Anda di halaman 1dari 20

RESIKO MENINGITIS BAKTERI PADA ANAK USIA 6-11 BULAN

DENGAN KEJANG DEMAM SIMPLEKS PERTAMA : STUDI


RETROSPEKTIF, CROSS-SECTIONAL, DAN OBSERVASIONAL
Romain Guedj, MD, Helene Chappuy, MD, PhD, Luigi Titomanlio, MD, PhD,
Thanh-Van Trieu, MD, Sandra Biscardi, MD, Gisele Nissack-Obiketeki, MD,
Beatrice Pellegrino, MD, Oussama Charara, MD, Francois Angoulvant, MD, PhD,
Thierry Billette De Villemeur, MD, Corinne Levy, MD, Robert Cohen, MD, Jean
Baptiste Armengaud, MD, and Ricardo Carbajal, MD, PhD

ABSTRAK
 Tujuan: Pedoman nasional dan internasional sangat heterogen tentang perlunya
melakukan Lumbal Pungsi (LP) pada anak-anak di bawah usia 12 bulan
dengan kejang demam simpleks pertama. Kita memperkirakan resiko
meningitis bakteri pada anak usia 6-11 bulan dengan kejang demam simpleks
pertama.
 Metode: Penelitian retrospektif ini dilakukan di tujuh unit gawat darurat
pediatrik di wilayah Paris, Prancis. Kunjungan pasien berusia 6-11 bulan untuk
kejang demam simpleks pertama dari Januari 2007 hingga Desember 2011
dianalisis. Meningitis bakteri secara berurutan dicari untuk 1) menganalisis
data bakteriologis pada saat kunjungan, 2) mencari data dari kunjungan kedua
ke rumah sakit setelah kunjungan indeks, dan 3) menelepon orang tua anak
untuk menentukan evolusi gejala setelah kunjungan indeks. Bayi yang hilang
dari follow up ini ditelusuri dalam database nasional meningitis bakterial.
 Hasil: Dari total 1.183.487 kunjungan di tujuh unit gawat darurat pediatrik,
116.503 untuk anak-anak usia 6-11 bulan. Dari ini, 205 kunjungan adalah
untuk kejang demam simpleks pertama. LP dilakukan pada 61 pasien (29,8%).
Hasil meningitis bakterial telah diketahui untuk 168 (82%) kunjungan. Tidak
ada bakteri meningitis ditemukan di antara pasien-pasien ini (95% confidence
interval = 0%-2,2%). Tidak ada satu pun dari 37 bayi yang hilang dari follow
up yang terdaftar di database nasional karena mengalami meningitis bakterial.
 Kesimpulan: Di antara anak-anak antara usia 6 dan 11 bulan dengan kejang
demam simpleks pertama, resiko meningitis bakteri sangat rendah. Hasil ini
harus mendorong nasional dan internasional untuk mengembangkan atau
mengesahkan pedoman yang membatasi LP rutin pada pediatrik.

1
Kejang demam terjadi pada 2%-5% dari anak-anak di Eropa dan Amerika
Utara. Didefinisikan sebagai kejang yang terjadi pada anak usia 6 bulan hingga 5
tahun, dalam konteks demam, tanpa riwayat kejang yang diprovokasikan atau
infeksi SSP. Karena kejang dalam konteks demam mungkin terkait dengan
meningitis bakteri, memutuskan apakah lumbal pugsi (LP) harus dilakukan pada
anak-anak yang mengalami kejang demam mungkin merupakan sebuah tantangan,
terutama pada bayi di bawah usia 12 bulan yang dimana klinis meningitis bakteri
yang kurang spesifik.
Karena takut akan meningitis bakteri yang tersembunyi, pada tahun 1970-
an dan awal 1980-an, LP dilakukan pada 67% hingga lebih dari 90% anak-anak
yang mengalami kejang demam. The United Kingdom and American Academy of
Pediatrics (AAP) guidelines yang diterbitkan pada tahun 1991 dan 1996, masing-
masing, menyarankan bahwa LP sistematis dilakukan pada bayi di bawah usia 12
bulan dengan kejang demam simpleks. Meskipun kontroversi masih ada, hasil dari
beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa resiko meningitis bakteri pada anak
dengan kejang demam simpleks pertama dan tanpa tanda-tanda klinis lain yang
terkait dengan meningitis sangat rendah. Pedoman AAP, mereka menyatakan
bahwa pada bayi antara usia 6 hingga 12 dengan kejang demam simpleks pertama,
LP adalah pilihan ketika anak belum menerima imunisasi terjadwal Haemophilus
influenzae Tipe b (Hib) atau Streptococcus pneumoniae atau ketika status
imunisasi tidak bisa ditetapkan. Kekuatan evidance ini adalah "level D" (pendapat
ahli dan laporan kasus). Tidak ada petunjuk internasional lain yang mengatakan
LP itu tidak wajib atau bahkan tidak perlu pada bayi usia kurang dari 12 bulan
dengan kejang demam simpleks pertama. Sementara itu, tingkat LP sangat
bervariasi dalam konteks ini di berbagai negara dan pusat.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memperkirakan resiko
meningitis bakteri pada anak-anak berusia 6 hingga 11 bulan dengan kejang
demam simpleks pertama dan tanpa tanda-tanda klinis lain yang terkait meningitis
setelah pengenalan imunisasi Hib dan S. pneumoniae. Tujuan kedua adalah untuk
menentukan praktik klinis mengenai kejang demam simpleks.

2
METODE
Desain Studi
Merupakan penelitian kohort retrospektif. Disetujui oleh komite etika
lokal untuk perlindungan subjek manusia, dan pengumpulan data terkomputerisasi
yang telah disetujui oleh French Data Protection Authority (CNIL). Studi ini telah
terdaftar di Clinical Trials (NCT01694524).

Studi dan Populasi


Kami meninjau secara retrospektif rekam medis semua kunjungan pasien
berusia 6 hingga 11 bulan dan 29 hari di tujuh unit gawat darurat pediatrik di
wilayah Paris Prancis antara Januari 2007 dan Desember 2011. Kunjungan ke
tujuh unit gawat darurat pediatrik ini mewakili 36% dari kunjungan ke semua 26
unit gawat darurat pediatrik wilayah Paris. Total populasi ini pada tahun 2010
adalah 12,6 juta penduduk. Di Perancis, imunisasi Hib dan S. pneumoniae
diperkenalkan pada tahun 1992 dan 2006, masing-masing, dan tingkat cakupan
imunisasi nasional masing-masing lebih tinggi dari 95% dan 90%, masing-
masing. Jadwal imunisasi di Prancis ditampilkan di Data Supplement S1 (tersedia
sebagai informasi dukungan dalam versi online dari makalah ini).
Kunjungan yang memenuhi syarat jika pasien datang ke unit gawat darurat
pediatrik dalam 24 jam setelah kejang demam simpleks pertama dan tidak
menunjukkan tanda-tanda klinis yang terkait meningitis (misalnya, iritabilitas,
kaku kuduk, purpura, hipotoni, fontanela menonjol). Kunjungan pasien dengan
riwayat medis kejang (febris atau afebris), dengan kondisi yang diketahui terkait
dengan peningkatan risiko kejang (misalnya malformasi cerebri, sindrom genetik,
trauma dalam 24 jam sebelumnya), atau predisposisi meningitis bakteri (terapi
imunosuppresi,dll.) dieksklusikan.

Protokol Penelitian
Kejang demam simpleks didefinisikan sebagai episode general,
berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam 24 jam. Kunjungan
indeks didefinisikan sebagai kunjungan yang termasuk dalam penelitian. Tujuh
unit gawat darurat pediatrik menggunakan perangkat lunak catatan medis

3
elektronik (EMR) yang sama, Urqual. Semua kunjungan dengan menggunakan
EMR dievaluasi.
Pemilihan kunjungan dilakukan dalam tiga langkah (Gambar-1). Pertama,
semua kunjungan pasien usia 6 hingga 11 bulan dengan potensi kejang
diidentifikasi dengan alat pencarian informatika yang menggunakan ekspresi
reguler (urutan karakter yang membentuk pola pencarian) memungkinkan
pencarian, di semua bidang EMR, dari daftar kata kunci ("kejang," "kejang
demam," "klonik," "tonik," "gemetar," "tersentak," dan "kedutan") dan kesalahan
ejaannya. Alat ini mengecualikan catatan yang berisi kata-kata di bidang riwayat
medis masa lalu dan dalam bentuk negatif. Proses lengkap dijelaskan dalam Data
Supplement S2 (tersedia sebagai informasi pendukung dalam versi online
makalah ini). Metodologi ini sudah ada dilaporkan oleh Kimia dkk. Kedua, salah
satu penulis (RG) meninjau secara manual catatan yang diambil untuk
mengidentifikasi kunjungan pasien yang mengalami kejang demam dan tidak
memenuhi kriteria eksklusi (kecuali kecurigaan klinis meningitis bakteri dan
riwayat medis kejang demam yang dipandang pada langkah ketiga). Ketiga, dua
asisten penelitian bukan pekerja kesehatan menganalisis catatan yang dipilih
menggunakan kuesioner terstandarisasi yang diurutkan (demografi, riwayat,
klinis, laboratorium, dan data keluaran) untuk menentukan populasi penelitian,
yaitu, kunjungan pasien yang datang dengan kejang demam simpleks pertama dan
tanpa tanda-tanda klinis yang terkait dengan meningitis. Populasi sampel dibagi
secara acak dalam dua kelompok dan masing-masing kelompok ditugaskan untuk
satu asisten peneliti. Salah satu penulis (RG) secara acak melakukan suatu kualitas
jaminan cek ganda pada 10% kasus untuk memastikan kedua asisten mengikuti
detail instruksi. Asisten penelitian tidak mengetahui tujuan penelitian. Mereka
mengidentifikasi keberadaan atau tidak adanya daftar kata dalam catatan pasien
(Data Tambahan S3, tersedia sebagai informasi pendukung di versi online dari
makalah ini).
Hasil
Hasil utama adalah proporsi meningitis bakteri didiagnosis hingga 1
minggu setelah kejang demam simpleks pertama. Meningitis bakteri pertama kali
dicari dengan menganalisis data bakteriologis pada saat kunjungan. Jika informasi

4
ini tidak tersedia, kami mencari data kunjungan ke rumah sakit setelah kunjungan
indeks melihat apakah diagnosis meningitis bakteri tercatat, dan akhirnya jika
tidak satu pun dari kedua sumber ini informasi tersedia, kami menelepon orang
tua si anak untuk menentukan evolusi setelah kunjungan indeks. Ketika LP telah
dilakukan, meningitis bakteri didefinisikan sebagai 1) pertumbuhan bakteri di
cairan serebrospinal (CSF), 2) pleositosis CSF dan pertumbuhan bakteri dari
spesimen darah apa pun, atau 3) tes aglutinasi lateks positif di CSF. Pleositosis
CSF didefinisikan sebagai leukosit pada CSF > 4 sel per mm. Koreksi untuk CSF
yang terkontaminasi darah adalah: corrected CSF WBC count = CSF WBC count
- (CSF jumlah eritrosit / 700).
Karena potensi bias, perancu, dan populasi hilang tinggi dalam penelitian
retrospektif ini, dua tambahan pendekatan nasional digunakan untuk
meningkatkan ketajaman dan keandalan hasil. Pertama, untuk memastikan bahwa
bayi yang hilang dari follow-up belum pernah terlihat di rumah sakit lain dengan
diagnosis meningitis bakteri, kami mengirim permintaan ke jaringan French
Active Surveillance ("Aktif") untuk mengkonfirmasi bahwa bayi yang hilang dari
follow-up belum terdaftar dalam database mereka dengan diagnosis meningitis
bakteri. Jaringan ini didirikan pada tahun 2001 oleh Kelompok Studi Bakteri
Meningitis dan telah memonitor fitur dan evolusi bakteri meningitis di Perancis.
Semua rumah sakit diundang untuk menyatakan kasus meningitis bakteri ke
jaringan pengawasan ini. Mereka melakukannya dengan mengisi formulir untuk
setiap kasus yang diamati. Satu studi memperkirakan pada tahun 2002 bahwa
kelengkapan database ini untuk meningitis pneumokokus adalah 61% (95%
confidence interval [CI] = 60% hingga 66%) Pasien yang meninggal karena
meningitis bakteri juga dinyatakan. Kami mengevaluasi keluwesan registrasi
dengan memverifikasi dalam kelompok yang berbeda dari anak-anak berusia 6
hingga 11 bulan yang mengalami kejang demam kompleks jika mereka memiliki
meningitis bakteri dalam tujuh unit gawat darurat pediatrik yang berpartisipasi
selama masa studi di database Aktif. Pendekatan epidemiologis digunakan untuk
memastikan hubungan releabilitas hasil. Kami menyebutnya "strategi terbalik";
yaitu, kami mengidentifikasi semua anak usia 6 hingga 11 bulan yang disajikan
kepada tujuh unit gawat darurat pediatrik selama periode yang sama dan memilih

5
mereka yang memiliki diagnosa (ICD-10) dari “meningitis bakteri.” Kami
kemudian membuat mereka yang meningitis dikonfirmasi secara bakteriologis.
Kami mencari di catatan bayi-bayi ini jika kejang demam simpleks bukan
merupakan fitur sebelum evolusi mereka.

Ukuran sampel
Kami menghipotesiskan bahwa proporsi meningitis bakteri akan menjadi
0% dan kami menargetkan 95% CI 0 hingga 2,5%. Untuk mencapai angka-angka
ini, kami menghitung 146 bayi berusia kurang dari 12 bulan dan datang dengan
kejang demam simpleks. Berdasarkan plot sampel, kami memperkirakan bahwa
kami membutuhkan seluruh sampel 1.000.000 kunjungan ke unit gawat darurat
pediatrik. Agar bisa meramalkan kesimpulan ke pengaturan yang berbeda, kami
memutuskan untuk memasukkan pasien dari rumah sakit pediatrik universitas,
rumah sakit umum universitas, dan rumah sakit mengajar umum. Semua rumah
sakit yang berpartisipasi harus memiliki EMR yang sama.. Setelah
mengidentifikasi rumah sakit yang menggunakan EMR yang sama, kami hitung
bahwa sampel yang diinginkan akan diperoleh dengan 5 tahun kunjungan ke tujuh
ED pediatrik: dua rumah sakit pediatrik universitas, dua rumah sakit umum
universitas, dan tiga rumah sakit mengajar umum.

Analisis data
Data dilaporkan sebagai sarana untuk variabel berkelanjutan dan sebagai
proporsi untuk variabel kategori. LP, pleositosis, dan tingkat meningitis bakteri
diberikan sebagai proporsi dengan 95% CI dihitung dengan menggunakan
binomial distribusi. Metode yang tepat dari Clopper-Pearson. Tes chi-square
digunakan untuk membandingkan pasien dengan dan tanpa LP. Data dimasukkan
ke dalam database (EpiData Entry, versi 3). Analisisnya adalah dengan SPSS,
versi 18, dan dengan R. The STROBE metodologi digunakan untuk melaporkan
hasil. Nilai p dari <0,05 dianggap signifikan secara statistik.

HASIL

6
Dari 2007 hingga 2011, ada 1.183.487 kunjungan di tujuh ED yang
berpartisipasi, termasuk 116.503 kunjungan untuk anak usia 6 hingga 11 bulan.
Pencarian informatika alat diidentifikasi, pada langkah pertama, 2.034 kunjungan
dengan kemungkinan kejang (Gambar 1). Di langkah kedua, manual review
menghasilkan 347 kunjungan untuk kejang demam. Dari ini, analisis standar dari
catatan dikecualikan 142 kunjungan (106 kejang demam kompleks, 15 riwayat
kejang demam sebelumnya, 21 kecurigaan klinis meningitis bakteri). Dengan
demikian, 205 kunjungan disimpan untuk analisis akhir. Karakteristik deskriptif
dari 205 kunjungan adalah ditunjukkan pada Tabel 1. Tujuh puluh enam persen
pasien (155 dari 205) adalah 9 bulan atau lebih tua.
Lumbal Pungsi (LP)
Lumbal pungsi dilakukan pada 61 kasus (29,8%, 95% CI = 23,6% hingga
36,5%) dan CSF diperoleh. Lima puluh tujuh CSF (93,4%) jelas, tiga (5,0%)
bernoda darah, dan satu (1,6%) adalah opalesen. Jumlah sel rata-rata dalam CSF
adalah 1 per mm 3 (rentang interkuartil = 0 hingga 4; rentang = 0 hingga 26 / mm
3 ). Pleositosis diamati pada 11 CSF (18,0%, 95% CI = 9,4% hingga 30,0%).
Salah satu dari 11 pasien ini menerima antibiotik oral sebelum datang unit gawat
darurat pediatrik; dia memiliki evolusi yang lancar tanpa terapi antimikroba lebih
lanjut.

7
Total kunjungan anak-anak
usia 0-18 tahun di tujuh ED
Januari 2007-Desember 2011 Kunjungan eksklusi oleh EMR n = 1.687
N = 1,183,487
Kegagalan alat pencarian untuk mendeteksi
bentuk negatif atau riwayat 495
Total kunjungan bayi usia 6- Alat pencarian untuk mendeteksi kata dalam
11 bulan konteks lain* 386
N = 166,503 Bukan kejang† 258
Kejang pertama tanpa demam 230
Langkah pertama Riwayat epilepsi 108
Riwayat penyakit neurologis 94
Kunjungan bayi dengan
Kejang demam> 24 jam sebelum ke ED 46
kemungkinan kejang
Karakteristik kejang tidak dilaporkan‡ 44
N = 2,034
Kejang dalam konteks trauma 23
Anak-anak dengan imunosupresi 2
Langkah kedua
Anak dengan hiperinsulinisme 1
Kunjungan bayi usia 6-11
bulan dengan kejang demam
N = 347
Kunjungan eksklusi oleh n = 142
Langkah ketiga
Kejang demam kompleks 106
Riwayat medis kejang demam 15
Populasi penelitian Kecurigaan klinis meningitis 21
Kunjungan untuk kejang • iritabilitas 8
demam simpleks pertama • mengerang menangis 3
tanpa tanda klinis meningitis • purpura 2
N = 205 • kantuk berlebihan 2
• hypotonia 1
• pemeriksaan neurologis tidak normal 1
• kekakuan leher 1
• hypotonia, purpura dan menangis terus-
menerus 1
• hypotonia dan menangis terus-menerus 1
• fontanela bulging 1

Gambar 1. Pemilihan kunjungan yang diinklusikan dalam penelitian. *Sebagai


contoh: "risiko kejang" dalam EMR. †Menggigil, dll. ‡Orang tua yang tidak
berbahasa Perancis, data tidak mencukupi. EMR = rekam medis elektronik.

8
Tabel 1.
Karakteristik Deskriptif dari 205 Kunjungan Bayi Usia 6 - 11 Bulan Dengan
Kejang Demam Simpleks Pertama di Tujuh Unit Gawat Darurat Pediatrik bulan
Januari 2007-Desember 2011
Karakteristik N (%)
Pusat
-A 56(27,3)
-B 26(12,7)
-C 29(14.1)
-D 24(11,7)
-E 27(13.2)
-F 22(10.7)
-G 21 (10.2)
Tahun kunjungan
- 2007 29(14.1)
- 2008 38(18,5)
- 2009 39(19.0)
- 2010 54(26,3)
- 2011 45(22.0)
Male 113 (55,1)
Umur (bulan), rata-rata (±SD) 9,4(±1,5)
Distribusi umur
- 6-8 bulan 50 (24,4)
- 9-11 bulan 155 (75,6)
Dokumentasi status imunisasi
- Tidak ada informasi pada EMR 127 (62.0)
- Diupdate 72 (35,1)
- Tidak diupdate 6 (2.9) *
Pasien memiliki antibiotik sebelum 24 (11,7)
kunjungan ke ED
Disposisi setelah kunjungan ED
- Pulang 89 (43,4)
- Rawat Inap 116 (56,6)

Data dilaporkan sebagai n (%). N = 205.


Rumah sakit pediatrik universitas, A dan E; rumah sakit umum universitas, C dan
D; rumah sakit umum untuk mengajar, B, F, dan G. *Termasuk 4 pasien tanpa
vaksinasi pneumokokus. EMR = rekam medis elektronik.

9
Kejang demam simpleks pertama
tanpa tanda-tanda klinis meningitis
N = 2051

Lumbar pungsi?

ya tidak

N = 61 N = 144
CSF steril 61
Pleocytosis * 11
Meningitis bakteri 0 Kunjungan kedua

ya tidak

N = 84 N = 60
Meningitis bakteri 0

Melalui telepon
ya tidak

N = 23 N = 37
Meningitis bakteri 0

Tak satu pun dari


Proporsi bakteri meningitis: 0 diantara 168 bayi pasien ini ditemukan
yang dapat dinilai 0% (95% CI = 0%-2,2%) di database Nasional

Gambar 2. Resiko meningitis bakteri pada usia 6-11 bulan yang mengunjungi
tujuh unit gawat darurat pediatrik Januari 2007- Desember 2011 dengan kejang
demam simpleks pertama. *> 4 leukosit per mm3 dalam CSF; median jumlah sel
di CSF dari 11 pasien ini adalah 6 sel per mm3. †Empat dari pasien ini dirawat di
rumah sakit selama kurang dari 7 hari dan tidak menunjukkan tanda-tanda
meningitis. CSF = cairan serebrospinal.

10
Resiko Meningitis Bakteri
Tidak ada pertumbuhan bakteri yang diamati di salah satu dari 61 CSF
(0%, 95% CI = 0,0 hingga 5,9%). Kultur darah dilakukan pada 4 dari 11 pasien
dengan pleositosis. Baik pertumbuhan bakteri dari spesimen darah maupun tes
aglutinasi lateks di CSF positif pada salah satu dari 11 pasien dengan pleositosis.
Hasil meningitis bakteri dipastikan untuk 168 dari 205 kunjungan (82,0%;
Gambar2). Tidak ada meningitis bakteri yang ditemukan di antara pasien; dengan
demikian, proporsi meningitis bakteri 0% (95% CI = 0% hingga 2,2%). Tak satu
pun dari 37 bayi yang hilang dari follow up kami terdaftar di database Aktif
memiliki meningitis bakteri. Keandalan yang baik dari database Aktif diverifikasi
karena keempat kasus meningitis bakteri pada anak usia 6 hingga 11 bulan
dengan kejang demam kompleks selama periode studi yang sama dalam tujuh unit
gawat darurat pediatrik yang berpartisipasi. Mengenai strategi kebalikannya, tidak
ada satupun 10 kunjungan pasien yang diagnosis meningitis bakteri dan yang
dikonfirmasi oleh data bakteriologis memiliki riwayat kejang demam simpleks.
Perbedaan Manajemen Lintas Pusat
Tabel 2 menunjukkan karakteristik kunjungan oleh pusat. Jenis kelamin
dan usia tidak berbeda secara signifikan di antara pusat. Tingkat penerimaan
rumah sakit dan LP secara signifikan berbeda di antara pusat-pusat, mulai dari
20,8% hingga 92,3% (p <0,001) dan dari 4,8% menjadi 54,5% (p = 0,001),
masing-masing.
LP Menurut Pasien dan Karakteristik Pusat
Lumbal Pungsi lebih sering dilakukan di anak-anak yang lebih muda dan
di rumah sakit umum, dan anak-anak dengan LP lebih sering dirawat di rumah
sakit (Tabel 3).

11
Tabel 2
Karakteristik Deskriptif oleh berbagai centre dari 205 Kunjungan Pasien usia 6-
11 bulan dengan Kejang Demam Simpleks Pertama di 7 Unit Gawat Darurat
Pediatrik Januari 2007-Desember 2011.
A B C D E F G p-
Karakterisitik
n=56 n=26 n=29 n=24 n=27 n=22 n=21 value
J. Kelamin: 25 18 18 12 15 13 12
0.5
Laki-laki (44.6) (69.2) (62.1) (50.0) (55.6) (59.1) (57.1)
10 9 10 10 9 10
10
Usia (bulan), (8.75– (9.0– (8.0– (9.0– (8.0– (9.0–
(9.0– 0.5
median (IQR) 11.0) 10.5) 11.0) 11.0) 10.0) 11.0)
11.0)

11 12 12
LP 9 (16.1) 8 (33.3) 8 (29.6) 1 (4.8) 0.001
(42.3) (41.4) (54.5)
15 24 26 13 15 18
Rawat Inap 5 (20.8) <0.001
(26.8) (92.3) (89.7) (48.1) (68.2) (85.7)
Kunjungan
ED 2007-2011
367,591 133,986 133,246 148,069 214,706 9, 017 93,872
0-18 Tahun
39,475 12,465 13,765 13,898 21,105 9,245 6,550
6-11 bulan
Data dilaporkan sebagai n (%). N = jumlah kunjungan berdasarkan senter; n =
jumlah pasien dengan karakteristik yang sesuai; p = chisquare test untuk variabel
kualitatif dan uji Kruskal-Wallis untuk variabel kuantitatif. Rumah sakit pediatrik
universitas: A dan E; rumah sakit umum universitas: C dan D; rumah sakit umum
mengajar: B, F, dan G. IQR = kisaran interkuartil; LP = lumbal pungsi.

12
Tabel 3
Karakteristik Basal dan Lumbal Pungsi
Jumlah Kunjungan Dengan
Karakteristik p-value*
dilakukannya LP, n / N (%)
Total 61/205 (29.8) [23.6–36.5]
Jenis Kelamin :
Perempuan 25/92 (27.2) 0.5
Laki-laki 36/113 (31.9)
Usia :
6-8 bulan 30/50 (60.0) <0.001
9-11 bulan 31/155 (20.0)
Kunjungan ED :
Tahun 2007 11/29 (37.9) 0,9
Tahun 2008 10/38 (26.3)
Tahun 2009 12/39 (30.8)
Tahun 2010 16/54 (29.6)
Tahun 2011 12/45 (26.7)
Pasien dengan antibiotik
sebelum kunjungan ke ED :
Ya 7/24 (29.2) 0,9
Tidak 54/181 (29.8)
Tipe senter :
Pediatrik 17/84 (20.2) <0.05
Umum 44/121 (36.4)
Rawat Inap :
Tidak 10/89 (11.2) <0.001
Ya 51/116 (44.0)
n = jumlah kunjungan dengan dilakukannya LP; N = jumlah kunjungan untuk
kejang demam pertama; % = rasio antara n dan N [95% CI]. *Tes chi-square

Rumah sakit anak: rumah sakit A dan E. LP = lumbal pungsi.

13
DISKUSI
Untuk yang terbaik dari pengetahuan kita ini adalah studi multicenter
orang Eropa pertama yang secara khusus menilai risiko meningitis bakteri pada
bayi usia 6 hingga 11 bulan yang datang ke unit gawat darurat pediatrik dengan
kejang demam simpleks pertama dan tanpa tanda-tanda klinis yang menunjukkan
adanya meningitis. Ini mewakili kohor terbesar yang dipublikasikan dalam
kelompok usia ini. Kami tidak menemukan kasus meningitis bakteri di antara 168
bayi untuk hasilnya langsung dapat dipastikan; dengan demikian, perkiraan
risikonya 0% (95% CI = 0,0% hingga 2,2%). Hanya pedoman AAP 2011 tidak
lagi merekomendasikan LP rutin pada anak yang divaksinasi pada usia 6 hingga
12 bulan dengan kejang demam simpleks. Pedoman lain masih menganjurkan LP
rutin atau hospitalisasi. Pedoman yang dikeluarkan pada tahun 2010 di wilayah
British Columbia di Kanada sangat mendorong praktik LP pada bayi kurang dari
12 bulan. Panduan NICE tahun 2011 di Inggris Raya direkomendasikan bahwa
semua anak kurang dari 18 bulan harus dirawat karena mereka mungkin
mengalami meningitis tanpa adanya tanda-tanda klasik.
Pedoman AAP 2011 terutama didasarkan pada dua studi pusat tunggal
yang telah membahas masalah ini pada populasi pasca-Hib dan S. pneumoniae
pada era vaksinasi, yaitu dari tahun 2000. Kedua studi ini diterbitkan pada tahun
2009. Shaked et al. mempelajari 56 anak-anak di bawah usia 12 bulan dengan
kejang demam simpleks ke rumah sakit akademik di Amerika Serikat antara
Januari 2001 dan November 2005. LP dilakukan pada 28 pasien (50%) dan
meningitis bakteri tidak ditemukan (0%, 95% CI = 0,0% menjadi 12,3%). Kimia
dkk. meninjau grafik bayi usia 6 bulan hingga usia 18 bulan dengan kejang
demam simpleks pertama di sebuah rumah sakit akademis di Amerika Serikat
antara 1995 dan 2006. Dari 704 bayi yang diteliti, 188 orang kurang dari 12 bulan
usia dan 131 dari mereka (70%) dilakukan LP. Tidak ada meningitis bakteri yang
ditemukan (0%, 95% CI = 0,0% hingga 2,7%). Dari 704 bayi yang termasuk
dalam penelitian ini, 405 (58%) terlihat dari 2000 hingga 2006. Hasil dari dua
penelitian ini menunjukkan bahwa risiko meningitis bakteri sangat rendah pada
populasi ini. Namun, tinjauan sistematis baru-baru ini telah menunjukkan bahwa
interpretasi hasil ini harus dijadikan akun jumlah penting pasien yang hilang

14
untuk follow up saat di unit gawat darurat pediatrik. Informasi follow-up pada 28
dari 56 (50%) dan 57 dari 188 (30%) bayi di bawah usia 12 bulan yang tidak LP
di studi oleh Shaked et al. dan Kimia et al., masing-masing, dilewatkan, dan
dengan demikian orang mungkin berpendapat bahwa kita tidak tahu pasti apakah
mereka mengembangkan meningitis setelah keluar dari unit gawat darurat
pediatrik. Dalam penelitian ini kami berusaha mengurangi bias, melekat pada
penelitian retrospektif, secara sistematis mencari kunjungan kedua ke rumah sakit
kami setelah kunjungan indeks dan dengan menelepon orang tua ketika tidak ada
kunjungan kedua. Dengan demikian, hanya 37 dari 205 (18,0%) bayi yang hilang
untuk follow up awal kami. Selain itu, tidak satupun dari 37 bayi terdaftar dalam
meningitis bakteri database nasional. Karena itu, kami yakin bahwa tidak ada
satupun 205 bayi hadir dengan kejang demam simpleks pertama yang berkembang
meningitis bakteri sangat tinggi. Lebih lanjut, dengan menggunakan strategi
terbalik, kami menemukan bahwa tidak ada satupun 10 bayi berusia 6 hingga 11
bulan yang didiagnosa dengan meningitis bakterial di unit gawat darurat pediatrik
dan dikonfirmasi secara bakteriologis selama periode yang sama memiliki kejang
demam sebagai fitur sebelumnya. Ini memberi kita jaminan tambahan bahwa
meningitis bakteri adalah kejadian yang tidak mungkin pada kejang demam
simpleks pertama.
Interpretasi hasil penelitian dilakukan untuk hampir 40 tahun harus
mempertimbangkan apakah pasien terdaftar pasca Hib dan S. pneumoniae di era
vaksinasi, prevalensi imunisasi ini dalam populasi yang diteliti, tipe (simpleks
atau kompleks) kejang demam, dan usia termasuk anak-anak. Di 2002, tinjauan
sistematis berdasarkan 15 penelitian retrospektif yang dilakukan di negara "dunia
pertama" dari tahun 1977 hingga 1999 memperkirakan bahwa risiko maksimum
meningitis tersembunyi pada bayi di bawah usia 12 bulan yang datang dengan
kejang demam selama era prevaksinasi akan menjadi 0,44% (95% CI = 0 hingga
0,88%). Sebuah tinajauan sistematis dan meta-analisis termasuk pasien pada
tahuan 1969 hingga 2006 memperkirakan bahwa jumlah bayi dengan kejang
demam simpleks pertama diperlukan untuk melakukan LP adalah 388 untuk
mengidentifikasi satu kasus meningitis bakterial.

15
Hasil kami, serta akumulasi data dari era prevaksin dan postvaksin, dan
penurunan dari tingkat meningitis bakteri setelah vaksinasi Hib dan S.
pneumoniae , sangat kuat mendukung gagasan bahwa saat ini meningitis bakteri
tersembunyi pada bayi tanpa tanda-tanda klinis yang terkait dengan meningitis
sangat langka atau tidak ada. Dengan demikian, LP sistematis tampaknya tidak
perlu dalam konteks ini. Pilihan alternatif mungkin pengamatan unit gawat darurat
pediatrik 2 hingga 4 jam. Jelas, setiap kemerosotan dalam pemeriksaan klinis
harus cepat meminta penilaian ulang strategi manajemen, khususnya, kinerja LP.
Variasi yang luas dalam LP dan tingkat rawat inap mungkin karena pesan yang
bertentangan mengenai praktik LP dan rawat inap.
Hasil kami dapat digeneralisasi untuk dikembangkan serupa di negara
dengan cakupan imunisasi tinggi untuk Hib dan S. pneumoniae , tetapi hati-hati
dianjurkan saat mengekstrapolasikannya ke pengaturan di mana cakupan
imunisasi jauh lebih rendah. Sebuah penelitian terbaru, dilakukan di India, menilai
risiko meningitis pada episode pertama kejang demam pada 497 anak usia 6
hingga 18 bulan. LP dilakukan pada 199 (40%) bayi. Proporsi meningitis adalah
2,4% pada anak-anak dengan kejang demam pertama, 0,86% pada kejang demam
simpleks, dan 4,81% pada kejang demam kompleks.

KETERBATASAN
Karena desain retrospektif, tidak semua bayi dengan kejang demam datang
ke unit gawat darurat pediatrik. Bias ini dikurangi dengan penyesuaian besar
identifikasi komputerisasi pasien yang memenuhi syarat potensial. Pendekatan ini
lebih sensitif daripada kunci yang terisolasi pencarian kata 9 atau pencarian
berdasarkan diagnosis. Kedua, kami tidak dapat langsung menentukan hasil 37
(18,0%) bayi. Namun, ketiadaan 37 bayi ini dalam registri nasional yang luas dari
meningitis bakteri. Ini membuatnya sangat tidak mungkin bahwa bayi-bayi ini
meningitis bakteri. Ketiga, karena ini adalah studi retrospectif, ada potensi risiko
bahwa kasus meningitis bakteri mungkin secara tidak sengaja dikecualikan selama
proses seleksi oleh pengetahuan tentang hasil dari LP. Risiko potensial ini dibatasi
oleh

16
fakta bahwa dokumentasi klinis digunakan untuk memilih pasien dilakukan oleh
pekerja non-kesehatan yang tidak tahu tujuan penelitian dan siapa yang
menggunakannya kuisioner terstandarisasi yang diurutkan. Keempat, kami telah
menggunakan pendekatan klinis untuk menilai asosiasi antara kejang demam
simpleks dan meningitis bakteri dengan menentukan proporsi meningitis bakteri
dalam sekelompok bayi yang datang ke unit gawat darurat pediatrik dengan
kejang demam simpleks; pendekatan yang lebih epidemiologi telah menilai
hubungan ini dengan menentukan proporsi kejang demam simpleks pada bayi
dengan meningitis bakteri. Kami menganggap ini dua pendekatan saling
melengkapi. Pendekatan juga memungkinkan kami untuk menentukan praktik
klinis mengenai bayi yang datang ke unit gawat darurat pediatrik dengan kejang
demam simpleks dan untuk memperkirakan proporsi bayi yang akan mendapat
manfaat dari perubahan potensial praktik.

KESIMPULAN
Penelitian kami menunjukkan bahwa meningitis bakteri adalah suatu
kejadian tak terduga pada anak usia 6 hingga 11 bulan dengan kejang demam
simpleks pertama dan dengan demikian memperkuat pedoman seperti American
Academy of Pediatrics untuk membatasi lumbal pungsi. Hasil ini harus
memungkinkan masyarakat ilmiah nasional lainnya untuk mengembangkan atau
mendukung panduan yang lumbal pungsi rutin pada bayi usia 6 hingga 11 bulan
dengan kejang demam simpleks pertama. Semua ini harus berkontribusi pada
manajemen yang dihomogenisasi praktek secara luas.
Kami berterima kasih kepada Quantmetry, Colin Gentile, dan Helene
Rosselet untuk membantu selama pengumpulan data. Kami berterima kasih
kepada Guigoz, “le Groupe de Recherches Epidémiologiques en Pédiatrie, "dan"
le Groupe de Pédiatrie Générale ”untuk memberikan hibah penelitian kepada
salah satu dari mereka penulis (RG) untuk menyelesaikan studi ini. Kami juga
berterima kasih kepada Pr Mercier, Pr Epaud, Pr De Pontual, Dr Foucaud, Dr
Armengaud, dan Dr Chalvon untuk menyambut dan partisipasi dari departemen
mereka dalam penelitian ini.

17
TELAAH KRITIS JURNAL

2.1 PICO
2.1.1 Patient Of Problem
Anak berusia 6-11 bulan yang berobat ke ke bagian gawat darurat pediatri
sebanyak 205 pasien. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
memperkirakan resiko meningitis bakteri pada anak-anak berusia 6 hingga 11
bulan dengan kejang demam simpleks pertama dan tanpa tanda-tanda klinis
meningitis yang mencolok.
2.1.2 Intervention
Tidak terdapat intervensi dalam penelitian ini.
2.1.3 Compare
Penelitian ini hanya terfokus pada kemungkinan terjadinya meningitis
bakterial pada kejang demam simpleks anak usia 6-11 bulan, yang dinilai dari 2
kelompok yaitu kelompok yang dilakukan LP dan kelompok yang tidak dilakukan
LP.
2.1.4 Outcome
a. Hasil Primer
Dari 205 kunjungan dengan kejang demam simpleks pertama. Tidak ada
meningitis bakteri ditemukan di antara pasien-pasien ini (95% confidence interval
= 0%-2,2%).
b. Hasil Sekunder
Sebanyak 61 (52%) pasien kejang demam simpleks menjalani lumbal pungsi.
Hasil lumbal pungsi tersebut menunjukkan tidak ada pasien yang mengalami
meningitis bakterialis..

2.2 VIA
2.2.1 Validity
a. Metode Penelitian
Metode penelitian ini berupa kohort retrospektif.
b. Sumber Data

18
Sumber data didapat dari rekam medis elektronik.
c. Waktu Penelitian
Lama waktu penelitian ini adalah 60 Bulan (dari Januari 2007 hingga Desember
2011).
d. Subyek Penelitian
Populasi penelitian adalah anak usia 6-11 bulan dengan kejang demam simpleks
pertama yang datang berobat ke tujuh unit gawat darurat pediatrik wilayah Paris,
Prancis.
e. Kualitas Data
Terjamin melalui pemantauan dan telah disetujui oleh komite etika lokal untuk
perlindungan subjek manusia, dan pengumpulan data terkomputerisasi yang telah
disetujui oleh French Data Protection Authority (CNIL). Studi ini telah terdaftar
di Clinical Trials (NCT01694524).
f. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menilai adanya kemungkinan meningitis bakterial
dan kebutuhan tindakan lumbal pungsi pada anak dengan kelompok usia tersebut
dengan kejang demam simpleks pertama tanpa adanya gejala meningitis yang
mencolok.
g. Analisa Statistik
Data dilaporkan sebagai sarana untuk variabel berkelanjutan dan sebagai proporsi
untuk variabel kategori. LP, pleositosis, dan tingkat meningitis bakteri diberikan
sebagai proporsi dengan 95% CI dihitung dengan menggunakan binomial
distribusi. Metode yang tepat dari Clopper-Pearson. Tes chi-square digunakan
untuk membandingkan pasien dengan dan tanpa LP. Nilai p dari <0,05 dianggap
signifikan secara statistik.
h. Program
Data dimasukkan ke dalam database (EpiData Entry, versi 3). Analisisnya adalah
dengan SPSS, versi 18, dan dengan R. The STROBE metodologi digunakan untuk
melaporkan hasil.
2.2.2 Important
Berdasarkan parameter American Academy of Pediatrics (AAP) pada
tahun 1991 dan 1996, lumbal pungsi disarankan pada anak usia < 12 bulan karena.

19
Namun, karena insidensi meningitis yang rendah, angka lumbal pungsi pada
kejang demam telah berkurang. Sehingga, penelitian ini dapat memberi masukan
mengenai kebutuhan lumbal pungsi pada pasien kejang demam simpleks, dan
menilai resiko meningitis bakteri pada anak-anak berusia 6 hingga 11 bulan
dengan kejang demam simpleks pertama dan tanpa tanda-tanda klinis yang terkait
meningitis.
2.2.3 Applicable
Hasil penelitian ini dapat diterapkan pada pasien dengan kejang demam
simpleks di RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi, untuk menentukan apakah
pasien perlu dilakukan lumbal pungsi serta menilai ada tidaknya resiko
munculnya meningitis bakterial pada pasien kejang demam simpleks.

20

Anda mungkin juga menyukai