Anda di halaman 1dari 12

Pedoman Konseling.

Konseling berasal dari kata counsel yang artinya memberikan saran, melakukan diskusi
dan pertukaran pendapat. Konseling adalah suatu kegiatan bertemu dan berdiskusinya
seseorang yang membutuhkan (klien) dan seseorang yang memberikan (konselor) dukungan
dan dorongan sedemikian rupa sehingga klien memperoleh keyakinan akan kemampuannya
dalam pemecahan masalah. Konseling pasien merupakan bagian tidak terpisahkan dan elemen
kunci dari pelayanan kefarmasian, karena Apoteker sekarang ini tidak hanya melakukan
kegiatan compounding dan dispensing saja, tetapi juga harus berinteraksi dengan pasien dan
tenaga kesehatan lainnya dimana dijelaskan dalam konsep Pharmaceutical Care.
Dapat disimpulkan bahwa pelayanan konseling pasien adalah suatu pelayanan farmasi
yang mempunyai tanggung jawab etikal serta medikasi legal untuk memberikan informasi dan
edukasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan obat. Kegiatan konseling dapat diberikan atas
inisiatif langsung dari apoteker mengingat perlunya pemberian konseling karena pemakaian
obat-obat dengan cara penggunaan khusus, obat-obat yang membutuhkan terapi jangka
panjang sehingga perlu memastikan untuk kepatuhan pasien meminum obat. Konseling yang
diberikan atas inisiatif langsung dari apoteker disebut konseling aktif. Selain konseling aktif
dapat juga konseling terjadi jika pasien datang untuk berkonsultasi kepada apoteker untuk
mendapatkan penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan obat dan
pengobatan, bentuk konseling seperti ini disebut konseling pasif.
1. Tujuan Dan Manfaat Konseling
1.1 Tujuan Konseling
Tujuan Umum:
 Meningkatkan keberhasilan terapi
 memaksimalkan efek terapi
 meminimalkan resiko efek samping
 Meningkatkan cost effectiveness
 Menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi
Tujuan Khusus:
 Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dengan pasien
 Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
 Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obatnya
 Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan dengan penyakitnya
 Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.
 Mencegah atau meminimalkan Drug Related Problem
 Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan masalahnya sendiri dalam hal
terapi
 Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
 Membimbing dan mendidik pasien dalam menggunakan obat sehingga dapat mencapai
tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien
1.2 Manfaat Konseling
1) Bagi pasien
 Menjamin keamanan dan efektifitas pengobatan
 Mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakitnya
 Membantu dalam merawat atau perawatan kesehatan sendiri
 Membantu pemecahan masalah terapi dalam situasi tertentu
 Menurunkan kesalahan penggunaan obat
 Meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi
 Menghindari reaksi obat yang tidak diinginkan
 Meningkatkan efektivitas & efisiensi biaya kesehatan
2) Bagi Apoteker
 Menjaga citra profesi sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan.
 Mewujudkan bentuk pelayanan asuhan kefarmasian sebagai tanggung jawab profesi
apoteker.
 Menghindarkan apoteker dari tuntutan karena kesalahan penggunaan obat (
Medication error )
 Suatu pelayanan tambahan untuk menarik pelanggan sehingga menjadi upaya dalam
memasarkan jasa pelayanan
1.3 Prinsip Dasar Konseling
Prinsip dasar konseling adalah terjadinya kemitraan atau korelasi antara pasien dengan
apoteker sehingga terjadi perubahan perilaku pasien secara sukarela.
Pendekatan Apoteker dalam pelayanan konseling mengalami perubahan model pendekatan
Hal- hal yang perlu diperhatikan oleh apoteker :
Medical Model Helping Model
1. Pasien passive 1. Pasien terlihat secara aktif
2. Dasar dari kepercayaan 2. Kepercayaan di dasarkan dari
hubungan pribadi yang berkembang
setiap saat
3. Menggali semua masalah dan memilih
cara pemecahan masalah
4. Pasien mengembangkan rasa percaya
dirinya untuk memecahkan masalah
5. Hubungan setara ( seperti teman )
“Mengerti kebutuhan, keinginan, dan pilihan dari pasien”
(1) Menentukan Kebutuhan konseling tidak terjadi bila pasien datang tanpa ia sadari apa yang
dibutuhkannya. Seringkali pasien datang tanpa dapat mengungkapkan kebutuhannya,
walaupun sebetulnya ada sesuatu yang dibutuhkan. Oleh karena itu dilakukan pendekatan awal
dengan mengemukakan pertanyaan terbuka dan mendengar dengan baik dan hati-hati.
(2) Perasaan Apoteker harus dapat mengerti dan menerima perasaan pasien (berempati).
Apoteker harus mengetahui dan mengerti perasaan pasien (bagaimana perasaan menjadi orang
sakit) sehingga dapat berinteraksi dan menolong dengan lebih efektif. Beberapa bentuk
perasaan atau emosi pasien dan cara penanganannya adalah sebagai berikut : Frustasi:
membantu menumbuhkan rasa keberanian pasien untuk mencari alternatif jalan lain yang lebih
tepat dan meminimalkan rasa ketidaknyamanan dari aktifitas hariannya yang tertunda. Takut
dan cemas: membantu menjernihkan situasi apa yang sebenarnya ditakutinya dan membuat
pasien menerima keadaan dengan keberanian yang ada dalam dirinya Marah: mencoba jangan
ikut terbawa suasana marahnya, dan jangan juga begitu saja menerima kemarahannya tetapi
mencari tahu kenapa pasien marah dengan jalan mendengarkan dan berempati. Depresi:
usahakan membiarkan pasien mengekspresikan penderitaannya, membiarkan privasinya, tetapi
dengarkan jika pasien ingin berbicara. Hilang kepercayaan diri Merasa bersalah
1.4 Sasaran Konseling Pemberian konseling ditujukan baik untuk pasien rawat jalan maupun
pasien rawat inap. Konseling dapat diberikan kepada pasien langsung atau melalui perantara.
Perantara yang dimaksud disini adalah keluarga pasien, pendamping pasien, perawat pasien,
atau siapa saja yang bertanggung jawab dalam perawatan pasien. Pemberian konseling melalui
perantara diberikan jika pasien tidak mampu mengenali obat-obatan dan terapinya, pasien
pediatrik, pasien geriatrik.
1) Konseling Pasien Rawat Jalan Pemberian konseling untuk pasien rawat jalan dapat diberikan
pada saat pasien mengambil obat di apotik, puskesmas dan di sarana kesehatan lain. Kegiatan
ini bisa dilakukan di counter pada saat penyerahan obat tetapi lebih efektif bila dilakukan di
ruang khusus yang disediakan untuk konseling. Pemilihan tempat konseling tergantung dari
kebutuhan dan tingkat kerahasian / kerumitan akan hal-hal yang perlu dikonselingkan ke
pasien. Konseling pasien rawat jalan diutamakan pada pasien yang : Menjalani terapi untuk
penyakit kronis, dan pengobatan jangka panjang. (Diabetes, TBC, epilepsi, HIV/AIDS, dll )
Mendapatkan obat dengan bentuk sediaan tertentu dan dengan cara pemakaian yang khusus
Misal : suppositoria, enema, inhaler, injeksi insulin dll. Mendapatkan obat dengan cara
penyimpanan yg khusus. Misal: insulin dll Mendapatkan obat-obatan dengan aturan pakai yang
rumit,misalnya: pemakaian kortikosteroid dengan tapering down. Golongan pasien yang tingkat
kepatuhannya rendah, misalnya: geriatrik, pediatri. Mendapatkan obat dengan indeks terapi
sempit ( digoxin, phenytoin, dll ) Mendapatkan terapi obat-obatan dengan kombinasi yang
banyak(polifarmasi )
2) Konseling Pasien Rawat Inap Konseling pada pasien rawat inap, diberikan pada saat pasien
akan melanjutkan terapi dirumah. Pemberian konseling harus lengkap seperti pemberian
konseling pada rawat jalan, karena setelah pulang dari rumah sakit pasien harus mengelola
sendiri terapi obat dirumah. Selain pemberian konseling pada saat akan pulang, konseling pada
pasien rawat inap juga diberikan pada kondisi sebagai berikut: Pasien dengan tingkat kepatuhan
dalam minum obat rendah. Kadang-kadang dijumpai pasien yang masih dalam perawatan tidak
meminum obat yang disiapkan pada waktu yang sesuai atau bahkan tidak diminum sama sekali.
Adanya perubahan terapi yang berupa penambahan terapi, perubahan regimen terapi, maupun
perubahan rute pemberian.
1.5 Masalah dalam konseling
1) Penyebab ketidakpatuhan dalam penggunaan obat Beberapa penyebab dari ketidak patuhan
pasien dalam penggunaan obat dapat disebabkan karena faktor pasien sendiri maupun
faktorfaktor yang lain.
1. Faktor Penyakit Keparahan atau stadium penyakit, kadang orang yang merasa sudah lebih
baik kondisinya tidak mau meneruskan pengobatan. Lamanya terapi berlangsung, semakin lama
waktu yang diberikan untuk terapi, tingkat kepatuhan semakin rendah.
2. Faktor Terapi Regimen pengobatan yang kompleks baik jumlah obat maupun jadwal
penggunaan obat. Kesulitan dalam penggunaan obat, misalnya kesulitan menelan obat karena
ukuran tablet yang besar. Efek samping yang ditimbulkan, misalnya: mual, konstipasi, dll.
Rutinitas sehari-hari yang tidak sesuai dengan jadwal penggunaan obat
3. Faktor Pasien Merasa kurang pemahaman mengenai keseriusan dari penyakit dan hasil yang
didapat jika tidak diobati. Menganggap pengobatan yang dilakukan tidak begitu efektif Motivasi
ingin sembuh Kepribadian / perilaku, misalnya orang yang terbiasa hidup teratur dan disiplin
akan lebih patuh menjalani terapi Dukungan lingkungan sekitar / keluarga. Sosio-demografi
pasien : umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dll 4. Faktor Komunikasi Pengetahuan yang
kurang tentang obat dan kesehatan Kurang mendapat instruksi yang jelas tentang
pengobatannya. Kurang mendapatkan cara atau solusi untuk mengubah gaya hidupnya.
Ketidakpuasan dalam berinteraksi dengan tenaga ahli kesehatan. Apoteker tidak melibatkan
pasien dalam pengambilan keputusan.
2) Cara pendekatan dalam meningkatkan kepatuhan
1. Berkomunikasi dengan pasien
2. Informasi yang tepat
3. Strategi untuk mencegah ketidakpatuhan Berkomunikasi dengan pasien: Kepuasaan pasien
dalam berkomunikasi ara berkomunikasi yang baik (menumbuhkan pengertian betapa
pentingnya pengobatan ini) Berkomunikasi secara alamiah (ikut melibatkan pasien/ikut
berpartisipasi) dalam berinteraksi dan keputusan atau pemecahan masalah dibuat oleh pasien
sendiri. Komunikasi yang terbuka dan intensif Metode dalam berkomunikasi: verbal dan non
verbal Informasi yang tepat: Informasi berkaitan obat : kebenaran, instruksi yang lengkap
termasuk berapa banyak, kapan, berapa lama penggunaan obatnya dan bagaimana jika obat
lupa diminum. Informasi tentang penyakit, kapan dan bagaimana pemakaian obat akan
berguna. Informasi tentang efek samping Strategi untuk mencegah ketidakpatuhan: Apoteker
bekerjasama dengan dokter untuk mempermudah jadwal pengobatan dengan menurunkan
jumlah obat, menurunkan interval dosis perhari dan penyesuaian regimen dosis untuk
penggunaan terbaik pasien sehari-hari. Menyediakan alat bantu pengingat dan pengaturan
penggunaan obat, misalnya alarm, chart. Mengingatkan pasien dengan telepon atau surat
untuk pembelian (refill) obat kembali. Mengembangkan pengertian dan sikap mendukung di
pihak keluarga pasien dalam mengingatkan penggunaan obat. Metode pemberian motivasi
dalam menangani ketidakpatuhan: Jelaskan keuntungan dari penggunaan obat Tingkatkan
kewaspadaan pasien dari gejala penyakit yang diperlihatkan dan membutuhkan pengobatan.
Jelaskan bahwa pasien harus dapat mengevalusai dirinya sendiri Bantu pasien untuk
mengembangkan kepercayaan dirinya INFRASTRUKTUR KONSELING
1. Sumber Daya Manusia
Kegiatan konseling obat dilakukan oleh tenaga profesi dalam hal ini Apoteker yang
mempunyai kompetensi dalam pemberian konseling obat. Apoteker yang melaksanakan
kegiatan konseling harus memahami baik aspek farmakoterapi obat maupun teknik
berkomunikasi dengan pasien. Dalam mewujudkan pelayanan konseling yang baik maka
kemampuan komunikasi harus ditingkatkan. Ini penting agar terjalin komunikasi yang efektif
dan intensif antara apoteker dengan pasien .
Strategi komunikasi yang dapat dipakai oleh apoteker dalam melaksanakan konseling adalah
sebagai berikut:
1) Membantu dengan cara bersahabat:
Pasien yang pasif akan mempersulit apoteker untuk membuat kesepakatan dan
memberikan bantuan pengobatan. Sangat penting bagi apoteker untuk menciptakan suasana
yang bersahabat dengan pasien, ini akan mempengaruhi suasana hati pasien dan pasien
menjadi percaya kepada apoteker. Apoteker dapat memulai konseling dengan menyapa pasien
dengan namanya, memperkenalkan diri, memberikan sedikit waktu untuk pembicaraan umum
sebelum memulai pembicaraan tentang pengobatan. Selama konseling berlangsung maka
apoteker harus mendengarkan dengan sungguh-sungguh setiap perkataan pasien. Selain itu
apoteker juga harus memperhatikan bahasa tubuhnya agar pasien merasa lebih dihargai.
2) Menunjukkan rasa empati pada pasien:
Sangat penting adanya perasaan empati pada pasien selama sesi konseling dilakukan. Ketika
apoteker menunjukkan rasa empati maka pasien akan merasa apoteker peduli kepadanya.
Penting bagi apoteker untuk tahu tentang kebutuhan pasien, ketertarikan pasien, motivasi,
tingkat pendidikan agar dapat disesuaikan dengan informasi yang akan diberikan oleh apoteker.
Menunjukkan rasa empati berarti bahwa komunikasi berjalan dengan baik.
3) Kemampuan nonverbal dalam berkomunikasi:
Ada beberapa kemampuan nonverbal yang sangat membantu keberhasilan konseling
antara apoteker dan pasien, yaitu:
 Senyum dan wajah yang bersahabat, apoteker harus menunjukan perasaan yang
bahagia saat akan melakukan konseling, karena ekspresi wajah apoteker akan
mempengaruhi suasana hati pasien.
 Kontak mata, kontak mata langsung boleh terjadi 50% sampai 75% selama sesi
konseling.
 Gerakan tubuh, harus dilakukan seefektif mungkin. Jika terlalu berlebihan kadang
akan mempengaruhi mood pasien. Sentuhan pada pasien juga kadang dibutuhkan
untuk membuatnya merasa tenang.
 Jarak antara apoteker dan pasien, jarak yang terlalu jauh membuat komunikasi
menjadi tidak efektif, begitu juga dengan jarak yang terlalu dekat. Sehinggga posisi
dan jarak duduk antara apoteker dan pasien diatur agar pasien merasa nyaman
 Intonasi Suara, selama komunikasi berlangsung intonasi suara apoteker harus
diperhatikan. Suara yang terlalu pelan atau keras membuat komunikasi menjadi
tidak efektif. Begitu juga dengan penekanan-penekanan kalimat yang dilakukan
 Penampilan apoteker yang bersih dan rapih membuat pasien merasa lebih nyaman.
2. Sarana Penunjang
Dalam melaksanakan kegiatan konseling dibutuhkan beberapa sarana untuk menunjang
kegiatan. Sarana yang dibutuhkan tergantung dari jumlah pelayanan, kapasitas kegiatan, dan
target yang ingin dicapai.
Sarana penunjang terdiri dari:
1) Ruang atau tempat konseling
Untuk melaksanakan kegiatan konseling yang efektif sebaiknya konseling tidak dilakukan
hanya di counter pada saat penyerahan obat, tetapi diruang khusus untuk konseling. Ruang
yang disediakan untuk konseling sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut:
 Tertutup dan tidak banyak orang keluar masuk, sehingga privacy pasien terjaga dan
pasien lebih leluasa menanyakan segala sesuatu tentang pengobatan.
 Tersedia meja dan kursi yang cukup untuk konselor maupun klien (pasien)
 Mempunyai penerangan yang cukup dan sirkulasi udara yang bagus
 Letak ruang konseling tidak terlalu jauh dari tempat pengambilan obat (apotik)
 Jika jumlah pasien banyak dan mempunyai beberapa tenaga Apoteker sebagai
konselor, sebaiknya ruang konseling lebih dari satu.
2) Alat Bantu Konseling
Agar konseling menjadi lebih efektif ada beberapa alat bantu yang dapat digunakan. Alat
bantu yang digunakan terdiri dari perlengkapan yang diperlukan oleh apoteker sebagai
konselor dalam melakukan konseling maupun alat bantu yang diberikan kepada pasien.
Perlengkapan Apoteker dalam melaksanakan konseling:
 Panduan konseling, berisi daftar (check list) untuk mengingatkan Apoteker point-
point konseling yang penting.
 Kartu Pasien, berisi identitas pasien dan catatan kunjungan pasien
 Literatur pendukung
 Brosur tentang obat-obat tertentu, memberikan kesempatan kepada pasien untuk
membaca lagi jika lupa.
 Alat peraga, dapat menggunakan audiovisual, gambar-gambar, poster, maupun
sediaan yang berisi placebo.
 Alat komunikasi untuk mengingatkan pasien untuk mendapatkan lanjutan
pengobatan.
Alat bantu yang diberikan kepada pasien:
Alat bantu pengingat pasien minum obat biasanya diperlukan pada pengobatan
penyakit kronis atau penyakit-penyakit lain yang membutuhkan terapi jangka panjang dan dan
memerlukan kepatuhan dalam penggunaannya. Misalnya: penggunaan analgesik untuk nyeri
kanker, penggunaan obat anti TBC, penggunaan obat anti retroviral, terapi stroke, diabetes, dll.
Alat bantu yang diberikan berupa:
 Kartu pengingat pengobatan, kartu ini diberikan Apoteker kepada pasien untuk
memantau penggunaan obat pasien. Pasien dapat memberikan tanda pada kartu
tersebut setiap harinya sesuai dengan dosis yang diterimanya. Kartu tersebut memuat
nama pasien, nama obat, jam minum obat, tanggal pasien harus mengambil (refill) obat
kembali.
 Pemberian Label, sebagian pasien membutuhkan bantuan untuk membaca label
instruksi pengobatan yang terdapat pada obatnya.
 Medication chart, berupa bagan waktu minum obat. Biasanya dibuat untuk pasien
dengan regimen pengobatan yang kompleks atau pasien yang sulit memahami regimen
pengobatan.
 Pil dispenser, akan membantu pasien untuk mengingat jadwal minum obat dan
menghindari kelupaan jika pasien melakukan perjalanan jauh dari rumah. Wadah pil
dispenser bisa untuk persediaan harian maupun mingguan.
 Kemasan penggunaan obat per dosis unit, pengemasan obat per unit dosis
membutuhkan peralatan yang mahal. Dapat dilaksanakan jika regimen pengobatan
terstandar dan merupakan program pemerintah.
KEGIATAN KONSELING
1. Proses Konseling
1.1 Penentuan Prioritas Pasien
Dalam kegiatan pelayanan kefarmasian sehari-hari, pemberian konseling tidak dapat
diberikan pada semua pasien mengingat waktu pemberian konseling yang cukup lama. Oleh
sebab itu diperlukan seleksi pasien yang perlu diberikan konseling. Seleksi pasien dilakukan
dengan penentuan prioritas pasien-pasien yang dianggap perlu mendapatkan konseling.
Prioritas pasien yang perlu mendapat konseling:
 Pasien dengan populasi khusus ( pasien geriatri, pasien pediatri, dll)
 Pasien dengan terapi jangka panjang (TBC, Epilepsi, diabetes, dll)
 Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (Penggunaan
kortikosteroid dengan ”tappering down” atau ”tappering off” )
 Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan indeks terapi sempit ( digoxin,
phenytoin, dll )
 Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan menjalankan terapi rendah.
1.2 Persiapan Dalam Melakukan Konseling
Untuk menerapkan suatu konseling yang baik maka Apoteker harus memiliki persiapan.
Apoteker sebaiknya melihat dahulu data rekam medik pasien. Ini penting agar apoteker dapat
mengetahui kemungkinan masalah yang terjadi seperti interaksi obat maupun kemungkinanan
alergi pada obat-obatan tertentu.
Selain itu apoteker juga harus mempersiapkan diri dengan informasi:
– informasi terbaru yang berhubungan dengan pengobatan yang diterima oleh pasien.
1.3 Pertanyaan Dalam Konseling
Pemilihan kalimat tanya merupakan faktor yang penting dalam mewujudkan
keberhasilan komunikasi. Pertanyaan yang digunakan sebaiknya adalah open-ended questions.
Dengan pertanyaan model ini memungkinkan apoteker memperoleh beberapa informasi yang
dibutuhkan dari satu pertanyaan saja. Pertanyaan dengan jawaban ”ya” atau ”tidak", sebaiknya
dihindari. Begitu juga dengan pertanyaan yang berasal dari pendapat Apoteker. Open-ended
questions akan menghasilkan respon yang memuaskan sebab pertanyaan ini akan memberikan
informasi yang maksimal. Kata tanya sebaiknya dimulai dengan ”bagaimana” atau ”mengapa”.
1.4 Tahapan Konseling
1. Pembukaan
Pembukaan konseling yang baik antara apoteker dan pasien dapat menciptakan
hubungan yang baik, sehingga pasien akan merasa percaya untuk memberikan informasi
kepada Apoteker.
Apoteker harus memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum memulai sesi konseling.
Selain itu apoteker harus mengetahui identitas pasien (terutama nama) sehingga pasien
merasa lebih dihargai. Hubungan yang baik antara apoteker dan pasien dapat menghasilkan
pembicaraan yang menyenangkan dan tidak kaku. Apoteker dapat memberikan pendapat
tentang cuaca hari ini maupun bertanya tentang keluarga pasien.
Apoteker harus menjelaskan kepada pasien tentang tujuan konseling serta
memberitahukan pasien berapa lama sesi konseling itu akan berlangsung. Jika pasien terlihat
keberatan dengan lamanya waktu pembicaraan, maka apoteker dapat bertanya apakah
konseling boleh dilakukan melalui telepon atau dapat bertanya alternatif waktu/hari lain
untuk melakukan konseling yang efektif.
2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah
Pada sesi ini Apoteker dapat mengetahui berbagai informasi dari pasien tentang
masalah potensial yang mungkin terjadi selama pengobatan. Pasien bisa merupakan pasien
baru ataupun pasien yang meneruskan pengobatan.
a. Diskusi dengan pasien baru
Jika pasien masih baru maka Apoteker harus mengumpulkan informasi dasar tentang
pasien dan tentang sejarah pengobatan yang pernah diterima oleh pasien tersebut.
b. Diskusi dengan pasien yang meneruskan pengobatan
Pasien yang sudah pernah mendapatkan konseling sebelumnya, sehingga Apoteker hanya
bertugas untuk memastikan bahwa tidak ada perubahan kondisi maupun pengobatan baru yang
diterima oleh pasien baik yang diresepkan maupun yang tidak diresepkan.
c. Mendiskusikan Resep yang baru diterima
 Apoteker harus bertanya apakah pasien pernah menerima pengobatan sebelumnya.
Apoteker harus bertanya pengobatan tersebut diterima pasien dari mana, apakah dari
Apoteker juga, atau dari psikiater dan lain sebagainya. Jika pasien pernah menerima
pengobatan sebelumnya maka dapat di tanyakan tentang isi topik konseling yang pernah
diterima oleh pasien tersebut.
 Apoteker sebaiknya bertanya terlebih dahulu tentang penjelasan apa yang telah diterima
oleh pasien . Ini penting untuk mempersingkat waktu konseling dan untuk menghindari
pasien mendapatkan informasi yang sama yang bisa membuatnya merasa bosan atau
bahkan informasi yang berlawanan yang membuat pasien bingung. Diskusi ini juga
harus dilakukan dengan katakata yang mudah diterima oleh pasien sesuai denga tingkat
sosial - ekonomi pasien.
 Regimen pengobatan, pasien harus diberitahu tentang guna obat dan berapa lama
pengobatan ini akan diterimanya. Pada tahap ini Apoteker juga harus melihat kecocokan
dosis yang diterima oleh pasien sehingga pengobatan menjadi lebih optimal.
 Kesuksesan pengobatan, pasien sebaiknya diberitahukan tentang keadaan yang akan
diterimanya jika pengobatan ini berhasil dilalui dengan baik.
d. Mendiskusikan pengulangan resep dan pengobatan:
 Kegunaan pengobatan, Apoteker diharapkan memberikan penjelasan tentang guna
pengobatan yang diterima oleh pasien serta bertanya tentang kesulitan-kesulitan apa
yang dihadapi oleh pasien selama menerima pengobatan.
 Efektifitas pengobatan, Apoteker harus mengetahui efektifitas dari pengobatan yang
diterima oleh pasien. Apoteker harus bertanya pada pasien apakah pengobatan yang
diterima telah membantu keadaan pasien menjadi lebih baik.
 Efek samping pengobatan, Apoteker harus mengetahui dengan pasti efek samping
pengobatan dan kemungkinan terjadinya efek samping kepada pasien tersebut. Pasien
sebaiknya diberitahukan kemungkinan tanda-tanda efek samping sehingga pasien dapat
melakukan tindakan preventif terhadap keadaan tersebut.
3. Diskusi untuk mencegah atau memecahkan masalah dan mempelajarinya.
Setiap alternatif cara pemecahan masalah harus didiskusikan dengan pasien. Apoteker
juga harus mencatat terapi dan rencana untuk monitoring terapi yang diterima oleh pasien. Baik
pasien yang menerima resep yang sama maupun pasien yang menerima resep baru, keduanya
harus diajak terlibat untuk mempelajari keadaan yang memungkinkan tercipta masalah. Sehingga
masalah terhadap pengobatan dapat diminimalisasi.
4. Memastikan pasien telah memahami informasi yang diperoleh.
Apoteker harus memastikan apakah informasi yang diberikan selama konseling dapat
dipahami dengan baik oleh pasien dengan cara meminta kembali pasien untuk mengulang
informasi yang sudah diterima. Dengan cara ini pula dapat diidentifikasi adanya penerimaan
informasi yang salah sehingga dapat dilakukan tindakan pembetulan.
5. Menutup diskusi
Sebelum menutup diskusi sangat penting untuk Apoteker bertanya kepada pasien apakah
ada hal-hal yang masih ingin ditanyakan maupun yang tidak dimengerti oleh pasien. Mengulang
pernyataan dan mempertegasnya merupakan hal yang sangat penting sebelum penutupkan sesi
diskusi, pesan yang diterima lebih dari satu kali dan diberi penekanan biasanya akan diingat oleh
pasien.
6. Follow-up diskusi
Fase ini agak sulit dilakukan sebab terkadang pasien mendapatkan Apoteker yang
berbeda pada sesi konseling selanjutnya. Oleh sebab itu dokumentasi kegiatan konseling perlu
dilakukan agar perkembangan pasien dapat terus dipantau.
1.5 Aspek konseling yang harus disampaikan kepada pasien
1. Deskripsi dan kekuatan obat
Apoteker harus memberikan informasi kepada pasien mengenai:
a. Bentuk sedian dan cara pemakaiannya.
b. Nama dan zat aktif yang terkandung didalamnya
. c. Kekuatan obat (mg/g).

2. Jadwal dan cara penggunaan


Penekanan dilakukan untuk obat dengan instruksi khusus seperti ”minum obat sebelum
makan”, ”jangan diminum bersama susu” dan lain sebagainya. Kepatuhan pasien tergantung
pada pemahaman dan perilaku sosial ekomoninya.
3. Mekanisme kerja obat
Apoteker harus mengetahui indikasi obat, penyakit/gejala yang sedang diobati sehingga
Apoteker dapat memilih mekanisme mana yang harus dijelaskan, ini disebabkan karena banyak
obat yang multi-indikasi. Penjelasan harus sederhana dan ringkas agar mudah dipahami oleh
pasien
4. Dampak gaya hidup
Banyak regimen obat yang memaksa pasien untuk mengubah gaya hidup. Apoteker
harus dapat menanamkan kepercayaan pada pasien mengenai manfaat perubahan gaya hidup
untuk meningkatkan kepatuhan pasien.
5. Penyimpanan
Pasien harus diberitahukan tentang cara penyimpanan obat terutama obat-obat yang
harus disimpan pada temperatur kamar, adanya cahaya dan lain sebagainya. Tempat
penyimpanan sebaiknya jauh dari jangkauan anak-anak.
6. Efek potensial yang tidak diinginkan
Apoteker sebaiknya menjelaskan mekanisme atau alasan terjadinya toksisitas secara
sederhana. Penekanan penjelasan dilakukan terutama untuk obat yang menyebabkan
perubahan warna urin, yang menyebabkan kekeringan pada mukosa mulut, dan lain
sebagainya. Pasien juga diberitahukan tentang tanda dan gejala keracunan.
DOKUMENTASI
Pendokumentasian adalah hal yang perlu dilakukan dalam setiap kegiatan pelayanan
farmasi. Pendokumentasian berguna untuk evaluasi kegiatan dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan. Dalam pelayanan konseling obat kegiatan pendokumentasian sangat diperlukan.
Tujuan pendokumentasian pelayanan konseling obat adalah:
 Mendapatkan data / profil pasien
 Mengetahui riwayat penyakit pasien
 Memantau kepatuhan pasien dalam berobat
 Mengevaluasi pemahaman pasien tentang pengobatan
 Menyediakan data jika terjadi tuntutan pada kesalahan penggunaan obat
 Menyediakan data untuk evaluasi kegiatan kefarmasian.
 Menyediakan data untuk evaluasi terapi
Pendokumentasian dapat berupa kartu konseling yang berisi data pasien dan kegiatan
konseling yang dilakukan dan buku besar pencatatan kegiatan untuk mencatat volume
kegiatan. Dalam pendokumentasian perlu dicantumkan petugas yang melaksanakan konseling.
EVALUASI
Evaluasi kegiatan pelayanan kefarmasian ditujukan untuk mengukur kemampuan dalam
pelayanan dan mencari upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan.
Evaluasi dalam konseling obat terdiri dari dua kegiatan, yaitu:
1. Evaluasi Kegiatan Pelayanan
Bertujuan untuk melihat kapasitas pelayanan dan meningkatkan kinerja petugas yang
memberikan konseling (konselor). Evaluasi kegiatan ini dapat dilakukan dengan menganalisis
data yang ada dari kegiatan konseling yang sudah dilakukan maupun dengan melakukan
wawancara kepada pasien. Dalam melakukan wawancara dapat dibuat kuesioner sebagai alat
pengumpul data.
Hal-hal yang didapatkan dalam evaluasi adalah:
 Kapasitas kegiatan ( jumlah pasien, jumlah kasus, dll )
 Macam kegiatan konseling ( rujukan dokter, pasien aktif bertanya, kelompok pasien
tertentu, dll )
 Untuk pengobatan penyakit kronis, perlu dihitung jumlah pasien yang rutin berobat
dan jumlah pasien drop out pengobatan
 Proses perubahan perilaku pasien sebagai hasil dari konseling
 Pendapat pasien tentang kegiatan konseling (dlm bentuk kuisioner)
 Pendapat pasien tentang petugas konseling ( konselor )/kuisioner
 Waktu tunggu/lamanya pelayanan konseling
h. Infrastruktur dalam kegiatan konseling (kebijakan, protap, SDM dll)
2. Evaluasi Kepatuhan Pasien Dalam Pengobatan.
Kegiatan ini lebih bersifat pengamatan pada masing-masing pasien. Dengan mempunyai
dokumen yang berisi riwayat pengobatan pasien, apoteker yang memberikan konseling dapat
melakukan pengamatan apakah pasien patuh dalam menjalani pengobatan. Apoteker dapat
mengambil tindakan untuk memperbaiki kepatuhan pasien dalam melaksanakan pengobatan.
Kegiatan ini Sangat bermanfaat pada pengobatan penyakit kronis.
Beberapa pengamatan yang dapat dilakukan adalah:
1. Menghitung waktu pengulangan pemberian/perolehan obat (refill)
2. Menghitung jumlah obat yang tersisa pada saat pengulangan pemberian/perolehan
obat ( refill )
3. Mewawancara pemahaman pasien tentang cara penggunaan obat (dosis, cara minum
obat, waktu minum obat, dll )
4. Menanyakan kepada pasien apakah gejala penyakit yang timbul berkurang atau hilang,
atau ada perbaikan dari kondisi sebelumnya.
Hasil evaluasi pada masing-masing pasien dapat digunakan sebagai data keberhasilan
kegiatan konseling obat, oleh karena itu pada kartu konseling harus memuat data-data yang
dapat dipakai untuk mengukur efektivitas kegiatan konseling.

Anda mungkin juga menyukai