Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA REUMATIK

Nama Pembimbing: Elsye Rahmawaty,S.Kep,MKM

Kelompok 1/ Tingkat 2B Keperawatan

Nama Kelompok:

1. Alifa Fathiya Khairunnisa (P17120016041)


2. Andika Bhayangka (P17120016042)
3. Anggi Boy Siregar (P17120016043)
4. Anjani Putri Aprilia (P17120016044)
5. Ardian Bowo Laksono (P17120016046)
6. Arindita Putri Anti (P17120016047)
7. Ayuni Teja Sari (P17120016048)
8. Deyana Fidina Safitri (P17120016049)
9. Erika Tamara Dania (P17120016050)
10. Erlin Setianingsih (P17120016051)
11. Fadhillah Febriana (P17120016052)
12. Fani Pitrianingsih (P17120016053)
13. Firda Melinda (P17120016054)
14. Fitria Dwi P (P17120016055)

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta1


Jl. Wijaya Kusuma Raya No. 47-48 Cilandak Barat-Jakarta Selatan (12430)
Februari 2018

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-
Nya serta usaha yang dilakukan, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Reumatik Pada Lansia”. Telah banyak bantuan yang diberikan kepada kami baik dalam
bentuk moril maupun materil. Tanpa bantuan tersebut, makalah ini tidak dapat diwujudkan.
Untuk itu kami menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini terselesaikan dengan baik. Rasa terima kasih kami sampaikan terutama
kepada :
1. Ibu Ani Nuraini selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Jakarta 1.
2. Ibu Elsye selaku Koordinator Mata Kuliah Gerontik
3. Ibu Elsye selaku Dosen Pembimbing Makalah Gerontik
4. Orang tua yang telah banyak memberikan semangat, bantuan, doa, cinta dan kasih
sayangnya hingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
5. Teman-teman yang telah memberi motivasi serta saling mendukung kami
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik kepada semua pihak yang telah
disebutkan di atas. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
dengan harapan bahwa karya tulis ini akan menjadi semakin baik. Akhir kata, kami
mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna dan memperluas wawasan kita semua.
Atas segala perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

Jakarta, 27 Februari 2018

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................. iii
BAB I ........................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................................... 2
BAB II ....................................................................................................................................................... 3
TINJAUAN TEORITIS................................................................................................................................. 3
2.1 Definisi .......................................................................................................................................... 3
2.2 Etiologi .......................................................................................................................................... 6
2.3 Patofisiologi................................................................................................................................... 7
2.4 Komplikasi ................................................................................................................................... 10
2.5 Manifestasi Klinis ........................................................................................................................ 11
2.6 Pemeriksaan Diagnostik .............................................................................................................. 12
2.7 Penatalaksanaan ......................................................................................................................... 13
2.8 Terapi Obat ................................................................................................................................. 14
BAB III .................................................................................................................................................... 17
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................................................................ 17
3.1 Pengkajian ................................................................................................................................... 17
3.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................................................................... 20
3.3 Intervensi .................................................................................................................................... 20
3.4 Evaluasi ....................................................................................................................................... 22
BAB IV.................................................................................................................................................... 24
PENUTUP ............................................................................................................................................... 24
4.1 Kesimpulan.................................................................................................................................. 24
4.2 Saran ........................................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan dampak yang kompleks
terhadap kesejahteraan lansia. Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, jumlah
populasi usia lanjut (lansia) juga meningkat. Tahun 1999, jumlah penduduk lansia di
Indonesia lebih
kurang 16 juta jiwa. Badan Kesehatan Dunia, WHO, memperkirakan tahun 2025 jumlah
lansia di Indonesia 60 juta jiwa, mungkin salah satu terbesar di dunia. Dibandingkan
dengan jantung dan kanker, rematik boleh jadi tidak terlampau menakutkan. Namun,
jumlah penduduk lansia yang tinggi kemungkinan membuat rematik jadi keluhan favorit.
Penyakit otot dan persendian ini sering menyerang lansia, melebihi hipertensi dan
jantung, gangguan pendengaran dan penglihatan, serta diabetes (Health-News,2007).
Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin
meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada
semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem
muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya
beberapa golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering
menyertai usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah
osteoartritis. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan
meningkatnya usia manusia.
Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila
otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan
meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Namun usia lanjut
tidak selalu mengalami atau menderita reumatik. Bagaimana timbulnya kejadian reumatik
ini, sampai sekarang belum sepenuhnya dapat dimengerti.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah Asuhan Keperawatan Gerontik dengan
reumatik adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan rheumatoid artritis pada lansia?

1
2. Apa Etiologi, Patofisiologi, Komplikasi, Manifestasi Klinis serta Pemeriksaan
Diagnostik rheumatoid artritis yang terjadi pada lansia?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan Gerontik pada lansia dengan rheumatoid
artritis?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum tentang rheumatoid arthritis yang terjadi pada lansia.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian, etiologi, patofisiologi, serta tanda dan gejala yang terjadi
pada lansia penderita rheumatoid artritis.
b. Mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan gerontik yang sesuai diberikan
pada lansia dengan rheumatoid arthritis.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi
Penyakit reumatik merupakan suatu istilah tentang sekelompok penyakit (gabungan
atau lebih dari seratus penyakit) dengan manifestasi klinis berupa pembengkakan jringan
sekitar sendi dan tendon. Meskipun kelainan terutama terjadi pada sendi , penyakit
reumatik dapat pula mngenai jaringan ekstra-artikular. Dampak kejadian ini dapat
mengancam jiwa penderitanya atau hanya menimbulkan gangguan kenyamanan. Masalah
yang disebabkan oleh penyakit reumatik tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak
jelas pada mobilitas dan aktivitas hidup sehari-hari, tetapi juga efek sistemik yang tidak
jelas, dapat menimbulkan kegagalan organ dan kematian atau mengakibatkan masalah
seperti nyeri, keadaan mudah lelah, perubahan citra diri, serta gangguan tidur.
Istilah rheumatism berasal dari bahasa Yunani, rheumatismos yang berarti mucus,
suatu cairan yang dianggap jahat mengalir dari otak ke sendi dan struktur lain tubuh
sehingga menimbulkan rasa nyeri atau dengan kata lain, setiap kondisi yang disertai
kondisi nyeri dan kaku pada sistem muskuloskeletal disebut reumatik termasuk penyakit
jaringan ikat.
Rematik adalah penyakit yang menyerang sendi dan struktur jaringan sekitarnya
(tendon ligament, sinovia, otot sendi, dan tulang). Penyakit ini tidak terbatas menyerang
sendi bisa juga mengenai organ lain. Reumatik dapat dikelompokkan atas beberapa
golongan, yaitu :

1. Reumatik Sendi (Artikuler)

Reumatik yang menyerang sendi dikenal dengan nama reumatik sendi (reumatik
artikuler). Penyakit ini ada beberapa macam yang paling sering ditemukan yaitu:

2. Artritis Reumatoid

Merupakan penyakit autoimun dengan proses peradangan menahun yang tersebar


diseluruh tubuh, mencakup keterlibatan sendi dan berbagai organ di luar
persendian.Peradangan kronis dipersendian menyebabkan kerusakan struktur sendi yang
terkena. Peradangan sendi biasanya mengenai beberapa persendian sekaligus.Peradangan
terjadi akibat proses sinovitis (radang selaput sendi) serta pembentukan pannus yang

3
mengakibatkan kerusakan pada rawan sendi dan tulang di sekitarnya, terutama di
persendian tangan dan kaki yang sifatnya simetris (terjadi pada kedua sisi).Penyebab
Artritis Rematoid belum diketahui dengan pasti. Ada yang mengatakan karena
mikoplasma, virus, dan sebagainya. Namun semuanya belum terbukti. Berbagai faktor
termasuk kecenderungan genetik, bisa mempengaruhi reaksi autoimun. Bahkan beberapa
kasus Artritis Rematoid telah ditemukan berhubungan dengan keadaan stres yang berat,
seperti tiba-tiba kehilangan suami atau istri, kehilangan satu¬-satunya anak yang
disayangi, hancurnya perusahaan yang dimiliknya dan sebagainya. Peradangan kronis
membran sinovial mengalami pembesaran (Hipertrofi) dan menebal sehingga terjadi
hambatan aliran darah yang menyebabkan kematian (nekrosis) sel dan respon
peradanganpun berlanjut. Sinovial yang menebal kemudian dilapisi oleh jaringan
granular yang disebut panus. Panus dapat menyebar keseluruh sendi sehingga semakin
merangsang peradangan dan pembentukan jaringan parut. Proses ini secara perlahan
akan merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas (kelainan bentuk).

3. Osteoatritis

Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang belum
diketahui, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis, dan keluaran klinis yang
sama.Proses penyakitnya berawal dari masalah rawan sendi (kartilago), dan akhirnya
mengenai seluruh persendian termasuk tulang subkondrial, ligamentum, kapsul dan
jaringan sinovial, serta jaringan ikat sekitar persendian (periartikular). Pada stadium
lanjut, rawan sendi mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya fibrilasi, fisur,
dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi. Etiologi penyakit ini tidak diketahui
dengan pasti. Ada beberapa faktor risiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit
ini, yaitu : Usia lebih dari 40 tahun, Jenis kelamin wanita lebih sering, Suku bangsa,
genetik, kegemukan dan penyakit metabolik, cedera sendi, pekerjaan, dan olah raga,
kelainan pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lain-lain.

4. Atritis Gout

Penyakit ini berhubungan dengan tingginya asam urat darah (hiperurisemia) . Reumatik
gout merupakan jenis penyakit yang pengobatannya mudah dan efektif. Namun bila
diabaikan, gout juga dapat menyebabkan kerusakan sendi. Penyakit ini timbul akibat
kristal monosodium urat di persendian meningkat. Timbunan kristal ini menimbulkan
peradangan jaringan yang memicu timbulnya reumatik gout akut. Pada penyakit gout

4
primer, 99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik). Diduga berkaitan dengan
kombinasi faktor genetic dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan
metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat atau bisa juga
diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh. Penyakit gout
sekunder disebabkan antara lain karena meningkatnya produksi asam urat karena nutrisi,
yaitu mengkonsumsi makanan dengan kadar purin yang tinggi. Purin adalah salah satu
senyawa basa organic yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk
dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein. Produksi asam urat meningkat
juga bisa karena penyakit darah (penyakit sumsum tulang, polisitemia), obat-obatan
(alkohol, obatobat kanker, vitamin B12). Penyebab lainnya adalah obesitas (kegemukan),
penyakit kulit (psoriasis), kadar trigliserida yang tinggi. Pada penderita diabetes yang
tidak terkontrol dengan baik biasanya terdapat kadar benda-benda keton (hasil buangan
metabolisme lemak) yang meninggi. Benda-benda keton yang meninggi akan
menyebabkan asam urat juga ikut meninggi.

5. Reumatik Jaringan Lunak (Non-Artikuler)

Merupakan golongan penyakit reumatik yang mengenai jaringan lunak di luar sendi (soft
tissue rheumatism) sehingga disebut juga reumatik luar sendi (ekstra artikuler
rheumatism). Jenis – jenis reumatik yang sering ditemukan yaitu:

a. Fibrosis

Merupakan peradangan di jaringan ikat terutama di batang tubuh dan anggota gerak.
Fibrosis lebih sering ditemukan oleh perempuan usia lanjut, penyebabnya adalah faktor
kejiwaan

b. Tendonitis dan tenosivitis

Tendonitis adalah peradangan pada tendon yang menimbulkan nyeri lokal di tempat
perlekatannya. Tenosivitis adalah peradangan pada sarung pembungkus tendon.

c. Entesopati

Adalah tempat di mana tendon dan ligamen melekat pada tulang. Entesis ini dapat
mengalami peradangan yang disebut entesopati. Kejadian ini bisa timbul akibat
menggunakan lengannya secara berlebihan, degenerasi, atau radang sendi.

5
d. Bursitis

Adalah peradangan bursa yang terjadi di tempat perlekatan tendon atau otot ke tulang.
Peradangan bursa juga bisa disebabkan oleh reumatik gout dan pseudogout.

e. Back Pain

Penyebabnya belum diketahui, tetapi berhubungan dengan proses degenerarif diskus


intervertebralis, bertambahnya usia dan pekerjaan fisik yang berat, atau sikap postur
tubuh yang salah sewaktu berjalan, berdiri maupun duduk. Penyebab lainnya bisa akibat
proses peradangan sendi, tumor, kelainan metabolik dan fraktur.

f. Nyeri pinggang

Kelainan ini merupakan keluhan umum karena semua orang pernah mengalaminya.
Nyeri terdapat kedaerah pinggang kebawah (lumbosakral dan sakroiliaka) Yang dapat
menjalar ke tungkai dan kaki.

g. Frozen shoulder syndrome

Ditandai dengan nyeri dan ngilu pada daerah persendian di pangkal lengan atas yang bisa
menjalar ke lengan atas bagian depan, lengan bawah dan belikat, terutama bila lengan
diangkat keatas atau digerakkan kesamping

2.2 Etiologi
1. Usia lebih dari 40 tahun
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan adalah yang
terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan akibat penuaan saja.
Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda dengan perubahan pada
osteoartritis.
2. Jenis kelamin wanita lebih sering
Wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-laki lebih
sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan,
dibawah 45 tahun, frekuensi osteoartritis kurang lebih sama antara pada laki-laki dan
wanita, tetapi diatas usia 50 tahun (setelah menopause) frekuensi osteoartritis lebih
banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada
patogenesis osteoartritis.

6
3. Suku bangsa
Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masingn-masing suku bangsa. Hal ini
mungkin berkaitan dnegan perbedaan pola hidup maupun perbedaan pada frekuensi
kelainan kongenital dan pertumbuhan tulang.
4. Genetik
Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks
histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif.
Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relative 4 : 1 untuk menderita penyakit ini.
5. Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis, baik pada wanita maupun pria. Kegemukan ternyata tidak
hanya berkaitan dengan oateoartritis pada sendi yang menanggung beban berlebihan,
tapi juga dnegan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Olehkarena itu
disamping faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis),
diduga terdapat faktor lain (metabolit) yang berpperan pada timbulnya kaitan tersebut.
6. Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus berkaitan
dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Olahraga yang sering menimbulkan
cedera sendi yang berkaitan dengan resiko osteoartritis yang lebih tinggi.
7. Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan timbulnya
oateoartritis paha pada usia muda.
8. Kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko timbulnya
osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tidak
membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi.
Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek.

2.3 Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular,
eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi
menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi
membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub

7
chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi
kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan
kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan
fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan
tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari
persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya
serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan
pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain. terutama yang mempunyai faktor
rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang
progresif.
Cidera mikro vascular dan jumlah sel yang membatasi dinding sinovium merupakan lesi
paling dini pada sinovisis remotoid. Sifat trauma yang menimbulkan respon ini masih
belum diketahui. Kemudian, tampak peningkatan jumlah sel yang membatasi dinding
sinovium bersama sel mononukleus privaskular. Seiring dengan perkembangan proses
sinovium edematosa dan menonjol kedalam rongga sendi sebagai tonjolan-tonjolon
vilosa.
Pada penyakit Rematoid Artritis terdapat 3 stadium yaitu :
a. Stadium Sinovisis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi,
edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak dan
kekakuan.
b. Stadium Destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada
jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
c. Stadium Deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan
gangguan fungsi secara menetap.

8
Gambar 1.1 Pathway Rematik pada Lansia

9
2.4 Komplikasi
Kompliksai pada pasien rheumatoid arthitis dapat mempersingkat hidup beberapa tahun
pada beberapa individu, meskipun rheumatoid arthitis bersifat progesif dan tidak dapat
disembuhkan, tetaoi pada eberapa pasien penyakit ini secara bertahap menjadi kurang dan
ligamen serta terjadi perubahan bentuk, efeknya permanen.
Kecacatan dan nyeri sendi dalam kehidupan sehari-hari adalah hal yang umum. Sendi
yang terkena bisa menjadi cacat, kinerja tugas bahkan tugas biasa sekalipun mungkin
sangat sulit ataupun tidak mungkin. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi khualitas
hidup pasien. Selain itu rheumatoid arthitis adalah penyakit sistemik yang dapat
mempengaruhi bagian lain dari tubuh selain sendi. Efek ini meliputi:
1) Anemia: salah satu jenis anemia yang sering terjadi dengan penyakit inflamsi kronis,
seperti RA. RA dapat dikaitkan dengan jenis yang lain dari anemia, terkasud danemia
aplastik( kelainan darah yang terjadi ketika sumsum tulang belakang berhenti
memproduksi sel darah baru) dan anemia defisiensi besi (kondisi kekurangan nutrisi zat
besi yang mengakibatkan penurunan sel darah merah).
Ketika RA aktif, respon autoimun menyebabkan peradangan pada sendi dan jaringan lain.
Peradangan menurunkan produksi sel darah merah dengan menyebabkan pelepasan
protein yang dapat mempengaruhi bagaimana tubuh menggunakan zat besi. Peradangan
juga dapat mempengaruhi cara tubuh memproduksi erythopoiten, hormon yang
mengontrol prosduksi sel darah merah.
2) Infeksi: pasien dengan RA akan berisiko tinggi untuk terjadinya infeksi, yang
disebabkan dari mengkonsumsi obat imunosupresif akan lebih meningkatkan risiko.
3) Peradanga pada kelenjar mata dan mulut yang dapat meneyebabkan kekeringan pada
daerah daerah dan disebut sebagai sindom sjogren. Kekeringa dapat menyebabkan abrasi
kornea
4) Peradangan arthitis pada selaput paru (pleuritis) menyebabkan nyeri daa dengan
pernapasan dalam, sesak napas, atau batuk. Jaringan paru-paru itu sendiri juga dapat
menjadi meradang, bekas luka, dan kadang-kadang nodul peradang (nodul rematik)
berkembang dalam paru-paru.
5) Risiko terjadinya kelenjar getah bening kanker (limfoma) lebih tinggi pada pasien
dengan rheumatoid arthitis, terutama pada pasien pada mereka dengan peradangan sendi
aktif berkelanjutan. Benjolan dibawah kulit (nodul rematik) daoat terjadi sekitar siku dan
jari-jari ada tekanan sering. Meskpiun nodulnya tidak menimbulkan gejala, kadang

10
terjadinya infeksi. Saraf dapat menjadi terjepit di pergelanagan tangan menyebabkan
sindrom carpal tunnel.
6) Komplikasi serius yang jarang terjadi adalah peradangan pembuluh darah (vaskulitis).
Vaskulitis dapat mengganggu suplaindarah ke jaringan dan menyebabkan kematian
jaringan (nekrosis). Hal ini paling sering awalnya terlihat sebagai borok atau lesi kaki.

2.5 Manifestasi Klinis


1. Tanda dan Gejala
a. Awalnya, awitan gejala nonspesifik tidak kentara (kelelahan malaise, anoreksia,
demam derajat rendah yang menetap, penurunan berat badan, dan gejala artikular
samar, seperti pembengkakan serta kekuatan sendi yang terjadi setelah inktivitas.
b. Pada tahap lanjut penyakit, gejala artikular terlokalisasi, paling sering pada jari
bagian interfalangeal proksimal, metakarpofalangeal, dan sendi
metatarsofalangeal; biasanya terjadi bilateral dan simetris dan dapat meluas ke
pergelngan tangan, siku, lutut, sera pergelangan kaki.
c. Kekakuan siku ( setalah inaktivitas, khususnya ketika bangun pagi hari) nyeri
tekan dan kesakitan (pertama-tama terasa dengan gerakan, tetapi akhirnya bahkan
pada saat istirahat), serta penurunan fungsi sendi.

2. Gambaran Klinis

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada seseorang artritis reumaoid.
Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena
penyakit ini memiliki gambaran klinis yang bervariasi.

a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anreksia, berat badan menurun dan


demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
b. Poliartritis simetris terutama pada sendi periferr termasuk sendi-sendi di tangan,
namun biasanya tidak dapat melibatkan sendi-sendi inerfalang distal. Hampir
semua sendi diartrodial dapat terserang
c. Kekuatan di pagi hai selama lebih dari 1 jam dapat bersifat generalisata tetapi
terutama menyerang sendi-sendi. Kekuatan ini berbeda dengan kekuatan sendi
pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan
selalu kurang dari satu jam
d. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik,
peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi pada tepi tulang

11
e. Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau devisiasi jari, subluksasi sendi
metakapofalangeal, deformitas boutoniere dan leher angsa adalah beberapa
deformits tangan yang sering dijumpai. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan)
kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal sendi-sendi
yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan
bergerak terutama dalam melakukan gerakan ektensi.
f. Nodul-nodul reumatoid: adalah masa subkutan yang ditemukan pada sekitar
sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari
deformitas ini adalah bursaolekranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan
ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul
pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan
suatu petunjuk penyakit yang aktif dan lebih berat.
g. Manisfestasi ekstra-artikular: artiritis reumatoid juga dapat menyerang organ-
organ lain diluar sendi, jantung (perikarditis), paru-paru (pleurtis), mata, dan
pembuluh darah yang rusak.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Kritera yang dikembangkan oleh American Rheumatism Association dapat berfungsi
sebagai panduan untuk menegakkan diagnostik, akan tetapi kegagalan untuk memenuhi
kriteria ini terutama pada tahap awal penyakit tidak menyingkirkan diagnostik. Meskipun
tidak ada pemeriksaan yang dapat mendiagnostik atritis reumatoid secara pasti,
pemeriksaan diagnostik ini dapat digunakan :
a. Sinar-X menunjukkan demineralisasi tulang dan pembengkakan jaringan tulang pada
tahap awal. Kemudian, pemeriksaan ini membantu menetapkan luasnya permukaan
kartilago dan tulang, erosi, subluksasi, serta deformitas. Juga menunjukkan pola khas
abdormalitas ini, terutama keterlibatan simetris, meskipun tidak dapat disimpulkan
apakah ada pola khusus pada artritis reumatoid.
b. Uji faktor reumatoid postif pada 5% sampai 80% asien, seperti yang ditunjukkan dari
teter 1:160 atau lebih tinggi. Meskipun ada fakotr reumatoid tidak dapat memastikan
prognosis tersebut, pasien yang memiliki titer tinggi biasanya menderita penyakit yang
lebih berat dari progresif disertai manifestasi ekstra-artikular.

12
c. Analisis cairan sinovial menunjukkan peningkatan volume dan kekeruhan (turbiditas),
tetapi penurunan viskositas dan kadar komplemen (C3 dan C4). Hitung sel darah putih
sering melebihi 10.000/µl.
d. Elektroforesis protein serum menujukkan kenaikan kadar globulin serum.
e. Laju endapan eritrosit (ESR) meningkat pada 85% sampai 90% pasien. Karena
peningkatan ESR sering pararel dengan aktivitas penyakit, pemeriksaan ini dapat
membantu memantau respons pasien terhadap terapi (seperti pada uji protein C-reaktif).
f. Hitung darah lengkap biasanya menunjukkan anemia sedang dan leuksit ringan.

2.7 Penatalaksanaan
Penanganan memerlukan pendekatan multidisiplin untuk mengurangi nyari dan
inflamasi, menjaga kapasitas fungsi, memulihkan proses patologik, serta melakukan
perbaikan. Salisilat, terutama aspirin, merupakan bagian utama dari terapi karena obat ini
mengurangi inflamasi dan meredakan nyeri sendi. Obat anti inflamasi nonsteroid (seperti
indometasin, fenoprofen dan ibuprofen) juga dapat digunakan untuk mengatasi nyeri dan
inflamasi.
Terapi obat juga dapat mencakup antimalarial (hidroksikloroquin), garam emas,
penisilamin atau kortikosteroid (prednisone). Imunosupresan, seperti
siklofosfamida,metroteksat, dan azatioprin, dapat digunakan pada tahap awal penyakit.
Tindakan pendukung meliputi peningkatan tidur (8 sampai 10 jam setiap malam), periode
istirahat yang sering di antara aktivitas harian dan pembebatan untuk mengistirahatakan
sendi yang mengalami inflamasi (meskipun, terapi seperti kortikosteroid, imobilisasi
dapat menyebabakan osteoporosis). Program terapi fisik mencakup latihan rentang
pergerakan sendi dan latihan terapi yang dikhususkan setiap individu secara seksama
untuk mencegah kehilangan fungsi sendi serta penggunaan kompres panas untuk
membuat otot menjadi rileks dan meredakan nyeri. Penggunaan kompres panas
(berendam air hangat, mandi paraffin, kolam dengan pusaran air [whirlpool]) biasanya
sangat baik untuk pasien yang menderita penyakit kronis. Kompres es dapat digunakan
selama episode akut.
Intervensi pembedahan meiputi artoplasti reseksional kolumna tarsal dan ulnar distal serta
pemasangan prosthesis silastic antara sendi metakarpofalangeal dan interfalangeal
proksimal. Arthrodesis (fusi sendi) dapat menyebabakan stabilitas dan meredakan nyeri
tetapi juga dapat mengurangi mobilitas sendi. Sinovektomi (pengangkatan sinovium yang
berproliferasi dan rusak, biasanya pada pergelangan tangan, jari dan lutut) dapat

13
digunakan untuk menghentikan atau memperlambat jalannya penyakit. Osteotomy
(pemotongan tulang atau eksisi baji tulang) dapat menyegariskan permukaan sendi dan
menyalurkan kembali tekanan. Tendon yang lepas secara spontan membutuhkan
perbaikan bedah. Transfer tendon dapat mencegah deformitas atau meredakan kontraktur.
Rekonstruksi sendi atau artoplasti total mungkin perlu dilakukan pada tahap lanjut
penyakit.

2.8 Terapi Obat


1. Aspirin
Waktu perdarahan memanjang, gangguan G I, mual, dispepsia, anoreksia, ulkus, dan
hemoragi ; reaksi hipersensitivitas mulai dari urtikaria sampai anafilaksis, salisilisme
(toksisitas ringan ; tinitus, pusing, toksisitas sedang; gelisah, hiperpnea,
dellrium,letargi nyata; dan toksisitas berat; koma, kejang, hiperpne berat).

Intervensi Keperawatan :
1) Jangan berikan pada pasien yang termasuk menderita ulkus Gl, perdarahan,
atau hipersensitivitas.
2) Berikan dengan makanan, susu, antasida, atau sejumlah besar air untuk
mengurangi efek merugikan pada GI.
3) Pantau kadar salisilat.
4) Ajarkan pasien untuk mengurangi dosis, satu tablet pada waktu tersebut jika
terjadi tinnitus.
5) Ajarkan pasien untuk memperhatikan apakah ada tanda-tanda perdarahan ,
seperti memar, melena dan petekie.
2. Siklosporin
Netrotoksisitas (meningkatkan nitrogen urea darah [BUN] dan kadar kreatinin serum),
hipertensi, supresi sumsum tulang, mual, muntah, parestesia, nyeri tulang.

Intervensi Keperawatan :
1) Hindari pemakaian pada pasien yang menderita hipertensi sebelumnya atau
penyakit ginjal.
2) Pantau tekanan darah dengan ketat.
3) Pantau nitrogen urea darah [BUN] dan kadar kreatinin serum
4) Waspada terhadap kadar siklosporin yang dapat meningkat akibat obat lain
yang dimetabolisme oleh hati.
3. Fenoprofen, ibuprofen, naproxen, piroxicam sumac, dan tolmetin
Waktu perdarahan memanjang ; ketidaknormalansistem saraf pusat (sakit kepala,
mengantuk,gelisah, putting, tremor); gangguan GI, termasuk hermoragi dan ulkus
peptik; peningkatan BUN serta kadar enzim hati

Intervensi Keperawatan :
1) Jangan diberikan pada pasien yang menderita penyakit ginjal atau asma
dengan polip hidung

14
2) Gunakan dengan hati-hati pada pasien yang memiliki masalah GI atau
penyakit jantung dan pada pasien yang alergi terhadap obat anti-inflamasi
nonsteroid
3) Berikan dengan susu atau makanan untuk mengurangi efek merugikan pada
GI.
4) Beri tahu pasien bahwa efek terapi dapat tertunda selama 2 sampai 3 minggu.
5) Pantau fungsi ginjal, hati, dan pendengaran pada terapi jangka panjang.
Hentikan obat jika terjadi abnormalitas.
4. Emas (oral dan parenteral)
Dermatitis, pruritus,ruam, stomatitis, netrotoksisitas, diskrasiadarah, krisi nitritoid dan
dengan bentuk oral, distres GI serta diare

Intervensi Keperawatan :
1) Amati apakah ada krisis nitritoid (kemerahan kunang-kunang, berkering)
2) Periksa darah dan albumindalam urine pasien setiap dosis. Jika anda
mendapatkan hasil positif, tinda pemberian obat dan hubungi dokter
3) Tekankan pentingnya pemeriksaan lanjutan yang teratur, termasuk
pemeriksaan darah dan urine.
4) Untuk menghindari iritasi saraf lokal, campur obat dengan baik dan berikan
injeksi I,M, jauh kedalam bokong
5) Anjurkan pasien untuk tidak mengharapkan perbaikan selama 3 sampai6
bulan.
6) Instruksikan pasien untuk melaporkan ruam, memar, perdarahan, hematuria,
dan ulkus pada mulut.

5. Hidroksikloroquin
Diskrasia darah, iritasi GI , kekeruhan pada kornea, keratopati atau retinopati.

Intervensi Keperawatan :
1) Jangan diberikan pada pasien yang mengalami perubahan retina atau lapang
pandang
2) Gunakan dengan hati-hati pada pasien yang menderita penyakit hati, alkoholisme,
defisiensi, glukosa-6-fosfat dehidrogenase, atatu psoriasis
3) Lakukan hitung darah lengkap dan pemeriksaan fungsi hati sebelum terapi selama
terapi kronis. Pasien juga harus menjalani pemeriksaan oftalmologik teratur.
4) Berikan obat dengan makanan atau susu untuk mengurangi efek merugikan pada
GI
5) Peringtkan pasien bahwa mungkin akan mengalami pusing.

6. Metroteksat
Supresi sumsum tulang, stomatitis, mual, dan muntah, alopesia, nekrosis, tubular,
sirosis, fibrosis hati , dan hiperurikemia, infiltrat paru, diare,kemungkinan cenderung
ke enteritis hemoragi serta perforasi usus.

15
Intervensi Keperawatan :
1) Jika terjadi reaksi merugikan pada GI, anda mungkin perlu menghentikan
pemberian obat sesuai program
2) Berikan antuemetik, sesuai program, untuk mengendalikan mual dan muntah
3) Laporkan ruam, kemerahan, atau ulserasi di mulut dan reaksi merugikanpada paru
yang dapat menandakan komplikasi serius.
4) Pantau asam urat serum, kreatinin serum, dan kadar BUN pada pasien selama
terapi. Sesuai program, kurangi dosis jika kadar BUN mencapai 20 sampa 30
mg/dl atau kadar kreatinin serum mencapai 1,2 sampai 2 mg/dl. Hentikan
pemberian obat,sesuai program jikakadar BUN melebihi 30mg/dl atau kadar
kreatinin serum melebihi 2mg/dl

7. Prednison
Hiperglikemia, hipertensi, retensi cairan, penambahan berat badan, jerawat, katarak,
indigesti, kelemahan ototosteoporosis, perubahan status mental, insomnia, psikosis

Intervensi Keperawatan :
1) Anjurkan pasien untuk tidak berhenti meminum obat dengan tiba-tiba karena hal
ini dapat menyebabkan insufisiensi adrenal
2) Pantau kadar glukosa darah dan tekanan darah.

8. Sulfasalazin
Mual, muntah, nyeri abdomen, ruam, supresi sumsum tulang, sakit kepala, reaksi
hipersensitivitas.

Intervensi Keperawatan :
1) jangan berikan obat ini pada pasien yang diketahui alergi sulfa
2) pantau hitung darah lengkap, asam urat, dan kadar enzim hati pasien
3) peringatkan pasien untuk tidak meminum obat pada waktu yang sama dengan
antasida, karena dapat menghambat absorpsi obat ini

16
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengupulan data, baik subjektif atau objektif pada klien gangguan system muskoloskeletal
meliputi amnesia penyakit, pengkajian psikosoial, pemeriksaan diagnostic, dan pemeriksaan
fisik.
1. Anamnesis
a. Biodata pasien :
1) Nama
2) Jenis kelamin
3) Usia
4) Alamat
5) Agama
6) Bahasa yang digunakan
7) Status perkawinan
8) Pendidikan
9) Perkerjaan
10) Golongan darah
11) Nomor register
12) Tanggal masuk rumah sakit
13) Diagnosis medis
b. Riwayat penyakit sekarang
1) Tanyakan kepada klien tentang pekerjaan sekarang apakah pekerjaan yang
dilakukan merupakan pekerjaan berat yang berkaitan dengan angkat
mengangkat barang.
2) Tanyakan kepada klien apakah ada pemakaian obat-obatan reumatik dan
NSAID
3) Pertanyaan lebih diarahkan pada keluhan-keluhan, misalnya apakah pasien
merasa kaku atau nyeri pada persendian.
4) Tanyakan kepada klien bagaimana pola makan sebelum sakit dan selama sakit
5) Ajukan pertanyaan dengan menggunakan pola PQRST untuk mengetahui
apakah klien mengalami nyeri, bengkak, kakuan sendi, atau keluhan lain.
1. P : Provoking Incident = Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri,
contohnya peradangan
2. Q : Quality of Pain = Nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien,
contohnya bersifat menusuk
3. R : Region, Radiation, Relief = Nyeri menjalar atau menyebar dan
nyeri terjadi di sendi yang mengalami masalah.
4. S : Severity (Scale) of Pain = Nyeri yang dirasakan klien secara
subjektif antar skala 1-3 pada rentan skala pengukuran 0-4.

17
5. T : Time = berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari
c. Riwayat penyakit dahulu
1) Pada klien lansia, ajukan pertanyaan tentang apakah klien pernah atau sering
jatuh, baru saja mengalami patah tulang, sulit bergerak, dan bagaimana pola
aktivitasnya sehari-hari, apakah mampu melakukan sendiri atau perlu bantuan
orang lain
2) Tanyakan apakah klien pernah dirawat dengan masalah yang sama
3) Ajukan pertanyaan tentang apakah klien pernah mengalami cedera pada
tulang, persendian, atau otot
4) Tanyakan kepada klien apakah pernah dilakukan tindakan operasi pada tulang,
persendian, atau otot
d. Riwayat penyakit keluarga

Kaji tentang adakah keluarga dari generasi terdahulu yang mengalami keluhan
yang sama dengan klien

e. Riwayat psikososial
1) Kaji respon klien terhadap penyakit yang dialami klien
2) Kaji respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
keluarga maupun masyarakat
3) Tanyakan kepada klien apakah penyakit yang dialami klien memengaruhi
hobi, kesenangan, hubungan sosia, stress dan hubungan suami istri.
2. Pemeriksaan fisik
Di lingkungan rumah sakit atau rumah, perawat dapat mengidentifikasi perubahan
fungsional
a. B1 (Breathing).
1) Adanya nyeri pleuritis
2) Penurunan ekspansi dada
3) Dispnea menandakan keterkaitan prsoses inflamasi ekstraartikular
b. B2 (Blood)
1) Sering ditemukan keringat dingin dan pusing
2) Adanya pulsus perifer, terjadi gangguan pembulu darah atau edema yang
berkaitan dengan efek obat atau penyakit reumatik
c. B3 (Brain)
1) Adanya keluhan sakit kepala , karena artritis temporalis dan efek obat
2) Kepala : Lesi pada pipi / sublingual berkaitan dnegan vaskulitis dan efek obat
3) Mata : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtivitis diketahuo berhubungan
dengan inflamasi ekstra-artikular, berkaitan dengan penyakit spondylitis
ankilosan dan sindrom Reiter
d. B4 (Bladder)
Kadang ada keluhan dysuria karena spondylitis ankilosan dan sindrom Reiter
e. B5 (Bowel)
1) Peristaltik yang menurun menyebabkan perubahan defekasi yang menandakan
adanya kolitis ulseratif
18
2)Adanya keuhan mual, muntah
3)Nyeri abdomen
4)Efek penurunan mobilitas
5)Perubahan berat badan, disebabkan oleh erosi mukosa lambung akibat efek
obat remautik
f. B6 (Bone)
1) Amati kenormalan susunan tulang dan deformitas.
2) Amati adanya perubahan degenerasi pada sendi kemungkinan akan ditemukan
pengecilan, atroli, otot yang disebabkan oleh kurangnya penggunan obat
akibat inflamasi sendi.
3) Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan
4) Lakuakan palpasi tulang untuk mengetahui adanya edema dan nyeri tekan
5) Adanya gangguan mekanis dan fungsional pada sendi dengan manifestasi
nyeri bila menggerakkan sendi yang sakit. Serta mengalami kelemahan fisik.
g. Otot
1) Lakukan inspeksi ukuran otot, misalnya pada lengan dan paha. Bandingkan
satu sisi dengan sisi yang lain serta amati ada atau tidajnya atrofi maupun
hiprtofi.
2) Bila didapatkan perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan
menggunakan meteran.
3) Amati otot dan rendon yang ditunjukkan dengan malposisi suatu bagian tubuh.
4) Amati otot untuk mengetahui kemungkinan terjadi kontraksi abnormal dan
tremor
5) Lakukan palpasi otot pada saat istirahat untuk mengetahui tonus otot
6) Lakukan palpasi otot pada saat klien bergerak secara aktif dan pasif untuk
mengetahui adanya kelemahan (flaksiditas), kontraksi tiba-tiba secara
involunter (spastisitas), dan kehalusan gerakan
7) Uji kekuatan otot dengan menyuruh klien menarik atau mendorong tangan
pemeriksa serta bandingkan kekuatan otot anggota gerak kanan dan kiri.
Kekuatan otot juga dapat diuji dengan meminta klien menggerakan anggota
tubuh secara bervariasi (misalnya, menggerakan kepala atau tangan).
Normalnya klien dapat menggerakan anggota tubuh kea rah horizontal
terhadap gravitasi
8) Amati kekuatan suatu bagian tubuh dengan cara memberikan tahanan secara
resisten. Secara normal kekuatan otot dinilai dalam 5 tingkatan gradasi seperti
pada table dibawah ini.

Skala Kenormalan Ciri


Kekuatan (%)
0 0 Paralisis total
1 10 Tidak ada gerakan, terab/telihat adanya kontrasi otot
2 25 Gerakan otot penuh menentang gravitasi, dengan
sokongan
3 50 Gerakan normal menentang gravitasi
4 75 Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan

19
sedikit tahanan
5 100 Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan
tahanan penuh

h. Persendian
1) Inspeksi persendian untuk mengetahui adanya gangguan persendian
2) Lakukan palpasi persendian untuk mengetahui adanya nyeri tekan, gerakan,
bengkak, krepitasi, dan nodular.
3) Kaji rentangan gerak persendian (range of motioni)
4) Catat hasil pemeriksaan

3.2 Diagnosa Keperawatan


Kemungkinan masalah keperawatan yang akan muncul pada penyakit rematik yang
dialami lansia adalah:
1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/
proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan pada sendi dan penurunan
integritas tulang
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
4. Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan perubahan
kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi,
ketidakseimbangan mobilitas.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun lebih
awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yang ditandai dengan
penuaan perubahan pola tidur dan cemas.

3.3 Intervensi
Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan metabolisme umum, keadaan mudah
lelah, dan keterbatasan mobilitas.

Tujuan keperawatan: nyeri berkurang, hilang atau teratasi


Kriteria hasil : secara subyektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatassio,
mengidentifikasikan aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidakm gelisah. Skala
nyeri 0-1 atau teratasi
Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji skala nyeri 0-4 Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat
dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien
melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cidera

20
Bantu klien dalam mengidentifikasikan faktor Agar klien mampu menghindari faktor pencetus,
pencetus seperti suhu dingin, masuk angina, dan
kecemasan
Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan
pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasive Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
tindakan nonfarmakologi lain menunjukkan
efektifan dalam mengurangi nyeri
Ajarkan relaksasi : teknik mengurangi
ketegangan otot rangka yang dapat mengurangi Akan melancarkan peredaran darah sehingga
intensitas nyeri dan tingkatkan relaksasi massage kebutuhan oksigen pada jaringan terpenuhi dan
mengurangi nyeri.
Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri
kehal hal yang lebih menyenangkan

Tingkatkan pengetahuan tentang sebab sebab


nyeri dan hubungkan dengan berapa lama nyeri Pengetahuan tersebut dirasakan membantu
berlangsung. mengurangi nyeri dan dapat membantu
meningkatkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
Kalaborasi
Pemberian NSAID NSAID menghambat sintesis prostaglandin yang
mempunyai efek analgesic efektif sebagai
pereda nyeri reumatik
Pemberian kortikosteroid
Kortikosteroid sebagai agen anti inflamasi,
menekan atau mencegah banyak komponen
proses inflamasi pada tempat cidera

21
2. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kontraktur, keletihan, atau gangguan
gerak.

Tujuan perawatan : perawatan diri klien dapat terpenuhi


Kriteria Hasil : klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien
mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasikan
individu atau masyarakat yang dapat membantu
Intervensi rasional
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam Membantu mengantisipasi dan merencanakan
skala 0-4 untuk melakukan aktivitas hidup sehari- pertemuan untuk kebutuhan individual
hari.

Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan Klien dalam keadaan cemas dan tergantung. Ini
bantu bila perlu. dilakukan untuk mencegah frustasi dan menjaga
harga diri klien.

Ajak klien untuk berpikir positif terhadap Klien memerlukan empati, tetapi perlu juga
kelemahan yang dimilikinya. Berikan klien mengetahui bahwa dirinya harus menjalani
motivasi dan izinkan klien melakukan tugas, ber perawatan yang konsisten. Hal tersebut dapat
penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan meningkatkan harga diri, memandirikan klien,
aktivitas hidup sehari-hari. dan menganjurkan klien terus mencoba.

Rencanakan tindakan untuk penurunan gerakan Klien akan lebih mudah mengambil peralatannya
pada sisi yang sakit, seperti tempatkan makanan yang diperlukan karena lebih dekat sisi yang
dan alat deket klien. sakit.

Identifikasi kebiasaan defekasi. Anjurkan klien Meningkatkan latihan dapat membantu


untuk minum dan meningkatkan latihan mencegah konstipasi

3.4 Evaluasi
Hasil yang diharapkan dalam asuhan keperawatan klien reumatik adalah sebagai berikut.
1. Nyeri berkurang atau menjadi perbaikan tingkat kenyamanan
2. Mengenali faktor penyebab atau pemberat nyeri
3. Menggunakan strategi penatalaksaan nyeri secara efektif
4. Mengenali tujuan realistis untuk mengurangi nyeri
5. Melaporkan berkurangnya nyeri dan peningkatan kenyamanan
6. Keletihan berkurang
7. Mengenali faktor penyebab keletihan
8. Menyebutkan hubungan keletihan dan aktivitas penyakit
9. Menjadwalkan istirahat dan aktivitas
10. Mengalami peningkatan kualitas tidur dan istirahat
11. Meningkatkan dan mempertahankan tingkat mobilitas
12. Ikut dalam aktivitas dan latihan fisik
13. Menggunakan alat bantu dengan tepat dan aman
14. Mempertahankan perawatan mandiri
15. Tidak mengalami komplikasi

22
16. Menyebutkan efek samping obat yang harus dilaporkan.

23
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit autoimun progresif yang di tandai dengan
peradangan membran persendian. Autoimun merupakan gangguan pada sistem imun
yangmenyebabkan kekebalan tubuh !ustru menyerang jaringan tubuh sendiri. Penyebab
rematoidarthritis belum diketahui, namun di lihat dari patofisiologinya disebabkan oleh faktor
genetik dan lingkungan diduga timbulnya penyakit ini. Faktor infeksi sebagai penyebab
artritisrheumatoid patogenesisnya dimulai dengan terdapatnya suatu antigen yang berada
padamembran sinovial.Adapun pengobatan yang di anjurkan yaitu obat anti inflamasi non
steroid (OAINS), Golongan DMARD (disease modifying antirematic drugs), NASIDs ( non-
steroid anti inflamasi drugs), metotreksat, leflunomid, hidroksiklorokuin,
sulfazalazin,kortikosteroid, agen biologis (eetanercept, infliximab, adalimumab, anakinra).

4.2 Saran
Arthritis rheumatoid dapat menyerang segala usia maka penanganan penyakit inidiupayakan
secara maksimal dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan baik melaluitenaga
kesehatan, prasarana dan sarana kesehatan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Budhi, N. (2008). Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta: EGC.

Masjoer, A, dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran (edisi ketiga). Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia: Media Aesculapius.

Purwoastuti, E. (2009). Waspadai Gangguan Rematik. Yogyakarta: Kanisius.

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika

Tamher, S. Noorkasiani.2011. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

25

Anda mungkin juga menyukai