Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN TEORI DAN METODOLOGI

2.1 Tinjauan Teori


2.1.1 Pengertian Kota
Kota merupakan suatu tempat yang penduduknya rapat, rumah-rumahnya
berkelompok kelompok, dan mata pencaharian penduduknya bukan pertanian.
Sementara menurut Bintarto (1987), kota dalam tinjauan geografi adalah suatu
bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan
gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar, dengan corak kehidupan yang
bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah di belakangnya.
Dalam perkembangannya, konsep-konsep kota paling tidak dapat dilihat dari 4
sudut pandang, yaitu segi fisik ,administratif, sosial dan fungsional. Dengan
banyaknya sudut pandang dalam membatasi kota, mengakibatkan pemahaman kota
dapat berdimensi jamak dan selama ini tidak satupun batasan tolak ukur kota yang
dapat berlaku secara umum.

Kota (city) adalah wilayah perkotaan yang telah mempunyai status administrasi
sebagai sebuah kota, baik kota kecil, kotamadya maupun kota metropolitan.
Selanjutnya, Adisasmita (2006) juga menyatakan bahwa pada umumnya kota
diartikan sebagai suatu wilayah dimana terdapat pemusatan (konsentrasi) penduduk
dengan berbagai jenis kegiatan ekonomi, sosial, budaya, dan administrasi
pemerintahan.

Kota dalam tinjauan fisik atau morfologi menekankan pada bentuk-bentuk


kenampakan fisikal dari lingkungan kota. Smailes (1955) dalam Yunus (1994)
memperkenalkan 3 unsur morfologi kota yaitu penggunaan lahan, pola-pola jalan
dan tipe atau karakteristik bangunan. Sementara itu Conzen (1962) dalam Yunus
(1994) juga mengemukakan unsur -unsur yang serupa dengan Smailes, yaitu plan,
architectural style and land use. Berdasarkan pada berbagai macam unsur
morfologi kota yang dikemukakan di atas, terlihat bahwa secara umum unsur-unsur
morfologi kota berkisar antara karakteristik bangunan, pola jalan dan penggunaan
lahan.Unsur-unsur ini yang paling sering digunakan untuk mengenali suatu daerah.
Secara garis besar ada tiga macarn proses perluasan areal kekotaan (urban sprawl)
menurut Hadi Sabari Yunus, yaitu:
1. Perembetan konsentris Tipe pertama ini dikemukakan oleh Haevey Clark
dengan. Jenis perembetan ini berlangsung paling lambat karena
perembetanberjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian luar
kenampakan fisik kota. Proses perembetan ini menghasilkan bentuk kota
yang relatif kompak dan peran transportasi tidak begitu besar.
2. Perembetan memanjang Tipe ini dikenal dengan ribbon development linear
yang menunjukkan, ketidak merataan perembetan areal perkotaan di semua
bagian sisi luar dari kota utarna. Perernbetan paling cepal terlillat disepanjang
jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari dari pusat kota.
3. Perembetan yang meloncat Tipe ini dikenal sebagai leaf ftog development dan
dianggap paling merugikan. Hal ini karena perembetan ini tidak efisien dalam
arti ekonorni, tidak mempunyai estetika dan tidak. menarik. Perkernbangan
lahan terjadi berpencaran secara sporadis dan menyulitkan pernerintah kota
untuk membangun prasarana fasilitas kebutuhan hidup penduduknya. Tipe ini
sangat cepat menimbulkan darnpak negatif terhadap kegiatan pertanian,
memunculkan kegiatan spekulasi lahan, dan menyulitkan upaya penataan
ruang kota.

2.1.2 Konsep Kota


Kota yang berkelanjutan adalah kota yang mampu berkompetisi secara sukses
dalam pertarungan global dan mampu mempertahankan vitalitas budaya serta
keserasian lingkungan. Konsep kota yang berkelanjutan merupakan suatu konsep
global yang kuat yang diekspresikan dan diaktualisasikan secara lokal. Pendekatan
dalam penataan kota yang dilakukan dewasa ini banyak menyimpang dan
meninggalkan aspek kesejahteraan dan pelestarian. Hal tersebut banyak terjadi di
beberapa kota di dunia, dimana latar belakang dari sejarah besar (Antariksa, 2004).
Pembangunan dan penataan kota menjadi bagian dari modernisasi perkotaan tanpa
memperhitungkan aspek kultur masyarakat.

Konsep kota disini diartikan sebagai satu pemberian perubahan pada satu desa yang
bisa berubah menjadi perkotaan. Secara lebih rinci dapat digambarkan bahwa suatu
kota meliputi konsentrasi daerah pemukiman berpenduduk cukup besar dan dengan
kepadatan yang relatif tinggi dimana kegiatan penduduk didominasi oleh kegiatan
non pertanian, seperti industri, perdagangan dan jasa, baik di bidang keuangan,
transportasi, pendidikan, kesehatan dan pariwisata. Pembangunan ruang perkotaan
bertujuan untuk: (1) memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat berusaha dan
tempat tinggal, baik dalam kualitas maupun kuantitas dan (2) memenuhi kebutuhan
akan suasana kehidupan yang memberikan rasa aman, damai, tenteram, dan
sejahtera.

Pembangunan kota harus diupayakan untuk lebih meningkatkan produktifitas yang


dapat mendorong sektor-sektor perekonomian, akan tetapi pengembangannya perlu
memperhatikan ketersediaan sumberdaya, agar pemanfaatan sumberdaya untuk
pelayanan sarana dan prasarana kota lebih efisien. Pembangunan perkotaan
dilaksanakan dengan mengacu pada pengembangan investasi yang berwawasan
lingkungan, sehingga tidak membawa dampak negatif terhadap lingkungan dan
tidak merusak kekayaan budaya daerah. Hal tersebut juga diperlukan agar tercipta
keadilan yang tercermin pada pemerataan kemudahan dalam memperoleh
penghidupan perkotaan, baik dari segi prasarana dan sarana maupun dari lapangan
pekerjaan.

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Perkembangan Kota


Aspek perkernbangan dan pengernbangan wilayah tidak dapat lepas dari adanya
ikatan-ikatan ruang perkembangan wilayah secara geografis. Chapin (dalam
Soekonjono, 1998) mengemukakan ada beberapa hal yang mempengaruhi tuntutan
kebutuhan ruang yang selanjutnya menyebabkan perubahan penggunaan lahan
yaitu :
 Adanya perkembangan penduduk dan perekonomian.
 Pengaruh sisteem aktivitas, sistem pengembangan, dan sistem lingkungan.
Variabel yang berpengaruh dalarn proses perkembangan kota menurut
Raharjo (dalam Wdyaningsih, 2001).
 Fungsi kawasan perkotaan, merupakan fungsi dorminan yang mampu
menimbulkan kelengkapan fasilitas sosial ekonomi yang merupakan faktor
utama timbulnya perkembangan dan pertumbuhan pusat kota.
 Kelengkapan sarana dan prasarana transportasi untuk meningkatkan
aksesibilitas penduduk ke segala arah .
 Faktor kesesuaian lahan
 Faktor kemajuan dan peningkatan bidang teknologi yang mempercepat
proses pusat kota mendapatkan perubahan yang lebih.

2.1.4 Faktor- Faktor Pendorong Urbanisasi


Berdasarkan berbagai penelitian oleh berbagai ahali mengenai faktor-faktor yang
mendorong arus penduduk dari pedesaan ke perkotaan menurut Charles Whynne-
Hammond (1979 dalam Daldjonei,1987) aspek demografis urbanisasi yang di
artikan sebagai mengalirnya penduduk dari pedesaan ke perkotaan disebabkan oleh
adanya tingkat kehidupan anatara pedesaan dan perkotaan. Dalam konteks inilah
kemudian para pakar mengindentifikasi faktor pendorong (push factor) dan faktor
penarik (pull factor) sebagai berikut :
1. Faktor Pendorong
 Semakin terbatasnya lapangan kerja di pedesaan
 Kemiskinan di pedesaan akibat bertambah banyaknya jumlah penduduk
 Transportasi desa-kota yang semakin lancar
 Tingginya tingkat upah buruh di kota dari pada di desa
 Bertambahanya kemampuan membaca dan menulis atau tingkat pendidikan
masyarakat desa
 Tata cara dan adat istiadat yang kadang-kadang dianggap sebagai beban oleh
masyarakat desa
2. Faktor Penarik
 Kesempatan kerja yang lebih luas dan bervariasi di kota
 Tingkat upah yang lebih tinggi
 Lebih banyak kesempatan untuk maju (diferensiasi pekerjaan dan pendidikan
dalam segala bidang)
 Tersediannya barang-barang kebutuhan yang lebih lengkap
 Terdapatnya berbagai kesempatan untuk rekreasi dan pemanfaatan waktu
luang, seperti bioskop, tanaman-tanaman hiburan
 Bagi orang-orang atau kelompok terntentu di kota memberi kesempatan
untuk menghindarkan diri dari control sosial yang ketat
2.1.5 Kriterian Aspek-Aspek Kawasan Perkotaan
Kawasan perkotaan menurut UU. No 26 tahun 2007 tentang tata ruang adalah
kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Kriteria
kawasan perkotaan meliputi:

1. Memiliki karakteristik kegiatan utama budidaya bukan pertanian atau mata


pencaharian penduduknya terutama di bidang industri, perdagangan dan jasa;
2. Memiliki karakteristik sebagai pemusatan dan distribusi pelayanan barang dan
jasa didukung prasarana dan sarana termasuk pergantian moda transportasi
dengan pelayanan skala kabupaten atau beberapa kecamatan. Berdasarkan
UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Kawasan Perkotaan dapat
berbentuk :
Perkotaan adalah suatu pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, terdiri
dari kelompok individu-individu yang heterogen dari segi sosial, yang dijabarkan
dalam 10 kriteria yang lebih spesifik untuk merumuskan kota. Menurut Restin
(2009) 10 kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
a. ukuran dan jumlah penduduk yang besar terhadap massa dan tempat,
b. bersifat permanen,
c. Kepadatan minimum terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah,
d. struktur dan tata ruang perkotaan seperti yang ditunjukkan jalur jalan dan
ruang perkotaan yang nyata,
e. tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja,
f. fungsi perkotaan minimum meliputi pasar, pusat administrasi atau
pemerintahan, pusat militer, pusat keagamaan, atau pusat aktivitas
intelektual,
g. heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hirarki pada masyarakat,
h. pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian
ditepi kota dan memeroses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas,
i. pusat pelayanan bagi daerah-daerah lingkungan setempat,
j. dan pusat penyebaran.
Aspek-aspek kawasan perkotaan terdiri dari aspek fisik, aspek sosial, dan aspek
ekonomi serta transportasi, Widyaningsih (2001) dalam Widyastuti (2002).
1. Aspek Fisik
Aspek Fisik meliputi pola tata guna tanah yaitu penataan atau pengaturan
penggunaan tanah, dan ruang yang merupakan sumber daya alam. Tata ruang
merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang terencana atau
tidak. Dalam tata ruang terdapat penataan ruang yaitu proses penataan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang dengan elemen-elemen pembentuk meliputi
penggunaan dan rencana penggunaan lahan, kebutuhan dan keinginan individu,
sarana dan prasarana transportasi, tipe dan fungsi bangunan, kegiatan individu atau
kelompok yang rutin, kependudukan, potensi fisik serta persepsi dan perilaku.
Menurut Branch (1995) dalam Widyastuti (2002) menyebutkan bahwa terdapat
empat komponen utama kota yaitu kompleks bisnis utama, industri manufaktur dan
ikutannya, pemukiman dengan fasilitas pelayanannya serta tanah terbuka. Secara
fisik, kota dikembangkan pada sistem ruang antara lain (1) sistem pusat kota, yaitu
lingkungan kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan utama atau kutub
pertumbuhan. (2) sistem ruang kota yang dikembangkan untuk kegiatan produksi,
yaitu untuk industri dan pertanian termasuk wilayah cadangan dan (3) sistem ruang
kota yang dikembangkan sebagai wilayah pemukiman ideal.

Pada skala yang lebih luas, bentuk kota secara keseluruhan mencerminkan
posisinya secara geografis dan karakteristik tempatnya. Unsur-unsur yang
mempengaruhi karakteristik fisik kota adalah sebagai berikut (Branch, 1995) :

a. Topografi tapak
Topografi tapak mempengaruhi unsur-unsur yang berada di dalam kota. Umumnya
jaringan jalan primer menyebar keluar keempat arah angin melalui kemiringan-
kemiringan yang akan memberikan kenyamanan dan keamanan berkendaraan. Di
beberapa bagian dunia, alur gempa, dataran aluvial yang rentan terhadap getaran
seismologi, atau berbagai kondisi geologi yang tidak stabil, sering kali tidak dapat
terlihat secara fisik. Bagi pembangunan perkotaan, hal tersebut memberikan pilihan
antara lain melarang pembangunan di daerah tersebut, konsekuensi biaya yang
besar untuk pembangunan yang dirancang secara khusus untuk mengurangi
kemungkinan timbulnya kerusakan, atau tanpa menyediakan unsur-unsur yang
diperlukan dengan segala risiko yang mungkin ditimbulkan.

b. Geologi

Secara umum, bangunan didirikan dengan menghindari kondisi-kondisi fisik yang


akan memperbesar biaya konstruksi, misalnya kondisi geologi yang tidak stabil,
rawa-rawa, atau daerah-daerah yang sering dilanda bahaya banjir. Pertama kali
penempatan bangunan-bangunan menunjukkan pola sirkulasi setempat, atau
bangunan-bangunan diatur sesuai dengan pola jalan yang dikehendaki. Cepat atau
lambat bangunan-bangunan tersebut akan berhubungan dengan jaringan utilitas
umum yang sudah ada atau setelah jaringan tersebut dibangun. Penggunaan
bangunan beragam sesuai dengan beragamnya kegiatan manusia yang
menghuninya. Kategori utama penggunaan bangunan terdiri atas: permukiman,
komersial, industri, pemerintahan, transportasi merupakan unsur-unsur pembentuk
pola penggunaan tanah kota.

c. Struktur (bukan bangunan)

Kota ditinjau secara fisik juga berisikan struktur atau bangunan lain yang bukan
berupa bangunan gedung, yaitu: jembatan, gorong-gorong, saluran irigasi dan
pengendali banjir, jaringan utilitas umum, gardu-gardu listrik, fasilitas pengolahan
limbah, bak-bak penampungan, pengilangan minyak, dan berbagai instalasi lain
yang tidak lazim disebut sebagai bangunan, karena struktur atau bangunan tersebut
tidak sebagaimana bangunan umumnya dalam hal menutupi tanah yang ada di
bawahnya. Struktur-struktur yang berupa bukan bangunan juga memiliki fungsi
yang penting bagi sebuah kota, sebagaimana pentingnya bangunan gedung. Jalur-
jalur transportasi dan jalur utilitas keduanya merupakan pembentuk pola
penggunaan lahan.

 Jalur-jalur transportasi Sejak awal pertumbuhan komunitas, berbagai


kegiatan usaha memilih lokasi di sepanjang jalur-jalur lalu lintas primer dan
di tempat-tempat yang merupakan konsentrasi para pelanggan potensial.
Transportasi dan guna lahan oleh para perencana kota sering diibaratkan
dua sisi pada satu mata uang logam, karena tempat masuk dan keluarnya
transportasi diperlukan agar sebidang tanah memiliki fungsi produktif, dan
jalur lalu lintas tidak akan bermanfaat kecuali bila jalur tersebut melayani
kegiatan baru ataupun yang telah ada pada kedua ujungnya.
 Jaringan utilitas Dalam beberapa hal, jaringan utilitas mempengaruhi atau
menentukan penggunaan lahan. Jaringan utilitas dapat dipergunakan untuk
mengendalikan pertumbuhan, menentukan arah pembangunan, mengatur
konsentrasi orang, bangunan, dan kegiatan pada tempat-tempat sehingga
tidak melebihi kapasitas utilitas yang ada.
d. Ruang Terbuka

Ruang terbuka di kota yang ditinjau secara fisik ditentukan oleh pola
pengembangan bangunan dan sistem jaringan di atas permukaan tanah.
Pengembangan ini merupakan hasil dari ekonomi perkotaan dan berbagai peraturan
bangunan yang disusun untuk menjalankan kebijakan pemerintah setempat. Ruang
terbuka tidak hanya sekedar berupa taman, tempat bermain, dan tempat rekreasi
yang lain. Demikian pula dengan penggunaan tanah tertentu yang terbuka ke langit,
dengan berbagai ukuran seperti makam, landasan pesawat terbang, dan tanah-tanah
pertanian yang juga dipertimbangkan sebagai ruang terbuka perkotaan. Biasanya,
semakin ke tepi kota persentase tanah terbuka akan semakin meningkat. Berbagai
kegiatan manusia dan pengaruhnya terhadap ruang-ruang terbuka di atas
merupakan bagian dari fisik kota.

2. Aspek Sosial
Aspek sosial menyangkut masalah kependudukan yang terkait dengan kota antara
lain adalah masalah perkembangan, migrasi, aktivitas ekonomi, tenaga kerja dan
beban ketergantungan. Dalam perencanaan penduduk dapat menjadi indikator
perkembangan kota, yang salah satu aspeknya adalah pergerakannya. Aspek-aspek
yang menyangkut sumber daya manusia terdiri atas kepadatan penduduk (jumlah,
sebaran, struktur, pendidikan), proses penduduk (alamiah dan buatan) dan
lingkungan sosialnya (pola kontrol, kegiatan dan konstruksi).untuk sosial budiya
merupakan cerminanan yang berkaitan dengan stuktur sosail dan pola budaya
masyarakat, yang dapat diukur dari tempat pribdatan, tempat kegiatan instusi sosial
dan budaya dan sarana olahraga. Sedangkan untuk sosial politik merupakan
cerminan kondisi sosial politik yang dapat diukur dari segi partisipasi masyarakat
dalam berpolitik dan organisasi kemasyarakatan. Cara pengukuruan kriteria ini di
lakukan berdasarkan kententuan yang tercantum dalam lempira PP No. 129 tahun
2000.

Kota secara sosial juga dapat dipandang dari sudut ke ruangan disekeliling pusat
pemerintahan dan pusat komersial biasanya terdapat sederetan bangunan apartemen
yang tidak terawat yang merupakan tempat tinggal sebagian besar penduduk yang
tidak mampu, berpenghasilan rendah, golongan usia lanjut, dan kelompok yang
tergolong minoritas. Bagian paling kumuh cenderung berada pada daerah ini,
perkampungan gelandangan pun biasanya terdapat di daerah ini, dengan angka
kriminalitas lebih tinggi. Para migran yang tidak mampu yang berasal dari pedesaan
di sekitar kota yang menempati permukiman liar memiliki persentase yang cukup
besar terhadap jumlah penduduk kota-kota di negara yang sedang berkembang.
Penduduk permukiman liar tersebut dijumpai di tanah-tanah terbuka di pinggiran
kota dan di semua bagian dalam kota yang memungkinkan penggunaan tanah secara
tidak resmi seperti sepanjang tepian jalan raya, jalur kereta api, jalur utilitas, lereng
bukit terjal, daerah industri, dan tempat-tempat yang belum terbangun. Tempat-
tempat luas di sekitar daerah pusat kota yang terutama terbentuk oleh bangunan
komersial dan apartemen, sebagian besar dihuni oleh penduduk kota yang
berpenghasilan sedang, kadang-kadang terdapat pula kantong-kantong
permukiman penduduk berpenghasilan rendah dan tinggi. Karena perkecualian
akan selalu ada pada setiap generalisasi, pengaturan distribusi penggunaan lahan
dan penduduk ke dalam ruang wilayah dapat berbeda-beda, yaitu bilamana terdapat
kondisi site yang khusus, karakteristik penduduk yang tidak sebagaimana
umumnya, atau perkecualian dari segi ekonomi. Seperti apapun bentuk pengaturan
penduduk dan guna lahan ke dalam ruang wilayah yang tepat, identifikasi dan
analisis implikasi sosio-ekonomi pengaturan tersebut merupakan bagian yang
penting bagi keberhasilan perencanaan kota.

3. Aspek Ekonomi
Fungsi dasar kota menurut Branch (1995) dalam Widyastuti (2002) adalah untuk
menghasilkan penghasilan yang cukup melalui produksi barang dan jasa. Ekonomi
perkotaan dapat ditinjau dari tiga bagian yaitu (1) ekonomi pemerintah meliputi
pelaksanaan pemerintahan kota, (2) ekonomi swasta terdiri atas berbagai macam
kegiatan yang diselenggarakan oleh perusahaan swasta, (3) ekonomi khusus terdiri
atas bermacam-macam organisasi. Ekonomi yang mendasari kota juga tercermin
pada fasilitas dan bentuk fisiknya. Menurut Koestoer (2001) dinamika ekonomi
kota dapat ditandai oleh penyebaran sektor sektor ekonomi kota, penyebaran pasar,
nilai tanah serta pergeseran penggunaan tanah. Pembangunan yang dilaksanakan
selama ini ditekankan pada pembangunan ekonomi. Dominasi kegiatan sektoral
akan mempengaruhi secara fisik perkembangan fisik kota terutama menyangkut
aspek tata guna tanah dan aksesibilitas dalam segi transportasi, dominasi kegiatan
tersebut merupakan penentu arah pengembangan fungsi kegiatan kota. Ekonomi
perkotaan dapat ditinjau dari tiga bagian yaitu ekonomi publik, ekonomi swasta
(privat), dan ekonomi khusus. Ekonomi publik meliputi pelaksanaan pemerintahan
kota sebagaimana terlihat pada anggaran pendapatan dan belanja departemen-
departemen yang melaksanakannya secara reguler, distrik sekolah, dan distrik
khusus yang ditetapkan untuk tujuan-tujuan tertentu. Ekonomi swasta terdiri atas
berbagai macam kegiatan yang diselenggarakan oleh perusahaan swasta, mulai dari
perusahaan industri dan komersial yang besar hingga kegiatan usaha yang
independen atau seorang profesional yang menyediakan berbagai bentuk jasa.
Ekonomi khusus terdiri atas bermacam-macam organisasi nirlaba, sukarela,
organisasi yang dibebaskan dari pajak, yang kesemuanya bukan diselenggarakan
oleh badan-badan pemerintah, maupun perusahaan-perusahaan yang tujuan
utamanya mencari keuntungan. Ekonomi perkotaan yang sehat mampu
menyediakan berbagai kebutuhan untuk keperluan pertumbuhan perkotaan,
terutama untuk menerima perkembangan baru yang disebabkan oleh kemajuan di
bidang teknologi dan perubahan keadaan. Ekonomi pemerintah terdiri atas tiga
bagian yaitu anggaran pemerintah kota, distrik khusus, dan sistem pendidikan
setempat. Kehidupan kota yang dapat terselenggara dengan baik tergantung pada
keuntungan atau pendapatan yang terkumpul dari pajak kekayaan, lisensi dan
perizinan, iuran, dan sumber-sumber lainnya. Pendapatan tersebut lebih besar bila
ekonomi setempat kuat. Distrik-distrik khusus dipergunakan untuk membiayai dan
mengelola berbagai macam pelayanan setempat. Di dalam hal jumlah dan
ragamnya, distrik-distrik khusus lebih banyak dari semua unit pemerintah. Distrik-
distrik khusus dipergunakan oleh beberapa komunitas untuk menyediakan
pelayanan dasar tertentu, yang sebagian besar kota umumnya menggabungkannya
ke dalam anggaran operasional umum, misalnya untuk perlindungan terhadap
bahaya kebakaran, penyediaan air bersih, perumahan, drainase, atau pembuangan
air kotor. Dari berbagai tinjauan aspek di atas dapat diringkaskan bahwa sebuah
kota memiliki karakteristik yaitu jumlah penduduk yang besar, pemusatan kegiatan
non-pertanian, merupakan pusat kegiatan ekonomi (industri dan perdagangan),
konsentrasi kawasan terbangun (built up area), masyarakat yang heterogen,
memiliki pola hidup yang khusus, pusat penyebaran pengetahuan dan memiliki
gaya hidup kota, terdapat berbagai lembaga sosial, ekonomi, dan politik; terdapat
berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial, struktur dicirikan dengan adanya ruang
dan jalan kota, merupakan pusat jasa pelayanan bagi lingkungan perumahan,
adanya sejumlah fungsi kegiatan kota, minimal pasar, dan sebagainya seperti.

2.1.6 Pengertian Desa


Desa menurut Sutardjo Kartodikusuma, adalah suatu kesatuan hukum dimana
bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri. Lebih jelas Bintaro
berpendapat, desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi ,sosial,
ekonomi,politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam
hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.Mengenai desa,
lebih rinci Paul H. Landis mengemukakan bahwa, desa adalah penduduknya kurang
dari 2.500 jiwa. Dengan jenis- jenis Desa ditinjau dari sudut pertumbunya desa
dibagi menjadi:
a. Desa Swadaya atau Desa Tradisional
Desa swadaya satu desa tradisional ini mempunyai sifat yaitu masih tradisional,
ekenomisnya cukup besar sekedar memenuhi kebutuhan primer, hasil produksinya
rendah, tingkat pendidikan sangat rendah kurang dari 30% penduduk lulusan SD,
administrasi pemerinthanya belum berkembang prasarannya sangat terbatas.
b. Desa Swakarya atau Desa Transisi
Desa swakarya atau desa transisi ini mempunyai sifat seperti lebih maju dari desa
swadaya, pengaruh luar dan teknologi mulai masuk, hasil produksinya mulai
meningkat lulusan SD antara 30%-60% dari jumlah penduduk, admintrasi
pemerintah dan hubungan desa sudah mulai berkembang, dan komunikasi dengan
daerah luar mulai meningkat. (kansil,1983;82).
Dalam Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menegaskan
bahwa Desa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian sangat jelas bahwa
Undang – undang ini memberikan dasar menuju self governing comumnity yaitu
suatu komunitas yang mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman bahwa Desa
memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya
sesusai kondisi dan sosial budaya setempat digabungkan dengan dengan Local Self
Government, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini
merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan
Desa Adat.

2.1.7 Pengertian Kelurahan


Kelurahan adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah
tertentu yang berada di tingkat kabupaten/kota.Di beberapa wilayah administratif
di Indonesia masih terdapat penamaan desa sekaligus kelurahan ditingkat
kabupaten/kota,hal tersebut lebih disebabkan karena kelumrahan ataupun karena
adat yang berlaku di kabupaten/kota setempat.Hal tersebut tidak begitu menjadi
permasalahan yang patut diperdebatkan selama masih berada dalam koridor hukum
yang berlaku dan berada dalam pembinaan serta pengawasan dari pemerintah pusat.
Kelurahan dipimpin oleh Lurah dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh
pelimpahan sebagian kewenangan dari Bupati/Walikota. Kewenangannya bersifat
delegatif,lurah diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul camat dari PNS yang
dianggap memenuhi syarat(mengetahui pengetahuan teknis pemerintahan).Lurah
bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat.Dalam pelaksanaan
tugas Lurah dibantu oleh Perangkat Kelurahan. Dan perangkat kelurahan
bertanggung jawab kepada Lurah.

Tugas dan fungsi kelurahan adalah melaksanakan seagala kegiatan bertujuan


pemberdayaan masyarakat, memelihari prasaranadan fasilitas publik, memberikan
pembinaan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan, mengelola dan membina
admistrasi Rukun Warga dan Rukun Tetangga, memberi pelayanan pemerintah
kepada masyarakat sesuai dengan ruang lingkupnya, dan melaksanakan tugas-tugas
yang diberikan Camat sesuai dengan kapasitasnya menjadi penyenglengara
terciptanya ketentraman dan ketertiban umum. Menurut Kansil (2002:56)
kelurahan adalah suatu wilayah yang di tempati oleh sejumlah penduduk yang
mempunyai organisasi Pemerintahan terendah langsung di bawah Camat, tetapi
tidak memiliki hak menyelengarakan rumah tangganya.

2.1.8 Transformasi Wilayah


Sebelum merumuskan mengenai jenis dan faktor dari transformasi sebuah wilayah,
terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai definisi teori dari transformasi wilayah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,T.T) definisi dari transformasi
diartikan sebagai perubahan rupa (bentuk,sifat, fungsi dan sebagainya). Dalam hal
ini transformasi diartikan sebagai perubahan secara fisik dari mulai bentuk, sifat,
fungsi,dll. Istilah lain dari transformasi sendiri merujuk pada suatu proses
pergantian (perbedaan) ciri-ciri tertentu dalam suatu waktu tertentu. Menurut
Abdullah (1994) dan Giyarsih (2009) Proses transformasi ini mengandung tiga
unsur penting. Pertama, perbedaan merupakan aspek yang sangat penting dalam
proses transformasi karena dengan perbedaanlah dapat dilihat perwujudan dari
sebuah proses transformasi. Kedua, konsep ciri atau identitas yang merupakan
acuan di dalam suatu proses transformasi, baik ciri sosial, ekonomi, atau ciri
penampilan sesuatu. Ketiga, proses transformasi selalu bersifat historis yang terikat
pada satuan waktu yang berbeda (Puji Hardati ,2011). Oleh karena itu dari dua
pengertian transformasi diatas dapat didefinisikan bahwa transformasi merupakan
suatu proses perubahan yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, sosial
dan ekonomi dalam kurun waktu tertentu.

Transformasi wilayah akan mempengaruhi perkembangan di wilayah tersebut


karena unsur-unsur yang ada didalam transformasi wilayah dapat merubah tatanan
ruang maupun tatanan lingkungan hidup masyarakat diwilayah yang mengalami
transformasi. Menurut Rostow (1960) perkembangan wilayah diawali oleh
transformasi struktural masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern yang
merupakan proses yang berdimensi banyak. Dengan demikian transformasi
struktural ini bukan hanya menyangkut perubahan struktur perekonomian wilayah
yang menyebabkan peranan relatif sektor pertanian terhadap sektor industri
mengecil.
2.1.9 Perubahan Status Organisasi Pemerintahan
Semua Organisasi merupakan bagian dari sistem sosial yang hidup ditengah-tengah
masyarakat. Masyarakat itu sendiri memiliki sifat dinamis, selalu mengalami
perubahan dan perkembangan, karakteristik masyarakat seperti itu menuntut
organisasi untuk juga memiliki sifat dinamis , tampa dinamika yang sejalan dengan
dinamika masyarakat, organisasi tidak akan survive apalagi berkembang, ini berarti
bahwa perubahan dalam suatu organisasi merupakan kebutuhan yang tidak dapat di
hindari. Secara terus menerus organisasi harus menyusuaikan diri dengan tuntutan
dan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Proses penyesuaian dengan
lingkungan merupakan permasalahan besar yang dihadapi organisasi modern.
Menurut Atkinson dalam Nurhidiyah (2003), defenisi Perubahan yaitu: merupakan
kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan
keadaan sebelumnya dan merupakan proses yang menyebabkan pola prilaku
individu atau institusi. Ada empat tingkat perubahan yang perlu di ketahui yaitu
pengetahuan, sikap, perilaku individual, dan prilaku kelompok, setelah suatu
masalah dianalisa, tentang kekuatanya, maka pemahaman tentang tingkat-tingkat
perubahan dan siklus perubahan akan dapat berguna menurut Soejarno Soekanto
(2010:210).

2.1.10 Penelitan Terdahulu


Penelitian terdahulu digunakan untuk dasar penggunaan teori-teori maupun metode
analisis pendukung yang sesuai dengan penelitian yang sedang dikerjakan oleh
peneliti. Penelitian terdahulu yang digunakan merupakan skripsi yang membahas
mengenai konsep perubahan status desa menjadi keluarahan sehingga analisis
ataupun metode yang diguanakan bisa saja sama dengan sedikit dimodifikasi.
Penelitan terdahulu yang digunakan sebagai acuan teori penelitian diantarnya
adalah tugas akhir dari Obi Dermawan (2011) yang berjudul Perubahan Status Desa
Menjadi Kelurahan Panarangan Jaya Kecamatan Tulang Bawang Tengah
Kabupaten Tulang Bawang Barat. Poin pembahasan yang ada pada skripsi ini
adalah mengetahui secara jelas dan menganalisis bagimana pelaksanaan
perubahanan stastus desa menjadi kelurahan dan mengetahui bagimanakah dampak
dari perubahan status desa menjadi kelurahan terhadap pelayanan admistrasi.
Penelitian terdahulu lainya yang digunakan adalah skripsi Siti Lisnawati (2010)
berjudul Analisis Pengaruh Transformasi Wilayah Terhadap Kawasan Perdesaan.
Poin yang bisa diambil dari penelitian ini adalah menganalisi faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya trasnformasi wilayah dan mengetahui kondisi
tarnsformasi peri urban pada aspek fisik,kependukan dan sosial ekonomi sebagi
bentuk dari dampak perubahan lahan yang terjadi.

Penelitian terdahulu yang terakhir digunakan adalah skripsi penelitian dari Dewi
Kurniasih berjudul Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan Di Kabupaten
Bandung. Poin yang bisa diambil dari penelitian ini adalah untuk mengetahuin
mekanisme mengenai perubahan status desa menjadi kelurahan dan untuk
mengetahui menyusun strategi regulasi yang efektif guna merespon rencana
perubahan status desa menjadi kelurahan .

2.2 Metodologi Penelitian


Berikut ini akan dipaparkan mengenai metodologi atau tahapan-tahapan yang
digunakan dalam penelitian, sehingga dapat memudahkan peneliti dalam menyusun
penelitian ini.
2.2.1 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang dibuat sebagai dasar peneliti dalam melakukan
penelitian. Sehingga tahap-tahap pengerjaan penelitian ini bisa berjalan dengan
lancar sesuai dengan kerangka pemikiran yang sudah dibuat. Kerangka pemikiran
yang dibuat dimulai dari menyusun latar belakang dimana penelitian ini dilatar
belakangi oleh urbanisasi mengakibatkan perkembanagan perkotaan, Jumlah penduduk
meningkat 12% dalam kurun waktu 5 tahun, Semakin heterogenya penduduk
mengakibatkan,masalah fisik,sosial,dan ekonomi. Berdasarkan latar belakang maka
bisa ditentukan fokus permasalahan yang akan dibahas dengan mengajukan
beberapa rumusan masalah seperti adanya alih fungsi lahan petanian ini umumnya
beralih fungsi menjadi kawasan perumahan dan kawasan perindustrian dan semakin
heterogenya masyarakat dan meningkatnya penduduk serta urbanisasi yang tinggi
akibat adanya industri. Tentunya tujuan dari penelitian ini adalah melakukan
analisis kelayakan perubahan status desa menjadi kelurahan yang dilakukan
dengan cara mengidentifikasi aspek-aspek yaitu fisik, sosial, penduduk, dan
adiminstrasi. Selanjutnya, setelah menentukan rumusan masalah maka diperlukan
sasaran yang dilakukan dalam penelitian ini. Sasaran yang dilakukan oleh peneliti
disesuaikan dengan permasalahan yang peneliti rumuskan, sehingga sasaran yang
dilakukan harus disamakan dengan analisis yang berkaitan dengan rumusan
masalah yang ada. Sebelum melakukan analisis dibutuhkan beberapa data yang
peneliti peroleh dari hasil observasi, wawancara, dan penyebaran kuesioner serta
data sekunder yang didapatkan dari instasi terkait. Data yang telah terkumpul semua
maka siap untuk dianalisis hingga selanjutnya bisa disusun konsep perubahan status
desa menjadi kelurahan. Adupun kerangka pemikiran yang dibuat oleh peneliti bisa
dilihat pada Gamabar 2.2

2.2.2 Jenis Penelitian


Studi ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Adapun yang dimaksud
dengan penelitian kuantitatif adalah sebuah penyelidikan tentang masalah sosial
atau masalah manusia yang berdasarkan pada pengujian sebuah teori yang terdiri
dari variabel-variabel, diukur dengan angka, dan dianalisa dengan prosedur statistik
untuk menentukan apakah generalisasi prediktif. Suatu situasi dapat diukur secara
objektif dengan menggunakan daftar pertanyaan atau instrumen dijelaskan dalam
John (2002), sehingga pada penelitian ini penulis bersifat objektif dalam menilai
suatu situasi. Dalam hal ini penulis menggunakan instrumen utama berupa
kuesioner dan wawancara untuk memperoleh data tersebut. Artinya, hubungan
penulis dengan yang diteliti hanya sebatas penyebaran dan pengisian kuesioner dan
wawancara, tidak melaksanakan hubungan dalam bentuk tinggal bersama atau
mengamati informan dalam periode waktu lama. Tujuan penelitian kuantitatif
adalah menguji atau membuktikan sebuah teori, bukan untuk mengembangkan
teori.

Oleh karena itu, setiap peniliti harus memulai penelitiannya dengan mengajukan
sebuah teori, mengumpulkan data untuk mengujinya, dan menguji ulang apakah
teori tersebut diperkuat atau diperlemah oleh hasil-hasil penelitian. Teori tersebut
menjadi kerangka penelitian secara keseluruhan, suatu model terorganisir
pertanyaan atau hipotesa penelitian dan prosedur pengumpulan data dijelaskan
dalam Jhon (2002). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan deduktif yaitu metode yang digunakan dalam sebuah penelitian disaat
peneliti berangkat dari sebuah teori, kemudian dibuktikan dengan pencarian fakta.
Cara berpikir deduktif, menggunakan analisis yang berpijak dari pengertian-
pengertian atau fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian diteliti dan hasilnya
memecahkan persoalan khusus dijelaskan dalam Mardalis (1995).

2.2.3 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dapat didefinisikan sebagai satu proses mendapatkan data
melalui responden dengan menggunakan metode tertentu dijelaskan dalam Silalahi
(2009). Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan, kuesioner yang
disertai wawancara mendalam, dan survei instansi. Data-data yang diperoleh
kemudian diharapkan dapat saling melengkapi untuk memberikan informasi terkait
penelitian ini. Data untuk suatu penelitian dapat dikumpulkan dari berbagai sumber.
Sumber data dibedakan atas sumber data primer dan sumber data sekunder. Data
primer adalah data yang dikumpulkan peneliti secara langsung melalui objek
penelitian. Sedangkan, data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari
sumber-sumber lain, yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan. Teknik
pengumpulan data meliputi:
a. Pengumpulan data primer, yaitu:
 Pengamatan langsung (observasi lapangan)
Observasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis,
dengan cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap kondisi eksisting.
Observasi dilakukan untuk mengetahui kondisi sarana prasarana rumah susun dan
pemanfaatannya, juga agar peneliti dapat memahami karakteristik aktivitas
penyandang disabilitas dalam penggunaan sarana prasarana rumah susun dan
kondisi sarana prasarana rumah susun melalui pengamatan secara langsung.

 Kuesioner
Kuesioner adalah seperangkat pertanyaan yang disusun untuk diajukan kepada
responden. Kuesioner merupakan satu mekanisme pengumpulan data yang efisien,
bila peneliti mengetahui secara jelas apa yang disyaratkan dan bagaimana
mengukur variabel yang diamati. Melalui kuesioner akan diperoleh informasi
secara tertulis dari responden berkaitan dengan tujuan penelitian. Pengambilan data
primer melalui kuesioner diperlukan untuk membatasi jawaban responden sehingga
diperoleh data yang terfokus pada topik penelitian.

 Wawancara
Wawancara dilakukan secara terstruktur dimaksudkan untuk memperluas jawaban
responden. Metode ini dilaksanakan secara langsung terhadap penyandang
disabilitas. Wawancara terhadap penyandang disabilitas dimaksudkan untuk
memperoleh pandangan mereka terhadap aspek keamanan sebagai pengguna dan
pengalaman mereka menggunakan sarana prasarana rumah susun. Wawancara
digunakan untuk memperdalam jawaban penyandang disabilitas terhadap
kuesioner. Wawancara juga dilakukan untuk memperoleh data mengenai suatu
kegiatan yang sedang dilakukan responden, dengan menanyakan beberapa poin
pertanyaan saja dari kuesioner.

 Sampling
Pengambilan sampel untuk penelitian ini menggunakan jenis non probability
sampling dimana berdasarkan penjelasan Rozani (2003), non probability sampling
tidak menghiraukan prinsip-prinsip probability dan pemilihan sampel tidak secara
random. Ada tiga cara untuk jenis sampling ini yaitu dengan cara purposive
sampling, accidental sampling, dan quota sampling. Pada penelitian ini penulis
menentukan jumlah sampling dengan menggunakan rumus solvin. Dimana peneliti
menggunakan jumlah penduduk Desa Karet sebanyak 26.885 jiwa dengan batas
toleransi sebesar 10%. Adapun rumus solvin yang digunakan sebagai berikut.
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁 𝑒2
26.885
𝑛=
1 + 26.885 ( 10)2
26.885
𝑛=
269,85
𝑛 = 99,6 dibulatkan menjadi 100

Hasil menunjukan pengambilan sampel ini ditujukan untuk 100 orang dimana
peneliti menggunakan metode accidental sampling. Dengan metode ini nantinya
peneliti mewawancarai penduduk Desa Karet secara kebetulan.

b. Pengumpulan data sekunder, yaitu:


Pengumpulan data ini dapat dilakukan sebelum dan setelah melakukan wawancara.
Pengumpulan data sekunder ini dilakukan melalui survei ke instansi-instansi
terkait. Bentuk data berupa data jumlah penduduk, luas wilayah desa, sosial
ekonomi, data-data sekunder ini tidak mutlak hanya sebagai pelengkap data primer.

2.2.4 Metode Analisis Data


Analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan, memberi kode atau tanda, dan mengkategorikannya, sehingga
diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab
berdasarkan penejelasan Silalahi (2009). Metode analisis yang dipakai untuk
memjawab rumusan masalah yang telah dikemukan dalam penelitian. Secara
keseluruhan metode pendekatan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah
metode kuantitatif melalui pengukuran secara obyektif terhadap konsep perubahan
desa menjadi kelurahan yang akan disajikan dalam bentuk deskripsi. Tahap ini
dilakukan setelah melakukan kompilasi data yang ditemukan berdasarkan hasil
survei. Adapun untuk metode penelitian dan teknik analisis yang akan di bahas pada
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kelayakan Desa Karet untuk perubahan status desa menjadi
kelurahan dilakukan dengan cara mengidentifikasi aspek-aspek yang
mengalami perubahan yaitu fisik, sosial, penduduk, dan adiminstrasi wilayah
tentang organinasi, dalam analisis ini dilakukan dengan metode pendekatan
studi lapangan. Studi lapangan dilakukan dnegan melakukan observasi
langsung terhadap wilayah penelitian.
2. Menganalisis kebijakan perubahan status desa menjadi kelurahan di Desa
Karet, pada analisis ini menggunakan tabulasi matriks yaitu untuk
membandingkan kebijakan tentang perubahan stastus desa menjadi kelurahan
yaitu: Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang penataan desa,
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pemerintah Desa, Peraturan
Kementerian Dalam Negeri No 1 Tahun 2017, Peraturan Daerah No 9 Tahun
2014.
3. Menyusun konsep perubahan status desa menjadi kelurahan di Desa Karet
Kecamatana Sepatan sesuai dengan kebutuhan, kebijakan dan standar yang
ada, pada bagian ini penampilan menampilkan ilustrasi konsep berupa
tahapan perubahan status desa menjadi kelurahan dari analisis yang telah
dilakukan, sehingga nantinya bisa menjadi acuan dalam perwujudanya.
Tujuan Penelitian Latar Belakang Penelitian
untuk melakukan kajian perubahan 1. Urbanisasi mengakibatkan perkembanagan perkotaan.
status desa menjadi kelurahan di 2. Jumlah penduduk Kabupaten Tangerang meningkat 12% dalam kurun waktu 5
Kabupaten Tanegrang. tahun
3. Semakin heterogenya penduduk mengakibatkan,masalah fisik,sosial,dan ekonomi
4. Penggunaan lahan non peretanian semakin menurun
5. Dukungan sarana prasaran dan potensi ekonomi yang memadai
Sasaran Penelitian

1. Melakukan indentifikasi kawasan Metode Peneliatian Metode Analisa


perkotaan berdasarkan aspek fisik, aspek Output
Metode analisa yang digunakan yaitu :
demografi kependudukan, aspek sosial Kebutuhan data:  konsep
1. Analisis kelayakan desa untuk
dan aspek ekonomi di Desa Karet.  Data primer perubahan
perubahan stastus desa menjadi
2. Melakukan analisis kelayakan untuk  Data skunder kelurahan. status desa
perubahan status desa menjadi kelurahan
2. Analisis kebijakan untuk menjadi
dilakukan dengan cara mengidentifikasi
membandingkan kebijakan keluarahan
aspek-aspek yang mengalami perubahan
yaitu fisik,sosial, penduduk, dan
tentang perubahan status desa  Kesimpulan
adiminstrasi wilayah  Observasi menjadi kelurahan dasri segi dan
3. Melakukan analisis kebijakan perubahan  Kuisuoner pemerintah pusat sampai rekomnedasi
status desa menjadi kelurahan di Desa  Studi pemerintah daerah.
Literatur 3. Konsep perubahan status desa
Karet.
 Wawancara menjadi kelurahan akan mebuat
4. Menyusun Konsep perubahan status desa
ilustrasi tahapan-tahapan
menjadi kelurahan di Desa Karet
perubahan status desa menjadi
kelurahan.

Sumber : Hasil Analisis Peneliti, 2018

Gambar 2.2 Keangka Berfikir

Anda mungkin juga menyukai