit )
7. Tahap Pembuatan medium biakan
f. Menimbang medium biakan yang dibutuhkan
2) Media R2A Agar sebanyak 2 gram
g. Memasukkan media R2A Agar ke dalam erlenmeyer kemudian menambahkan 50 ml aquades
lalu mengaduk hingga homogen
h. Memasukkan media R2A Agar ke dalam autoklaf
i. Setelah media di autoklaf, menuang media SDA ke cawan petri sebanyak 4 cawan petri sesuai
prosedur aseptis
j. Menyimpan media sampai memadat
8. Tahap pengenceran sampel
e. Mengambil sampel sebanyak 1 ml, kemudian memasukkan ke tabung reaksi pertama
( tabung reaksi dengan factor pengenceran 10 -1) dan menambahkan pelarut butterfield
phosphate buffer sebanyak 9 ml.

Mengambil sampel sebanyak 1 ml dari tabung reaksi pertama , kemudian memasukkan ke tabung reaksi
kedua ( tabung reaksi dengan factor pengenceran 10 -2) dan menambahkan pelarut butterfield phosphate
buffer sebanyak 9 ml.

46

Anda mungkin juga menyukai