Anda di halaman 1dari 4

PRISMA FISIKA, Vol. 6, No. 3 (2018), Hal.

210 - 2013 ISSN : 2337-8204

Pengaruh ENSO dan Dipole Mode Terhadap Curah Hujan


di Kota Pontianak
Maria Brigita Novia, Muliadia*, Riza Adriatb

aProgram Studi Fisika, bProdi Studi Geofisika, FMIPA Universitas Tanjungpura


Jalan Prof.Dr.Hadari Nawawi, Pontianak, Indonesia
*Email : mariabrigita144@yahoo.com

Abstrak
El Nino Shouthern Oscillation (ENSO) merupakan fenomena cuaca yang terjadi di Samudra Pasifik,
sedangkan Dipole Mode (DM) adalah fenomena interaksi atmosfer laut yang terjadi di Samudra Hindia.
Pada penelitian ini telah dilakukan analisis pengaruh ENSO dan DM terhadap curah hujan di Kota
Pontianak dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2014 menggunakan metode regresi linier sederhana
dan menentukan koefisien korelasi dengan menggunakan data indeks Nino 3.4 dan Dipole Mode dengan
data curah hujan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Enso dan Dipole Mode terhadap
curah hujan di Kota Pontianak. Hasil analisis menunjukkan korelasi ENSO terhadap curah hujan 0,56-
0,63, korelasi DM terhadap curah hujan 0,45-0,59. Sehingga dapat disimpulkan ENSO dan DM
berpengaruh sedang terhadap curah hujan di Kota Pontianak.

Kata Kunci : ENSO, Dipole Mode, Curah Hujan, El Nino, La Nina

1. Latar Belakang jika suhu permukaan laut di perairan barat


Curah hujan merupakan salah satu Sumatra lebih tinggi daripada pantai timur
unsur cuaca yang sangat berpengaruh Afrika. Telah dilakukan penelitian oleh
terhadap kegiatan manusia. Ada beberapa Yuggotomo dan Ihwan (2014) yang
fenomena cuaca yang mempengaruhi menjelaskan pengaruh ENSO dan DM
kondisi curah hujan di Indonesia. Antara terhadap curah hujan di Kabupaten
lain fenomena ENSO dan DM. ENSO Ketapang lebih kecil dibandingkan dengan
merupakan fenomena cuaca yang terjadi di pengaruh siklus angin monsun. Pada saat
wilayah Samudra Pasifik. Secara umum fase El Nino curah hujan di Kabupaten
peristiwa ENSO berulang antara dua Ketapang cenderung rendah. Namun saat
sampai tujuh tahun. ENSO memiliki dua DM positif Curah hujan di Kabupaten
fase yaitu fase El Nino dan fase La Nina. El Ketapang cenderung tidak rendah.
Nino merupakan fase panas Samudra Sedangkan saat fase La Nina dan atau DM
Pasifik ekuatorial bagian tengah dan timur negatif curah hujan di Kabupaten
yang ditandai dengan memanasnya suhu Ketapang cenderung tinggi [3]. Adapun
muka laut di Pasifik Ekuator bagian timur yang akan dilakukan pada penelitian ini
atau anomali suhu muka laut di daerah yaitu untuk menganalisis bagaimana
tersebut positif [1]. Sedangkan La Nina pengaruh femomena ENSO dan DM
merupakan fase dingin Samudra Pasifik terhadap curah hujan di Kota Pontianak
ekuatorial bagian tengah dan timur yang Provinsi Kalimantan Barat. Hasil dari
merupakan kebalikan dari El Nino, penelitian ini diharapkan dapat membantu
ditandai dengan anomali suhu muka laut di mengantisipasi dampak dari fenomena
daerah Pasifik ekuator negatif [1]. ENSO dan DM terhadap curah hujan di
DM merupakan fenomena atmosfer Kota Pontianak.
dan laut yang ditandai dengan perbedaan
anomali suhu muka laut di perairan 2. Metodologi
Indonesia sekitar Sumatra dan Jawa Data yang digunakan dalam penelitian
dengan perairan pantai timur [2]. DM ini adalah data indeks nino 3.4, indeks DM,
memiliki dua periode yaitu DM positif dan dan data curah hujan dari tahun 1995 s.d
DM negatif. DM positif merupakan periode 2014. Data indeks nino 3.4 dan data indeks
dimana suhu muka laut di pantai timur DM diperoleh dari situs www.bom.gov.au,
Afrika lebih panas dibandingkan suhu sedangkan data curah hujan di Kota
muka laut di pantai barat Sumatera, Pontianak diperoleh dari situs
sedangkan DM negatif merupakan http://dataonline.bmkg.go.id.
fenomena yang berlawanan dengan Metode yang digunakan pada
kondisi DM positif dan DM negatif terjadi penelitian ini yaitu metode regresi linier

210
PRISMA FISIKA, Vol. 6, No. 3 (2018), Hal. 210 - 2013 ISSN : 2337-8204

sederhana. Faktor penyebab pada Mulai


umumnya dilambangkan dengan X (data
indeks nino 3.4, dan data indeks DM,
sedangkan variabel akibat dilambangkan
dengan Y (data curah hujan). Persamaan Studi Literatur
umum dari regresi linier sederhana
didefinisikan seperti pada persamaan (1).

Y= a + bx (1) Data Curah Hujan, Indeks


Nino 3.4, Indeks DM
Dimana Y adalah variabel terikat, X
adalah variabel bebas, a adalah konstanta
dan b adalah parameter koefisien regresi.
Analisis data Indeks Nino 3.4
Analisis hubungan (korelasi) untuk
mengetahui hubungan antara dua variabel dan data DMI terhadap curah
dan bentuk hubungan keduanya dengan hujan menggunakan metode
hasil yang bersifat kuantitatif. Dua variabel regresi linier sederhana dan
berkorelasi apabila ada perubahan pada koefisien korelasi
variabel yang lain secara teratur dengan
arah yang sama (korelasi positif) atau
berlawanan (korelasi negatif). Untuk
kekuatan hubungan, nilai korelasi berada Hasil
diantara -1 sampai 1, sedangkan untuk
arah dinyatakan dalam bentuk positif dan
negatif. Jika korelasi mendekati positif
Selesai
satu, berarti hubungan kedua variabel
sangat kuat dan bernilai positif. Jika
korelasi mendekati -1, berarti hubungan Gambar 1. Diagram Alur Penelitian
kedua variabel sangat kuat dan bernilai
negatif. Jika korelasi mendekati 0,5 atau - Alur penelitian (Gambar 1) diawali
0,5 berarti hubungan variabel X sebagai dengan studi literatur dari berbagai
penduga terhadap Y sebagai yang diduga macam sumber mengenai tema penelitian
dianggap cukup kuat. Begitu sebaliknya ini serta menyiapkan data curah hujan
jika korelasi lebih kecil dari 0,5, atau lebih Kota Pontianak, data indeks nino 3.4 dan
besar -0,5, berarti hubungan kedua Data indeks Dipole Mode tahun 1995 s.d
variabel dianggap lemah. Persamaan 2014. Kemudian mencari korelasi dari
korelasi seperti persamaan (2). kejadian ENSO dan Dipole Mode, Curah
Hujan Kota Pontianak dengan
menggunakan metode regersi linier
n XY −  X  Y sederhana. Untuk mengetahui kedekatan
r= (2)
antara curah hujan dengan kejadian ENSO
n X 2 − ( X ) n Y 2 − ( Y )
2 2
dan DM, maka data curah hujan
dikorelasikan dengan data indeks nino 3.4
dan indeks DM.
Dimana X adalah variabel bebas, dan
Y adalah variabel terikat. Koefisien
3. Hasil dan Pembahasan
determinasi (KD) merupakan angka yang
3.1 Analisis ENSO
menyatakan atau digunakan untuk
Hasil pengolahan data indeks nino 3.4
mengetahui kontribusi atau sumbangan
menggunakan metode regresi linier
yang diberikan oleh variabel atau X
sederhana disajikan pada gambar 2. Hasil
(variabel bebas) terhadap variabel Y
korelasi menunjukkan hubungan terbalik
(variabel terikat). Menentukan besarnya
sebesar -0,59 yang terjadi pada tahun
Koefisien Determinasi menggunakan
1995 dimana pada tahun tersebut telah
persamaan (3).
terjadi El Nino. Hal ini menunjukkan
bahwa pada saat El Nino oleh curah hujan
KD= (R)2 x 100 % (3)
cenderung tinggi.
Pada tahun 2007 korelasi indeks nino
Dimana R adalah nilai korelasi.
3.4 dengan curah hujan kejadian El Nino
cukup kuat sebesar -0,56, berarti sama

211
PRISMA FISIKA, Vol. 6, No. 3 (2018), Hal. 210 - 2013 ISSN : 2337-8204

seperti tahun sebelumnya. Begitu juga metode regresi linier sederhana (Gambar
pada tahun 2010 dan 2012 nilai korelasi 2) menunjukkan bahwa peristiwa ENSO
yaitu sebesarnya -0,59 dan -0,63 dimana berulang antara dua sampai tujuh tahun.
pada tahun tersebut telah terjadi La Nina Pada tahun 1997 dan tahun 2007,
sehingga mengakibatkan nilai curah hujan nilai curah hujan Kota Pontianak lebih
cenderung rendah rendah. tinggi karena kondisi curah hujan lebih
Hal ini menunjukkan hubungan rendah dari nilai rata-rata curah hujan
antara curah hujan Kota Pontianak dengan pada tahun 2010 dan tahun 2012.
ENSO dan DM tidak terlalu berpengaruh. Rendahnya curah hujan pada tahun
Hasil pengolahan data indeks nino 3.4 tersebut bersamaan dengan terjadinya
terhadap curah hujan menggunakan fenomena El Nino.

Gambar 2. Grafik Hubungan Indeks Nino 3.4 terhadap curah hujan tahun 1995 s.d 2014
(Lingkaran merah menandakan kejadian El Nino dan lingkaran biru menandakan kejadian La Nina)

Gambar 3. Grafik Hubungan Dipole Mode terhadap curah hujan tahun 1995 s.d 2014
(Lingkaran hitam menandakan kejadian Dipole Mode positif dan lingkaran merah menandakan
kejadian Dipole Mode negatif)

3.2 Analisis Dipole Mode kuat terjadi pada tahun 2014 sebesar -
Nilai korelasi antara Dipole Mode dan 0,45, curah hujan diikuti dengan
curah hujan dari data tahun 1995 sampai menurunnya nilai Dipole Mode dan tingkat
dengan 2014 dilihat dari gambar 3. Untuk hubungan kuat terjadi pada tahun 2007
korelasi dengan tingkat hubungan cukup

212
PRISMA FISIKA, Vol. 6, No. 3 (2018), Hal. 210 - 2013 ISSN : 2337-8204

sebesar 0,59 curah hujan diikuti dengan Daftar Pustaka


meningkatnya nilai Dipole Mode.
Namun ada beberapa kondisi dimana [1] Tjasyono, B.H.K, 2009, Meteorologi
pada saat fenomena ENSO dan DM yang Indonesia 1 : Karakteristik & Sirkulasi
seharusnya curah hujan mengalami Atmosfer, Badan Meteorologi
peningkatan maupun penurunan, curah Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.
hujan tetap berada pada kondisi normal. [2] Hermawan, E, 2007, Penggunaan fast
Ini disebabkan karena kekuatan intensitas fourier transform dalam analisis
ENSO dan DM tergantung pada besarnya kenormalan curah hujan di Sumatera
penyimpangan suhu muka laut sehingga Barat dan Selatan khusunya saat
pada saat fase DM Positif curah hujan di kejadian dipole mode, Jur. Met Geof,.
Kota Pontianak tidak terlalu tinggi dan 8:2
saat terjadi fase DM negatif curah hujan [3] Yuggotomo, M.E. dan Andi Ihwan.,
cenderung mengalami peningkatan. DM 2014, Pengaruh Fenomena El Nino
positif terjadi pada tahun 1995 dan tahun Southern Oscillation dan Dipole Mode
2007 dan DM negatif terjadi pada tahun Terhadap Curah Hujan Di Kabupaten
2014. Ketapang, Jurusan Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
4. Kesimpulan Alam, Universitas Tanjungpura
Dapat disimpulkan bahwa pada saat Pontianak.
kejadian ENSO dan DM dari tahun 1995 [4] NOAA, 2016. Monthly Atmospheric
s.d 2014. curah hujan di Pontianak tidak and SST. [Online] Available at :
terlalu dipengaruhi oleh kejadian http://www.cpc.ncep.noaa.gov/data/
fenomena ENSO dan DM dengan nilai rata- indices/ [accesed 10 Mei 2016]
rata korelasi sedang dari tahun 1995 s.d [5] Saji, N.H., dkk., 1999. A Dipole Mode in
2014. the Tropical Indian Ocean, Nature. 401
:360-363
[6] Siregar, S., 2010. Statistik Deskritif
Untuk Penelitian. Jakarta: Rajawali

213

Anda mungkin juga menyukai