SAP 2
OLEH: KELOMPOK 3
IDA AYU AGUNG EMAWATI (1781611009 / 09)
LUH GDE MERTA WIDYA SANTHI (1781611012 / 11)
NI LUH PUTU UTTARI PREMANANDA (1781611013 / 12)
ANAK AGUNG TRI MEGAWATI (1781611024 / 22)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang telah
diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan ringkasan materi kuliah dan
pembahasan kasus mengenai harapan etika (Ethics Expectation). Kami harapkan ringkasan
materi kuliah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan dalam kegiatan proses belajar
mengajar
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan ringkasan materi kuliah ini. Kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua
pihak kami harapkan untuk peningkatan ringkasan materi kuliah kami selanjutnya. Atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ...................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
iii
C. LAYANAN YANG DITAWARKAN ..............................................................................11
iv
RINGKASAN MATERI KULIAH
“Ethics Expectations”
A. MASALAH LINGKUNGAN
Pada awalnya, kekhawatiran mengenai polusi berpusat pada cerobong asap dan knalpot
pembuangan, yang menyebabkan iritasi dan gangguan pernapasan. Bagaimanapun, masalah
tersebut pada awalnya relatif bersifat lokal, sehingga ketika penduduk di sekitar perusahaan
yang menyebabkan polusi udara menjadi marah akibat iritasi oleh polusi udara, politisi lokal
mampu dan umumnya bersedia merancang suatu peraturan untuk mengendalikan hal tersebut
walaupun penegakan hukum yang efektif tidak terjamin.
Baru-baru ini, disipasi lapisan ozon diakui sebagai ancaman serius bagi kesejahteraan
fisik kita semua. pelepasan CFC (Chlorofluorocarbon) ke atmosfir dianggap
sebagai refrigerant (bahan pendingin) perumahan dan industri yang paling umum
memungkinkan molekul CFC “menyedot” molekul ozon. Padahal, lapisan ozon berfungsi
sebagai penghalang utama bagi kita dari paparan sinar ultraviolet matahari, dimana sinar
ultraviolet ini menyebabkan kanker kulit dan kerusakan mata.
Pengakuan bahwa pencemaran air merupakan salah satu permasalahan yang
memerlukan tindakan telah disejajarkan dengan kepedulian terhadap menipisnya lapisan
ozon, sebagian karena terbatasnya kemampuan kita untuk mengukur konsestrasi racun per
menit, serta ketidakmampuan kita untuk memahami sifat alam yang tepat, dari resiko logam
air dan dioxin. Perusahaan-perusahaan menegaskan bahwa mereka tidak memiliki solusi
teknik untuk mengatasi polusi udara dan air dengan biaya murah sehingga mereka tidak dapat
mengatasi polusi secara kompetitif. Namun demikian, setelah ancaman jangka pendek dan
ancaman jangka panjang terhadap keselamatan pribadi dipahami, masyarakat dipimpin oleh
kelompok-kelompok dengan minat khusus mulai menekan perusahaan maupun pemerintah
secara langsung untuk meningkatkan standar keamanan untuk emisi perusahaan.
B. SENSITIVITAS MORAL
Bukti tekanan publik untuk kejujuran dan kesetaraan mudah diamati. Keinginan untuk
mencapai kesetaraan dalam pekerjaan telah menghasilkan undang-undang, peraturan,
1
kepatuhan kondisi dalam kontrak, dan program tindakan afirmatif perusahaan. Program-
program kesetaraan upah mulai muncul untuk menyesuaikan kesenjangan yang ada antara
skala gaji untuk pria dan wanita. Undang-undang perlindungan konsumen telah diperketat
bahwa filosofi lama “pembeli waspada” yang cenderung melindungi perusahaan besar telah
berubah ke “vendor waspada” yang menguntungkan konsumen secara individu. Tes narkoba
untuk karyawan telah jauh lebih hati-hati ditangani untuk meminimalkan kemungkinan
temuan palsu pada hasil tes. Semua ini adalah contoh dimana tekanan publik telah membawa
perubahan kelembagaan melalui legislatif atau pengadilan untuk kejujuran yang lebih dan
kesetaraan, serta berkurangnya diskriminasi. Oleh karena itu, kebalikan dari perubahan ini
hampir tidak mungkin terjadi. Memang, hal tersebut merupakan suatu tren atau
kecenderungan yang jelas.
Sensitivitas moral juga terlihat pada isu-isu internasional dan domestik. Kampanye
untuk memboikot pembelian dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam penggunaan
tenaga kerja anak atau memperkerjakan tenaga kerja dengan upah yang rendah di negara-
negara asing memberikan kesaksian yang cukup. Hal tersebut telah menghasilkan kode etik
praktik untuk para pemasok dan mekanisme-mekanisme untuk memastikan bahwa mereka
mematuhi kode tersebut. Organisasi-organisasi seperti Social Accountability International
dan Account Ability telah mengembangkan kebijakan-kebijakan tempat kerja, standar-
standar, program pelatihan auditor tempat kerja, dan kerangka kerja pelaporan.
2
Alternatifnya, individu atau reksadana dapat berinvestasi pada perusahaan-perusahaan yang
telah disaring oleh layanan konsultasi etika.
3
F. KEGAGALAN TATA KELOLA DAN PENILAIAN RISIKO
Direktur perusahaan diharapkan untuk memastikan bahwa perusahaan mereka telah
bertindak demi interes investor dalam rentang aktivitas yang dianggap cocok oleh masyarakat
dimana mereka beroperasi. Akan tetapi, dalam kasus Enron, WorldCom, dan kasus-kasus
lainnya, pengawasan oleh direktur perusahaan gagal mengetahui terjadinya keserakahan
eksekutif, manajer, dan karyawan lainnya. Perusahaan-perusahaan ini dan perusahaan-
perusahaan lainnya berada di luar kontrol, serta praktik yang dihasilkan tidak dapat diterima.
Pembalikan keberuntungan yang tiba-tiba ini disebabkan oleh kegagalan untuk
mengatur risiko etika dan mengubah kalkulus manajemen risiko secara mendalam.
Probabilitias kegagalan krisis yang disebabkan oleh risiko etika yang gagal dalam
pengaturannya tidak bisa disangkal secara nyata, jauh lebih tinggi dari diharapkan oleh siapa
pun.
Reformasi tata kelola dianggap perlu untuk melindungi kepentingan umum. Dimana
direktur diharapkan untuk menilai dan memastikan bahwa risiko yang dihadapi oleh
perusahaan mereka telah dikelola dengan baik, risiko etika sekarang terlihat menjadi aspek
kunci dari proses. Reformasi tata kelola memastikan bahwa tidak akan terjadi keterlambatan
pada hal tersebut.
4
keamanan produk, masalah lingkungan, atau artikel tentang kesetaraan jenis kelamin atau
diskriminasi. Secara keseluruhan, hasilnya merupakan kumulatif peningkatan dari kesadaran
masyarakat tentang perlunya kontrol terhadap perilaku perusahaan yang tidak etis. Selain itu,
terdapat banyak contoh yang bermunculan, di mana eksekutif bisnis tidak membuat
keputusan yang tepat, serta etika konsumen atau investor bertindak dan berhasil membuat
perusahaan mengubah praktik mereka atau meningkatkan struktur tata kelolanya untuk
memastikan bahwa proses pengambilan keputusan di masa depan lebih sehat. Keseluruhan
etika konsumen dan gerakan SRI telah diperkuat oleh pengetahuan bahwa bertindak atas
keprihatinan mereka dapat menjadikan perusahaan dan masyarakat lebih baik, sehingga tidak
miskin.
Selanjutnya, kesarana masyarakat berdampak pada politisi yang bereaksi dengan
menyiapkan undang-undang yang baru atau mengetatkan peraturan. Akibatnya, banyak
masalah membawa kesadaran masyarakat dalam penguatan kelembagaan dan kodifikasi pada
hukum yang berlaku. Banyaknya permasalahan etika yang disoroti memfokuskan pemikiran
tentang perlunya tindakan yang lebih etis, “ibarat bola salju yang mengumpulkan kecepatan
ketika bergerak turun dari puncak gunung/bukit”.
Keinginan untuk standar global pengungkapan perusahaan, praktik audit, dan
keseragaman etika perilaku, para akuntan profesional telah menghasilkan standar akuntansi
dan audit internasional di bawah naungan Internasional Accounting Standards Board (IASB)
dan International Federation of Accountants (IFAC). Kreasi mereka—International
Financial Reporting Standards (IFRS) dan Kode Etik untuk Akuntan profesional—
merupakan titik fokus untuk harmonisasi di seluruh dunia.
Gerakan menuju tingkat akuntanbilitas perusahaan dan etika kinerja tidak lagi hanya
ditandai oleh para pemimpin yang mau pergi mengambil risiko: gerakan yang lebih tinggi ini
telah menjadi suatu tendensi dan bersifat internasional.
I. HASIL
Secara jelas, harapan masyarakat telah berubah untuk menunjukkan menurunnya
toleransi, meningkatkan moral, kesadaran, dan harapan yang lebih tinggi dari perilaku bisnis.
Dalam merespons meningkatnya harapan-harapan ini, sejumlah pengawas dan penasehat
telah muncul untuk membantu atau mendesak masyarakat umum dan bisnis. Organisasi-
organisasi, seperti Greenpeace, Pollution Probe, dan Coaliation for Environmentally
Responsible Economies (CERES, sebelumnya bernama Sierra Club) sekarang mengawasi
hubungan bisnis dengan lingkungan. Konsultan tersedia untuk member nasehat perusahaan
5
dan mereka yang dikenal sebagai investor etika tentang bagaimana menyaring aktifitas-
aktifitas dan investasi-investasi demi profitabilitas dan integritas etika.
6
B. Tata Kelola dan Kerangka Kerja Akuntabilitas yang Baru
Keberhasilan suatu perusahaan sukses dilayani dengan sangat baik oleh mekanisme tata
kelola dan akuntabilitas yang berfokus pada sebuah kumpulan hubungan fidusia yang
berbeda dan lebih luas dibandingkan dengan masa lalu. Tujuan dan proses tata kelola harus
mengarahkan perhatian kepada perspektif-perspektif baru ini. Demikian juga, kerangka
akuntabilitas modern harus mencakup laporan yang berfokus pada perspektif. Apabila tidak,
harapan masyarakat tidak akan dipenuhi dan peraturan tersebut dibuat untuk memastikan
perhatian dan fokus terhadap harapan masyarakat kedepannya.
7
Selanjutnya setelah menerapkan kode etik keinginan selanjutnya adalah memantau kegiatan
sehubungan dengan hal tersebut serta melaporkan prilaku secara internal dan eksternal.
Pendekatan “inventarisasi dan perbaiki” menuju sistem “diperbaiki” bertujuan untuk
mengatur prilaku para karyawan. Kode etik menawarkan kerangka kerja penting untuk
pengambilan keputusan dan kendali karyawan.
Tahun 1994, Lynn Sharp Paine menerbitkan sebuah artikel pada majalah Harvard
Business Review yang berjudul “Managing for Integrity” dimana ia membuat kasus untuk
mengintegrasikan etika dan manajemen. Selain it ,pada periode 1990-an pendekatan-
pendekatan manajemen harus mencerminkan akuntabilitas pemangku kepentingan tidak
hanya pemegang saham. Perusahaan memiliki berbagai pemangku kepentingan yang luas
seperti karyawan, pelanggan, pemegang saham, pemasok, kreditur, ahli lingkungan,
pemerintah dan seterusnya yang memiliki kepentingan dalam kegiatan atau dampak
perusahaan. Meskipun pemangku kepentingan ini mungkin tidak memiliki klaim hukum pada
perusahaan, mereka dapat memengaruhi keuntungan jangka pendek dan jangka panjang.
Akibatnya jika sebuah perusahaan ingin mencapai tujuan strategis secara optimal para
pemangku kepentingan harus diperhitungkan saat manajemen membuat keputusan.
C. Akuntabilitas
Munculnya interes pemangku kepentingan dan akuntabilitas, serta krisisi
keuangan yang menimpa Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom, telah meninggalkan
keiinginan untuk membuat laporan yang lebih relevan dengan berbagai interes dari pemangku
kepentingan. Laporan juga dibuat lebih transparan dan lebih akurat diandingkan dengan
laporan dimasa lalu.
Perbaikan yang diperlukan dalam integritas, transparansi, dan akurasi telah
memotivasi diskusi di antara akuntan (professional) untuk mengenali sifat pedoman yang
8
seharusnya mereka gunakan untuk menyusun laporan keuangan, aturan-aturan atau prinsip-
prinsip. Kekurangan integritas, transparasi, dan akurasi jelas terdapat pada laporan keuangan
Enron, tetapi laporan itu mungkin telah sesuai dengan interpretasi berbasis aturan standar
akuntansi umum dan definisi hokum yang sangat sempit.
Keinginan untuk relevansi telah melahirkan gelombang dalam laporan, terutama
yang bersifat nonfinansial, dan telah disesuaikan dengan kebutuhan pemangku kepentingan
tertentu.
D. Etika Perilaku dan Perkembangan dalam Etika Bisnis
Dalam menanggapi perubahan yang dijelaskan sebelumnya,ada sebuah minat
terbaru mengenai bagaimana filsuf mendefinisikan etika perilaku, dan pelajaran-pelajaran
yang telah dipelajari selama berabad-abad. Selain itu, pada tingkat aplikasi yang lebih tinggi,
beberapa konsep dan istilah telah dikembangkan yang memfasilitasi pemahaman akan
evolusi yang terjadi dalam akuntabilitas bisnis dalam pembuatan keputusan etika.
Pendekatan Filosofis untuk Etika Perilaku
Meskipun teori ini dikembangkan pada waktu sebelumnya, logika yang
mendasari dan pelajaran-pelajaran yang tercakup dapat diterapkan pada dilema bisnis saat ini,
seperti yang dijelaskan oleh contoh berikut:
1. Filsuf Yunani, Aritoteles, berpendapat bahwa tujuan hidup adalah
kebahagiaan dan kebahagiaan dicapai dengan menjalani hidup secara
saleh/bijak sesuai dengan alasan.
2. Filsuf Jerman, Immanuel Kant, berpendapat bahwa orang-orang beretika
ketika mereka tidak memanfaatkan orang lain demi kesejahteraannya, dan
ketika mereka tidak bertindak dengan cara yang munafik dalam menuntut
perilaku tingkat tinggi dari orang lain, sementara membuat pengecualian bagi
diri mereka sendiri.
3. Filsuf Inggris, John Stuart Mill, menyatakan bahwa tujuan hidup adalah
untuk memaksimalkan kebahagiaan dan/atau untuk mengurangi
keidakbahagiaan atau sakit, dan tujuan masyarakat adalah untuk
memaksimalkan manfaat sosial bersih bagi semua orang.
4. Filsuf Amerika, John Rawis, berpendapat bahwa masyarakat harus diatur
sehingga ada distribusi yang adil atas hak dan manfaat, dan bahwa setiap
ketinpangan harus menguntungkan semua orang.
Konsep dan Persyaratan etika bisnis
9
Secara khusus, ada dua perkembangan yang sangat berguna dalam memahami
etika bisnis, serta bagaimana bisnis dan profesi bisa mendapatkan keuntungan dari
penerapannya. Dua perkembangan itu adalah konsep pemangku kepentingan dan suatu
konsep dari kontrak sosial perusahaan.
10
Kebutuhan perubahan tambahan pada peran dan perilaku akuntan profesional
mendahului krisis yang baru-baru ini terjadi. Apakah mereka terlibat dalam audit atau
jaminan fungsi layanan dalam manajemen, dalam konsultasi, ataupun sebagai direktur,
akuntan professional tampak secara historis sebagai arbiter dari akuntabilitas organisasi dan
ahli dalam ilmu pengambilan keputusan. Oleh karena itu kita menyaksikan “perubahan arus”
dalam akuntabilitas perusahaan dengan memperluas dari hanya melampaui para pemegang
saham ke pemangku kepentingan, merupakan tanggung jawab akuntan untuk memahami
evolusi ini dan bagaimana evolusi tersebut dapat mempengaruhi fungsinya.
B. Tata Kelola
Globalisasi dan internasionalisasi telah berkembang dalam dunia usaha, pasar
modal, dan akuntabilitas perusahaan. Jangkauan pemangku kepentingan bersifat global, dan
peristiwa yang sangat dirahasiakan sekarang ditampilkan diseluruh dunia setiap malam di
CNN, BBC, World News, atau dalam mengungkapan dokumenter perlingdungan lingkungan
atau hak asasi manusia.
Dalam profesi akuntansi, gerakan menuju harmonisasi secara global sekumpulan
prinsip-prinsip akuntansi dan audit yang berlaku secara umum (GAAP dan GAAS) untuk
memberikan efisiensi analisis bagi penyedia modal pasar-pasar dunia serta efisiensi
komputasi dan audit diseluruh dunia. Akibatnya, ada rencana untuk menyelaraskan secara
bertahap sejumpulan GAAP yang dikembangkan JASB di London, Inggris, serta yang
dikembangkan oleh Financial Accounting Standards Boards (FASB) di AS menjadi suatu
rangkaian umum yang akan berlaku di semua Negara.
Globalisasi juga terjadi pada kantor akuntan publik. Mereka sedang
mengembangkan standar audit global untuk melayani klien utama mereka, dan standar
perilaku yang mendukung untuk memastikan penilaian mereka independen, objektif, dan
akurat.
C. Layanan yang Ditawarkan
Dalam lingkungan global yang didefinisikan ulang baru-baru ini, penawaran
layanan nonaudit kepada klien audit merupakan masalah yang bertentangan bagi Arthur
Andersen dalam kegagalan Enron, telah dibatasi sehingga harapan konflik kepentingan yang
lebih ketat dapat dipenuhi. Kemunculan dan pertumbuhan perusahaan multidisiplin di akhir
periode 1990-an yang melibatkan para professional, seperti pengacara dan insinyur untuk
menyediakan jaminan yang lebih luas dan layanan lain untuk klien audit mereka, telah
dibatasi SEC yang telah di revisi dan standar-standar lainnya, serta beberapa perusahaan audit
utama telah menjual sebagian dari unit konsultasi mereka.
11
MENGELOLA RISIKO ETIKA DAN KESEMPATAN/PELUANG
12
PEMBAHASAN KASUS
Sebagai mahasiswa akuntansi, Norm menghadapi kebimbangan untuk menjadi akuntan
professional karena munculnya bebagai kasus, di antaranya:
Kasus 1
Di dalam artikel “Akuntan dan krisis S & L” terdapat argument bahwa kegagalan
$200 juta disebabkan oleh regulator dan penurunan di pasar real estate, bukan karena
kecurangan akuntansi. Namun, menurut Norm terdapat tujuh masalah praktik akuntansi yang
tidak sesuai dengan GAAP sebagai berikut.
• Penghapusan kerugian pinjaman dilakukan pada masa pinjaman, bukan pada saat
kerugian pinjaman terjadi.
• Penggunaan Net Worth Certificates yag dikeluarkan Pemerintah sebagai modal.
• Penggunaan transaksi yang melibatkan uang dimuka dan arus kas jangka pendek
• Penghapusan goodwill dari merger S & L yang sehat dengan yang bangkrut
selama lebih dari satu periode empat puluh tahunan
• Ketentuan kerugian pinjaman yang tidak memadai karena buruknya pemantauan.
• Catatan harta berdasarkan nilai taksiran
• Kurangnya pelaporan berbasis pasar untuk mencerminkan realitas ekonomi.
Kasus 2
Tidak adanya akuntan yang terlibat dalam pengukuran dan pengungkapan biaya
kesehatan yang diakibatkan oleh merokok diukur dan diungkap, justru dilakukan oleh
ekonom dan kelompok yang memiliki kepentingan khusus.
Kasus 3
13
Kasus 1
GAAP sebagai prinsip yang harus ditaati terkadang tidak sesuai dengan realita yang terjadi
secara praktiknya. Ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini, antara lain kemampuan dari
akuntan itu sendiri, serta dorongan dari pihak lain untuk melakukan praktik yang tidak sesuai
dengan prinsip yang berterima umum. Namun praktik yang tidak sesuai GAAP akan banyak
menimbulkan cost yang justru bisa mengancam keberlangsungan perusahaan. Naun apabila
dalam analisis cost and benefit ternyata justru pelaporan sesuati standar memberikan cost
yang sedemikian tinggi maka diambil keputusan untuk menjaga agar perusahaan tetap going
concern.
Kasus 2
Kasus 3
Auditor dalam konteks melakukan audit sebagai dasar untuk menyatakan pendapat,
bukan sebaga cara untuk mencari-cari kesalahan. Dalam sistem pengendalian internal
kemudian auditor menemukan adanya kecurangan maka ini bisa menjadi daftar temuan yang
disampaikan kepada manajer untuk kemudian diambil langkah selanjutnya. Apabila
kemudian diperlukan penyelidikan adanya kecurangan maka bisa dilakukan audit
investigative, tergantung bagaimana perjanjian perikatan antara perusahaan dan akuntan.
Ketika praktek akuntansi di lapangan, banyak hal yang harus diperhatikan karena
berbagai permasalahan tidak sesederhana teori di kelas. Permasalahan harus dikaji dari
beberapa aspek dan sudut pandang. Profesionalisme dan berpedoman pada kode etik penting
dilakukan, mengingat adanya sanksi hukum dan sosial yang tegas jika terjadi pelanggaran
kode etik.
14